BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan yang terjadi di masyarakat, baik bertaraf nasional maupun internasional. Media juga seringkali berperan sebagai sarana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan symbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma (McQuail,1987:3). Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Ini adalah paradigma utama media massa. Dalam menjalankan paradigma media massa berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi, kemudian media massa juga menjadi media informasi, yaitu media yang setiap saat menyampaikan informasi, terakhir media massa sebagai media hiburan. (Bungin, 2008: 85) Perkembangan pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari peranan arsitek yang menghasilkan sebuah karya-karya dibidang arsitektur, hal ini dapat terlihat dengan jelas terutama pembangunan aspek fisiknya, dimana banyak sekali terdapat bangunan-bangunan indah dan megah dengan gaya arsitektur yang bervariasi antara satu dengan yang lain. Konstruksi bangunan tersebut dapat berupa rumah tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat rekreasi, dan lainnya, yang mempunyai nilai artistic yang khas dan unik gaya-gaya arsitektur yang indah. Salatiga memang hanya sebuah kota kecil yang terletak di jawa tengah, bahkan pernah menjadi yang terkecil di Indonesia. Kendati demikian Salatiga mempunyai peran penting dalam bidang politik dan ekonomi sejak jaman kerajaan

2 Hindu, perkembangan agama Islam, kerajaan Mataram Yogyakarta dan Surakarta, jaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka. (Supangkat, 2012:1) Pada jaman pemerintahan Hindia Belanda, kota Salatiga merupakan salah satu kota pilihan untuk tinggal atau beristirahat bagi orang-otang Eropa. Karena itulah yang merupakan daya tarik bagi orang-orang kaya pada jaman dahulu untuk datang dan menikmati keindahan, kesejukan Salatiga. Kawasan Jl. Diponegoro dahulunya merupakan kawasan perumahan elite. Kawasan sepanjang jl. Diponegoro hanya boleh ditempati atau dibangun oleh orang-orang Eropa, Timur dan orang-orang pribumi yang memiliki penghasilan setar dengan pegawai orang Eropa yang bergaji golongan A (gaji tertinggi). Selain itu keberadaan pasukan elite yang bertugas untuk mempertahankan pulau Jawa khususnya dan Hindia Belanda umumnya pemerintah Belanda mengangkat Daendeled sebagai gubernur jendral. Dan kota Salatiga ditempatkan satu batalyon pasukan elite yang bernama A II Bg ( Batalyon Artileri Gunung II) yang dilengkapi dengan persenjataan berat. Hal itu lah yang membuat orang Eropa dan Timur untuk bertempat tinggal di Salatiga. Mereka merasa aman dan terlindungi. Pengusaha dan pemilik perkebunan yang berada di sekitar Salatiga pun dapat memanfaatkan keberadaan pasukan elite ini tidak hanya sekedar keamanan keluarga pemilik, tetapi sekaligus ditugasi untuk pengawalan hasilhasil perkebunan yang akan dikirim ke Eropa. Pada masa waktu itu bentuk-bentuk bangunan perseorangan maupun kolektif harus kokoh dan kekar. Rumah-rumah tinggal sekaligus berfungsi sebagai tempat pertahanan. Tidak mengherankan sampai dengan saat ini masih kita dapati gedung atau rumah tinggal yang menggunakan arsitektur Eropa. Salah satu dari ratusan bangunan bersejarah di kota Salatiga terdapat istana seorang pedagang Tionghoa yang bernama Kwa Djoen Eng. Bangunan yang beralamat di jl. Diponegoro No.90 ini sering disebut warga sekitar dengan nama Tjoen eng. Istana tuan Djoeng Eng ini meliputi tanah seluas 12 hektar. Pembangunan istana tersebut mengahabiskan waktu selama 4 tahun dan menghabiskan biaya sekitar 3 juta gulden. Komplek istana ini terdiri dari bangunan induk, kebun tanaman hias, kolam, kebun binatang mini. Dulunya bangunan ini memiliki lima buah kubah, kubah induk berada ditengah memiliki

