PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

Bagaimana? Apa? Mengapa?

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF. Oleh : Komarudin Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

TINJAUAN MATA KULIAH...

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS. Kuliah 2 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

KEMANDIRIAN DAN ADAPTASI ANAK BERKEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS/LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

Adhyatman Prabowo, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

Hakikat Pendidikan Khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 PELAKSANAAN AKOMODASI KURIKULUM BAHASA INDONESIA BAGI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA OLEH GURU DI SD NEGERI CIBAREGBEG KABUPATEN SUKABUMI

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS. Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia, termasuk tunanetra. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

MATA KULIAH : PENDIDIKAN BERKEBUTUHAN KHUSUS (untuk mahasiswa Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

Transkripsi:

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB

ASPEK LEGAL Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. UU No.20 tahun 2003 tentang Sidiknas, pasal 32

ASPEK ILMU Pendidikan khusus (Spesial Education) adalah pendidikan yang dirancang secara khusus (special designed) untuk peserta didik yang memiliki kebutuhan pendidikan secara khusus (child with special educational needs) dan unik (Hallahan dan Kauffman, 1986; Taylor dan Sternberg, 1986).

Tujuan Dengan diberikan pelayanan pendidikan atau pengajaran yang khusus diharapkan mereka dapat berkembang secara optimal.

Pendidikan Khusus/PLB Dalam praktek pengajarannya selalu mempertimbangkan 4 komponen utama, yaitu (1) lingkungan fisik (physical environment), (2) prosedur pengajaran (teaching prosedures), (3) materi/isi pelajaran (teaching content/materials), dan (3) penggunaan alat-alat adaptif (use of adaptive equipment).

Komponen lingkungan fisik, misalnya bagi anak yang menggunakan kursi roda harus disediakan lingkungan yang dapat dilewati kursi roda tersebut tanpa banyak halangan, anak yang mengalami gangguan penglihatan (low vision) memerlukan pencahayaan yang cukup di tempat belajarnya atau ruangan belajar dicat dengan warna yang cerah. Komponen prosedur poengajaran, misalnya untuk mengajar anak mental retardasi diperlukan prosedur pengajaran yang menekankan belajar sambil melakukan (learning by doing), berusaha menggunakan benda konkrit (concretness), sering menggunbakan cara drill dan menggunakan semua indera. Untuk mendikung komponen yang lain komponen penggunaan alat yang dimodifikasi (adaptasi) dalam pengajaran mutlak diperlukan, misalnya untuk tunarungu menggunakan alat bantu dengan (hearing aid), untuk tunanetra menggunakan program sithesizer pembaca monitor komputer, untuk anak cerebral palcy yang mengalami hambatan bahasa verbal menggunakan augmentative comunication dan sebagainya.

Anak dengan kebutuhan khusus, dapat kita kelompokkan berdasarkan fungsi mana yang mengalami hambatan. Area fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi (1) area belajar(learning), anak yang mengalami hambatan pada area ini misalnya anak tunagrahita (mental retarded), anak berkesulitan belajar (learning disability); (2) area sosioemosional, anak yang mengalami hambatan dalam area ini misalnya anak dengan gangguan emosi dan sosial, di Indonesia anak seperti ini dikenal dengan istilah tunalaras; (3) area komunikasai, anak yang mengalami hambatan komunikasi ini, misalnya anak tunarungu, anak autis, atau anak yang mengalami gangguan pemusatan konsentrasi (ADHD); (4) area neuromotor, anak yang mengalami hambatan neuromotor ini misalnya anak tunadaksa atau anak cerebral palsay (Smith, Neisworth, dan Hunt, 1983).

klasifikasi ABK Area Fungsi Belajar (learning) Sosioemosional (socioemotional) Komunikasi (communication) Neoromotor Gifted Gangguan emosi Gangguan bicara dan bahasa Tunadaksa (ganguan motorik) Retardasi Mental Ganguan penyesuain sosial Kurang pendengaran (hard of hearing) Tuli (deaf) Berkesulitan Belajar (learning disabled) Tunanetra Cacat berat (seveely handicapped) Cacat berat Cacat berat Cacat berat (Smith, Neisworth, dan Hunt, 1983: p.19)

klasifikasikan ABK Kelainan sensory (sensory handicaps), seperti tunarungu dan tunanetra Kelaianan mental (mental deviations), termasuk tunagrahita dan gifted Gangguan komunikasi (communication disorders), individu yang mengalami gangguan bahasa dan bicara Ketidakmapuan belajar (learning disabilities), individu yang mengalami gangguan belajar tanpa ada kelainan fisik Gangguan perilaku (behavior disorder), termasuk individu dengan gangguan emosi Kelainan fisik (physical handicaps) dan gangguan kesehatan, yaitu individu yang mengakami kelainan dan problem kesehatan termasuk kelainan saraf, kelainan ortopedi, leukemia dll. Haring (1982)

Steps from exclusion to inclusion Knowledge Education for All (Inclusion in Education ) Understanding Integration/Special Need Education A cceptance ( benevolence, charity) Segregation Denial Exclusion (sumber:unesco, 2005 : 24)

UU No.20/2003 tentang Sisdiknas Sebagai warga Negara mereka mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu (pasal 5, ayat 1), kemudian ditegaskan dalam ayat 2, bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Mereka memiliki peluang yang sama untuk memperoleh, memperluas dan mengembangkan potensi dan keterampilannya melalui jenjang selanjutnya ataupun pengetahuan dan keterampilannya itu sebagai bekal kerja di masyarakat. Dalam hal ini dijelaskan pada pasal 11 ayat 1 dan 2, bahwa: 1) pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi, 2) pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai denga lima belas tahun, dikenal dengan pendidikan wajib belajar 9 tahun (wajar diknas).

