Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pemburu Madu Hutan di Dusun Arung Santek, Pulau Moyo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

Pembangunan Madu Hutan Di Kabupaten Sumbawa

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

Judul. Rehablitasi Lahan Dan Hutan Melalui Pengembangan Hkm Untuk Peningkatan Daya Dukung DAS Moyo Kabupaten Sumbawa Lembaga Olah Hidup (Loh)

Oleh : Sri Wilarso Budi R

I. PENDAHULUAN. 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI PROPOLIS MENTAH LEBAH MADU TRIGONA SPP. DI PULAU LOMBOK. Septiantina Dyah Riendriasari* dan Krisnawati

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BERITA RESMI STATISTIK

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Jurnal Wahana Foresta Vol 8, No. 2 Agustus 2014 IDENTIFIKASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TEBING TINGGI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

TEKNIK PEMANENAN MADU LEBAH HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DI KECAMATAN MALLAWA KABUPATEN MAROS

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

Tabel 7. Rekapitulasi hasil patroli rutin dan operasi fungsional / gabungan lingkup Balai KSDA NTB Tahun Barang bukti

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

hutan secara lestari.

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

POLA TANAM MASYARAKAT PETANI PARANGTRITIS MENYIASATI KEBUTUHAN SINAR MATAHARI DAN MUSIM KEMARAU

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Transkripsi:

View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Faculty of Agriculture, Universitas Sebelas Maret (Publishing Systems) Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke 42 UNS Tahun 2018 Peran Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pemburu Madu Hutan di Dusun Arung Santek, Pulau Moyo M. Hidayatullah 1, Cecep Handoko 1, Abdul Jafar Maring 2 dan Ramdiawan 2 1 Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHHBK Mataram Jln. Dharma Bhakti No. 7, Ds Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat 2 Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK Mataram Jln. Dharma Bhakti No. 7, Ds Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat Korespondensi : dayat_kpg@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan aktivitas berburu madu hutan di Dusun Arung Santek, Desa Labuhan Aji, Pulau Moyo. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan kuisioner kepada 20 responden yang ditetapkan secara purposif sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dibahas dengan pendekatan konservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Arung Santek termasuk dalam kelas ekonomi menengah kebawah dengan pendapatan berkisar antara Rp. 1.000.000,- - Rp. 2.000.000,-, tingkat pendidikan rendah. Pekerjaan utama sebagai petani dan sebagian kecil sebagai nelayan. Aktivitas berburu madu hutan dilakukan secara berkelompok oleh hampir semua laki-laki dewasa di dusun ini. Hasil berburu madu hutan menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat dari hasil hutan bukan kayu. Sumberdaya alam yang melimpah membuat masyarakat kurang memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Meskipun belum memberi dampak yang signifikan, namun konversi lahan untuk lahan pertanian maupun illegal logging yang masih terjadi dapat mengancam sumber sumber kehidupan bagi masyarakat dusun Arung Santek dan Pulau Moyo secara keseluruhan. Sebanyak 70% responden mengatakan terjadi penurunan tutupan lahan, 70% mengatakan terjadi penurunan debit air serta 70% responden mengatakan terjadi penurunan perolehan hasil berburu madu hutan dalam beberapa tahun terakhir. Perlu komitmen seluruh pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan, agar tidak terjadi lagi aktivitas pemanfaatan kawasan hutan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kelestarian lingkungan. Kata Kunci : Arung Santek, Madu hutan, Sosial dan ekonomi Pendahuluan Bagi masyarakat di Pulau Sumbawa, madu hutan merupakan sumberdaya hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang telah menjadi komoditas unggulan dan memiliki nilai E.1