3 nuansa Eropa sedangkan empat kubah yang lain memiliki nuansa Asia. Kubahkubah di atas merupakan gambaran bahwa tuan Kwa Djoen Eng mempunyai empat orang anak. Sampai dengan saat ini bangunan tersebut masih berdiri kokoh walaupun sudah terjadi beberapa perubahan kondisi fisik bangunan. Namun demikian ada juga beberapa bangunan peninggalan Belanda yang karena berbagai sebab saat ini sudah tidak bisa disaksikan lagi kecuali melalui foto-fotonya. Sebut saja markas komandan militer 0714 Rem 073 Makutoromo (Makodim) yang dahulu nya adalah bekas dari Bloomenstein Hotel. Atau rumah tinggal Dr. Muwardi yang berada di jl. Pemuda No.11 Salatiga saat ini hanya tinggal puing-puing saja. Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 maupun dalam ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 yang khusus mengatur tentang Benda Cagar Budaya, ditetapkan bahwa karya arsitektur yang merupakan cagar budaya dilindungi oleh negara, baik dengan cara menguasai karya arsitektur, maupun sebagai pemegang hak cipta atas karya aritektur tersebut. (Bappeda, 2009:2) Perubahan atas karya arsitektur dalam ketentuan UU Hak Cipta hanya diperbolehkan berdasarkan pertimbangan teknis, dan dalam ketentuan UU Benda Cagar Budaya, hanya diperbolehkan berdasarkan pada pertimbangan teknis, histories, dan arkeologis, dalam rangka mengembalikan keandalan bangunan dengan tetap memerhatikan keaslian bentuk bangunan asal. UU RI no 5 tahun 1992 tentang Bangunan Cagar budaya pasal 1 ayat 1 menyebutkan benda cagar budaya sebagai berikut: a) Benda buatan manusia, bergerak ataupun tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

4 b) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan Berdasarkan UU RI Nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya pasal 1 ayat 1 tersebut diatas, terdapat 3 kriteria penting yang harus dipergunakan dalam menilai penting benda cagar budaya, yaitu : Menurut Tanudirjo, Daud A. (2004) secara ideal ketiga aspek tersebut haruslah diperhitungkan dalam menentukan nilai penting benda cagar budaya, seperti yang diuraikan dalam table dibawah ini. 1. Nilai penting Sejarah : apabila sumberdaya budaya tersebut dapat menjadi bukti yang berbobot dari peristiwa yang terjadi pada masa prasejarah dan sejarah, berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sejarah, atau menjadi bukti perkembangan penting dalam bidang tertentu. A. Berkaitan erat dengan peristiwa (event) penting yang terjadi pada masa prasejarah maupun sejarah B. Berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sejarah atau merupakan tinggalan/karya tokoh terkemuka (master) dalam bidang tertentu C. Berkaitan erat dengan tahap perkembangan yang menentukan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, atau mewakili salah satu tahapan penting tersebut, a.l. penemuan baru, munculnya ragam (style) baru, penerapan teknologi baru. D. Berkaitan erat dengan tahap perkembangan suatu kehidupan tertentu atau tinggalan yang mewakili salah satu tahapan tersebut (misalnya, pasang-surut kehidupan ekonomi, sosial, politik)

5 2. Nilai penting Ilmu Pengetahuan : apabila sumberdaya budaya itu mempunyai potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam rangka menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan tertentu. A. Arkeologi mendeskripsikan, menjelaskan dan menjawab masalahmasalah yang berkaitan dengan peristiwa atau prosesproses budaya di masa lampau, termasuk di dalamnya pengujian teori, metode, dan teknik tertentu di bidang ini B. Antropologi, untuk mengkaji prinsip-prinsip umum dalam bidang ini, khususnya proses-proses perubahan budaya dalam jangka waktu yang panjang dan proses adaptasi ekologi, termasuk di dalamnya evolusi ragawi (biological evolution dan palaeoantropologi) C. Ilmu-ilmu Sosial, untuk mengkaji prinsip-prinsip umum dalam bidang ilmu sosial humaniora, terutama yang berkaitan dengan interaksi sosial, struktur sosial, kekuasaan dan politik, dan prosesproses sosial lainnya. D. Arsitektur dan Teknik Sipil, untuk mengkaji prinsip-prinsip umum dalam bidang seni bangun, rancang bangun, dan susunan (kontruksi) bangunan, termasuk kajian penggunaan bahan dan ketrampilan merancang, atau merupakan hasil penerapan teknologi dan materi baru pada masa dibangun. E. Ilmu-ilmu Kebumian, untuk mengkaji prinsip-prinsip umum dalam ilmu kebumian (geologi, geomorfologi, geografi, geodesi), atau menjadi bukti peristiwa-peristiwa alam yang dikaji dalam bidangilmu ini. F. Ilmu-ilmu lain, mengandung informasi yang sangat khusus bagi kajian ilmu-ilmu tertentu yang belum disebutkan di atas. (Kriteria ini dimasukkan untuk mengakomodasi kemungkinan sumberdaya budaya mengandung informasi untuk ilmu yang biasanya tidak bersinggungan sama sekali dengan masa lampau, sehingga bersifa prediktif) 3. Nilai penting Kebudayaan : apabila sumberdaya budaya tersebut dapat mewakili hasil pencapaian budaya tertentu, mendorong proses penciptaan

