RENCA NA PENYEDIAN TENAGA LISTRIK



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, & SARAN

Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Load Flow atau studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan studi

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

1. BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRESS RELEASE PAPARAN PUBLIK 2015 PT KMI WIRE AND CABLE Tbk 11 AGUSTUS 2015

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

RANCANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Lokasi PLTU Cilacap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

STRATEGI REGULASI. Maintenance & Operation Management System

1. BAB I PENDAHULUAN

PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

1 Universitas Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi gangguan di salah satu subsistem, maka daya bisa dipasok dari

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian -

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

2015, No Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530); 3. Peraturan Pemerintah Nomor tentang Kebijakan Energi Nasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik tersebut dihubungkan satu

BAB I PENDAHULUAN. memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% dan akan. mengalami peningkatan menjadi sebesar 5,2% pada tahun 2015.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA?

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Menurut RUPTL PT. PLN , antara tahun 2008 dan 2012,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

PLN DAN ISAK 16 (ED) Electricity for a Better Life. Jakarta, Mei 2010

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013

BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

PENENTUAN KAPASITAS TRANSFORMATOR DAYA PADA PERENCANAAN GARDU INDUK (GI) SISTEM 70 KV (STUDI KASUS PEMBANGUNAN GARDU INDUK ENDE - ROPA MAUMERE)

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

I. PENDAHULUAN. Pada dewasa ini, listrik menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Listrik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu sektor penting dalam

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang meliputi pada aspek sosial, ekonomi maupun politik.

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL KETENAGALISTRIKAN, JARMAN. DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN LAKIN 2015 i

