Kesejahteraan Subjektif pada Pasangan Suami Istri yang Belum Memiliki Keturunan Di Kota Banda Aceh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki kesimpulan sebagai berikut : c) Ada hubungan antara kebahagiaan dengan kepuasan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG MEMILIKI PASANGAN BEDA AGAMA. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Seminar Psikologi Perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan berbagi tugas seperti mencari nafkah, mengerjakan urusan rumah tangga,

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

Abstrak. Kata-kata kunci: subjective well-being, kognitif, afektif, penghuni rumah susun

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

Transkripsi:

Kesejahteraan Subjektif pada Pasangan Suami Istri yang Belum Memiliki Keturunan Di Kota Banda Aceh Junizar*, Abdul Murad, Nefi Darmayanti Program Studi Magister Psikologi, Universitas Medan Area *Corresponding author: E-mail: Junizar257@gmail.com Abstrak Tujuan ini adalah untuk mengetahui tentang Kesejahteraan subyektifpada pasangan suami istri yang keturunan di kota Banda Aceh. Desain ini adalah fenomenologis. Responden adalah tiga pasangan suami istri disertai tiga Informan sebagai sumber triangulasi informasi.teknik pengambilan menggunakan purposive sampling. Data dikumpulkan melalui metode wawancara, dan observasi. Teknik analisis data dilakukan cara reduksi data, display data dan verifikasi. Hasil menunjukkan: 1) Responden 1 sudah mengadopsi anak, namun n. Responden 2 tetap mampu merasaka n keturunan. Responden 3setelah mengadopsi anak, semakin n. 2) Untuk aspek n 1 hidup karena lebih banyak afeksi negatif daripada afeksi positif. Responden 2 dan 3 hidup berumah tangga, karena banyak afeksi positif daripada afeksi negatif, sehingga 2 dan 3 n. 3) Responden 1 Faktor internal dan faktor eksternal yaitu kesehatan, letak rahim istri yang jauh membuat istri sulit hamil dan kurangnya dukungan dari keluarga besar sehingga 1 n. Responden 2 dan 3 Faktor internal dan faktor eksternal mempengaruhi n, namun kedua menkan dukungan dari keluarga besar, sehingga 2 dan 3 n. Kata Kunci: Kesejahteraan Subjektif, Pasangan Suami Istri, Keturunan Abstract The purpose of this study is to find out about subjective well-being of married couples who do not have offspring in the city of Banda Aceh. The design of this study is phenomenological. Respondents in the study were three married couples accompanied by three informants as a source of triangulation of information. The technique of taking ts using purposive sampling. Research data were collected through interviews and observation. Data analysis technique is done by data reduction, data display and verification. The results showed: 1) Respondent 1, although they have adopted children, they have not yet felt subjective well-being. Respondent 2 is still able to feel subjective well-being even though they do not have children. Respondent 3 after adopting a child, can increasingly experience subjective wellbeing. 2) For the aspect of subjective wellbeing of t 1, they have not felt life satisfaction because more negative affections appear than positive affections. Respondents 2 and 3 have the satisfaction of living in a household, because there are many positive affections rather than negative affections, so ts 2 and 3 can feel subjective wellbeing. 3) Respondents 1 Internal factors and external factors, namely health, the location of the wife's womb far away makes the wife difficult to get pregnant and the lack of support from large families so that t 1 has not felt subjective well-being. Respondents 2 and 3 Internal factors and external factors influence subjective wellbeing, but both ts get support from extended families, so ts 2 and 3 can experience subjective well-being. Keywords: Subjective well-being, married couples, offspring PENDAHULUAN 1

