BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Reviu Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Sari dkk (2017) tentang penentuan HPP berbasis metode full costing yang dilakukan pada usaha kerajinan tangan Nyiur Indah Desa Petandakan untuk menentukan HPP yang khususnya pada BOP seharusnya membebankan seluruh biaya overhead pabriknya diantaranya adalah biaya tenaga kerja tak langsung, biaya penyusutan bangunan, biaya penyusutan peralatan, biaya pemeliharaan bangunan, biaya pemeliharaan peralatan, biaya listrik dan air, biaya telefon, dan biaya administrasi karena pada usaha kerajinan usaha Nyiur Indah sendiri tidak memasukan biaya-biaya tersebut yang menyebabkan terjadinya selisih laba sebesar Rp.7.023/buah untuk buah dulang, buah bokor dan buah nare. Kemudian pada HPP nya juga seharusnya sesuai agar perhitungan pada harga jualnya menjadi akurat agar tidak terjadi kerugian. Sedangkan peneleitian Bahtiar (2017) yang membahas perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing yang dilakukan di UD. Dhipati Jaya menyatakan bahwa perhitungan biaya bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan masih belum tepat, perhitungan biaya bahan baku langsung masih mencampurkan antara biaya bahan baku sesungguhnya dengan bahan penolong, yang seharusnya biaya bahan penolong tidak masuk dalam perhitungan biaya bahan baku langsung melainkan biaya overhead pabrik variabel. Kemudian dalam perhitungan biaya tenaga kerja langsungnya 6
7 perusahaan juga belum memisahkan antara biaya tenaga kerja tetap dengan biaya tenaga kerja tidak tetap, yang seharusnya biaya tenaga kerja tetap masuk dalam perhitungan biaya overhead pabrik tetap. Kemudian perhitungan biaya overhead pabrik variabelnya masih belum tepat, beberapa biaya produksi antara lain biaya listrik, biaya telepon dan biaya penolong seharusnya masuk kedalam biaya overhead pabrik variabel. Untuk biaya overhead tetapnya pun juga kurang tepat, perusahaan masih mencampurkan keseluruhan biaya overhead tetap nya yaitu biaya transportasi, biaya perawatan mesin, biaya bahan bakar mesin, dan biaya administrasi. Perusahaan juga belum memperhitungkan biaya-biaya lain seperti penyusutan mesin, biaya penyusutan gedung, dan biaya penyusutan kendaraan. Perhitunganperhitungan yang tidak tepat sasaran tersebut berpengaruh terhadap pengukuran harga pokok produksi perusahaan yang tidak efisien. Kemudian di penelitian Budiman dkk (2019) dengan penelitiannya tentang bagaimana analisis penentuan biaya produksi dengan menggunakan metode full costing untuk menentukan harga jual pada PT. Blue Ocean Grace International menyarankan untuk menggunakan metode full costing untuk meningkatkan harga jual dari produk-produknya dari menghitung biaya produksinya dengan benar, kemudian dalam menetapkan harga jualnya, perusahaan harus memperhatikan biaya-biaya yang digunakan dalam proses produksinya. Pada Penelitian Sujarweni (2016) pada penelitiannya tentang implementasi penentuan harga pokok produksi untuk mencapai laba optimal yang dilakukan