strategis dalam menunjang aktivitas perekonomian masyarakat, terutama bagi masyarakat disekitar kawasan hutan. Jumlah perolehan hasil berburu madu hutan sangat tergantung pada kondisi alam, berupa ketersedian pohon pakan maupun pohon sarang, serta kondisi vegetasi hutan sebagai tempat hidup dan berkembang koloni lebah. Kondisi alam yang baik akan mendukung perkembanganbiakan koloni lebah, sehingga jumlah madu yang dihasilkan juga meningkat. Masyarakat di sekitar hutan memiliki peran yang sangat strategis untuk menjaga dan mempertahankan hasil berburu madu hutan, melalui perlindungan kawasan tempat koloni lebah berkembang. Selain di Pulau Sumbawa, terdapat lokasi di Kabupaten Sumbawa yang memiliki potensi madu hutan cukup baik, bahkan memiliki kontribusi besar sebagai pemasok madu hutan Sumbawa yaitu di Dusun Arung Santek, Desa Labuhan Aji - Pulau Moyo. Hampir semua laki-laki dewasa di Arung Santek melakukan aktivitas perburuan madu hutan sebagai sumber pendapatan keluarga. Meskipun bukan menjadi pekerjaan utama, namun aktivitas berburu madu hutan banyak dipilih oleh masyarakat Pulau Moyo karena memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Aktivitas perburuan madu hutan dilakukan secara tradisional dan perlengakapan yang sangat sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat pemburu madu hutan di Dusun Arung Santek, Desa Labuhan Aji Pulau Moyo. Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan bulan November Desember 2017 di Dusun Arung Santek, Desa Labuhan Aji, Pulau Moyo Kabupaten Sumbawa. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuesioner kepada 20 responden, studi pustaka serta data skunder yang diperoleh dari sumber terkait. Responden ditentukan secara purposive random sampling dalam satu dusun. Responden terdiri dari informan kunci : tokoh formal/informal dan memahami informasi terkait sejarah dan kegiatan masyarakat, dan informan kasus yaitu masyarakat yang terkait dengan penelitian. Data informasi yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dan dideskripsikan dengan pendekatan konservasi. Data kuantitatif dikelompokkan sesuai bentuk instrumen yang digunakan. Data yang sudah diklasifikasi selanjutnya dibahas serta melihat keterkaitannya dengan unsur-unsur lainnya (Arikunto, 2002). E.2

Hasil dan Pembahasan Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Labuhan Aji dan Desa Sebotok merupakan dua desa yang terdapat di Pulau Moyo. Merupakan desa terluas diantara 7 desa yang terdapat di Kecamatan Labuhan Badas yaitu Labuhan Aji seluas 66,94% dari luas kecamatan (291,80 Ha) dan Sebotok seluas 11,47% dari luas wilayah kecamatan (50 Ha). Desa Labuhan Aji sumberdaya alam yang melimpah, namun Sumber Daya Manusia Desa ini masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan desa lain dalam kecamatan Labuhan Badas (http://labbadas.sumbawakab.go.id/statis-1-profil.html). Dusun Arung Santek merupakan salah satu dari 4 dusun yang terdapat di Desa Labuhan Aji. Meskipun secara keseluruhan wilayah Pulau Moyo menjadi habitat yang cukup baik untuk perkembangan koloni lebah, namun Dusun Arung Santek merupakan salah satu tempat dengan jumlah madu hasil berburu yang cukup besar di Pulau Moyo. Hal ini didukung jumlah pemburu madu hutan yang cukup banyak di dusun ini (https://sumbawakab.bps.go.id) Karakteristik Responden Responden merupakan laki-laki yang berburu madu hutan, baik sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan sampingan. Karakteristik responden terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik responden terlihat pada tabel 1. No Karakteristik Kelompok Responden Jumlah Persentase (%) 1 Umur Kurang dari 20 tahun 2 10 20-50 tahun 17 85 Lebih dari 50 tahun 1 5 Tidak Lulus SD 14 70 2 Pendidikan SD 2 10 SMP 0 0 SMU 4 20 3 Pekerjaan utama Petani 18 90 Nelayan 1 5 Swasta 1 5 4 Pekerjaan sampingan Memiliki 20 100 Tidak Memiliki 0 0 5 Jenis pekerjaan sampingan Petani 0 0 Swasta 1 5 Nelayan 5 25 Berburu Madu 17 85 Pengumpul Madu 1 5 Sumber : Data lapangan, 2017 (diolah) Warga Arung Santek banyak yang bekerja sebagai petani, bukan sebagai nelayan seperti umumnya masyarakat pesisir. Ketiadaan perlengkapan alat menangkap ikan dan E.3

