TUTURAN RITUAL MALABUH PADA MASYARAKAT BANJAR KALIMANTAN SELATAN (RITUAL SPEECH MALABUH IN BANJAR COMMUNITY OF SOUTH KALIMANTAN)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS JAMBI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. Iman adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perbuatan batin (hati)

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. tradisi di dalam masyarakat. Sebuah siklus kehidupan yang tidak akan pernah

KEPERCAYAAN BUAYA GAIB DALAM PERSPEKTIF URANG BANJAR BATANG BANYU DI SUNGAI TABALONG. Mursalin

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

Skripsi. diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah. Oleh : James Paul Piyoh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

DESKRIPSI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BUKATEJA

ARTIKEL ILMIAH. diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (Strata I)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM FILM DI BAWAH LINDUNGAN KABAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM UPACARA AQIQAH MASYARAKAT BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Refly, Bahasa Etika Postmodernisme, (Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada, 2006), h. 53.

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

ANALISIS HERMENEUTIKA GAYA KOMUNIKASI DAI DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh

BAB VII PEN UTUP. Dalam penelitian ini, berdasarkan data serta analisa di bab IV dan V, dapat

KEABSAHAN PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR SESUAI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 (STUDY KASUS DI KUA KECAMATAN SUKOREJO) SKRIPSI

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS DATA. dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 115

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

ANALISIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATERI HIMPUNAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BAKI

BAB I PENDAHULUAN. Sangihe merupakan daerah kepulauan yang terletak di Provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian.

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

BAB IV ANALISIS. yang berlangsung secara turun-temurun yang diwarisi oleh pelaku dari leluhur

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENGAJIAN AKBAR DALAM RANGKA SEDEKAH DESA KRAJAN WUJIL KECAMATAN BERGAS

BAB I PENDAHULUAN. memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu

Kajian Folklor Tradisi Larungan di Desa Pagubugan Kulon Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap

BAB III TRADISI TINGKEPAN PARI DI DESA PANDAN. tidak dapat dengan detail mengetahui semua fenomena-fenomena alam yang

PERBEDAAN MAKNA KATA-KATA BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA MELAYU PATTANI YANG DIGUNAKAN OLEH MAHASISWA THAILAND DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Skripsi. diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah. Oleh : Mornika Wendy

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

Diajukan Oleh: KISWADI A

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. terutama sekali terdiri dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayaan

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

II. Tinjauan Pustaka. masyarakat (Johanes Mardimin, 1994:12). Menurut Soerjono Soekanto, tradisi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penulis meninjau langsung ke lapangan atau lokasi kampus Universitas Lambung

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kepercayaan ini menimbulkan perilaku tertentu seperti berdo a,

BUPATI BENGKALIS SAMBUTAN BUPATI BENGKALIS PEMBUKAAN MALAM PERGELARAN KESENIAN DARI BERBAGAI SUKU SEMPENA HARI JADI KE-505 BENGKALIS TAHUN 2017

TRADISI MELAHIRKAN DENGAN PERANTARA DUKUN BERANAK DI DESA TARAMANA KECAMATAN ALOR TIMUR KABUPATEN ALOR

Dosen Pembimbing : Muhammad Akram SIP., MPS

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

Citra Pantai Bali dalam Antologi Puisi Impian Usai Karya Wayan Sunarta: Kajian Semiotik

BAB I PENGANTAR. I.I. Latar Belakang Masalah. secara kolektif dalam suatu masyarakat ( Mardimin, 1994: 55 ). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia

PERANAN KEPALA DESA DALAM MENINGKATKAN SIKAP PATRIOTISME PADA MASYARAKAT DI DESA PENGADEGAN KECAMATAN WANGON KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. animisme dan dinamisme. Masyarakat tersebut masih mempercayai adanya rohroh

EKA JAYANTI ANDRIANINGSIH NIM.