PENDAHULUAN Kesejahteraan merupakan sebagai evaluasi individu mengenai kehidupannya, juga evaluasi afektif dan kognitif. Disamping itu menurut Diener (200) menguraikan beberapa evaluasi dilakukan melalui penilaian secara kognitif, seperti hidup, dan respon-respon emosional terhadap peristiwaperistiwa, seperti emosi yang positif. Adanya pengalaman emosional juga termasuk sebagai komponen emosional Kesejahteraan dan cara individu mengevaluasi kehidupannya serta terdiri dari beberapa variabel seperti hidup dan pernikahan, rendahnya tingkat depresi dan kecemasan, adanya emosi-emosi, dan suasana hati yang positif. Dengan demikian Kesejahteraan adalah evaluasi individu terhadap kualitas kehidupannya yang dilakukan melalui evaluasi kognitif ( hidup), evaluasi afeksi (hadirnya emosi-emosi positif dan rendahnya level kehadiran emosi-emosi negatif). Menurut Diener (200) Kesejahteraan merupakan evaluasi seseorang tentang kehidupannya. Evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi kognitif yang meliputi hidup serta evaluasi emosi yang berupa jumlah frekuensi yang dialami seseorang tentang afek positif (perasaan menyenangkan) dan afek negatif (perasaan tidak menyenangkan). Kesejahteraan merupakan salah satu prediktor kualitas hidup individu karena n mempengaruhi keberan individu berbagai domain kehidupan. Individu tingkat n yang tinggi akan merasa lebih percaya diri, menjalin hubungan sosial lebih baik serta menunjukkan performasi kerja yang lebih baik. Selain itu keadaan yang penuh tekanan, individu tingkat n yang tinggi adaptasi dan koping yang lebih efektif terhadap keadaan tersebut sehingga kehidupan yang lebih baik (Tamir Dewi, & Utami, 2008). Menurut Diener (200) n terbagi tiga aspek utama, yaitu: a. Komponen Kognitif (Kepuasan Hidup) Komponen kognitif adalah evaluasi terhadap hidup. Kepuasan hidup adalah kondisi dari keadaan pribadi seseorang sehubungan rasa senang atau tidak senang sebagai akibat dari adanya dorongan atau kebutuhan yang ada dari dirinya dan dihubungkan kenyataan yang dirasakan seorang individu yang menerima diri dan lingkungan secara positifakan merasa puas hidupnya. Komponen kognitif n ini juga mencakup area /domain satisfaction individu diberbagai bidang kehidupannya seperti bidang yang berkaitan diri sendiri, keluarga, kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu luang. b. Afeksi Positif Individu diaktakan n yang positf yang tinggi jika individu sering kali emosi yang positif seperti penuh perhatian, tertarik, waspada, bersemangat, antusias, terinspirasi, bangga, kuat dan aktif. c. Afeksi Negatif Individu dikatakan n yang negatif jika individu sering sekalimengalami emosi negatif seperti sedih, bermusuhan, mudah marah-marah, takut, malu, bersalah, dan gelisah. Berbagai lain telah beberapa faktorfaktorn yaitu menurut (Lucas & Schinmack, 200) yaitu: 1. Kepribadian Kepribadian merupakan salah satu faktor internal yang jelas memainkan peran penting n. Pengaruh positif, pengaruh negatif, dan hidup yang cukup stabil dari waktu ke waktu sangat berkorelasi indikator psikofisiologis dan ciri ciri kepribadian seperti sebagai extraversion dan neurotisisme. Hal ini di dukung oleh Diener (200) beberapa variabel kepribadian menunjukkan hubungan yang konsisten n. Harga diri yang tinggi adalah salah satu prediktor terkuat padan. 2. Penerimaan diri 2

Studi yang dilakukan di akhir tahun 140- an sebagian besar di bawah pengaruh perspektif humanistik pada penerimaan diri, dan telah ditegaskan tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait emosi positif, memuaskan hubungan sosial, prestasi dan penyesuaian terhadap peristiwa kehidupan negatif. Penerimaan diri adalah faktor yang terkait n Apabila individu menerimanya dirinya maka menyesuaikan diri dan merasa diri berharga sehingga emosi negatif yang sedikit, dan emosi positif yang lebih banyak sehingga individu merasa puas kehidupannya mendukung n. 3. Status Pekerjaan Status pekerjaan dikenal pengaruh besar pada n, pada pengangguran khusunya kaitan yang kuat dampak negatif pada ukuran hidup individu. 4. Status Kesehatan Status kesehatan baik kesehatan fisik dan mental berkorelasi ukuran n, dan ada bukti perubahan status kecacatan menyebabkan perubahan hidup individu. 