sampan serta latar belakang keluarga yang bukan sebagai pelaut menjadi penyebabnya. Ketersediaan lahan untuk bertani juga mendukung pilihan tersebut. Hanya 5% responden yang beraktivitas sebagai nelayan. Ketersediaan sarana dan prasana pendidikan bagi masyarakat pesisir sangat terbatas, kesadaran dan semangat untuk menempuh pendidikan juga masih rendah. Orientasi utama warga adalah pemenuhuan kebutuhan hidup sehari-hari, anak-anak usia sekolah lebih diarahkan untuk membantu pekerjaan orang tua daripada harus menempuh pendidikan dibangku sekolah. Firdaus, (2005) mengatakan, rendahnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya disebabkan faktor sosial budaya, biaya pendidikan, redahnya kesadaran orang tua serta faktor letak geografis sekolah. Sebanyak 70% responden tidak tamat pendidikan dasar, 10% tamat SD dan hanya 20% yang tamat pendidikan tingkat SMU. Rendahnya tingkat pendidikan berkorelasi dengan pola pemenuhan kebutuhan hidup yang sederhana, belum ada inovasi atau hal baru yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan. Tahir, et al, (2002) mengatakan permasalahan masyarakat pesisir terkait aspek sosial ekonomi dan budaya adalah keterbatasan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oktama, (2013) menambahkan bahwa kelimpahan sumberdaya bukan menjadi jaminan bahwa suatu wilayah akan makmur, bila pendidikan dan sumberdaya manusianya kurang mendapat perhatian. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Walaupun berada pada wilayah Kabupaten Sumbawa, warga dusun Arung Santek hampir semuanya berasal dari suku Bima dan bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Bima. Mereka turun temurun berinteraksi dengan warga lokal dan hidup rukun berdampingan. Penduduk Arung Santek (100%) beragama Islam dan terdapat satu masjid yang digunakan warga sebagai sarana ibadah. Arung Santek memiliki potensi sumberdaya alam untuk mendukung kelangsungan hidup masyarakat. Jambu mete dan madu hutan merupakan HHBK utamanya. Warga memiliki perkebunan jambu mete dengan luasan antara 2 10 ha, tahun tanam 1990-an. Jambu mete dipanen sekali dalam satu tahun yaitu pada bulan Agustus hingga November. Pada umumnya yang diambil hanya biji atau metenya, sedangkan daging buah dijadikan sebagai pakan ternak. Belum ada keterampilan untuk mengolah daging buah menjadi produk yang bernilai ekonomi. Warga Arung Santek termasuk dalam masyarakat kelas menengah kebawah dengan jumlah pendapatan yang terbatas. Jumlah pendapatan responden penelitian dari pekerjaan utama yaitu Rp. 1.000.000,- (45%), Rp. 1.500.000,- (35%) dan Rp. 2.000.000,- E.4

(20%) setiap bulannya. Hasil penjualan jambu mete maupun madu hutan merupakan pendapatan tambahan karena sifatnya tidak rutin. Warga Arung Santek memiliki lahan pertanian (ladang) dengan luas berkisar antara 1,5 2,5 ha. Lahan ini pada umumnya ditanami tanaman pangan seperti padi, jagung dan kacang-kacangan. Kepemilikan lahan bersifat turun temurun dan umumnya tidak diperjual belikan. Pasangan yang baru menikah atau pendatang baru yang bermukim di dusun ini dapat melakukan pembukaan lahan dengan luasan antara 1,5 2,5 Ha. Sebagian lahan garapan masuk kawasan konservasi, sehingga masyarakat sering berhadapan dengan pemangku kawasan (Hasil wawancara dengan Israil, Kepala Dusun Arung Santek). Israil menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir juga dijumpai adanya aktivitas penebangan pohon (illegal logging) yang dilakukan oleh warga dari dusun lain. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelestarian hutan di Pulau Moyo, dan secara tidak langsung dapat mengurangi jumlah pohon pakan, serta mengancam keberadaan pohon sarang, sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu sumber pendapatan mereka dari perburuan madu hutan. Hasil wawancara diketahui bahwa 65% responden mengatakan adanya pengurangan tutupan kawasan hutan bila dibandingkan dengan pada saat mereka kecil. Seluruh responden (100%) mengatakan bahwa penurunan tutupan lahan disebabkan aktivitas illegal loging yang dilakukan oleh warga dari luar Arung Santek dan sebanyak 70% responden mengatakan bahwa konversi hutan menjadi lahan pertanian oleh dilakukan oleh masyarakat dusun Arung Santek juga berkontribusi terhadap pengurangan tutupan lahan. Masyarakat Arung Santek juga memanfaatkan kayu kabar dari hutan untuk kebutuhan rumah tangga, 100% responden menggunakan kayu bakar yang diambil dari hutan untuk memasak, 55% responden memanfaatkan kayu hutan sebagai bahan bangunan serta 5% responden menggunakan kayu hutan untuk pembuatan kapal. Dalam jangka panjang, aktivitas pemanfaatan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian tersebut dapat berdampak buruk bagi masyarakat. Meskipun belum terjadi secara signifikan, sebanyak 75% responden mengatakan terjadi penurunan debit air sungai di dusun Arung Santek, maupun air bersih pada bak-bak penampung yang dialiri menggunakan pipa untuk seluruh warga dusun. Sebanyak 90% responden mengatakan bahwa terjadi penurunan hasil berburu madu hutan, akibat terganggunya pohon sarang maupun pohon pakan di dalam kawasan hutan. E.5