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda,

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Reprersentasi Sosial Tentang Pemena Pada Masyarakat Desa Gunung Kabupaten Tanah Karo

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

Transkripsi:

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya Vol 11, No 1, April 2021 ISSN 2089-0117 (Print) Page 99-110 ISSN 2580-5932 (Online) TUTURAN RITUAL MALABUH PADA MASYARAKAT BANJAR KALIMANTAN SELATAN (RITUAL SPEECH MALABUH IN BANJAR COMMUNITY OF SOUTH KALIMANTAN) Raudatul Munawwarah & Rusma Noortyani Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Bridjend H.Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi Banjarmasin, e-mail raudatulmunawwarah19@gmail.com Abstract Ritual Speech Malabuh In Banjar Community of South Kalimantan. This study aimed to determine the structure, function, and to analyze the ritual speech of malabuh meaning in Banjar community, South Kalimantan. In examining this problem, researchers used a qualitative research with descriptive method. Sources of data in this study were some data of ritual speech that obtained from 10 informants who have experience in performing malabuh ritual. Data collection techniques used interview through recording the spoken speech by informants. Data analysis used transcription, identification, classification, and inference of data to determine the structure, function, and meaning of ritual speech. The result of the research concludes that the structure of the malabuh ritual speech has a structure consisting of one (1) verse, which is a maximum of 7 lines and a minimum of 1 line. This ritual speechs have the complete sentence structure and have structural elements consisting of greeting, intention, and purpose. Ritual speech of malabuh was functioned as an introduction or a tool to invoke God's power, either directly or through an intermediary by the mystical crocodile which is believed have the power to provide protection or to eliminate the disturbance. The ritual speech that analyzed with hermeneutic approach performed significantly as a communication medium for serving malabuh ritual offerings. Key words: malabuh, ritual speech, mystical crocodile, banjar community Abstrak Malabuh pada Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur, fungsi, dan menganalisis makna tuturan ritual malabuh pada masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Dalam mengkaji masalah ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data tuturan ritual yang didapat dari 10 informan yang memiliki pengalaman melakukan ritual malabuh. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara melalui perekaman dan pencatatan tuturan lisan yang diucapkan oleh informan. Analisis data yang digunakan dengan pentraskripsian data, pengidentifikasian data, pengklasifikasian data, dan penyimpulan data untuk mengetahui struktur, Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 99

fungsi, dan makna tuturan ritual malabuh. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur tuturan ritual malabuh memiliki struktur yang terdiri dari terdiri dari satu (1) bait, dimana berjumlah paling banyak 7 baris dan paling sedikit 1 baris. Tuturan ritual malabuh ini memiliki struktur kalimat yang lengkap dan memiliki unsur pembangun struktur yang terdiri dari salam pembuka, unsur niat, dan unsur tujuan. Fungsi tuturan ritual malabuh sebagai pengantar atau alat untuk memohon kekuasaan Tuhan, baik secara langsung maupun melalui perantara buaya gaib yang dipercaya memiliki kekuatan untuk memberikan perlindungan atau dihilangkan gangguan yang sedang dihadapi. Tuturan ritual yang dianalisis menggunakan pendekatan hermeneutik bermakna sebagai media komunikasi untuk menyajikan sajian ritual malabuh tersebut. Kata-kata kunci : malabuh, tuturan ritual, buaya gaib, masyarakat banjar PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat Banjar diwarnai dengan kekayaan budaya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Julukan kota seribu sungai menjadi faktor penting yang berkaitan erat dengan mitos-mitos serta tradisi-tradisinya. Salah mitos yang beredar yaitu adanya kisah Buaya Kuning dan Buaya Putih (Datu Kartamina, si manusia buaya) yang berasal dari daerah Kelua, salah satu daerah di Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Selatan. Dikisahkan bahwa datu Kartamina memiliki kesaktian mampu berubah wujud menjadi buaya kuning di sungai. Oleh karena itu, mitos ini diyakini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Banjar terutama yang merupakan keturunan dari wilayah Kelua dalam hal memelihara buaya gaduhan. Masyarakat Banjar percaya bahwa datuk, kakek, nenek, dan keturunannya memiliki hubungan dengan buaya gaib tersebut. Istilah ini dikenal dengan bagaduhan buhaya (memelihara buaya), basahabat (bersahabat), atau menghormati tuah buhaya (buaya) (Mursalin, 2015). Berdasarkan penuturan beberapa sumber, buaya gaib ini dulunya digunakan sebagai media penjagaan pada zaman penjajahan serta untuk para pedagang yang berniaga melalui jalur sungai. Masyarakat yang memiliki buaya mempercayai bahwa buaya tersebut memiliki kekuatan supranatural yang dapat menjaga mereka dari bahaya. Pada kepercayaan ini terdapat tradisi malabuh yang merupakan syarat yang harus dikerjakan oleh masyarakat yang memiliki buaya gaduhan yaitu dengan cara memberi makan buaya gaib tersebut. Kegiatan malabuh adalah proses menaruh, melepas, atau meletakkan makanan kepada buaya gaib yang ada di dalam air. Pelaksanaannya biasanya diawali dengan penyajian makanan sesaji berupa ketan kuning, telur ayam/itik, pisang, kopi manis-pahit, serta beberapa variasi makanan lainnya yang dibawa ke sungai. Tavárez (2014) mengatakan tuturan ritual merupakan suatu bentuk komunikasi yang berdasarkan niat kolektif dalam menghubungkan struktur makrokosmos (dunia nyata) dan mikrokosmos (ruang waktu sosial ritual). Sebagaimana Duranti (2004) juga berpendapat bahwa tuturan ritual berfungsi melalui komunikasi pada interaksi sosial dalam memanjatkan pengharapan dan ucapan syukur kepada Tuhan. Salah satu yang menarik dalam tuturan ritual malabuh ini berisi 100 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