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika

PLN Dari 1973 Sampai 2005

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tri Fani, 2014 Studi Pengaturan Tegangan Pada Sistem Distribusi 20 KV Menggunakan ETAP 7.0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Prosiding Perlemuan Ilmiah Sains Materi III Serpong, 20-21 Oktober 1998 ISSN1410-2897 Q ABSTRAK RENCA NA PENYEDIAN TENAGA LISTRIK Eden N apitupulu Direktur Divisi Perencanaan PT. PLN (persero) Pusat, Jakarta PLN RENCANA PENYEDJAN TENAGA LISTRIK PLN. Makalah ini disusun sebagai tinjauan terhadap perencanaan tenaga listrik di Indonesia hingga tahun 2003 dengan telah mempertimbangkan kondisi perekonomian hingga akhir semester II 1998. Sedangkan prediksi perekonomian masa mendatang didasarkan pada asumsi makro ekonomi yang disampaikan sewaktu peluncuran Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan pada akhir Agustus 1998 yang lalu. Krisis ekonomi telah mendorong Pemerintah untuk lebih mempercepat proses restrukturisasi sektor ketenagalistrikan, yaitu beralih dari regulated sector ke competitive power market, yang secara tentatif akan dimulai bertahap berupa simplified energy bidding pada tahun 1999 hingga tahapan kompetisi penuh di tingkat retailer pada tahun 2006. Dengan menggunakan simulasi dynamic programing pada regulated sector telah disusun perencanaan penyediaan tenaga listrik untuk seluruh Indonesia sampai dengan tahun 2003.Pada sektor ketenagalistrikan yang berorientasi pasar bebas tidak akan ada lagi perencanaan ketenagalistrikan yang terpusat karena arah perkembangan sistem akan dipicu keseimbangan supply and demand dengan penekanan kepada kesehatan aspek finansial dari para pelaku sektor tersebut. PENDAHULUAN Adanya krisis modeler di Indonesia yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 telah membuat penunll1an pertumbuhan ekonomi yang drastis, yaitu dari rata-rata sebesar 7, 1% pertahun selama Repelita VI menjadi -15% pada RAPBN 199899, telah pula mengakibatkan penumnan peftumbuhan kebutuhan listrik dan tarif dasar listrik dalam nilai riil. Sebagai konsekuensi dari krisis ekonomi telah membuat pernbahan yang tajam dari kondisi keuangan PLN. Tahun 1996 masih menciptakan keuntungan, tetapi sebaliknya saat ini PLN mengalami kesulitan keuangan yang sangat berat. Pertumbuhan PLN yang terns berlanjut dad strnkturnya yang monolitik (regulated industry) pada mulanya berjalan baik, Damon pada beberapa tahun terakhir kemampuan PLN merespon kenaikan peianggan melamban dad kurang mampu berantisipasi dalam meningkatkan efisiensi yang diperlukan dalam wilayah yang beragam yang hams dilayani. Untuk mengatasi permasaiahan tersebut, pemerintah akan melakukan upaya-upaya pernbahan pada sektor ketenagalistrikan, yang pada pokoknya terdiri dari empat hal : (i) pemulihan kelayakan keuangan sektor ketenagalistrikan sehingga mengakhiri krisis keuangan yang terjadi. (ii) untuk membuat sektor lebih efisien dan lebih responsif terhadap kebutuhan konsumen dengan cara manambah jumlah perusahaan dalam sektor, memperkenalkan kompetisi, sefta memperkuat pengaluran (iii) meningkatkan partisipasi swasta yang transparan dad kompetitif (iv) mengurangi pecan pemerintah dari sektor ini dan memisahkan misi sosial dan misi komersial. Ahir-ahir ini di banyak negara sedang berkembang proses restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan, yaitu di Eropa: Inggris, Scotland, Spanyol, Swedia, Norwegia, Hungary, CIS dll; di Amerika: US, Canada, Argentina, Chile dli; di Australia: Victoria dad Asia: Singapore, Philippine dan lain-lain. Sesungguhnya pemerintah dan PLN sudah Cukup lama memulai pemikiran untuk adanya restrukturisasi sektor ketenagalistrikan. Hal itu sudah disebut dalam Rencana Perusahaan Lima Tahun (Rensalita) pada tahun 1994, dad juga berbagai studi konsultan seperti Coopers& Lybrand (1996), Nera (1996) dad Nomura & OECF (1996). Krisis ekonomi yang terjadi sekarang ini memepercepat pelaksanaan restrukturisasi sektor ketenagatistrikan yang pada pokoknya adaiah merupakan perubahan dari regulated market menuju competitive market. Salah satu ciri dari regulated maji{et yang selarna ini dilakukan oleh PLN dan pemerintah ialah adanya perencanaan terpadu (integrated resource planning) untuk memanfaatkan somber daya alarn memenuhi kebutuhan tenaga listrik dengan memperhatikan juga indikator makro ekonorni Indonesia. Hal ini menyebabkan besarnya resiko business yang dipikul PLN terhadap ketidakpastian perekonomian masa depan karena fasilitas ketenagalistrikan itu umumnya bersifat padat modal dan membutuhkan waktu panjang membangunnya. Competitive market bersifat lebih menekankan pada keadaan jangka pendek serta tidak mengenal adanya perencanaan terpadu yang umurnnya bersifat jangka panjang dan sentralistik. Pola penyediaan dad pola pemakaian akan ditentukan oleh mekanisme pasar sehingga kebutuhan tambahan pembangunan fasilitas sektor ketenagalistrikan akan sangat ditentukan oleh signal harga listrik yang berlaku. Tujuan akhir dari restrukturisasi sektor ini akan menciptakan bentuk mekanisme pasar ketenagalistrikan barn yang bentuk akhirnya berrnuara pada mekanisme multi buyers multi sellers. Bentuk pasar seperti ini mempunyai ciri antara lain pengoperasian unit-unit 32 Eden Napitupulu