6 budaya, atau menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu A. Etnik, dapat memberikan pemahaman latarbelakang kehidupan sosial, sistem kepercayaan, dan mitologi yang semuanya merupakan jatidiri suatu bangsa atau komunitas tertentu, merupakan bagian dari jati diri suatu bangsa atau komunitas tertentu B. Estetik, mempunyai kandungan unsur-unsur keindahan baik yang terkait dengan seni rupa, seni hias, seni bangun, seni suara maupun bentuk-bentuk kesenian lain, termasuk juga keserasian antara bentang alam dan karya budaya (saujana budaya); menjadi sumber ilham yang penting untuk menghasilkan karyakarya budaya di masa kini dan mendatang C. Publik, berpotensi untuk dikembangkan sebagai sarana pendidikan masyarakat tentang masa lampau dan cara penelitiannya, menyadarkan tentang keberadaan manusia sekarang; berpotensi atau telah menjadi fasilitas rekreasi; dan berpotensi atau telah menjadi sumberdaya yang dapat menambah penghasilan masyarakat melalui kepariwisataan Berdasarkan kriteria ideal di atas, modifikasi dibuat untuk memilih kriteria yang sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup kajian ini. Dasar modifikasi adalah arsitektur yang pernah berkembang di kota Salatiga yang meliputi arsitektur campuran tradisional dan kolonial, campuran Cina dan kolonial, dan kolonial.kriteria nilai penting yang akan dipergunakan tersebut adalah:

7 a. Wujud (Perwujudan) Bahwa wujud fisik yang layak dikenakan konservasi termasuk dalam benda cagar budaya, yaitu benda buatan manusia bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, bagian-bagiannya atau sisa-sisanya. Kawasan juga dapat merupakan wujud terkonservasi yaitu disebut situs merupakan lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya; b. Umur/Tahun Bangunan kota yang ditentukan berdasarkan tahun pendirian atau ditentukan berdasarkan pertanggalan relatif yang dapat dilihat dari style pada masanya ataupun konteksnya. Dan bentuk fisik yang layak untuk dikenai konservasi adalah yang telah berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun. c. Estetika Bangunan atau kawasan kota yang dilestarikan karena mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya sejarah tertentu. Tolok ukur estetika ini dikaitkan dengan nilai estetis dan arsitektonis yang tinggi dalam hal bentuk, struktur, tata ruang dan ornamen. Dalam hal ini di kota Salatiga aspek estetis itu dilihat dari ada tidaknya hubungan dengan gaya arsitektur yang pernah berkembang. d. Kejamakan Bangunan atau kawasan yang dilestarikan karena mewakili satu kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan. Jadi tolak ukur kejamakan ditekankan pada beberapa jauh karya arsitektur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. Dalam hal ini di kota Salatiga berkaitan dengan aspek mewakili atau tidak suatu langgam arsitektur yang pernah berkembang.

8 e. Kelangkaan Bangunan yang hanya satu atau tinggal satu dari jenisnya yang merupakan contoh terakhir dari jenisnya. Jadi termasuk karya sangat langka atau satusatunya.dalam hal ini berkaitan dengan jumlah bangunan di kawasan kota. f. Peranan terhadap Kawasan Bangunan atau kawasan kota yang keberadaannya mempengaruhi kawasan didekatnya, atau kehadirannya sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan terdekatnya. g. Keistimewaan Bangunan atau kawasan yang memiliki keistimewaan, misalnya terpanjang, tertinggi, tertua dan sebagainya. h. Peran Sejarah Bangunan atau kawasan perkotaan yang telah merupakan lokasi-lokasi bagi peristiwa bersejarah penting untuk dilestarikan sebagai ikatan simbilis antara peristiwa dahulu dan sekarang. Bangunan-bangunan tua peninggalan kolonial tersebut merupakan aset yang sangat penting bagi peradaban dan kebudayaan bangsa. Meskipun telah ditetapkan bahwa benda cagar budaya tersebut merupakan peninggalan sejarah yang sangat penting sehingga dikuasai dan dilindungi oleh negara, tetapi kenyataannya masih sangat memprihatinkan. Dengan alasan pembangunan kota yang terus berjalan, beberapa diantara bangunan tersebut telah dibongkar, dirubah/ dialih wujudkan sehingga tidak sesuai lagi dengan bentuk aslinya atau dibiarkan terbengkelai sehingga dapat dijadikan alasan dilakukannya pembongkaran bangunan. Berdasarkan apa yang telah diuraikan sebelumnya penulis ingin membuat rancangan produksi film dokumenter mengenai keberadaan bangunan cagar budaya yang ada di kota Salatiga. Melalui sebuah tayangan audio-visual yang diproduksi dalam bentuk film dokumenter dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan keadaan bangunan cagar budaya saai ini.