makna unsur keagamaan dalam mengungkapkan pengharapan kepada Tuhan serta bentuk komunikasi sosial kepada buaya gaib yang merupakan milik dari pelaksana ritual tersebut. Hal yang mendasari penelitian ini ialah keberadaan bacaan tuturan ritual pada ritual malabuh yang masih belum mendapat perhatian terhadap kajian kebahasaannya. Tuturan ritual tersebut dibacakan pada saat menjelang hidangan tersebut dilabuh atau diberikan kepada buaya gaib yang ada di sungai. Dengan adanya tuturan ritual ini diyakini dapat memanggil buaya gaib yang dipelihara oleh datu-datu mereka terdahulu. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana struktur, fungsi, dan makna bacaan tuturan ritual dalam ritual malabuh masyarakat Banjar? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur dan fungsi, serta menganalisis makna tuturan ritual dalam ritual malabuh masyarakat Banjar. Penelitian yang dilakukan oleh Mursalin (2015) berupa artikel jurnal berjudul Kepercayaan Buaya Gaib dalam Perspektif Urang Banjar Batang Banyu di Sungai Tabalong ini memberikan penjelasan tentang ritual malabuh yang dilakukan oleh Masyarakat Banjar. Rafiek (2017) dalam bukunya yang berjudul Teori Sastra: Dari Kelisanan Sampai Perfilman menyatakan bahwa melabuh (malabuh) merupakan tradisi tahunan dengan memberi makan buaya inguan atau gaduhan dengan sesajen tertentu. Demikian juga dalam penelitian jurnal oleh Basrian, Maimanah, & Arni (2014) berjudul Kepercayaan dan Perilaku Masyarakat Banjar dalam Hubungan Kekerabatan dengan Buaya Jelmaan di Banjarmasin dan Banjarbaru menyatakan hal yang sama bahwa sebagian kepercayaan masyarakat Banjar adalah kepercayaan adanya jalinan hubungan kekerabatan antara mereka dan makhluk gaib yang menjelma menjadi buaya. Dengan adanya kepercayaan tersebut masyarakat Banjar memberi sesaji ke sungai dengan harapan agar buaya tersebut tidak mengganggu juriat pemeliharanya. Namun, penjelasan yang diberikan penelitian tersebut masih bersifat terbatas dan tidak ada kajian khusus tentang unsur kebahasaannya. Selain itu, pada penelitian Sabur (2015) dalam artikel jurnal yang berjudul Jenis, Makna, Dan Fungsi Lelei Masyarakat Dayak Ngaju; penelitian Yahya (2016) tentang Kajian Jenis, Fungsi, dan Makna Mantra Bugis Desa Tanjung Samalantakan; dan penelitian Saputra (2015) yang berjudul Kajian Semiotik Michael Riffaterre Atas Kumpulan Puisi Serumpun Ayat-Ayat Tuhan Karya Iberamsyah Barbary memberikan penjelasan tentang penelitian sastra berbentuk kajian semiotika. Beranjak dari beberapa penelitian tersebut, peneliti mencoba memperdalam kajian ini dengan mengkaji tuturan ritual malabuh ini berdasarkan struktur dan fungsi serta menganalisis maknanya berdasarkan semiotika. Pendekatan teori hermeneutik digunakan oleh peneliti setelah membaca penelitian Noormaidah (2017) berjudul Kajian Jenis, Fungsi, dan Makna Mantra Bakumpai dan penelitian Susilawati (2018) yang berjudul Antologi Puisi Tadarus Karya A. Mustofa Bisri: Kajian Hermeneutik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba menerapkannya dalam menganalisis makna dari tuturan ritual malabuh yang dilakukan oleh masyarakat Banjar Kalimantan Selatan menggunakan pendekatan hermeneutik. Selain itu, ritual malabuh ini semakin menarik untuk diteliti setelah membaca buku Geertz (1976) yang berjudul The Religion of Java (Agama Jawa). Buku ini membahas kajian lengkap tentang praktik kelompok Abangan yang merepresentasikan pola perilaku keagamaan yang cenderung masih dipengaruhi animistis, dengan slametan sebagai pusat ritual dan memperhatikan hubungan mereka dengan makhluk halus/gaib. Oleh karena itu, Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 101