5. Hubungan Sosial Kontak sosial adalah salah satu pengendali yang paling penting untuk n karena kontak sosial individu dampak yang besar baik pada evaluasi hidup maupun afek positif maupun afek negatif. latar belakang diatas, yaitu untuk mengetahui n pada pasangan yang keturunan, maka fokus ini dirumuskan sebagai berikut : 1) Bagaimana gambaran n pada pasangan suami istri yang keturunan? 2) Aspek apa saja yang terkait n pada pasangan suami istri yang keturunan? 3) Faktor apa saja yang mempengaruhi n pada pasangan suami istri yang keturunan? METODE PENELITIAN Peneliti menggunakan metode kualitatif, karena judul dari peneliti adalah Kesejahteraan pada pasangan suami istri yang keturunan di kota Banda Aceh. Penelitian yang bersifat kualitatif dilakukan cara mengumpulkan data melalui wawancara berdasarkan pedoman wawancara dan observasi. Peneliti juga memilih jenis fenomenologis. Fenomenologis yang berarti melihat perilaku yang tampak. Alasan peneliti menggunakan jenis fenomenologi karena peneliti ingin melihat perilaku yang tampak dari mengenai kesejahateraan padapasangan suami istri, serta ingin mendeskripsikan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh individu tersebut, serta menggali struktur kesadaran pengalaman-pengalaman, sehingga peneliti menggambarkan, memahami, dan menginterpretasikan makna dari pengalamanpengalaman. Penelitian kualitatif digantikan dan sumber data atau informan. Responden adalah semua orang baik secara individu maupun kolektif yang akan dimintai keterangan yang diperlukan oleh pencari data. Bagi seorang peneliti, proses pengumpulan data dari dilakukan melalui wawancara langsung yang betul-betul harus teliti. Adapun teknik penentuan dan informan ini adalah menggunakan purposive sampling, yang menurut Sugiyono (2013) yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang sangkut paut yang erat ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui senya yaitu pasangan suami istri yang sudah menikah lebih dari sepuluh (10 tahun), keturunan. Adapun dua pasangan suami istri tersebut berasal dari kecamatan Meuraxa dan satu pasangan suami istri dari Kecamatan Jaya Baru. 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menjalin keakraban antara peneliti 1,2 dan 3 baik istri maupun denga suami, maka perlu mengetahui terlebih dahulu identitas 1,2,3 serta informa masing-masing agar peneliti mudah membangun raport se wawancara. Adapun identitas 1,2 dan 3 dilihat tabel di bawah ini. Tabel 1. Gambaran Umum Responden 1 No Keterangan Responden I Responden I (Istri) (Suami) 1 Nama (inisial) AS ST 2 Usia 34 tahun 43 tahun 3 Urutan Kelahiran Anak tunggal Anak 5 dari 5 bersaudara 4 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 5 Agama Islam Islam 6 Usia pernikahan 11 tahun 11 tahun 7 Pendidikan D3 Keperawatan SMA 8 Pekerjaan Perawat TNI Memiliki mertua Ya Ya 10 Adopsi Anak: Adopsi (kembar Adopsi (kembar ada/tidak laki-laki) laki-laki) Tabel 2. Gambaran Umum Informan 1 Keterangan Informan I 1 Nama Informan (inisial) YS 2 Usia 34 3 Urutan Kelahiran Anak 1 dari 5 bersaudara 4 Jenis Kelamin Perempuan 5 Agama Islam 6 Suku Aceh 7 Pendidikan D3 Keperawatan 8 Pekerjaan Perawat Hubungan Dengan Sahabat Responden 10 Alamat Desa Deunong Kec.Darul imarah Aceh besar Tabel 3 Gambaran Umum Responden 2 No Keterangan Responden 2 (Istri) 1 Nama (inisial) HZ AI 2 Usia 34 tahun 36 tahun Urutan Anak pertama 3 Kelahiran dari 4 bersaudara 4 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 5 Agama Islam Islam 6 Usia 11 tahun 11 tahun pernikahan 7 Pendidikan SMA SMA 8 Pekerjaan Ibu Rumah TNI Tangga Memiliki Ada Ada mertua 10 Adopsi Anak: Tidak ada Tidak ada Responden 2 (Suami) Anak ke 2 dari 3 Bersaudara Tabel 4. Gambaran Umum Informan 2 No Keterangan Informan 2 1 Nama Informan (inisial) SF 2 Usia 60 Tahun 3 Urutan Kelahiran Anak 1 dari 3 bersaudara 4 Jenis Kelamin Perempuan 5 Agama Islam 6 Suku Aceh 7 Pendidikan SMA 8 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Hubungan Dengan Orang Tua Kandung (Ibu) Responden 10 Alamat