] Prosiding Perlemuan Ilmiah Sains Materi III Serpong, 20-21 Oktober 1998 ISSN 1410-2897 pembangkit didasarkan kepada harga penawaran termurah dalarn lelang periodik real time. Lelang tersebut diselenggarakan dalam suatu pasar yang menerapkan persaingan bebas, sehingga indikator harga merupakan faktor utarna tanpa mempersoalkan bentuk energi primer yang dipergunakan. PERENCANAAN DALAM REGULATED SECTOR Dari sisi PLN, krisis ekonomi dan moneter berdampak kepada pertumbuhan kebutuhan listrik (demand side) dan penyediaan tenaga listrik (supply side). Dampak tersebut adalah berupa timbulnya resiko ketidakpastian yang meliputi berbagai aspek ekonomi, moneter dan politik. I. Pertumbuhan ekonomi yang positip berkaitan erat. karena dianggap kurang tanggap terhadap pembahan pasar. Penurunan beban puncak sistem interkoneksi Jawa- Bali. Pengaruh kontraksi ekonomi yang sedang berlangsung telah terlihat pada sistem Jawa-Baii. Pada bulan Nopember 1997 beban puncak sudah mencapai tingkat 10.000 MW, namun pada bulan Januari 199R turun menjadi 9.100 MW lihat gambar-i. Pertanyaan yang muncul dari observasi ini adalah bagaimana korelasi antara pertumbuhan GDP dengan pertumbuhan listrik. Indeks elastisitas sekitar 1.5-1.8 yang diamati selama PJP-I hanya berlaku untuk pertumbuhan ekonomi yang positif dan belum temji untuk kontraksi ekonomi. Dalam keadaan kontraksi ekonomi konsumen cendemng akan melaksanakan konservasi sehingga 10500 Ic : I I 10000 9500 9000 r 1887 8500 8000 7500 I,! &' i f R f Garnbar I. Perkembangan beban puncak Jawa-bali 1997 dan 1998 i dengan pertumbuhan kebutuhan listrik, dan berdasarkan data beberapa tahun terakhir mempunyai elastisitas 1.5-1.8. Namun hubungan elastisitas tersebut tidak dapat dipastikan akan tetap demikian dalam pertumbuhan ekonomi yang negatip, misalnya dati + 7.2 % dalam beberapa tahun terakhir menjadi- 15% pada APBN 199899, sehingga hat itu akan menimbulkan resiko ketidak pastian pertumbuhan kebutuhan listrik. 2. Aspek moneter yang menyangkut resiko nilai tukar valas dan inflasi akan mempengaruhi meningkatnya kewajiban hutang dan biaya operasi yang membutuhkan pembiayaan dalam valas, sedangkan di lain pihak penerimaan PLN semakin mengecil daya beli efektifnya karena hyperinflasi. 3. Sebagaimana diatur dalam undang-undang ketenagalistrikan(uuno.15tahun 1985)bahwapenetapan tarif juallistrik PLN ke masyarakat dilakukan oleh Pemerintah. Hal itu berarti tarif tersebut lebih merupakan keputusan politik yang mempunyai cakupan sosial yang luas dan menimbulkan resiko tarif hubungan ekonomi dan listrik akan menjadi tidak linier. Prakiraan Pertumbuban Listrik Pembuatan prakiraan kebutuhan energi listrik yang lebih mutahir perin dilakukan untuk reoptimisasi perencanaan penyediaan tenaga listrik sebagai antisipasi terhadap perubahan makro ekonomi yang drastis ini. Kesulitan yang dihadapi dalarn membuat prnkiraan ini antara lain adalah karena tidak adanya acuan yang bersifat makro dad jangka panjang sebagai pengganti Repelita. Demikian pula dinarnika perubahan yang berlangsung sangat cepat yang secara eksplisit ditandai oleh penurunan beban puncak sistem tenaga listrik yang coram seperti yang dilladapi sekarang, membuat kurva pertumbuhan menyerupai suatu kurva discountinue sehingga pendekatan-pendekatan statistik dalam prakiraan pertumbuhan kebutuhan listrik seperti selama ini diterapkan menjadi tidak dapat dipergunakan lagi. Adanya antusiasme terhadap pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi pada masa lalu dapat terlihat pada Gambar-2. Dari empat buah prakiraan Eden Napitupulu 33

