Keywords; Religious Harmony, Multiculture Society, Ethnic Differences, Public



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

[2013] PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN TENTANG JUMAT KHUSYU. [salinan] Pemerintah Kabupaten Bima Bagian Hukum Setda.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan umat beragama. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi berbagai konflik sosial baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kemajemukan, tetapi yang terpenting adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan

SAMBUTAN MENTERI AGAMA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI KOTA BANJAR

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA DIALOG INTERAKTIF LINTAS AGAMA DAN PENGUKUHAN PENGURUS FKUB KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 T E N T A N G

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

Sambutan Presiden RI pd Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi, di Jakarta, 25 Apr 2014 Jumat, 25 April 2014

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ATAR UMAT BERAGAMA DI KALANGAN SISWA DI SMA NEGERI 3 PEKALONGAN

PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH,

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB IV ANALISIS. Karenakerukunanmempertemukanunsur-unsur yang berbeda, sedangkantoleransimerupakansikapataurefleksi.tanpakeruknan,

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

PANCASILA. Sebagai Ideologi Negara. Disampaikan pada perkuliahan Pancasila kelas PKK. H. U. Adil Samadani, SS., SHI.,, MH. Modul ke: Fakultas Teknik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

Raffles City Hotel 5-7 September 2013

TANYA JAWAB BAB I KETENTUAN UMUM

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan ISSN Vol. 1, No. 1, Juni 2017

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB V PENUTUP. aliran kepercayaan disetarakan statusnya layaknya agama resmi lainnya (Mutaqin

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DI JAWA BARAT

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA KELOMPOK 4 ANANDA MUCHAMMAD D N AULIA ARIENDA HENY FITRIANI

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. hal budaya maupun dalam sistem kepercayaan. Hal ini dibuktikan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya beragam (plural). Suatu

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Bartima Oktavia Bahar Nim: E

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Cap Go Meh Bersama Ke-5, Jakarta, 8 Februari 2012 Rabu, 08 Pebruari 2012

Transkripsi:

Kerukunan Umat Beragama di Bali KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI DENPASAR BALI Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata Gowa Email: syamsuduha@gmail.com Abstract; This paper is based on a research concerning religious harmony in Bali. The purpose of this paper is to look at religious life in multicultural society, how they coexist with a harmonious life, and how they experience friction due to religious and ethnic differences. This study applies a qualitative method with an interdisciplinary approach comprising anthropology and social sciences. Inter-religious relations in reflect a public awareness of the existence of a pluralistic society that has an egalitarian narure with similarities as well as differences in their being creatures of God Almighty. Harmonious life in is based on mutual respect and appreciation in among adherents of different religions. Keywords; Religious Harmony, Multiculture Society, Ethnic Differences, Public Abstrak; Tulisan ini didasarkan atas penelitian tentang kerukunan umat beragama di Bali. Tujuan tulisan ini adalah untuk melihat kehidupan beragama masyarakat multikultural di, bagaimana mereka hidup berdampingan dengan kehidupan harmonis, dan bagaimana mereka mengalami gesekan-gesekan karena perbedaan agama dan etnis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan interdisipliner, yaitu antropologi dan ilmu sosial. Hubungan antar umat beragama di adalah kesadaran masyarakat akan keberadaan sebagai masyarakat majemuk yang memiliki persamaan (egaliter) dan perbeaan sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan harmonis di didasarkan oleh adanya sikap saling menghormati dan saling menghargai atas perbedaan agama masing-masing. Kata Kunci; Harmonisitas Agama, Masyarakat Multicultural, Perbedaan Etnik, Publik I. Pendahuluan ndonesia adalah bangsa yang majemuk secara etnis, bahasa, dan agama, khusus menyangkut aspek agama, di Indonesia terdapat berbagai agama Iyang di akui keberadaannya secara sah oleh pemerintah dan dipeluk AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013 167