Kegiatan Berburu Madu Hutan Pulau Moyo Madu hutan sendiri menjadi salah satu sumberdaya yang memiliki nilai ekonomis dan sangat menjanjikan bagi masyarakat di Pulau Moyo khususnya di Arung Santek. Julmansyah, (2010) Madu hutan sumbawa sudah menjadi objek transakasi antar kampung, antar daerah dan antar pulau bahkan pada skala nasional serta merupakan salah satu sumber pendapatan penting dari hutan bagi masyarakat. Meskipun perburuan madu hutan di Pulau Moyo bukan merupakan pekerjaan utama karena tidak dilakukan sepanjang tahun, akan tetapi sumberdaya ini memberi kontribusi yang cukup tinggi sebagai sumber pendapatan. Perburuan madu hutan dilakukan 2 kali dalam setahun yaitu bulan Maret Mei dan bulan September Desember setiap tahunnya, periode bulan Oktober Desember umumnya memperoleh hasil yang lebih banyak. Kegiatan berburu madu dilakukan secara berkelompok (3 orang) dengan pembagian tugas yaitu 1 orang sebagai penggawa (orang yang memanen madu), 2 orang yang mengarahkan hasil panen kedalam ember, memeras madu serta memasukkannya kedalam jerigen. Proses penyaringan dan pengukuran dalam botol ukuran tertentu dilakukan di rumah. Pembagian hasil akan dilakukan secara merata setelah madu terjual. Setiap berburu membutuhkan waktu antara 3 5 hari, tergantung dari jarak/lokasi berburu. Jarak ke lokasi berburu membutuhkan waktu antara setengah hari - sampai satu hari perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dan jalan kaki. Beberapa perlengkapan yang perlu dipersiapkan selama berburu madu hutan adalah : parang, pisau, ember, gerigen, api, tali, topi, baju dan celana panjang, sarung pada leher dan kayu api bungkus daun basah (dibuat dilokasi perburuan). Perlengkapan yang digunakan oleh pemburu madu hutan hampir sama pada semua lokasi, Mujetahid, (2008) mengatakan perlengkapan yang digunakan oleh pemburu madu hutan di kecamatan Mallawa, Kabupten Maros adalah : parang, jerigen plastik, kondre, amung, topi, baju dan celana panjang serta tangga. Kegiatan ini akan terus dilakukan selama musim berburu madu, dan akan dilakukan kembali setelah istrahat sekitar 3-5 hari. Setiap kali berburu rata diperoleh hasil sebesar 15 20 botol/orang, dengan harga jual sebesar Rp. 70.000-,/botol, maka nilai yang diperoleh pada kisaran Rp. 1.050.000,- - Rp. 1.400.000,-/orang untuk satu kali berburu. Pada umumnya perburuan madu hutan akan dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu bulan. Untuk memasarkan hasil berburu madu, masyarakat Arung Santek mempunyai 2 pilihan tempat untuk memasarkannya. Terdapat 3 orang pengepul (penampung) madu yang terdapat di dusun Arung Santek dengan kapasitas atau daya tampung berkisar antara 700 E.6

1.500 botol. Selain itu, petani juga dapat menjual langsung madu hasil berburu ke Sumbawa atau Dompu/Bima dengan harga yang lebih baik, dengan konsekuensi harus mengeluarkan biaya untuk operasionalnya. Meskipun nilai ekonomi yang diperoleh dari hasil berburu madu hutan cukup tinggi, pada sisi lain resiko aktivitas ini juga sangat tinggi. Beberapa responden mengatakan bahwa sering mengalami salah arah (kesasar) untuk waktu yang cukup lama, resiko terkena serangan binatang seperti babi hutan, terkena gigitan ular, bahkan terjatuh dari pohon saat melakukan pemanenan madu juga pernah dirasakan oleh beberapa responden. Faktor keamanan memang belum mendapat perhatian serius dari para pemburu madu hutan, keamanan pada saat menaiki pohon sarang hanya bermodalkan keahlian memanjat tanpa dibarengi perlengkapan keamanan yang memadai. Partisipasi dalam pelestarian hutan Ladang dan kawasan hutan merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat Arung Santek. Pada satu sisi, penambahan jumlah penduduk akan berdampak pada kebutuhan ruang untuk pemukiman maupun untuk aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup lainnya meskipun penambahan ruang tersebut cenderung mengorbankan kawasan hutan melalui pembukaan atau konversi kawasan. Konversi kawasan hutan di Arung Santek secara tidak langsung dapat mengancam perkembangan koloni lebah hutan (Apis dorsata) sebagai pengahasil madu. Penggunaan gergaji mesin maupun pembukaan lahan dengan sistem tebas bakar sangat mengganggu perkembangan koloni. Kebisingan yang muncul dari penggunaan gergaji mesin juga diduga mengganggu perkembangan koloni atau penyebab terjadinya migrasi (lebah mencari tempat bersarang yang baru), meskipun hal ini masih memerlukan kajian tersendiri. Penggunaan metode tebas bakar dalam pembersihan maupun pembukaan lahan baru dapat menyebabkan kenaikan temperatur secara drastis. Apabila yang terdampak atau terbakar merupakan tanaman pakan, maka dapat mengurangi ketersediaan sumber pakan (Anonim, 2007). Hegedüs et al. (2007), mengatakan asap juga dapat menyebabkan disorientasi visual pada serangga termasuk lebah akibat adanya kabut asap. Lebah sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan, Hadisoesilo et al., (2008) mengatakan bahwa lebah hutan memiliki kerentanan terhadap kerusakan habitat dan panen yang tidak lestari sehingga dapat menurunkan produktivitasnya. Maryani et al., (2012) menambahkan terlebih dengan tingginya alih fungsi hutan yang terjadi secara signifikan. Dampak jangka panjang bukan hanya penurunan hasil berburu madu, tetapi juga berdampak E.7

pada fasilitasi polinasi yang dilakukan lebah. Corlett, (2011) mengatakan bahwa secara ekologis kehilangan populasi lebah di hutan tropis dapat berdampak pada menurunnya fasilitasi polinasi pembungaan yang diperankan oleh lebah, termasuk kemampuan lebah untuk memfasilitasi penyebaran pollen secara luas. Masyarakat dusun Arung Santek belum memiliki pemahaman yang sejalan dengan nilai-nilai kelestarian dalam pemanfaatan hutan, hal ini dapat dilihat dari pendapat responden yang mengatakan bahwa mereka menginginkan agar kawasan hutan dapat manfaatkan atau dikonversi menjadi lahan pertanian (40%), sebanyak 45% responden yang menginginkan kondisi hutan dibiarkan tetap utuh, sedangkan sisanya 15% mengatakan agar tidak ada lagi aktivitas konversi kawasan hutan dan hanya mengelola area budidaya yang sudah ada tanpa ada penambahan lagi. Untuk menghindari kerusakan dan kerugian yang lebih besar, memerlukan komitmen seluruh pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan agar tidak terjadi lagi aktivitas pemanfaatan kawasan hutan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kelestarian lingkungan. Petugas dari pengelola kawasan di Pulau Moyo yaitu Taman Buru dan Kawasan Taman Wisata Alam Laut sebagai pemangku kawasan sudah bekerja maksimal untuk menjaga dan melindungi kawasan, namun dilain pihak tuntutan kebutuhan hidup masyarakat semakin meningkat sehingga belum mencapai titik temu terkait pengelolaan kawasan. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Masyarakat Arung Santek termasuk kelas ekonomi menengah kebawah, bekerja sebagai petani dan nelayan. Rata-rata pendapatan berkisar antara Rp. 1.000.000,- - Rp. 2.000.000,-/bulan. Tingkat pendidikan rendah, kesadaran untuk menyekolahkan anak-anak juga masih rendah. Selain dari hasil pertanian, masyarakat mengandalkan jambu mete dan madu hutan sebagai sumber pendapatan lain. Masyarakat juga memanfaatkan kawasan hutan untuk pemenuhan kayu bakar, bahan bangunan serta bahan pembuatan kapal. Madu hutan Arung Santek merupakan salah satu yang terbanyak di Pulau Moyo, didukung oleh vegetasi hutan yang relatif masih bagus walaupun terdapat potensi terjadinya kerusakan akibat dari pemanfaatan yang kurang mengedepankan nilai kelestarian. Berburu madu hutan menjadi pilihan bagi hampir semua laki-laki dewasa di Arung Santek karena memiliki ekonomi cukup baik dan memberi pendapatan tambahan yang signifikan bagi masyarakat. E.8

Kelimpahan sumberdaya alam di Arung Santek membuat masyarakat kurang memperhatikan aspek kelestarian dalam pemanfaatannya. Aktivitas konversi lahan dan illegal loging masing dapat dijumpai hingga saat ini. Kondisi ini perlu diantisipasi sejak dini untuk menghindari kerusakan dan kerugian yang lebih besar, sehingga memerlukan komitmen seluruh pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan, agar tidak terjadi lagi aktivitas pemanfaatan kawasan hutan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kelestarian lingkungan. Saran Seluruh pihak terkait pengelolaan kawasan, baik masyarakat, aparat pemangku kawasan, perangkat desa serta pihak lainnya diharapkan dapat merumuskan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan sehingga fungsi dan manfaat kawasan dapat terus dipertahankan secara berkelanjutan. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh anggota tim penelitian, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram, BKSDA NTB dan masyarakat dusun Arung Santek, Pulau Moyo Daftar Pustaka Anonim. 2007. Threats to Malaysia s bee trees. Bees for Development Journal 83: 6-8. http://beesfordevelopment.org/uploa ds/ BfDJ83%20Malaysia019. pdf. Diunduh tanggal 31 Oktober 2013. BKSDA NTB 2009. Wisata Alam Nusa Tenggara Barat. Brosur Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat, BKSDA NTB. Corlett, R.T. 2011. Honeybees in Natural Ecosystems dalam Hepburn, H.R. dan E. S. Radloff (Eds.). Honeybees of Asia. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Firdaus. 2005. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Orang Tua untuk Melanjutkan Pendidikan Anak ke Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Lubuk Sengkuang Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin). Skripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Sriwijaya, Palembang. Hadisoesilo, S.,R. Raffiudin, W. Susanti, T. Atmowidi, C. Hepburn, S.E. Radloff, S. Fuchs, dan H.R. Hepburn. 2008. Morphometric analysis and biogeography of Apis koschevnikovi Enderlein (1906). Apidologie 39 (2008):495 503. Hegedüs R., Åkesson S. & Horváth G. 2007. Anomalous celestial polarization caused by forest fire smoke : why do some insects become visually disoriented under smoky skies?. Aplied Optics 46 (14) : 2717-2726. Julmansyah. 2010. Madu Hutan Menekan Deforestasi. Jaringan Madu Hutan Sumbawa, NTB. http://labbadas.sumbawakab.go.id/statis-1-profil.html diakses pada tanggal 27 Febrauari 2018 E.9

https://sumbawakab.bps.go.id diakses pada tanggal 27 Febrauari 2018 Maryani, R., V.B. Arifanti, dan I. Alviya. 2012. Kajian Lanskap Hutan di DAS Kritis dan Non Kritis. Laporan internal Hasil Penelitian. PUSPIJAK. Bogor. Mujetahid M, 2007. Teknik Pemanenan Madu Lebah Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros. Jurnal Perennial 4(1), Hal 36 : 40, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar. Oktama, R. Z, 2013. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Pendidikan Anak Keluarga Nelayan Sugihwaras, Kec. Pemalang Kab. Pemalang Tahun 2013. Skripsi, Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Tidak dipublikasikan. Tahir, A., Bengen, D.G., dan Susilo, S.B., 2002. Analisis Kesesuaian Lahan Dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Balikpapan. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol 4. No 3. Hal 1-16. E.10