yang Prosiding Pertemuan llmiah Sains Materi III Serpong, 20-21 Oktober 1998 ISSN 1410-2897 beban yang pemah ada menunjukkan bahwa realisasi pertumbuhan selalu lebih kecil dari perkiraan. Namun demikian di dalam g-g prdkirdan tersebut target kebutuhan listrik akhir Repelita VII tetap, dad senantiasa diupayakan akselerasi pertumbuhan untuk mengejar target tersebut. Hal itu dipengarohi kenyataan pertumbuhan listrik selama PJP-I dan awal Repelita VI berlangsung terns dengan laju yang tinggi. Proyeksi pertumbuhan kebutuhan total Indonesia sampai dengan tahun 2003 dad asumsi makro ekonomi adalah seperti diberikan pada Tabel I. Terlihat 23000 '. I 20000 t-- 17000 14000 f--c-- 11 000 + = _UKN.9' _RUKN-94 _RVPTL-.' -.. R'.."', Beban Jawa-S_1I Puncak System tinggi dan terns menems selama 27 tahun terakhir.ditambah pula oleh project cycle yang panjang dan contingency terhadap project slippage di Indonesia yang relatif lebih lambat. Berdasarkan pengaiaman PLN kelambatan pelaksanaan proyek rata-rata sekitar 10 bulan untuk proyek pembangkit dad 13 bulan untuk transmisi. Pendekatan under-rlanning Pada pendekatan perencanaan yang underplanning secara prinsip dilakukan dengan menyusun pengembangan sistem berdasar prakiraan beban yang 22000,12148 8000 "-.-.' 5000 -:.. 1993 1994. 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 T.hun Garnbar 2. Beberapa skenario pertumbuhan 2002 2003 Tabel I. Asumsi makro ekonomi dan proyeksi penjualan listrik Tabun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Pertumbuhan P D B (00) -IS 0 2 2 4 5 Inflasi (%) 80 10 10 10 10 10 Kurs RpUS$!OOOO 10.760 11.579 12.458 13.404 14.423 Pertumbuhan Listrik (%) 0 0 3.3 3,3 6.S 8,1 Kebutuhan Listrik (TWh) 64,3 64,3 66.4 68,6 73.0 79,0 dari Gambar-2, perkiraan beban puncak sistem Jawa-Bali telah mengaiami penunman yang drnstis dari 22000 MW pada tabun 2003, menjadi hanya 12000 MW. Pendekatan Perencanaan Dari peristiwa krisis ekonomi yang dialami, dapat dipetik pelajaran bahwa pertumbuhan berkesinarnbungan sewaktu-waktu bisa terganggu. Untuk menghindari dampak finansial bagi PLN, perlu dilakukan tinjauan ulang terhadap pendekatan perencanaan. Pendekatan over-qlanning Sejak semula pendekatan perencanaan yang dilakukan PLN adalah Over-Planning, dad hal itu dilatarbelakangi oleh pertumbuhan kebutuhan listrik paling pesimis. Jadi dengan perkataan lain pendekatan perencanaan dari bawah. Sebagai contingency terhadap perencanaan ini digunakan crash program. Jadi program pengembangan akan berisi proyek-proyek investasi yang selanjutnya akan disebut sebagai proyek inti (core plan), yang diharapkan kelangsungannya akan lebih mutus, karena tidak terlalu dipengaruhi oleh keadaan perekonomian. Perangkat Analisis Teknis Analisis prakiraan beban dilakukan dengan menggunakan model yang dikembangkan sesuai kebutuhan PLN yang disebut Model DKL 3.0. Model statistik tersebut mengakomodasi 3 penggerak pertumbuhan listrik. yaitu: (i)pertumbuhan ekonomi,

! Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi II Serpong, 20-21 Oktoher 1998 ISSN 1410-2897 (ii)program elektrifikasi daerah belurn berlistrik, dan (iii) pengambilaalihan captive power. Dalam model tersebut kebutuhan energi listrik dibagi dalam 4 sektor, yaitu: (i)mrnah tangga, (ii)industri, (iii)komersial, dan (iv)sosial. cummulant daiam perhitungan beban. Dalam tahap perencanaan pada umumnya keandalan suatu sistem tenaga listrikan diukur dengan jumlah kemungkinan timbulnya kekurangan pembangkit yaitu 1 haritahun Tabel 2. Penambahan kapasitas pembangkit (MW) JENIS PLTA PLill PLTGI 1997 1998 808 47 130.3 130 460 1999 85.4 2000 222.4 35.5 5a 2001 210 33.5 30 2002 136 27 45 2003 46.S ISO [ PLTGUI 981 599 8.5 50 180 PLTMI PLTP I PLTU 15.18 39.01 5.6 7.64 10.2 55 20 3 1300 600 65 65 1255 I Total 2S13 I 2612.48 I 191.4 461.91 344.1 398.64 1461.7 Load Duration Curw SistemJAWA BALI 1 R.TAA.lnOff -Nm Al\I -R. 1U ffim -R. TG ffim -Bebar 2191 4381 _RlU Batlba-a _R. mu BOO RmEBG RmEBM 6571 8760 R1F c==:j RlU EBG R lgu BBIJ1 -R;TA 8e-banP\.r., Gambar 3. Kurva lama pernbebanan sitem Jawa-Bali Dalam melakukan analisis jaringan, seperti analisa load flow, hubung singkat dad stabilitas sistem, dipergunakan software standar yang banyak dipakai oleh utility listrik, yaitu Power System Simulator Electric (PSSE) yang dikeluarkan oleh Power Technologies Incorporation (PTI). Kriteria contigencyyang digunakan n-1 dan kualitas tegangan 5% dari tegangan nominal. Analisis pengembangan sistem pembangkit dilakukan dengan menganut metoda least cost. Untuk analisis ini PLN menggunakan inhouse software yang dinamakan PPLN. Paket PPLN ini menggunakan metode dynamic programing dalam menentukan kebutuhan pembangkit yang akan dibangun untuk mengantisipasi kebutuhan beban dengan menggunakan met ode untuk sistem Jawa-Bali dad 3-5 haritabun untuk sistem luar Jawa. Rencana Penyediaan Sarana Kelistrikan Kebutuhan tambahan sarana pembakit guna memenuhi kebutuhan listrik ditunjukkan pada Tabel-2. Gambar-3 menunjukkan komposisi pemakaian energi dalam satu tahun dari pembangkit yang ada pada sistem Jawa-Bali. Dari kurva tersebut kebutuhan beban dasar berkisar 50-60 % dati beban puncak. Sedangkan kebutuhan tambahan sarana penyaluran yaitu trafo-trafo tenaga pada gardu induk dan saluran transrnisi, ditunjukkan pada Tabel-3. Eden Napitupulu 35

Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi III Serpong, 20-21 Oktober 1998 ISSN1410-2897 Tabel 3. Kebutuhan tambahan sarana penyaluran 1998 1999 2000 1001 2002 7.003 r Trafo (MVA] Jawa-Bali 2220 3200 3680 3160 2780 3900 Luar Jawa-Bali 210 330 450 1040 1190 1500 Indonesia 2430 3530 4130 4200 3970 5400 I Transmisl (kmi) Jawa-Bali 1356 1597 1186 578 405 132 I Luar Jawa-Bali 2019 2229 1743 1670 847 1061 Indonesia 3375 3826 1919 2248 1252 1193 SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DA- LAM INDUSTRI BAKU (COMPETITIVE MARKET) Latar Belakang Dalam restrukturisasi sektor ketenagalistrikan menuju persaingan pasar, perlu diperhatikan beberapa pertimbangan yang mempengaruhi bentuk kompetisi dan kebutuhan kelembagaan terdiri dari tiga faktor utama : (i) apakah ada pemisahan pengendali dan pemilik dari jaring transmisi (ii) kompetisi yang dibentuk apakan mandatory atau voluntary bagi semua pelaku pasar, (iii) berapa luas kompetisi yang dilakukan, apakah hanya pada tingkat pembangkit saja atau sampai tingkat retail. Perlu dijabarkan model pasar tenaga listrik yang sesuai dengan perilaku para pelaku pasar serta kondisi spesifik Indonesia. Karena jaringan transmisi dad disbibusi yang secara alamiah sifatnya monopolistik maka mekanisme niaga yang menyangkut jaringan transmisi dan distribusi masih bersifat regulated. Selama ini hanya dikenal hanya satu BUMN yang khusus dibentuk untuk menyediakan tenaga listrik di Indonesia, yaitu PLN. Dengan akan dimulainya proses restrukturisasi sektor ketenagalistrikan, di Jawa-Bali akan dilakukan pemecahan (unbundling) sesuai denganjenis usaha yang diperlukan, yaitu akan ada (i)beberapa pemsahaan pembangkitan, (ii)satu perusahaan transmisi yang pada tahap awal akan berfungsi sebagai single buyer dad kemudian juga mungkin akan sebagai pengelola pool market, (iii)beberapa perusahaan distribusi yang selanjutnya juga akan dibagi kepada pemsahaan jaringan distribusi (wire company) dad perusahaan retailer. Di loaf Jawa-Bali masih akan diberlakukan satu pemsahaan listrik yang terintegrasi mengelola seluruh fungsi pembangkitan, transmisi dan distribusi. Bentuk terintegrasi ini tetap dipertahankan karena secara keekonomian belum layak untuk diberlakukan mekanisme niaga yang sehat secara finansial, artinya tanpa subsidi pemerintah. Perencanaan Sektor Tenagalistrik Dengan akan diterapkanya market model yang berorentasi kompetisi pasar bebas pada sektor kctenagaiistrikan, maka nantinya tidak akan ada lagi perenamaan terpadu dad terpusat. Di Sistem Jawa-bali, Pemerintah masih akan menyelenggarakan perencanaan somber-somber energi jangka panjang ( Long Term Energy Resources Planning). Keputusan implementasi proyek-proyek barn pembang-kit dan transmisi sepenuhnya diserahkan kepada pelaku pasar ataupun kepada pengembang swasta lain yang berminat. Agar menjamin terciptanya fairness, data dad informasi tentang kebutuhan demand dad harga listrik wajib disajikan secara terbuka kepada umwn. Pada sistem Luar Jawa-Bali masih tep dipertahankan sistem ketenagalistrikan yang regulated karena tingkat keekonomian sektor tenaga listriknya masih belurn memadai. Dengan demikian pada daerah ini masih dimungkinkan untuk diterapkan mekanisme subsidi pada daerah-daerah khusus, serta sistem perencanaan ketenagalistrikan terpusat yang didasarkan kepada integrated resource planning. Stmktur Industri Pengenalan kompetisi dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal akan diberlakukan model single buyer yang berkadar kompetisi masih terbatas tetapi secara bertahap akan ditingkatkan ke arab kompetisi yang lebih tinggi, yaitu rti pada model multi buyers- multi sellers. -Single Buyer; direncanakan untuk diberlakukan pada pertengahan tahun 1999. Kompetisi pada sisi pembangkit lisrik baik pada pengadaan proyek baru maupun pada pengoperasian pembangkit. Semua produksi listrik dibeli oleh single buyer (yang biasanya dirangkap oleh perusahaan transmisi) sebagai pengelola pool kemudian disalurkan ke perusahaan-perusahaan distribusi. -Wholesale Competition; direncanakan diberlakukan pada tabun 2003. Kompetisi tidak lagi hanya pada sisi

Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi III Serpong, 20-21 Oktober 1998 ISSN 1410-2897 pembangkit tetapi juga pada sisi distribusi. Pada tahap ini perosahaan distribusiretailer berhak untuk membeli listrik langsung dari perusahaan pembangkit atau melalui pool market. Konsumen besar juga berhak untuk membeli langsung dari pemsahaan pembangkit. Pemsahaan transmisi hanya akan menerima fee dari pelaku pasar lainnya atas pemanfaatan fasilitas open access dari jaringan transmisi yang dimilikinya..retail Competition; diperkirakan dimulai pada tabun 2007. Pada saat ini pemsahaan distribusi hams sudah terpsah yaitu berupa perusahaan retailer dad perusahaanjaringan (wire company). Kadar kompetisi pada tahap ini makin meningkat karena konsumen dapat memilih perusahaan pembangkit dan perusahaan raailer. Aspek Legal yang Mendukung Undang-undang Ketenagalistrikan yang Barn. Agar struktur industri ketenagalistrikan yang berbentuk pasar dengan tingkat persaingan yang tinggi seperti dalam bentuk multi buyers -multi sellers dapat terselenggara diperlukan adanya perubahan UU no.15 1985 tentang ketenagalistrikan antara lain :.Aspek perencanaan perluasan sistem yang bersifat terpadu dad sentralistik, diganti dengan bentuk perluasan yang berorientasi pasar..perlunya pembentukan Regulator dalam sektor ketenagalistrlkan sebagai suatu badan yang mandiri serta bertanggungjawab secara jelas kepada pemerintah, para pelaku sektor ketenagalistrikan dan konsumen..tarif dasar listrik yang uniform ditetapkan oleh pemerintah dianggap tidak relevan lagi untuk mengantisipasi mekanisme niaga baik pada sisi pembangkit maupun sisi retail..membuat peraturan-peraturan yang diperlukan, termasuk pool rules dan grid codes yang mendukung. ReJrulator Dada sektor ketenawistrikan Pembentukan regulator yang didasarkan kepada perundangan sangat penting agar legitimasinya menjadi kuat, sehingga dapat bersikap transparan dan beroleh otonomi yang luas dalam menyelenggarakan pengaturan kompetisi pasar tenagalistrik. Beberapa togas regulator antara lain adalah :.Mengupayakan penyedian tenagalistrik yang cukup untuk pemenuhan kepentingan konsumen..mengupayakan peningkatan efisiensi dan keekonomian sektor ketenagalistrikan melalui kompetisi pasar..melindungi kepentingan konsumen terhadap kesewenangan monopoli penyedia tenagalistik, terutama bagi listrik desa atau tempat-tempat terpencil lainnya..menjamin bahwa perusahaan tenaga listrik yang telah beroleh ijin akan dapat sehat secara finansial..mentransformasikan keinginan konsumen dad konsumen industri besar dalam kebijakan yang akan ditempuh..menjamin bahwa industri ketenagalistrikan ill aman, baik bagi pengguna maupun pekerja di industri tersebut. Periiinan dan Kode yang rlukan Guna mendukung mekanisme bisnis bagi para pelaku pasar pada tiap tahapan restrukturisasi di atas diperlukan perijinan dan Kode sebagai berikut :.IUKU ( Ijin Usaha Ketenagalistrikan bagi kepentingan Umum) bagi kegiatan-kegiatan ; pembangkitan, transmisi, distribusi dan retailer..kode Perencanaan dan Pengadaan, kode ini diperiukan pada tahap single buyer dimana perencanaan serta pengadaan pembangkitan dan transmisi harus lebih transparan..kode Jaringan, merupakan persyaratan teknis yang perlukan bagi perencanaan dad operasi sistem transmisi serta menjabatkan hubungan antara pemakai danjaringan transmisinya..kode Tarif, menjabarkan penerimaan yang diijinkan bagi setiap pelaku di sektor ketenagalistrlkan. Restrukturisasi Sektor Energi Primer Keberhasilan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan akan juga ditentukan oleh adanya deregulasi sektor energi primer, yaitu transparansi ketersediaan energi primer dan harga energi primer yang menunjukkan nilai keekonomiannya. KESIMPULAN Ketidakpastian kondisi perekonomian nasional masa yang akan datang berpengarnh luas kepada masa depan sektor ketenagalistrikan. Pembahan tersebut akan meliputi juga kepada restrukturisasi sektol ketengalistrikan, yang pada intinya beralih dati regulated sector ke competitive market, diharapkan dapat merupakan jalan keluar dalam menghadapi persoalanpersoalan ekonomi dan finansial yang ada. Regulated sector yang pada pokoknya melakukan perencanaan secara terpadu dan terpusat memperkirnkan bahwa beban puncak di sistem Jawa-Bali akan mencapai 12.000 MW, yang akan terdiri dati pembangkit pemikul beban dasar sebesar 60%. Akurasi dari perencanaan penyediaan tenagalistrik ini sangat ditentukan oleh asurnsi makro ekonomi yang diambil, yang hingga saat ini belurn dikeluarkan secara resmi oleh Pemerintah. Pada sektor ketenagalistrikan yang berorientasi kepada pasar bebas, yang sesuai Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan yang sudah diluncurkan Pemerintah pada bulan Agustur 1998, akan Eden Napitupulu 37