i Kerukunan Umat Beragama di Bali oleh penduduk bangsa Indonesia, yaitu Islam, Keristen Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Chu. 1 Dengan adanya kemajemukan agama ini, hubungan harmonis antarumat beragama sangat penting, demi teciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam rangka menjaga keharmonisan agama di Indonesia, pemerintah pada tanggal 30 Nopember 1967 menyelenggarakan Musyawarah Antar Agama di Jakarta 2. Namun pada saat Reformasi, justru terjadi beberapa peristiwa dan masalah yang lebih krusial yang berdampak pada kehidupan sosial beragama. Peristiwa di atas dampaknya dirasakan di Bali dengan terjadinya dua kali peristiwa Bom. Peristiwa lain, seperti konflik warga, konflik desa adat, yang lebih bersifat lokal, tetapi tetap mempengaruhi kehidupan beragama. Dalam kehidupan beragama masyarakat multikultural di kota, bisa hidup berdampingan, namun di balik itu kadang kadang terjadi gesekan antara satu agama dengan agama lain antara satu suku dengan suku dan antara adat dan suku yang lain. Untuk mencegah hal tersebut, maka Pemerintah Kota membentuk wadah yang di sebut Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB). II. Metode Penelitian A.Desain Penelitian. Penelitian ini dilakukan adalah tindak lanjut dari hasil penelitian dengan judul Hubungan Antar Umat Beragama di Indonesia Studi Kebijakan Pemerintah Orde Baru. Kemudian di rancang untuk melakukan penelitian di dengan judul Kerukunan Umat Beragama di, penelitian ini menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan antropologi dan ilmu sosial, sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Atas dasar pendekatan ilmu tersebut, maka analisis terhadap kehidupan umat beragama dalam masyarakat multikultural di, menekankan pemantapan kerukunan hidup umat beragama, demi untuk kedamaian, keharmonisan dan kesejahteraan bersama. B. Lokasi Penelitian. Kota di jadikan lokasi penelitian, karena di pandang dapat mewakili hubungan antar umat beragama untuk wilayah Bali, di samping alasan tersebut kota menjadi pusat dan arus pertemuan segala kepentingan hidup penduduk seluruh Bali, termasuk pendatang dari luar Bali, pendatang seantero Nusantara, maupun seantero dunia. Yang tidak kalah pentingnya adalah pemeluk dari ke enam agama yang diakui di Indonesia ada di kota dan sejumlah tokoh umat beragama berdomisili di kota. 168 AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013

Kerukunan Umat Beragama di Bali Dalam posisi dan perannya seperti terurai diatas menjadi barometer bagi kabupaten lain di Bali, bahkan akan di jadikan ukuran Nasional dan Internasional sekaligus pusat pemerintahan perihal kehidupan sosial dan kehidupan antarumat beragama di Bali. III. Kota Dengan Masyarakat Yang Multikultural A. Letak Geografis dan Keadaan Alam. Kota terletak di tengah-tengah bagian Selatan pulau Bali, selain merupakan Ibu Kota, juga merupakan Ibu Kota Provinsi Bali sekaligus pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian, parawisata, dan kegiatan-kegiatan lainnya. 3 Posisi kota sangat strategis dan sangat menguntungkan, baik dari segi ekonomi maupun dari segi kepariwisataan, karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya di Bali. 4 Mengenai keadaan alam kota dapat dipahami dari luas wilayah dan fungsi lahan sesuai kemanfaatannya. Luas lahan kota jika dirinci perkecamatan dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1. Luas tanah ( dalam Ha) kota No Kecamatan Tanah Tanah Kering Jumlah (Ha) Sawah (Ha) (Ha) 1 Barat 299 10 309 2 Utara 586 23 609 3 Timur 754 2.618 2.772 4 Selatan 955 4.038 4.993 Sumber HUMAS :Kota Tahun 2007 Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa luas tanah di wilayah masing- masing kecamatan relatif, akan tetapi luas lahan menurut fungsinya akan selalu berubah, karena adanya alih fungsi lahan sesuai kebutuhan pembangunan. Alih fungsi lahan terus menerus terjadi dan banyak memunculkan pemukiman atau perkampungan baru di sekitar kota dan berlangsung sepanjang tahun. Bersamaan dengan perkembangan tersebut muncullah kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa jika alih fungsi lahan berlangsung tanpa pengendalian dan pengawasan yang baik, akan dapat menimbulkan kemiskinan, penderitaan, konflik sosial atau konflik berbagai kepentingan bahkan bisa juga menimbulkan konflik Sara sebagaimana yang terjadi hampir di seluruh Indonesia. B. Kependudukan Menurut Keagamaan. Secara umum penduduk kota sangat heterogen, baik dilihat dari segi agama etnis, bahasa, karakter, adat istiadat maupun jumlah AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013 169