8 pada UKM Industri Bakpia di wilayah Minomartani Sleman Yogyakarta diketahuibahwa dari 30 UKM Bakpia yang ada di sentra bakpia Minomartani Selman, hanya 13 UKM yang menetapkan harga jualnya dengan menggunakan harga pokok produksi sedangkan sisanya mengikuti harga pasaran. Dan terdapat perbedaan perolehan laba antara UKM yang sudah menerapkan metode penentuan HPP dan yang belum. Rata-rata perolehan laba UKM yang belum menghitung HPP yaitu sebesar Rp 2.326.471 sedangkan yang sudah menghitung HPP sebesar Rp 4.796.154. Pada penelitian Supriatna (2014) tentang analisis kontribusi efisiensi biaya produksi terhadap kemampulabaan pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Jawa Barat didapati bahwa sebagian besar unit kebun komoditi teh di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VIII di Wilayah Jawa Barat sudah menjalankan usahanya dengan efisien, hampir seluruh unit kebun komoditi teh sudah memiliki tingkat kemampulabaan yang cukup tinggi dilihat dari Gross Profit Marginnya. Dari efisiensi biaya produksi memberikan kontribusi positif terhadap tingkat kemampulabaan perusahaan meskipun nilai kontribusi cukup kecil, hal ini dikarenankan jenis usaha agro industri masihbergantung pada faktor alam dan lain sebagainya. B. Tinjauan Pustaka 1. Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfokus untuk mempelajari mengenai cara atau metode untuk mencatat, mengukur, hingga
9 melaporkan informasi mengenai biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi (Bustami dan Nurlela, 2006). Sedangkan menurut Kholmi dan Yuninsih (2009) akuntansi biaya merupakan proses pelacakan, pencatatan, pengalokasian, serta pelaporan yang disertai analisis terhadap berbagai macam biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas produksi sebuah perusahaan dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal utama yang perlu diantisipasi serta direncanakan dengan baik yaitu dengan melakukan efisiensi terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan pengendalian anggaran yang telah direncanakan. Akuntansi Biaya sendiri memiliki 2 fungsi yaitu: 1) Penentuan Harga Pokok Produksi atau Jasa (Cost of Good Sold) Bagian tugas utama dari akuntansi biaya adalah mencatat, menggolongkan, monitoring dan meringkas seluruh komponen biaya yang berhubungan dengan proses produksi, dari data historis ini dijadikan acuan pihak manajemen dalam penentuan harga pokok produksi. 2) Perencanaan dan Pengendalian Biaya (Forcasting and Controlling) Atas dasar data historis dari laporan keuangan tentang seluruh aktifitas biaya dapat dijadikan acuan dalam membuat perencanaan anggaran (Budgeting) kemudian melakukan monitoring terhadap penyimpangan biaya atas anggaran yang telah ditetapkan sehingga meningkatkan efisiensi biaya perusahaan.
10 Untuk memudahkan dalam melakukan pencatatan biaya dan menyusun laporan keuangan, serta memberikan gambaran informasi yang akurat kepada pihak manajemen, maka komponen biaya dikelompokkan dalam beberapa kelompok akun dengan klasifikasi sebagai berikut (Utami, 2017): a. Berdasarkan Fungsi Pokok dari Aktifitas Perseroan. 1) Biaya Produksi (Production Cost) atau Biaya Harga Pokok Produksi (Cost of Good Sold) meliputi : Biaya Bahan Baku (Material), Tenaga Kerja Langsung / Buruh (Direct Labour), dan Biaya Operasional (Direct Overhead). 2) Biaya Pemasaran (Marketing Expenses) : Biaya Promosi dan Iklan. 3) Biaya Administrasi dan Umum (General Administration Expenses) : Biaya Gaji Karyawan, Overhead Kantor, dan biaya terkait lainnya. b. Berdasarkan Kegiatan atau volume Produksi. 1) Biaya Variabel (Variable Cost), Komponen biaya proporsional sesuai mengikuti volume produksi yang dihasilkan. Contoh Biaya Bahan Baku dan Overhead Langsung. 2) Biaya Tetap (Fixed Cost), Biaya yang tidak dipengaruhi oleh volume produksi. Contoh Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour), walaupun volumenya disesuaikan dengan kapasitas produksi namun pembayarannya bersifat lumpsum per bulan.