buku ini menjadi sumber rujukan dalam mempelajari pola budaya masyarakat yang bersifat animistis sama halnya dalam ritual malabuh yang dipraktikkan oleh masyarakat Banjar. METODE Penelitian ini berjenis kualitatif dengan metode deskriptif. Santosa (2015) menyatakan bahwa diperlukan ketajaman analisis, objektivitas, sistematik, dan sistemik dalam penelitian kualitatif sehingga diperoleh hasil yang tepat dalam menginterpretasi sastra. Tuturan ritual harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural yang terdiri dari berbagai unsur kebahasaan. Pembacaan hermeneutik dianggap tepat dalam menganalisis isi dan makna tuturan ritual malabuh secara semiotik karena diperlukan penafsiran/interpretasi dalam memahami makna dan maksud tujuan tuturan ritual tersebut dibacakan. Untuk pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang memenuhi persyaratan, yaitu: 1) informan adalah suku Banjar; 2) memiliki tradisi melabuh berdasarkan pewarisan turun temurun; 3) masih melaksanakan tradisi tersebut sampai sekarang. Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah melalui perekaman dan pencatatan tuturan lisan yang diucapkan oleh informan. Ada 10 data tuturan ritual melabuh yang didapatkan dalam penelitian ini yang berasal dari informan bersuku Banjar, seperti Kelua, Barito Kuala, Amuntai, Banjarmasin, Martapura, dan Bahaur. Data yang diperoleh berbentuk data lisan yang kemudian ditranskrip dalam bentuk tertulis. Analisis data yang digunakan dengan pentraskripsian data, pengidentifikasian data, pengklasifikasian data, dan penyimpulan data untuk mengetahui struktur, fungsi, dan makna tuturan ritual malabuh. HASIL DAN PEMBAHASAN Ritual malabuh adalah proses menaruh, melepas, atau meletakkan sesaji kepada buaya yang ada didalam air. Pelaksanaannya biasanya berbeda-beda waktunya bergantung adat kebiasaan yang diwariskan oleh generasi nenek moyang terdahulu. Ada yang ditentukan berdasarkan bulan hijriah seperti pada bulan Muharram, Shafar, Rabiul Awal ataupun Dzulhijjah, dan ada juga yang berdasarkan penanggalan bulan Masehi. Namun, ada juga beberapa orang yang melakukan ritual malabuh saat diadakannya acara-acara besar keluarga seperti pernikahan, mandi 7 bulanan, kelahiran anak, ataupun sunatan anak. Adapula yang berdasarkan alasan karena dilanda sakit maupun kesurupan yang diisyaratkan karena dipingit (diberi tanda) oleh buaya gaduhannya. Adapun sesaji yang disediakan pada ritual malabuh ini pada umumnya adalah lakatan (ketan) kuning, telur ayam/itik, pisang, yang merupakan sajian yang selalu ada saat malabuh. Ada juga yang menambahkan kue 41 macam, kopi manis-pahit, rokok, air santan, air gula dan kembang berenteng (rangkaian bunga) serta upung mayang sesuai dengan kebiasaan tradisi keluarga masingmasing. Sesaji malabuh itu memiliki makna yang berhubungan dengan buaya maupun dengan pihak keluarga itu sendiri. Secara makna adanya ketan kuning supaya hubungan keluarga selalu erat; telur bermakna ada arti unsur keislaman yang mencakup syariat dan hakikat; adapun pisang bermakna keberlimpahan rezeki. Selain itu, juga ada makna terhadap buaya itu sendiri, dimana 102 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