i Kerukunan Umat Beragama di Bali para intelektualnya. Kependudukan menurut agama terdiri dari penganut enam golongan agama sesuai dengan agama yang diakui sah di Indonesia. Sejarah ke enam agama yang dianut penduduk kota berasal dari luar Bali bahkan luar Indonesia yaitu Islam, Keristen, Katolik dari Timur Tengah, Hindu Buddha dari India dan Khong Hu Cu dari Cina. Semua agama tersebut diatas mempunyai sejarah perkembangan yang berbeda beda dan berlangsung dalam jangka waktu panjang, sejak zaman Bali Kuno, zaman Bali Pertengahan, zaman Bali baru, zaman Kemerdekaan dan bahkan berlangsung pada zaman reformasi saat ini. 5 Kemudian secara tidak beraturan, masuklah agama Islam, agama Keristen, agama Katolik, dan agama Kong Hu Cu ke Bali, yang dianut oleh berbagai suku bangsa, seperti suku Jawa, Bugis, India, Cina dan Arab. Suasana kehidupan umat beragama, walaupun saling berbeda, mereka dapat hidup berdampingan satu sama lainnya. Dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa salah satu penyebab mereka bisa berdampingan karena adanya hubungan kekerabatan melalui perkawinan antarumat berbeda agama. Dampak adanya kedekatan lebih lanjut menjadikan jumlah penganut masing masing Agama secara tidak disadari di satu pihak bisa berkurang dan di lain pihak bisa bertambah. Bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk masing masing agama, bisa terjadi karena adanya jumlah kelahiran yang berbeda dan adanya aktifitas pergi pulang berbagai umat, terutama bagi mereka yang mempunyai keluarga di luar kota atau diluar Bali. Kondisi seperti itu menambah lengkapnya heterogenitas kehidupan beragama di Kota. Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota menurut Penganut Agama. No 1 2 3 4 Kec. Selatan Timur Barat Utara Jumlah 405.600 Hindu Islam Keris Ten Agama Kato lik Budha Kong Hu Chu Jumlah 110.344 43.621 6.700 4.360 2.218 114 167.357 84.795 18.049 3.038 2.687 1663 40 110.272 104.831 51.559 5.524 3.464 3123 97 168.580 105.600 22.487 3.786 3.348 2072 50 137.391 235.71 6 19.04 8 13.85 9 C. Lembaga Agama dan Lembaga Keagamaan. 9.096 301 583.600 170 AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013

Kerukunan Umat Beragama di Bali Di kota, masing masing agama memiliki lembaga agama yang dapat berfungsi membina potensi umatnya secara interen dan membina hubungan secara eksteren, pembinaan kedalam bertujuan untuk memantapkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dipeluknya dengan baik dan benar agar tercipta suatu kehidupan beragama yang harmonis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan lembaga agama sangat strategis dalam melakukan kondisi pembinaan agama bersama pemerintah dan instansi terkait. Bagi pemerintah, lembaga agama itu merupakan patner kerja dalam mengarahkan umat beragama agar dapat berperan dalam pembangunan bidang agama, yang merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional. Lembaga lembaga agama yang ada di kota adalah: 1. Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) kota 2. Dewan Gereja Gereja Indonesia ( DGI) kota 3. Konferensi Wali Gereja Indonesia ( KWI ) kota 4. Parisada Hindu Dharma Indonesia ( PHDI ) kota 5. Perwalian Umat Buddha Indonesia ( WALUBI ) kota 6. Majelis Agama Khong Fu Tsu Indonesia ( MAKIN ) kota. 6 Disamping adanya lembaga lembaga agama yang dimaksud adapula lembaga lembaga keagamaan yang keberadaannya sebagai lembaga sosial kemasyarakatan, seperti yayasan, Lembaga Sosial Kemasyarakatan (LSM), dan Lembaga Adat. Masing masing agama memiliki lembaga keagamaan sesuai kebutuhan. Guna memperluas hubungan kerjasama, jalinan Imformasi, dan untuk memperlancar arus komunikasi antar lembaga, maka pimpinan lembaga lembaga agama dan lembaga lembaga sosial kemasyarakatan bersama pimpinan instansi terkait sepakat membentuk Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB) sebagai forum koordinasi lembaga lembaga yang ada, pada tanggal 5 Pebruari 1999 di Bedugul, Bali 7 dengan tujuan menjalin persaudaraan sesama umat beragama. D. Rumah Ibadah Masing masing Agama. Semua komunitas agama di kota telah memiliki tempat Ibadah sesuai dengan kebutuhan kelompoknya. Adapun jumlah tempat ibadah masing-masing agama di kota, dapat dilihat pada tabel berikut. No Kecamat an Tabel 3. Tempat-tempat Ibadah di Kota Jenis Tempat Ibadah Sad Mes Lan Mu Gere Gere Vih Kahy jid gga shal ja ja ara Kahy an Litha ng AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013 171