Kecamatan Meuraxa Banda Aceh Tabel 5. Gambaran Umum Responden 3 No Keterangan Responden 3 Responden 3 (Istri) (Suami) 1 Nama (inisial) DN BT 2 Usia 40 tahun 45 tahun 3 Urutan Anak ke 3 dari 5 Anak ke 2 dari 4 Kelahiran bersaudara bersaudara 4 Jenis Kelamin SMA laki-laki 5 Agama Islam Islam 6 Usia 15 tahun 15 tahun pernikahan 7 Pendidikan SMA S1 8 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga PNS Memiliki Tidak ada Tidak ada mertua 10 Adopsi Anak: Ya adopsi Ya adopsi Tabel 6. Gambaran Umum Informan 3 No Keterangan Informan 3 1 Nama Informan (inisial) LD 2 Usia 43 Th 3 Urutan Kelahiran Anak 2 dari 5 bersaudara 4 Jenis Kelamin Perempuan 5 Agama Islam 6 Suku Aceh 7 Pendidikan SMA 8 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Hubungan Dengan Adik kandung Responden 10 Alamat Kecamatan Meuraxa Banda Aceh mengenai gambaran n serta aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhi n baik pada 1, 2 dan 3 pada istri maupun suami, berbeda-beda. Untuk keterangan lebih jelas maka peneliti menyusun bentuk tabel analisis interpersonal, sehingga lebih mudah dipahami. Berikut penjelasan analisis interpersonal tabel 13 di bawah ini. 4

Tabel. 13 Analisis Interpersonal Responden 1,2,3 N Fokus O Penelitian 1. Gambaran n Subjektif Responden 1 Responden 2 Pasangan satu (1) mampu n rumah tangga sudah mengadopsi anak, justru sebaliknya rumah tangga menjadi lebih terpuruk yang akhirnya bercerai. Disini n nya dirasakan pada 1 2 Aspek n Kepuasan hidup pasangan 1 tidak hidup ketika anak, dan hidup juga kan ketika sudah mengadopsi anak. ini Pasangan kedua (2) tetap n bagi rumah tangga, anak dan tidak mengadopsi anak orang lain juga, masih mampu n keluarga cara yang lain. ini n nya dirasakan oleh 2 keturunan pasangan 2 tetap hidup ketika diawal pernikahan sampai saat ini, merasa ada yang kurang keluarga yaitu anak kandung. Mereka juga tidak ingin mengadopsi anak karena khawatir tidak mampu memberikan kebahagiaan pada dan anak Responden 3 Pasangan ketiga (3) juga masih n keluarga, anak sendiri, namun berusaha untuk adopsi anak orang lain sehingga n yang dulunya mulai berkurang menjadi lebih baik lagi hadirnya anak yang diadopsi. 3 n pasangan pasangan 3 merasa n keluarga tidak hanya diukur kehadiran anak kandung, tidak bisa dipungkiri kekurangan tersebut juga dirasakan sedih, namun untuk kesehteraan bisa cara lain yang sesuai Afeksi positif Afeksi negatif hidup pasangan 1suasana menyenangk an dan perasaaan bahagia hanya dirasakan pada awal pernikahan, namun setelah menkan anak sendiri, juga kecewa, dan setelah adopsi anak justru lebih banyak perasaan negatif. ini n pasangan 1 afeksi negatif setelah usia siap menerima anak adopsi sebagai anak sendiri. ini hidup. pasangan 2 lebih banyak afeksi positif baik pada awal pernikahan dan ketika menkan keturunan sampai sekarang juga masih bahagia, hal ini dikarenakan suami lebih memahami istri dan komunikasi yang baik istri. Mereka lebih sedikit afeksi negatif. ini n pasangan 2 hanya sedikit kebutuhan dan kesiapan dari Pasangan ini n lebih baik lagi bagi ketika sudah mengadopsi anak. ini sudah hidup pasangan 3 lebih sering afeksi positif, keturunan dan setelah adopsi anak tetap lebih banyak afeksi positif. Kondisi demikian karena suami dan istri mampu komunikasi yang baik keluarga. ini sudah n pasangan 3 juga lebih sedikit 5

perkawinan afeksi afeksi lebih dari negatif, hal negatif sepuluh ini karena tahun dikarenakan dikarenakan lebih mengutamak berdua menyesuaik an an sendiri anak. Namun setelah komunikasi bersma ketika sudah adopsi anak adopsi anak orang lain. afeksi negatif tetap dikarenakan tidak mampu menerima ini peran sebagai istri dan ibu, merasaka ini sudah kemudian n peran suami serta menjadi peran ayah n bagi anak. ini n nya. 3 Faktor yang mempengaruhi n Faktor Responden 2 Responden 3 Eksternal 1 yaitu istri yaitu istri istri kesehatan yang sedang mengalami pernah yang kurang sakit DM operasi kista mendukung pada saat sehingga untuk hamil berobat untuk menyebabka yakni letak hamil. n sulitnya rahim yang Karena