upung mayang sebagai simbol badan, rangkaian bunga menyimbolkan telinga, pisang melambangkan gigi, ketan kuning dan telur melambangkan perut dan pusar. Seluruh sajian malabuh ini memberikan simbol adanya ikatan antara budaya Banjar dengan agama Islam serta antara manusia dan buaya tersebut. Ritual malabuh biasanya dilakukan oleh tokoh adat (tukang tamba) maupun oleh keturunan keluarga itu sendiri. Prosesi ini diawali dengan acara selamatan melalui pembacaan doa di rumah dan kemudian sebagian dari sesaji makanan itu dibawa ke sungai untuk dilabuh. Saat dipinggir sungai itulah kemudian dibacakan tuturan ritual untuk memanggil kehadiran buaya gaib itu. Sesaji tersebut kemudian dilabuh dengan cara memasukkan tangan ke dalam air sampai siku melalui gerakan seperti menyodorkan makanan kepada buaya tersebut. Sejalan dengan penelitian ini, Geertz (1976) dalam bukunya yang berjudul The Religion Of Java (Agama Jawa) mengatakan bahwa segala jenis makhluk halus duduk bersama kita dan menikmati makanan saat acara slametan karena makanan itulah yang menjadi inti dari slametan tersebut. Oleh karena itu, menurut pengalaman sebagian orang yang melakukan ritual malabuh ini, mereka dapat melihat dan merasakan kehadiran buaya gaib memakan sajian saat ritual malabuh tersebut berlangsung. 1. Struktur Malabuh Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ternyata terdapat beberapa variasi bacaan tuturan ritual yang digunakan saat malabuh makanan (sesaji) untuk buaya. Variasi ini terdapat pada penggunaan pilihan kata (diksi) yang berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena pewarisan tuturan tuturan ritual dari nenek moyang (padatuan) terdahulu yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. 1) Data 1 Assalamu alaikum wahai datu Abi Assalamu alaikum wahai datu Kartamina Assalamu alaikum wahai datu sii Amputa Assalamu alaikum wahai datu sii Ja far Assalamu alaikum wahai datu-datu Kelua Ini ada sadikit sedekah dari anak cucu pian si... Datanglah... Assalamu alaikum wahai datu Abi Assalamu alaikum wahai datu Kartamina Assalamu alaikum wahai datu sii Amputa Assalamu alaikum wahai datu sii Ja far Assalamu alaikum wahai datu-datu Kelua Ini ada sedikit sedekah dari anak cucu mu si... Datanglah... Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 103

2) Data 2 Asyhaduallailaha illaallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad (3x) Assalamu alaikum datu Kartamina Mambari makan datuai ini apa adanya Ibarat ada kekurangannya minta ampuni Ini anak cucu pian mambariakan. 3) Data 3 Datu... ulun malabuh akan atas nama... diberi sehat diberi berezeki banyak wan jangan diharu biru lagi anak cucu pian 4) Data 4 Assalamu alaikum Datu Tabuan Ranggas ulun cucu pian handak maantari pian makan mohon ditarima akan jaga akan kami anak cucu pian 5) Data 5 Assalamu alaikum datu ini kami bari makanan gasan bagianmu Jangan diganggu anak cucu 6) Data 6 Asssalamu alaikum Nabi Khidr Datu-Datu...ni makanan sagan pian Jangan diaur lagi anak cucu pian 7) Data 7 Assalamu alaikum... Siapa yang ampun bagian silakan diambil Asyhaduallailaha illaallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad (3x) Assalamu alaikum datu Kartamina Memberi makan seadanya wahai datu Mohon ampun apabila ada kekurangan Anak cucu mu yang memberikan Assalamu alaikum Nabi Khadir Wahai Datu... saya memberi makan atas nama... diberikan kesehatan dan rezeki berlimpah dan tidak diganggu lagi anak cucu mu Assalamu alaikum Datu Tabuan Ranggas Aku cucu mu yang mau mengantarkan makanan mohon diterima tolong jagakan anak cucu mu Assalamu alaikum datu ini kami berikan makanan untuk kalian jangan diganggu anak cucu Datu-Datu... ini makanan untukmu Jangan diganggu lagi anak cucu mu Assalamu alaikum Siapa yang punya silakan diambil 104 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