i Kerukunan Umat Beragama di Bali gan Tiga an gan r lah Keri sten Kato lik 1 35 1 7-17 1 23 1 - Selatan 2 25-5 - 14 1 17 3 - Timur 3 9-10 7 33 1 18 2 1 Barat 4 36-6 4 16 1 11 - - Utara Jumlah 105 1 28 11 80 4 69 6 1 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tahun 2007 Tempat-tempat ibadah tersebut ada yang dibangun sebelum 1969, adapula di bangun sesudah tahun 1969. Prosudure dan tata membangun tempat ibadah secara administratif diatur dalam berbagai peraturan antara lain yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9.8 tahun 2006. Peraturan Bersama ini merupakan penyempurna dari keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.I/BER/MDN- MAG/1969, tentang pelaksanaan tugas aparatur pemerintah dalam menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pengembangan dan ibadah agama oleh para pemeluknya. 8 Untuk wilayah Bali, secara tekhnis ketentuan membangun rumah ibadah diatur dalam peraturan Gubernur Bali, No 10 tahun 2006. Peraturan Gubernur ini juga merupakan penyempurnaan dari keputusan Gubernur Kepala Daerah TKT I Bali No. 583 tahun 1991, tenteng prosedur dan ketentuan ketentuan pembangunan tempat tempat ibadah untuk umum di wilayah Propinsi Daerah TKT I Bali. Penyempurnaan dua aturan tersebut merupakan jaminan kepastian hukum pendirian rumah ibadah itu agar tertib secara administratif dan tidak menyebabkan konflik di antara umat beragama khususnya umat beragama di kota. Selain itu pembangunan tempat ibadah bagi setiap agama di kota, ada yang berjalan lancar, ada pula yang tidak lancar. Pembangunan lancar apabila telah memenuhi syarat-syarat administrasi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Bali No. 10 tahun 2006. Tidak lancarnya pembangunan rumah ibadah, bila belum memenuhi persyaratan, sehingga ijin membangun tidak bisa di terbitkan. Kendala lain di sebabkan oleh munculnya rumah ibadah yang merupakan pengalihan rumah tinggal menjadi rumah ibadah, dan tempat kegiatan agama di jadikan rumah ibadah tanpa proses administrasi sesuai aturan yang berlaku. 172 AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013

Kerukunan Umat Beragama di Bali Adanya pengaturan rumah ibadah ini mutlak diperlukan, agar terhindar dari kesenjangan di masyarakat. Namun hal tersebut sering di langgar oleh masyarakat itu sendiri. III. Analisis Keberhasilan Kerukunan Umat Beragama di Bali, karena umat beragama menyadari eksistensinya sebagai masyarakat multikultural yang memiliki perbedaan. Disamping itu juga memiliki persamaan hakikat, bahwa manusia berasal dari satu asal yaitu Tuhan Yang Maha Esa, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang memerlukan kebersamaan dan ketergantungan. Interaksi sosial kemasyarakatan berjalan sebagaimana yang ada di tempat lain. Adanya kesalahfahaman, ketersinggungan yang muncul di masyarakat tidak sampai memicu konflik Sara sebagaimana yang lazim terjadi. Fenomena tersebut ketika menghadapi Hari Raya keagamaan seperti, Hari Raya Nyepi, bertepatan dengan hari jumat, di satu sisi umat Hindu menghendaki agar tidak melakukan aktifitas di luar rumah (menyepi di rumah) sementara umat Islam melaksanakan shalat Jumat harus keluar rumah menuju ke Mesjid. Hal seperti itu, karena semua pihak saling menerima, saling menghormati dan saling menghargai perbedaan, karena menerima perbedaan berarti ingin hidup bersama dan berdampingan dalam kebersamaan dan kesejajaran. Fenomena yang lain adalah pembangunan 5 tempat suci di Mandala Nusa Dua Bali, di bangun atas Prakarsa Presiden Soeharto di atas areal yang sama di pelataran bukit Kampial Nusa Dua, atas bantuan Presiden dan swadaya masyarakat. Bangunan tersebut tampa sekat pemisah, ini menunjukkan sebuah gambaran miniatur kerukunan hidup antar umat beragama, yang keberadaannya bukan sebatas simbol kaku tetapi cerminan dari Kebhinnekaan Tunggal Ika. Walaupun dalam proses pembangunannya sulit mendapatkan izin, karena alasan tidak memenuhi syarat pendirian bangunan rumah ibadat, yang harus mempunyai 500 kepala keluarga (KK) akhirnya mendapat izin dari Menteri Agama, didukung dengan rasa toleransi masyarakat yang mereka telah bina selama ini. Untuk menghindari konflik yang berfotensi akan muncul, maka melalui forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKAUB) masalah kemanusiaan akan dapat diungkap secara lebih mendalam antara pendalaman iman di satu sisi dengan pergumulan kemanusiaan yang dihadapi di sisi lain. Dalam hal ini di butuhkan orientasi baru untuk membangun budaya baru dari semua agama yang ada di. Dengan membangun orientasi kemanusiaan melalui budaya aksi untuk kepentingan bersama, walaupun ada perbedaan keyakinan. AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013 173