hamil. jauh. Baik kondisi Sementara istri maupun kesehatan suami juga suami kurang yang mulai lebih sibuk menkan dukungan tidak mendukung pekerjaan social yang maka baik yang baik dari membuat kedua keluarga suami maupun istri sering. lebih fokus kelelahan. untuk berobat Terkait DM dulu, setelah itu dukungan baru nanti dari akan keluarga ini berusaha kedua orang n untuk fokus tua sudah almarhum, namun adik, kakak dari berobat untuk menkan keturunan. Faktor kesehatan sangat diperlukan program hamil. ini n kedua yang selalu memberikan dukungan segala persoalan terutama menka n keturunan. Faktor Internal Responden istri lebih sensitive ketika menkan penilaian yang kurang baik dari orang lain terkait keturunan. Sementara suami lebih cepat memberikan kesimpulan ketika istri tidak mampu mengatasi segala persoalan. Suami saat itu sudah mulai berubah sikapnya dan sudah jauh dari nilainilai religisuitas. Suami juga kurang optimis mengatasi segala persoalan rumah tangga. n suami yang selalu optimis memberikan semangat pada istrinya agar tetap berusaha untuk sembuh dari penyakit DM, sehingga kedepan akan lebi mudah berobat untuk hamil. Nilai religius yang dimiliki oleh memberikan kekuatan pada istrinya, sehingga istrinya menjadi lebih semangat hidup, lebih percaya diri meskpun banyak teman yang menanyakan tentang anak, sehingga kebahagiaan hidup selalu ada. ini n ini sudah n Namun sikap suami yang selalu optimis dan nilai religius yang baik sehingga kebahagiaan hidup selalu ada. Kedua tetap berpegang teguh pada hati nurani sering menka n penilaian dari orang lain yang kurang mendukung kehidupan. Kedua tetap bisa bahagia tanpa anak, dan juga hidup bukan penilaian orang lain, tapi menjalani kehidupan sesuai diri sendiri. ini sudah n Untuk kebahagiaan di keluarga banyak hal yang mempengaruhinya. Menurut Maika (200), faktor-faktor yang memengaruhi kebahagiaan di antaranya adalah aspirasi dan harapan hidup serta bagaimana cara mencapainya. Di keluarga setiap individu perlu mendemonstrasikan relasi atau 6

komunikasi yang baik keluarga. Komunikasi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh kata-kata dan istilah yang dipakai, suasana hati, keadaan fisik, nada suara, mimic/gerak, dan kepribadian/temperamen serta yang terpenting adalah pola pikir seseorang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ariati (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi n diantaranya adalah harga diri positif, kontrol diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial yang positif serta arti dan tujuan hidup. Sementara itu menurut (Diener e al., 200 ) faktor demografi seperti kesehatan, pengan, dan latar belakang pendidikan juga mempengaruhi n seseorang. Selanjutnya Walgito (2017) menjelaskan perkawinan adalah bersatunya seorang pria seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga,pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai pribadi sendiri, pribadinya telah terbentuk. Karena itu untuk menyatukan satu yang lain perlu adanya penyesuaian, saling pengorbanan,saling pengertian, hal tersebut harus disadari benar-benar oleh kedua belah pihak yaitu suami istri. Dalam kaitan hal tersebut maka peranan komunikasi keluarga menjadi sangat penting. Antara suami dan istri harus saling berkomunikasi baik untuk mempertemukan satu yang lain sehingga demikian kesalahpahaman dihindarkan. Hal ini dicapai komunikasi dua arah. dasarnya setiap individu menginginkan keluarga yang sejahtera. Meskipun demikian, banyak faktor yang mempengaruhi pada tinggi rendahnya tingkat n seseorang. Dengan tercukupi kebutuhan material dan spiritual, seseorang saja suatu kondisi sejahtera, menikmati hidup secara wajar dan menyenangkan. Akan tetapi, kenyataannya tidak semuanya demikian. suatu keluarga yang serba tercukupi kebutuhannya, sesungguhnya ada juga yang justru tidak sejahtera. Dalam hal ini, menentukan apa arti yang sebenarnya dari sejahtera merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Kondisi ini terjadi karena setiap orang suatu keluarga cara tersendiri memaknai nnya. Karena