8) Data 8 Minta air untuk anak/cucu kami yang bangaran... 9) Data 9 Assalamu alaikum... Hidangan ini ulun serahkan kepada yang berhak 10) Data 10 Assalamu alaikum, buaya... (dikiyau 4 nama buayanya) Minta air untuk anak cucu kami yang bernama... Assalamu alaikum Hidangan ini saya berikan kepada yang berhak Assalamu alaikum wahai buaya... (dipanggil 4 nama buaya) Seluruh data tuturan ritual di atas memiliki unsur judul yang sama, yaitu bacaan malabuh. Tuturan ritual malabuh memiliki struktur yang umumnya terdiri dari satu (1) bait, dimana berjumlah paling banyak 7 baris dan paling sedikit 1 baris. Pada tuturan malabuh ini terdapat kata yang menunjukkan niat atau inti dari ritual yang dilakukan oleh penutur. Inti tuturan tersebut berupa niat untuk memberi makan buaya gaib. Salah satunya terdapat pada kalimat ulun cucu pian handak maantari pian makan, terdiri dari kata ulun cucu pian sebagai subjek (S), handak maantari sebagai predikat (P), pian sebagai objek (O), dan makan sebagai keterangan (Ket). Selain itu juga dapat dilihat pada kalimat ulun malabuh akan atas nama... terdiri dari ulun sebagai subjek (S), malabuh akan merupakan predikat (P), atas nama... sebagai objek (O). Unsur pembangun struktur tuturan ritual malabuh terdapat pada salah satu contoh berikut: Unsur Struktur Isi Unsur Struktur Salam pembuka Unsur niat Datu... ulun malabuh akan atas nama... Unsur tujuan diberi sehat diberi berezeki banyak wan jangan diharu biru lagi anak cucu pian 2. Fungsi Malabuh Adapun secara umum, fungsi dari ritual malabuh ini adalah: a. menyambung tali kekerabatan dengan buaya gaib yang telah dipelihara sejak datu-datu terdahulu. b. agar tidak diganggu saat melaksanakan kegiatan besar yang diadakan keluarga. c. bersedekah kepada buaya datu-datu kelua dan makhluk yang ada di air. d. agar tidak lagi mendapat gangguan seperti sakit/kesurupan. Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 105

Hasil penelitian lain menunjukkan dalam ritual malabuh terdapat fungsi manifest bahwa tuturan ritual malabuh untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada buaya gaib atas perlindungan dari segala bahaya dan untuk menghindari gangguan (Mursalin, 2015). Sejalan dengan penelitian ini, tuturan ritual malabuh secara umum bertujuan sebagai pengantar atau alat untuk memohon kekuasaan Tuhan, baik secara langsung maupun melalui perantara buaya gaib yang dipercaya memiliki kekuatan untuk memberikan perlindungan atau dihilangkan gangguan yang sedang dihadapi. 3. Makna Malabuh Untuk memahami dan memberi makna pada teks tuturan ritual diperlukan analisis tuturan ritual. Pembacaan hermeneutika dianggap mampu menjelaskan dan memberikan makna tuturan ritual secara semiotik. Pembacaan hermeneutika adalah pembacaan ulang tingkat kedua untuk menginterpretasikan makna secara utuh. Dari beberapa data tuturan ritual malabuh ini, peneliti mengklasifikasikannya dalam beberapa versi sebagai berikut. a. Makna tuturan ritual data 1 Assalamu alaikum wahai datu Abi Assalamu alaikum wahai datu Kartamina Assalamu alaikum wahai datu sii Amputa Assalamu alaikum wahai datu sii Ja far Assalamu alaikum wahai datu-datu Kelua Tuturan ritual ini merupakan pembuka dari tuturan ritual malabuh yang diawali dengan kalimat salam Assalamualaikum yang merupakan penanda bahwa telah terjadi akulturasi agama Islam dengan budaya, dimana aspek kepercayaan terhadap buaya gaib ini berdampingan harmonis dengan keimanan kepada Allah SWT. Pemanggilan salam kepada datu Abi, datu Kartamina, datu Amputa, datu Ja far, dan datu-datu Kelua pada umumnya merupakan sebuah simbol penghormatan kepada datu nenek moyang asal yang memelihara buaya ini. Pada masyarakat Banjar dikenal istilah panggilan datu yang memberikan penanda untuk makhluk gaib yang tidak bisa dilihat lewat panca indera, sehingga ada kepercayaan bahwa datu-datu ini memang masih ada dan hidup menggaib. Para datu tersebut berasal dari daerah Kelua, sehingga daerah ini dikenal sebagai tempat asal usul mitos buaya ini. Menurut kepercayaan, datu-datu tersebut akan datang saat ritual malabuh dilakukan. Ini ada sadikit sedekah dari anak cucu pian si... Datanglah... Isi tuturan ritual tersebut bermakna memanggil buaya gaib tersebut agar datang untuk memakan sesaji tersebut. Kalimat ini ada sadikit sedekah dari anak cucu pian si... merupakan kalimat inti yang memberitahukan kalau sedekah sesaji itu berasal dari anak cucu yang memelihara buaya gaduhan tersebut. Nama orang yang memberikan sesaji itu disebutkan agar buaya gaib tersebut mengenali siapa yang memberinya makan. 106 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