i Kerukunan Umat Beragama di Bali IV. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Hubungan sosial antar umat beragama kota Bali didasari dari kependudukan yang sangat heterogen, baik dilihat dari segi agama etnis, bahasa, karakter, adat Istiadat maupun jumlah para Intelektualnya. Suasana kehidupan umat beragama, walaupun saling berbeda, mereka dapat hidup berdampingan satu sama lainnya. Dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa salah satu penyebab mereka bisa berdampingan karena adanya hubungan kekerabatan melalui perkawinan antarumat berbeda agama. Dampak adanya kedekatan lebih lanjut menjadikan jumlah penganut masing masing Agama secara tidak disadari di satu pihak bisa berkurang dan di lain pihak bisa bertambah. 2. Hubungan antar umat beragama di Bali dapat dilihat dari kesadaran masyarakat mengenai eksistensinya sebagai masyarakat multikultural yang memiliki perbedaan serta memiliki persamaan hakikat, bahwa manusia berasal dari satu asal yaitu Tuhan Yang Maha Esa, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang memerlukan kebersamaan dan ketergantungan. Interaksi sosial kemasyarakatan berjalan sebagaimana yang ada di tempat lain. Adanya kesalahfahaman, ketersinggungan yang muncul di masyarakat tidak sampai memicu konflik Sara sebagaimana yang lazim terjadi. Karena semua pihak saling menerima, saling menghormati dan saling menghargai perbedaan, karena menerima perbedaan berarti ingin hidup bersama, berdampingan dalam kebersamaan dan kesejajaran Endnotes 1 Penetapan Presiden No. I/ 1965. 2 M. Natsir, Mencari Modus Vivendi Antarumat Beragama di Indonesia. Cet. II, Media Dakwah, (Jakarta, 1983), h. 8. Lihat lebih lanjut hasil pembicaraan dalam musyawarah tersebut, sebab sebab dilaksanakannya, serta hasil kesepakatan dalam musyawarah tersebut. 3 Humas, SETDA Kota. Data Mini Selayang Pandang Kota. (, bagian Humas, 2007), h.15 4 Ibid,h.16 5 I Gusti Made Ngurah, Dialog Antarumat Beragama Dalam persfektif Budaya Bali. Tesis S2, (Kajian Budaya Pasca Sarlana UNUD, 2004), h. 56. 6 Kandepag Kota. Laporan Pelaksanaan Musyawarah/Dialog Antar Umat Beragama Kota (Kasubag TU Kandepag Kota.2008), h. 5. 7 Panitia Penyelenggara.Laporan Penyelenggara Musyawarah Antar Umat Beragama, (, tahun 1998/1999), h. 2. 174 AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013

Kerukunan Umat Beragama di Bali 8 Departemen Agama Repoblik Indonesia. Membangun KualitasKehidupan Beragama. (Jakarta; Departemen Agama RI Tahun 2006), h. 9 Daftar Pustaka Departemen Agama Republik Indonesia. Membangun KualitasKehidupan Beragama. Jakarta; Departemen Agama RI Tahun 2006. Humas, SETDA Kota. Data Mini Selayang Pandang Kota., bagian Humas, 2007. Kandepag Kota. Laporan Pelaksanaan Musyawarah/Dialog Antarumat Beragama Kota. Kasubag. TU Kandepag Kota 2008.. M. Natsir. Mencari Modus Vivendi Antarumat Beragama di Indonesia. Cet. II, Media Dakwah. Jakarta, 1983. Ngurah, I Gusti Made. Dialog Antarumat Beragama Dalam persfektif Budaya Bali. Tesis S2. Kajian Budaya Pasca Sarlana UNUD, 2004.. Panitia Penyelenggara. Laporan Penyelenggara Musyawarah Antar Umat Beragama., tahun 1998/1999. Penetapan Presiden No. I/1965. AL-FIKR Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013 175