11 c. Berdasarkan Objek yang Dibiayai. 1) Biaya Langsung (Direct Cost), Biaya yang dapat diidentifikasi langsung dengan objeknya. Contoh : Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour), dan Biaya Bahan Baku (Direct Material). 2) Biaya Tidak Lansung (Indirect Cost), Biaya yang tidak dapat diidentifikasi langsung dengan objeknya. Contoh : Biaya Overhead Pabrik (Direct Overhead). d. Berdasarkan Pembebanan Periode Akuntansi. 1) Biaya Investasi (Capital Expenditure), Biaya yang memberikan masa manfaat pada beberapa periode akuntansi. Contoh Mesin Pabrik biaya depresiasi penyusutannya selama 5 tahun. 2) Biaya Pengeluaran Penghasilan (Revenue Expenditure), Biaya yang dikeluarkan memberikan masa manfaat hanya pada satu periode akuntansi. Contoh : Biaya Overhead Pabrik. 2. Biaya Biaya adalah suatu pengeluaran atau pengorbanan di segi ekonomi dalam suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau pun perseorangan untuk memperoleh manfaat yang lebih. Penggolongan biaya menurut perilakunya bisa digolongkan menjadi tiga (Kristanto, 2013:5-6) yaitu:
12 a. Biaya Tetap (Fix Cost) Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Meskipun beberapa jenis biaya tampak sebagai biaya tetap, semua biaya sebenarnya bersifat variabel dalam jangka panjang. Satu jenis biaya tertentu sebaiknya diklasifikasikan sebagai biaya tetap hanya dalam rentang aktivitas yang terbatas. Rentang aktivitas yang terbatas ini sering disebut rentang yang relevan (relevant range). Total biaya tetap akan berubah di luar rentang aktivitas yang relevan. Beberapa pengeluaran bersifat tetap karena kebijakan manajemen misalnya tingkat iklan dan jumlah sumbangan sosial yang ditentukan oleh manajemen dan tidak terkait langsung dengan aktivitas penjualan atau produksi. Pengeluaran yang demikian kadang-kadang disebut sebagai beban tetap diskresioner (discretionary fixed costs) atau biaya tetap terprogram (programmed fixed cost). Pengeluaran yang membutuhkan suatu seri pembayaran selam jangka waktu yang lama disebut biaya tetap terkait (committed fixed cost). Contohnya adalah beban bunga atas utang jangka panjang dan sewa jangka panjang. b. Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas bisnis dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam
13 aktivitas bisnis. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang dan unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat didefinisikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Dalam praktik, hubungan antar aktivitas bisnis dan biaya variabel terkait biasanya dianggap linier yaitu total biaya variabel diasumsikan meningkat dalam jumlah konstan untuk setiap satu unit peningkatan dalam aktivitas bisnis, tetapi hubungan aktual jarang yang linier secara sempurna sepanjang rentang aktivitas yang mungkin. c. Biaya Semi-Variabel (Semi Variable Cost) Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakter-karakter dari biaya tetap maupun biaya variabel. Karakteristik biaya semivariabel adalah biaya ini meningkat atau menurun sesuai dengan peningkatan atau penurunan aktivitas bisnis namun tidak proporsional. Contoh biaya tersebut adalah biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung dan lain-lain. Dua alasan adanya karakteristik semivariabel pada beberapa jenis pengeluaran: 1) Pengaturan minimum mungkin diperlukan, atau kuantitas minimum dari perlengkapan atau jasa mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara kesiapan beroperasi. Di luar tingkat minimum
14 biaya, yang biasanya tetap, tambahan biaya bervariasi terhadap volume. 2) Klasifikasi akuntansi, berdasarkan objek pengeluaran atau fungsi, umumnya pengelompokan biaya tetap dan biaya variabel bersama-sama. Misalnya, biaya mesin uap yang digunakan untuk memanaskan ruangan, yang tergantung pada kondisi cuaca dan mesin uap yang digunakan untuk proses produksi, yang tergantung pada volume produksi, mungkin dibebankan ke perkiraan yang sama, sehingga mengakibatkan tercampurnya biaya tetap dengan biaya variabel pada perkiraan yang sama. Untuk merencanakan, menganalisis, mengendalikan atau mengevaluasi biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda, biaya tetap dan biaya variabel harus dipisahkan. Biaya-biaya yang seluruhnya tetap atau seluruhnya variabel dalam rentang aktivitas yang diantisipasi harus diidentifikasi serta komponen tetap dan variabel dari biaya semivariabel harus diestimasikan. Pemisahan biaya tetap dan variabel tersebut diperlukan untuk tujuan-tujuan berikut (Kristanto, 2013:6): a. Perhitungan tarif biaya overhead predeterminasi dan analisis varians b. Penyusunan anggaran fleksibel dan analisis varians. c. Perhitungan biaya langsung dan marjin kontribusi. d. Analisis titik impas dan analisis biaya-volume-laba. e. Analisis biaya defrensial dan biaya komparatif.