sejahteraan itu bersifat, maka bisa jadi seperti yang telah dikatakan senya, walaupun tercukupi semua kebutuhan tetapi mungkin merasa tidak bahagia, dan sebaliknya walaupun kondisi yang kurang mampu, tetapi justru merasa nyaman (Handayani, 2018). Selain itu peneliti melihat aspek pendidikan pengaruh positif terhadap n. Hal ini terlihat pada suami dari pasangan ke 3 yang pendidikan yang tinggi dari pada suami dari pasangan 1 dan 2. Sehingga lebih mudah memahami kebutuhan istri dan memahami kebutuhan diri sendiri. Mampu memahami dan menyesuaikan diri terhadap segala persoalan keluarga. Menurut OECD (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi n individu yang meliputi faktor demografis dan faktor lingkungan. Adapun faktor tersebut yaitu perbedaan jenis kelamin, usia, pendidikan, penan, perkawinan, kerja, agama, kesehatan dan waktu luang. Menurut Hasbalah (2007) salah satu kunci untuk mesukseskan keberan dan kebahagiaan keluarga yaitu saling mengerti dan memahami antara suami isteri. Dalam hal ini saling isi dan saling ingat mengingat sangat diperlukan. Kemudian suami istri saling menerima, artinya kekurangan atau kelebihan masing-masing menjadi dorongan untuk saling nasehat menasehati, bantu membantu dan saling menerima menurut apa adanya, dan tidak menyalahkan satu sama lain. Secara umum orang yang religius cenderung untuk n yang lebih tinggi, dan lebih spesifik. Partisipasi pelayanan religius, afiliasi dan hubungan Tuhan serta berdoa dikaitkan tingkat n yang lebih tinggi. Ada banyak yang menujukkan n berkorelasi signifikan keyakinan agama (Eddington dan Shuman, 2008). Menurut Eddington dan Shuman (2008) menyatakan setelah mengontrol faktor usia, pengan dan status pernikahan, n berkaitan 7

kekuatan yang berkorelasi yang maha kuasa, pengalaman berdoa, dan keikutsertaan aspek agama. Pengalaman keagamaan menawarkan kebermaknaan hidup, termasuk kebermaknaan hidup pada masa krisis. dari ketiga di atas peneliti n pada seorang individu berkaitan beberapa hal antara lain: 1. Usia, semakin matang usianya maka semakin matang pemikirannya dan ditambah lagi pengalaman yang diperoleh individu. Seperti yang terlihat pada pasangan 1 sama-sama masih muda, segala persoalan tidak disikapi bijaksana. Ditambah riwayat kehidupan istri yang sejak kecil sudah berpisah orang tua, sehingga istrinya kurang pengalaman kasih sayang dari ibunya. Usia yang masih kecil yang harusnya menkan kasih sayang penuh dari orang tuanya, justru itu tidak dirasakannya. Sementara pada 2 usianya juga sama-sama masih muda, namun karena ada dukungan orang tua dari kedua pasangan yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan segala persoalan rumah tangga, akhirnya n hidup. Selanjutnya pada ke 3 usianya sudah lebih 40 tahun dan sudah semakin matang pola pikirnya, ditambah berbagai pengalaman hidup dan nilai religius yang kuat membuat kebahagiaan hidup. Dalam proses ini usia pernikahan dan usia individu yang masih muda sangat berpengaruh mencapai kebahagiaan 2. Pendidikan, tingkat pendidikan yang berbeda maka akan berbeda pula pengetahuan yang dimiliki oleh individu baik dari sikap maupun cara berpikir. Seperti yang peneliti temukan pada 1 suami lulusan SMA dan istri lulusan diploma sehingga istri yang terkadang mencoba lebih memahami suami, sementara suami untuk berkomunikasi istri tepat, suami terkadang tidak memahami ketika telah menjadi peran seorang ayah. Sementara pada ke 2 suami istri hanya lulusan SMA, namun keduanya berpikir lebih bijaksana, apalagi suami banyak pengalaman dan sudah memahami ketika menjadi seorang suami dan suami juga memahami dia siap untuk menjadi ayah dari anak adopsi. Responden yang ke 3 suaminya sudah berpendidikan tinggi dan istrinya hanya lulusan sekolah menengah, suami lebih mengayomi istrinya ketika istri sedih maupun marah. Suami resonden membimbing istrinya lebih baik. 3. Komunikasi, kemampuan menyampaikan pesan yang pada pasangan dan dipahami isi atau tujuan dari pesan yang disampaikan. Setiap pasangan seharusnya saling memahami kondisi rumah tangga. Mereka juga saling mengenal lebih lagi, baik secara fisik, emosi, kebiasaan, minat hobi dan lain sebagainya antar 1 baik istri maupun suami mampu komunikasi yang lancar antar, suami berharap istri mengerti Bahasa symbol yang dibuatnya karena suami malu untuk menceritakan keinginannya seperti apa pada istri. Sementara istri juga berharap suami untuk mengerti kondisi rumah tangganya setelah anak adopsi. Selanjutnya baik pada 2 maupun 3 kedua pasangan tersebut komunikasi pasangan, hal itu terlihat dari suasana rumah tangga yang selalu kebahagiaan pada 2 anak dan pada 3 sudah mengadopsi anak. 4. Keturunan. Bahagianya pasangan suami istri ternyata tidaklah semata-mata karena tidak keturunan. Hal tersebut kita lihat pada 1 dimana keturunan merasa bahagia dan mencoba untuk mengadopsi anak harapan agar kebahagiaan hidup dirasakan baik. Namun kenyataannya tidaklah demikian, ternyata setelah 1 pasangan suami istri adopsi anak yang juga masih kategori anggota keluarga dari 8

suami, nya kedua ini tetap tidak kebahagiaan dan hidup, justru sebaliknya rumah tangga menjadi terpuruk sampai ke tahap perceraian. Lainnya halnya ke 2 dimana tetap mampu kebahagiaan dan hidup menkan keturunan dan bahkan pasangan ini tidak mau adopsi anak, karena keduanya sadar siap menjadi ayah dan ibu yang bukan dari darah dagingnya sendiri. Artinya siap merawat anak adopsi dari orang lain. Mereka mampu kebahagiaan selama ini cara yang lain seperti mengisi aktivitas rumah tangga sehari-hari, mulai dari makan, jalan-jalan dan mengunjungi keluarga besar dan ini merupakan suatu kebahagiaan yang luar biasa. Kemudian pada ke 3 tetap merasa bahagia dan puas hidup keturunan. Mengingat usia yang tidak muda lagi dan beresiko untuk mempunyai keturunan sendiri, maka adopsi anak ketika proses adopsi sudah sesuai harapan. Sehingga kebahagaiaan menjadi lebih terasa lagi yang dulu hampir kurang dirasakan, namun lebih bahagia lagi ketika sudah mengadopsi anak. Kebahagaian ternyata masih dirasakan keturunan sendiri. Artinya keturunan bukanlah salah satu faktor yang membuat pasangan merasa bahagia, masih banyak cara lain yang pasangan suami istri untuk kebahagiaan, seperti aktivitas rumah tangga -sama, nongkrong di kafe dan mencari aktivitas yang bermanfaat untuk mengisi kekosongan waktu. Semua pasangan kebahagiaan dan hidup apabila sudah sesuai harapan dan kecocokan masing-masing. Tidak semua pasangan sama kebahagiaan, setiap individu cara yang berbeda untuk kebahagiaan, semua sesuai kebutuhan masing-masing individu. SIMPULAN yang telah diperoleh dari yang telah dilakukan, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. tentang gambaran n pada 1, sudah mengadopsi anak, kehidupan sehari-hari sering terjadi pertengkaran, tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi seperti tidak beradaptasi peran baru dan komunikasi diantara keduanya tidak berjalan baik, sehingga tidak kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangganya, demikian maka disimpulkan 1 n. ke 2 keturunan, masih kebahagiaan. Hal ini disebabkan karena masih menikmati hidup, saling memahami kelebihan dan kekurangan pasangan serta komunikasi berjalan baik, dekimikian maka disimpulkan 2 n rumah tangga.selanjutnya pada 3 setelah mengadopsi anak, kebahagiaan dan keharmonisan semakin bertambah rumah tangganya. Hal tersebut karena baik suami maupun istri beradaptasi peran barunya, sangat menikmati hari-hari yang dilalui anak adopsinya, komunikasi diantara juga berjalan sangat baik, demikian maka disimpulkan 3 n rumah tangganya. 2. tentang aspekaspek n 1 sering afeksi negatif seperti istri yang sering sedih dan kecewa atas pelakuan suami dansuami juga merasa kecewa karena istri yang kurang perhatian kepadanya. Sehingga menyebabkan rumah tangga menjadi tidak bahagia. Dengan demikian disimpulkan pada 1 hidup, hal ini

disebabkan karena lebih banyak afeksi negatif daripada afeksi positif. Maka 1 n. Sementara pada 2, Mereka menjalani kehidupan selalu -sama, saling memahami antara istri dan suami, tetap bersemangat menjalani kehidupan keturunan bahkan disaat istri menderita penyakit DM, suami selalu memberi perhatian dan dukungannya serta merasa bahagia kehidupan yang jalani. Dengan demikian disimpulkan 2 hidup berumah tangga hal ini disebabkan karena banyaknya afeksi positif daripada afeksi negatif. Maka 2 n. Kemudian pada 3, kean masih terjaga sampai saat ini, selalu meyelesaikan pekerjaan rumah, menonton, jalan-jalan dan beribadah samasama untuk menghilangkan rasa kesepian. Suami sangat perhatian terhadap istrinya. Setelah mengadopsi anak lebih bahagia lagi, senang dan tambah bersemangat menjalani hidup,karena merasa sudah sesuai harapan hidup, artinya sudah anggota keluarga yang lengkap bukan dari keturunan sendiri. Mengingat banyak afeksi positif yang daripada afeksi negatif, demikian disimpulkan 3 telah hidup pasangannya. Sehingga n rumah tangga nya. 3. tentang faktor-faktor yang mempengaruhi n pada 1 yaitu faktor internal seperti suami sudah mulai kurang tekun dan kurang memaknai secara baik tentang hakikat hidup berumah tangga. Artinya saat ini tingkat religiusitas 1 khususnya suami memadai, sikap optimis dan rasa harga diri tidak ada ketika mampu keturunan. Kemudian faktor eksternal seperti kesehatan istri juga mendukung untuk hamil dan kurangnya dukungan dari keluarga sehingga n subyektif pada 1 dirasakan selama ini. Sementara pada 2 dilihat dari faktor internal sangat optimis tanpa kehadiran anak kandung juga bisa bahagia, harga diri yang baik, bersemangat menjalani kehidupannya walaupun istri menderita penyakit DM dan akan sulit untuk memperoleh keturunan, namun tetap bersyukur atas apa yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. Selain itu, juga menkan dukungan dari keluarga besar sehingga pasangan suami istri ini masih n sampai saat ini. Kemudian pada 3 faktor internal yaitu sikap optimis dari suami dan istri. sangat yakin bahagia itu masih bisa dirasakan sepakat untuk mengadopsi anak. Karena dilihat dari segi kesehatan seperti usia istri yang sudah 40 tahun dan pernah menjalani operasi kista membuat tidak terlalu berharap akan kehadiran keturunan sendiri, harga diri dan bersemangat menjalani kehidupannya serta nilai-nilai religiusitas seperti tetap merasa bersyukur semuanya. Mereka bersyukur masih bisa merawat dan menjaga anak dari adopsi sepenuh hati, layaknya seperti menjaga anak kandung sendiri.mereka mampu hidup apa yang telah diberikan Allah kepada saat ini dan semangat hidup juga tidak luput dari dukungan dari keluarga besar. Sehingga demikian, 3 n rumah tangganya. DAFTAR PUSTAKA Ariati, J. 2010. Subjective well-being (n ) dan kerja pada staf pengajar (dosen) di lingkungan fakultas psikologi universitas diponegoro. Jurnal Psikologi Undip, 8, 2, 117-123. 10

Diener, E. 200. The Science of Subjective Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. Illinois : Springer. Dewi, P, S & Utami, M, S, 2008. Subjectitive Well Being Anak Dari Orang Tua Yang Bercerai. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Volume 35, No. 2, 14 212 Issn: 0215-8884. Eddington, N. & Shuman, R. 2008. Subjective well-being (happiness). http://www.texcpe.com/html/pdf/ca/cahappiness.pdf Handayani, Arif. 2018. Membina Keluarga Sejahtera Melalui Penerapan 8 Fungsi Keluarga. J-ABDIPAMAS (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat) Vol. 2. No. 1. 2018 ISSN : 2581-1320. Hasbalah. 2007. Empat Puluh Cara Mencapai Keluarga Bahagia. Jakarta: Gema Insani Lucas, R, E & Schinmmack, U. 200. Income and Well Being: How Big is The Gap Between The Rich and The Poor? Journal. Res. Pers. 43, 75-78. Maika, A. 200. Mengukur Kemiskinan Subjektif di Indonesia: Eksplorasi Faktor yang Membuat Seseorang Merasa Miskin. Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University. OECD (Organization For Economic Co- Operation and Development) 2013. OECD Guidelines on Measuring Kesejahteraan subyektif. Paris: OECD Publishing. Sugiyono, (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methodes). Bandung:CV. Alfabeta. Walgito, B. 2017. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi 11