Satuan Pendidikan Khusus (SLB) Konteks penyelenggaraan pendidikan berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, dikenal dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB merupakan unit pelaksana teknis pendidikan formal yang menangani dan memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial. Dalam pelaksanaannya SLB dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu SLB Pembina dan SLB Konvensional.

RESPONSIBLE INCLUSION (Inklusi yang bertanggung jawab) Apa yang dapat dilakukan atas nama Inklusi? Keberadaan fisik ABK Usaha Sungguh-sungguh dalam menciptakan suatu program bagi setiap siswa (ABK)...benar-benar menyatu, diterima dalam komunitas sekolah secara total

Pendidikan Khusus & Inklusi Dasar hukum Didasarkan pada kebutuhan & kepentingan terbaik siswa tersebut Dasar keterlibatan moral Pemisahan siswa penyandang hambatan menciptakan dilema moral bagi pendidikan. Hal itu mempunyai dampak negatif baik pada guru maupun murid. Dengan memisahkan siswa penyandang hambatan dari kelas reguler berarti kita telah menaruh kesalahan pada pendidikan reguler. Kita mengurangi kebutuhan guru-guru reguler untuk bisa mengatasi perbedaan individu. Ini suatu kesalahan baik secara moral maupun kependidikan Dunn (Smith,2006)

Toleransi Inklusi Beberapa guru reguler memiliki toleransi lebih besar ketimbang guru lain terhadap ABK dikelasnya.sehingga inklusi terlalu penting untuk ditinggalkan Kebutuhan Asistensi, Pelatihan, Materi dan Pedoman

Harus memiliki efek yg besar pada kemajuan pembelajaran pada siswa tidak berkelainan Bila guru memulai untuk memberi pengajaran individu untuk mengakomodasi siswa berkebutuhan khusus, siswa lain, terutama yang dianggap berada pada resiko tersebut, akanmendapat keuntungan dari sistem pendukung tersebut

Pendidikan terpisah bukan bermanfaat menyiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat terintegrasi Inklusi yang bertanggung jawablah yang dapat melakukannya Inklusi yang bertanggung jawab tidak meninggalkan siswa begitu saja di program & kelas reguler tanpa, sistem dukungan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ( Lombardi,1994: 12)

Pendidikan inklusif sebagai suatu persoalan tentang nilai-nilai.prinsip dasar inklusi adalah menghargai perbedaan dalam masyarakat manusia (Norman Kunc) Bila pendidikan inklusif dirangkul sepenuhnya, kita meninggalkan ide-ide bahwa siswa-siswa harus jadi normal agar dapat berperan serta pada kehidupan ini Selain kita mencari dan memelihara anugrah yang ada pada setiap orang, kita memulai dengan melihat diluar cara-cara yang bisa digunakan untuk menilai anggota masyarakat dan melakukannya mulai dari mewujudkan cara-cara yang memungkinkan untuk memberi anak-anak hal perasaan yang memiliki.

Komitmen bersama untuk mendidik anakanak agar siswa bisa merasa bahwa anakanak itu menjadi bagian dari sekolah dan kelas mereka Agar inklusi memberi dampak yang positif bagi guru, orang tua dan semua anak, maka inklusi harus dilakukan dengan tepat (Sesuai dengan yang dijanjikan dan diimplementasikan dengan penuh tanggung jawab)

PELATIHAN Pengetahuan tentang berbagai kelainan/hambatan Dukungan dan sikap yang tepat,legal dan etis, kerjasama Metoda pengembangan yang bersahabat Persiapan/latihan khusus (Guru, administrasi dalam aspek penilaian dan kemampuan kerjasama yg tinggi)

Diperlukan praktek-praktek yang efektif pada pengajaran langsung penyampaian materi pembelajaran,transisi & evaluasi hasil-hasil pendidikan. Tanggung jawab pelatihan ini dipikul langsung oleh sekolah dan Badan pend. Lokal/Provinsi (Smith & Hilton,1996:11)

Langkah-Langkah Pengembangan jaringan Kerja (Develop a Net Work) Sumber Penilaian Sekolah dan MAsyarakat (Assess School and Community Resoutces) Tinjauan terhadap penerapan strategi inklusi (Conduct an Inclusion Strategis review) Strategi-strategi penerapan inklusi (Implement Inclusion Strategies) Pengembangan umpan balik dan sistem evaluasi (Develop a Feed back and Reveral System)

Terimakasih