15 f. Analisis maksimalisasi laba dan minimalisasi biaya dalam jangka pendek. g. Analisis anggaran modal. Menurut Supriyono (2011) dijelaskan bahwa berdasarkan dari tujuan pengambilan keputusan manajemen dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1) Biaya Relevan (Relevant Cost) 2) Biaya Tidak Relevan (Irrelevant Cost) Menurut Carter (2009) Klasifikasi biaya adalah sangat penting untuk membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. Klasifikasi yang paling umum digunakan didasarkan pada hubungan antara biaya dengan berikut ini: 1) Produk (satu lot, batch, atau unit dari suatu barang jadi atau barang jasa). 2) Volume produksi. 3) Departemen, proses, pusat biaya (cost center), atau subdivisi lain dari manufaktur. 4) Periode akuntansi 5) Suatu keputusan, tindakan, atau evaluasi
16 3. Harga Pokok Produksi (HPP) Harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi dalam proses awal dan dikurangi persedian produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan akhir. (Bustami dan Nurlela, 2010). Didalam HPP terdapat biaya-biaya yang dikeluarkan dari awal yang berupa bahan baku hingga sudah menjadi barang jadi yang siap untuk dipakai dan dijual. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (BOP). a. Tujuan Penetapan Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (1993), menyatakan tujuan dari pemberian harga pokok produksi adalah untuk menentukan jumlah biaya per unit produk jadi, serta tujuan lainnya yaitu: 1) Menentukan harga jual produk. 2) Menilai persediaan. 3) Sebagai dasar untuk menetapkan laba. 4) Sebagai dasar untuk mengambil keputusan. 5) Sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan
17 bahan baku menjadi barang jadi atau jasa yang siap untuk dijual dan dipakai. Penentuan harga pokok sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan dalam mengambil keputusan. b. Komponen Penentu HPP Perusahaan Dalam perusahaan, ada beberapa komponen yang menentukan HPP suatu perusahaan. Berikut adalah penjelasannya: 1) Persediaan awal barang dagang Persediaan awal merupakan persediaan barang yang tersedia di awal periode atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagang dapat dilihat pada neraca saldo periode berjalan atau awal perusahaan atau neraca tahun sebelumnya. 2) Persediaan akhir barang dagang Artinya persediaan barang yang tersedia di akhir periode atau akhir tahun buku berjalan. Saldo ini biasanya diketahui pada data penyesuaian perusahaan di akhir periode. 3) Pembelian bersih Pembelian bersih adalah seluruh pembelian barang dagang yang dilakukan perusahaan. Baik pembelian secara tunai ataupun kredit, ditambah dengan biaya angkut pembelian dan dikurangi potongan pembelian maupun retur pembelian yang ada.
18 c. Cara Menghitung HPP Perusahaan Ada beberapa tahap untuk menghitung HPP perusahaan manufaktur, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut: Tahap 1: Menghitung Bahan Baku Yang Digunakan Bahan Baku Yang Digunakan = Saldo awal Bahan Baku + Pembelian Bahan Baku Saldo Akhir Bahan Baku Tahap 2: Menghitung Biaya Produksi Total biaya produksi = Bahan baku yang digunakan + biaya tenaga kerja langsung + biaya overhead produksi Tahap 3: Menghitung Harga Pokok Produksi Harga Pokok Produksi = Total biaya produksi + saldo awal persediaan barang dalam proses produksi saldo akhir persediaan barang dalam proses produksi Tahap 4: Menghitung HPP HPP = Harga pokok produksi + Persediaan barang awal persediaan barang akhir
19 4. Full Costing Menurut Mulyadi (2012) full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan 6 biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Terdapat unsur-unsur biaya menurut metode full costing, yaitu: Tabel 2.1 Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik Variabel Biaya Overhead Pabrik Tetap Harga Pokok Produksi Sumber: Mulyadi:2012 5. Variabel Costing Variable costing merupakan metode penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam kos produksi, yang terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.dengan demikian kos produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut: Tabel 2.2 Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik variable Kos Produksi Sumber: Mulyadi : 2015
20 Kos produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur kos produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel dan biaya tetap Metode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel).