biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk



dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

Nomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1.1 Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PPM)

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam.

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEBIJAKAN PROGRAM DAN ANGGARAN DITJEN KEBUDAYAAN TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Inilah salah satu isi

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sepatutnyalah potensi Sumberdaya Budaya (Culture Resources) tersebut. perlu kita lestarikan, kembangkan dan manfaatkan.

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEPURBAKALAAN, KESEJARAHAN, NILAI TRADISIONAL DAN PERMUSEUMAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1

Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

REVITALISASI BANGUNAN MEGARIA SEBAGAI PUSAT SINEMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam sebutan,

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3 Februari 2018

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat perhatian yang luar biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk menjadi Ketua Lembaga yang dinamai Commisie in Nederlandsche-Indie voor Oudheidkundige Orderzoek op Java en Madoera. Komisi ini bekerja efektif cuma hingga tahun 1905 dan kinerjanya merosot setelah ditinggal Brandes yang wafat tahun itu juga. Penggantinya, N.J. Krom, baru ditunjuk pada tahun 1910. Krom menganggap pengelolaan warisan budaya di Indonesia tidak mungkin hanya ditangani oleh sebuah komisi, karena begitu banyaknya jumlah dan ragam warisan budaya yang ada. Karena itu, Krom lalu mengusulkan agar Komisi tadi ditingkatkan menjadi Jawatan atau Dinas dengan diperkuat oleh para peneliti arkeologi dan sejarah yang handal. Atas desakan Krom, pada tanggal 14 Juni 1913 pemerintah Belanda mendirikan Oudheidkundige Dienst in Nederlandsche-Indie (Jawatan atau Dinas Purbakala di Nederland-Indie). Sejak saat itu, semua urusan yang berkaitan dengan warisan budaya di negara ini, termasuk upaya untuk mengumpulkan, 8 Daud A. Tanudirjo, Warisan Budaya Untuk Semua Arah Kebijakan Pengelola Warisan Budaya Indonesia Di Masa Mendatang, 2005, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 6.

12 mendaftar, meneliti, serta melestarikan dan memanfaatkannya menjadi urusan negara. 9 Peran negara menjadi semakin kuat dengan ditetapkannya Monumenten Ordonnantie Nomor 19 tahun 1931 Staatblad 238 yang diperbaiki pada tahun 1934. Ketentuan dalam ordonansi itu menyiratkan begitu besar penguasaan negara atas warisan budaya. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya Monumenten Ordonnantie Nomor 19 tahun 1931 Staatblad 238 merupakan upaya pemeritah kolonial Belanda untuk menjamin akses mereka terhadap warisan budaya milik bangsa Indonesia. Setelah negara Indonesia merdeka, pengelolaan warisan budaya dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Namun, kebijakan pengelolaan tidak mengalami perubahan, dan hal tersebut menyebabkan Monumenten Ordonnantie Nomor 19 tahun 1931 Staatblad 238 tetap menjadi landasannya. Ketika undang-undang baru tentang benda cagar budaya pengganti Monumenten Ordonnantie Nomor 19 tahun 1931 Staatblad 238 dirancang pada awal tahun 1990-an, cara pandang yang lama tanpa disadari masih tetap dipakai. Tidak mengherankan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tentang Benda Cagar Budaya tentang Benda Cagar Budaya yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan Monumenten Ordonnantie Nomor 19 tahun 1931 Staatblad 238. Peranan negara dalam pengelolaan warisan budaya tetap dominan dan cenderung menjadi bagian dari birokrasi pemerintah. Sementara itu, hak dan peran partisipatif masyarakat luas belum 9 ibid

13 dapat diwadahi dengan selayaknya. Sejauh ini, penelitian di situs-situs purbakala hanya dilakukan oleh lembaga pemerintah, sebagaimana juga terjadi di bidang pemugaran dan pelestarian. Hingga kini pun, masyarakat merasa pemanfaatan warisan budaya hampir selalu ditentukan pemerintah dan jarang memperhatikan aspirasi masyarakat. Karena itu, sikap masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan warisan budaya menjadi skeptis atau bahkan apatis, barangkali karena pendekatannya cenderung satu arah dari atas ke bawah. Bahkan, di berbagai tempat juga menimbulkan konflik. Kasus penolakan masyarakat Bali terhadap upaya memasukkan Pura Besakih ke dalam Daftar Warisan Budaya Dunia bisa menjadi salah satu contoh. Kasus lain yang mencuat beberapa saat lalu adalah rencana pembuatan Jagat Jawa di sekitar Borobudur dan pembuatan gardu pandang di Situs Sangiran. Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting, artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan demikian perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Sebagai kekayaan budaya bangsa, benda cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sebagai pusaka budaya Benda cagar budaya telah dilindungi dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tentang Benda Cagar Budaya tentang Benda Cagar Budaya. Tujuan pemerintah mengatur tentang Benda cagar budaya dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun

14 1992 tentang Benda Cagar Budaya tentang Benda Cagar Budaya juga telah dijelaskan di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tersebut. Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa tujuan perlindungan benda cagar budaya dan situs adalah untuk melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia, sedangkan pengaturan mengenai pengelolaan cagar budaya dan benda cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta telah diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Dan Benda Cagar Budaya tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya Khusus untuk wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya perlindungan Benda cagar budaya kita dapat mengacu pada Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Dan Benda Cagar Budaya Tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya, serta mengacu pada Instruksi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1/INSTR/1984, tanggal 5 April 1984 tentang Perlindungan Benda-benda Peninggalan Sejarah dan Purbakala sebagai Benda Cagar Budaya di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Pengertian Benda Cagar Budaya Kebudayaaan merupakan kendapan dari kegiatan dan karya manusia, yang tidak lagi diartikan semata-mata sebagai segala manifestasi kehidupan manusia yang berbudi luhur seperti agama, kesenian, filsafat dan sebagainya. Sehingga menyebabkan ada perbedaan pengertian antara bangsa-bangsa

15 berbudaya dan bangsa-bangsa primitif. Dewasa ini, kebudayaan diartikan scbagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang dalam arti luas. Berlainan dengar binatang, maka manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah-tengah alam, melainkan selalu mengubah alam itu. Pengertian kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia. Kebudayaan juga dipandang sebagai sesuatu yang lebih bersifat dinamis, bukan sesuatu yang statis, bukan lagi "kata benda" tetapi "kata kerja". 10 Konsep kebudayaan telah diperluas dan didinamisasi, kendatipun secara akademik orang sering membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Tetapi pada dasarnya keduanya menyatu dalam pengertian kebudayaan secara luas dan dinamis. Sebab kebudayaan sebagai wilayah akal budi manusia tidak hanya mengandung salah satu aspek dari kegiatan manusia. Dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan peradaban merupakan dua sisi mata uang yang sama dalam pengertian kebudayaan secara luas. Jika kebudayaan adalah aspirasi peradabanlah bentuk konkret yang mewujud demi realisasi aspirasi itu. 11 Menurut Francis B. Affandi, Direktur Eksekutif Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage), yang juga Ketua ICOMOS Indonesia, bangunan bersejarah seperti tertera dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tentang Benda Cagar Budaya, yaitu bangunan yang sudah berumur 50 tahun atau lebih, yang kekunoannya (antiquity) dan keasliannya telah teruji. Demikian pula ditinjau dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki mutu cukup tinggi (master piece) dan 10 Achmad Charris Zubair, Warta Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan Prop DIY Nomor 01 tahun ke-1/ 1998, hlm 16. 11 ibid

16 mewakili gaya corak-bentuk seni arsitektur yang langka. Bangunan atau monumen tersebut tentu bisa mewakili zamannya dan juga mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan daerah, maupun peristiwa nasional atau internasional. Sedang kategori bangunan Benda Cagar Budaya itu, dilihat dari segi estetika memiliki sesuatu yang khusus dalam sejarah perkembangan atau style dalam kurun waktu tertentu, sedangkan dari segi tipikal bangunan merupakan dapat mewakili dari kelas atau type bangunan tertentu. Selain itu, termasuk dalam Benda Cagar Budaya juga dapat dikategorikan bangunan langka, atau peninggalan terakhir dari gaya yang mewakili zamannya. 12 Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting, artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan demikian perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Sebagai kekayaan budaya bangsa, benda cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sebagai pusaka budaya Benda Cagar Budaya telah dilindungi dengan Undang-Undang Republik Nomor 5 Tahun 1992, yang didalamnya telah mendefinisikan dan yang dimaksud benda cagar budaya adalah: a. benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang 12 Pikiran Rakyat, Aturan Sudah Jelas, Sanksi tak Ada, 23 Maret 2004

17 khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; b. benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Selain itu situs juga dimasukkan ke dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992. Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungan yang diperlukan bagi pengamanannya. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya memberikan definisi Kawasan Cagar Budaya adalah kawasan yang melingkupi aglomerasi wilayah yang memiliki benda atau bangunan cagar budaya dan mempunyai karakteristik serta kesamaan latar belakang budaya dalam batas geografis yang ditentukan dengan deliniasi fisik dan non fisik. Situs adalah lokasi yang mengandung atau diidentifikasi mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungan yang diperlukan bagi pengamanannya. Sedangkan pengertian Benda Cagar Budaya menurut Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 adalah: a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang

18 kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta diidentifikasi mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; b. Benda alam yang diidentifikasi mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Benda cagar budaya secara garis besar bisa dibedakan meniadi dua yaitu benda cagar budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak dimanfaatkan lagi seperti fungsi semula atau sering disebut dead monument dan benda cagar budaya yang masih dimanfaatkan seperti fungsi semula atau living monument. Dari segi pengelolaannya benda cagar budaya yang merupakan dead monument atau monumen mati hampir keseluruhannya dikelola oleh Pemerintah, sedangkan living monument atau monumen hidup ada yang dikelola oleh Pemerintah dan ada pula yang dikelola oleh masyarakat, kelompok atau perorangan. Mengingat benda cagar budaya biasanya berumur lebih dari 50 tahun, maka sudah selayaknya bila mengalami kerusakan. Oleh karena itulah perlunya perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya. Perlindungan dan pemeliharaan atau pengelolaan benda cagar budaya dan situs pada dasarnya menjadi tanggung jawab Pemerintah, meskipun demikian masyarakat, kelompok, atau perorangan dapat berperan serta. Bahkan masyarakat yang memiliki atau menguasai benda cagar budaya dibebani pula kewajiban untuk melindungi dan melestarikannya lengkap dengan sanksi hukumnya.