IH.NI 1:-F I!'JW: low: Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi III Serpong, 20-21 Oktoher 1998 ISSN1410-2897 Irnplikasi Restrukturlsasi Sektor Ketenagalistrikan SInidu" I\:IaramII liirif Tefp.BIt I -SeIt'FnIrIx:I-Slim ' -MVDIIre -l!bi -SImti IUUxm I1.N 11d1 JW ljw I. - 1- SIiRti (s'dtln ) -l.1h1 -Slim (s'd dn 3XXJ) -Sel'Fn.m I Nat UiiJIm <ki2tiiaai RN I SiT1*' juw :-:r- -&rf -StiRi 1- Sei"F -ljdi -SH:FI-Slim Nootkibm N I liilklkh IJW IMii UW bi)eis.ms -M:km6n:IIa- -TeIPHJti. - Tahap awal Non Unifu:>m -M:IaItBIr. PISI -M:IaIIBre ditentld<an Regtdator 1- F"nII:e -SHF -SlJmI -SelF -llmii SElFI: Slim I'=rn:IICIh Tailap Kon1Jetilif Rrl Prix:, IiIp jlln I }11m umm ff.n I11d1 Single -Buyer Multi Buyer -Multi Seller IPPs "'" [gnrln. P" IPLN-GenCOa --- Tr8nsco I -')- payment -Energy Sal Energy Sates I reverse payment terjadi perubahan mendasar dad radikal dari aspek perencanaan. Masing-masing pelaku pasar beroleh hak untuk menentukan sendiri keputusan implementasi projek tenaga listrik yang didasarkan kepada supply - demand serta indikator harga juallistrik yang diberikan. Oleh karena itu tidak lagi memperhatikan kepada jenis bahan bakar tetapi lebih memperhatikan aspek financial. Dengan demikian pada sektor ketenagalistrikan yang berorientasi pada pasar bebas tidak diperlukan lagi perencanaan yang menggunakan integrated resource planning yang terpusat, dad implementasi proyek lebih menekankan kebutuhan jangka pendek serta mengurangi proyek yang bersifat infrasuktur. Keberhasilan dari restrukturisasi sektor ketenagalistrikan dalam mencipkan persaingan pasar bebas barns didukung oleh terciptanya perangkat regulasi yang baik dan badan regulator yang mandiri dad otoritas yang luas, serta telah dilakukannya restrukturisasi sektor energi primer. 38 Eden Napitupulu