9 1.1 Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana keberadaan bangunan cagar budaya yang ada di kota Salatiga? 2. Bagaimana penjelasan hukum yang terjadi dibalik pemugaran bangunan cagar budaya di Salatiga? 1.3 Tujuan dan Manfaat Produksi Tujuan Produksi Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: - Memberikan infomasi mengenai keberadaan bangunan cagar budaya dan permasalahan yang dialami pemerintah kota dalam perlindungan cagar budaya. - Untuk mencari kejelasan status hukum bangunan cagar budaya. 1.4 Manfaat Produksi Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan berhubungan dengan obyek perancangan, antara lain : Manfaat Teoritis Melalui perancangan ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi masyarakat luas dalam hal perancangan media komunikasi yang efektif tidak hanya untuk kepentingan lembaga tapi juga untuk kepentingan masyarakat luas.

10 1.4.2 Manfaat Praktis Perancangan ini diharapkan dapat membuka mata masyarakat, akan pentingnya menjaga cagar budaya kuno bersejarah peninggalan kolonial Belanda pada jaman dahulu dan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. 1.5 Metode Pengumpulan Data Metode Kepustakaan Disini penulis akan mencari beberapa informasi pustaka mengenai cagar budaya yang ada di kota Salatiga melalui buku-buku, majalah, surat kabar yang memuat artikel tentang cagar budaya kota Salatiga Metode Wawancara Disini penulis akan mewawancarai beberapa pihak yang terkait dengan budayawan Salatiga Bapak Slamet Rahardjo, Andre sutantyo dari komunitas Kampoeng Salatiga dan dinas pemerintahan yang terkait Dishubkombudpar (Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan, dan Pariwisata) 1.6 Konsep Perancangan Cagar budaya merupakan simbol sejarah masa lalu yang hingga saat ini menjadi penanda eksistensi serta jati diri sebuah kota yang perlu dijaga untuk kelestarian generasi mendatang agar terhindar dari generasi tuna sejarah. Konsep perancangan akan diarahkan kepada penjelasan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga cagar budaya yang ada di kota Salatiga.

11 1.7 Kerangka Pikir Fakta : Salatiga merupakan salah satu kota tua yang ada di Indonesia oleh karena itu terdapat banyak bangunan cagar budaya peninggalan pemerintahan Belanda yang sampai dengan sekarang ini masih berdiri kokoh namun ada pula beberapa yang sudah dirubuhkan oleh pemilik bangunan tersebut. Masalah : Tidak semua masyarakat mengetahui keberadaan bangunan-bangunan bersejarah di kota Salatiga dan mengetahui tentang pentingnya menjaga keberadaan bangunan cagar budaya tersebut dan pemugaran terjadi terhadap bangunan tersebut. Tujuan: 1.Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keberadaan bangunan cagar budaya di kota Salatiga dan bagaimana kondisi bangunan-bangunan tersebut. 2.Untuk mencari kejelasan status hukum bangunan cagar budaya. Produksi : 1. Perancangan konsep film dokumenter 2. Proses pengambilan gambar 3. Sharing dengan dosen pembimbing 4. Proses editing gambar Hasil : Publikasi Film Dokumenter Investigasi Jurnalistik Salatiga Punya Cerita: Menelusuri Jejak Cagar Budaya dari yang Tersisa Mengunggah video ke dalam situs Youtube Menyebarkan link film dokumenter yang sudah diunggah di situs Youtube,melalui situs jejaring sosial (Facebook, Twitter dan Google+) Menyerahkan video dalam bentuk keping DVD kepada Dishubkombudparkota Salatiga