b. Makna tuturan ritual data 2 Asyhadulallailaha illaallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad 3x Assalamu alaikum datu Kartamina Pembuka tuturan ritual tersebut diawali dengan kalimat syahadat dan sholawat yang menjadi simbol peran agama Islam dalam ritual melabuh ini. Lafadz Assalamu alaikum kepada datu Kartamina menjadi penanda bahwa asal usul ritual malabuh ini berasal dari datu penutur tuturan ritual yang bernama datu Kartamina. Lafadz merupakan salam penghormatan kepada Nabi Khidr sebagai penguasa alam air. Mambari makan datuai ini apa adanya Ibarat ada kekurangannya minta ampuni Ini anak cucu pian mambariakan. Makna kalimat mambari makan datuai ini apa adanya dan ibarat ada kekurangannya minta ampuni sebagai penanda ucapan mempersilakan makan dan memohon kerelaan jika terdapat kekurangan pada makanan yang diberikan. Tuturan ritual ini ditutup dengan kalimat memberitahukan bahwa anak cucu keturunan datu yang memberikan sajian makanan ini. c. Makna tuturan ritual data 3 Kalimat pembuka pada tuturan ritual ini juga diawali kalimat salam kepada Nabi Khidr AS. sebagai penguasa alam air. Mursalin (2018) berpendapat Nabi Khidr merupakan tokoh mitologis yang berhubungan dengan air (sungai) dalam perspektif masyarakat Banjar. Mereka mempercayai bahwa Nabi Khidr masih hidup dan menjaga sungai dan diimplementasikan dalam ungkapan bapadah (minta izin) saat malabuh ke sungai. Datu, ulun malabuh akan atas nama... diberi sehat diberi berezeki banyak wan jangan diharu biru lagi anak cucu pian isi tuturan ritual tersebut bermakna kalimat meminta ijin untuk memberikan makanan atas nama orang yang menjadi keturunan datu tersebut. Biasanya malabuh bisa dilakukan sendiri ataupun diwakilkan dengan tokoh adat yang bisa melakukannya, sehingga disebutkanlah malabuh akan atas nama.... kalimat terakhir diberi sehat diberi berezeki banyak merupakan doa dan harapan agar mendapatkan kesehatan dan kelimpahan rezeki dan wan jangan diharu biru lagi anak cucu pian merupakan kalimat permohonan agar tidak diganggu lagi (diharu biru) dengan berbagai gangguan seperti sakit ataupun kesurupan. Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 107

d. Makna tuturan ritual data 4 Assalamu alaikum Datu Tabuan Ranggas Tuturan ritual ini diawali dengan mengucap salam memanggil nama buaya tersebut yang bernama datu Tabuan Ranggas. Berdasarkan wawancara dengan Mursalin (2020), penamaan buaya tersebut bermacam-macam dari berbagai keluarga yang memiliki buaya gaib ini. Namun, ada juga penamaan buaya yang bersifat privasi, dimana hanya anak cucu keturunan dari pemelihara buaya ini yang mengetahui nama buaya tersebut. ulun cucu pian handak maantari pian makan mohon ditarima akan jaga akan kami anak cucu pian Kalimat ulun cucu pian handak maantari pian makan dan mohon ditarima akan merupakan inti pesan tuturan ritual yang bermaksud untuk menyerahkan makanan sajian untuk buaya. Kalimat penutup jaga akan kami anak cucu pian berisi makna doa/permohonan agar tidak mendapat gangguan seperti sakit atau kesurupan karena dipingit oleh buaya tersebut. Berdasarkan pengalaman beberapa orang, pingitan itu muncul karena buaya tersebut minta diperhatikan dan diberikan makanan melalui ritual malabuh. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data tuturan ritual malabuh tentang struktur dan fungsi tuturan ritual malabuh serta pembacaan makna tuturan ritual melalui pendekatan hermeneutik, dapat disimpulkan: A. Secara umum, struktur tuturan ritual malabuh memiliki struktur yang terdiri dari terdiri dari satu (1) bait, dimana berjumlah paling banyak 7 baris dan paling sedikit 1 baris. Tuturan ritual malabuh ini memiliki struktur kalimat yang lengkap dan memiliki unsur pembangun struktur yang terdiri dari salam pembuka, unsur niat, dan unsur tujuan. B. Tuturan ritual malabuh bertujuan sebagai pengantar atau alat untuk memohon kekuasaan Tuhan baik secara langsung maupun melalui perantara buaya gaib yang dipercaya memiliki kekuatan untuk memberikan perlindungan atau dihilangkan gangguan yang sedang dihadapi. C. Tuturan ritual malabuh bermakna sebagai media komunikasi untuk memanggil buaya agar memakan sajian malabuh tersebut, serta unsur pengharapan agar tidak mendapat gangguan dari buaya gaib tersebut. Saran Disarankan adanya penelitian lebih lanjut tentang variasi tuturan ritual malabuh yang masih banyak terdapat di kalangan masyarakat Banjar mengingat dalam penelitian ini jumlah tuturan ritual yang diteliti masih terbatas. 108 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

DAFTAR RUJUKAN Basrian, B., Maimanah, M., & Arni, A. (2014). Kepercayaan dan Perilaku Masyarakat Banjar dalam Hubungan Kekerabatan dengan Buaya Jelmaan di Banjarmasin dan Banjarbaru. Tashwir, Jurnal Penelitian Agama dan Sosial Budaya, Volume 1, Nomor 2, hlm. 47-59 Duranti A. (2004). A Companion to Linguistics Anthropology USA: Blackwell Publishing Ltd. Geertz, C. (1976). The religion of Java. University of Chicago Press. GS, Didi. (2018). Tradisi Malabuh Persembahan Kepada Buaya Kuning. (Online), (https://jejakrekam.com/2018/02/26/tradisi-malabuh-persembahan-kepada-buaya-kuning/, diakses tanggal 17 Desember 2020). Mursalin, M. (2015). Kepercayaan Buaya Gaib Dalam Perspektif Urang Banjar Batang Banyu Di Sungai Tabalong. Jurnal Socius, Volume 4 Nomor 2, diakses tanggal 10 Desember 2020. Mursalin. (2018). Nabi Khidr Menurut Masyarakat Banjar (Online), (https://alif.id/read/mursalin/nabi-khidr-menurut-masyarakat-banjar-b213518p/, diakses tanggal 17 Desember 2020). Noormaidah. (2017). Kajian Jenis, Fungsi, Dan Makna Mantra Bakumpai (Types, Functions, and Meaning Analysis of Bakumpai Mantras). Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, Volume 7, Nomor 1, hlm. 95-113. Rafiek. M. (2017). Teori Sastra: Dari Kelisanan Sampai Perfilman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sabur, S. (2015). Jenis, Makna, Dan Fungsi Lelei Masyarakat Dayak Ngaju (Type, Meaning, and Function of Lelei From Dayak Ngaju Society). Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya (JBSP), Volume 5, Nomor 1, hlm. 14-24. Santosa, P. (2015). Metodologi Penelitian Sastra: Paradigma, Proposal, Pelaporan, dan Penerapan. Yogyakarta: Azzagrafika. Saputra, R. R. (2015). Kajian Semiotik Michael Riffaterre Atas Kumpulan Puisi Serumpun Ayat- Ayat Tuhan Karya Iberamsyah Barbary (A Study Of Semiotics Michael Rifaterre In Serumpun Ayat-Ayat Tuhan Poem Anthology By Iberamsyah Barbary). Jurnal Bahasa Sastra dan Pembelajarannya, Volume 5, No 2, hlm. 274-287. Susilawati, D. (2018). Antologi Puisi Tadarus Karya A. Mustofa Bisri: Kajian Hermeneutik (The Poetry Anthology Of Tadarus By A. Mustofa Bisri: Hermeneutics Analysis). Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya (JBSP), Volume 7, Nomor 2, hlm. 275-292. Tavárez, D. (2014). Ritual language. In N. Enfield, P. Kockelman, & J. Sidnell (Eds.), The Cambridge Handbook of Linguistic Anthropology (Cambridge Handbooks in Language and Linguistics, pp. 516-536). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/cbo9781139342872.024 Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 109

Yahya, A. M. (2016). Kajian Jenis, Fungsi, dan Makna Mantra Bugis Desa Tanjung Samalantakan (A Study Of Types, Functions, And Meanings Buginese Mantras Of Tanjung Samalantakan Village). Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya (JBSP), Volume 6, Nomor 2, hlm. 169-185. 110 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya