KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MENETAPKAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN LUAS TANAH PERTANIAN



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk hidup dan sumber kehidupan. Tanah sebagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat

KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

LUH PUTU SWANDEWI ANTARI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERBANDINGAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DAN MELALUI SISTEM PERWAKILAN

Al-Maliki Abdurrahman, As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, (ttp. : tp.), 1963

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI

BATASAN PEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE/GUNTAI

BAB I PENDAHULUAN. ini terlihat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari pemasalahan yang ada, yaitu :

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

PENGATURAN KEWENANGAN PENDAFTARAN TANAH REDISTRIBUSI DALAM KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK SATUAN RUMAH SUSUN DI ATAS TANAH BERSAMA YANG DIBEBANKAN HAK TANGGUNGAN

TESIS KEWENANGAN MENGADILI SENGKETA KEPEGAWAIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

TESIS WEWENANG PENYEBARLUASAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH I MADE ADHY MUSTIKA NIM :

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

HUKUM AGRARIA NASIONAL

TESIS. Amgasussari Anugrahni Sangalang. No. Mhs. : /PS/MIH

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

TESIS PENGATURAN PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH BADAN USAHA SWASTA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

PENYELESAIAN KREDIT MACET BAGI DEBITUR DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD), DESA PAKRAMAN KABA KABA KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIAL DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KOSNSTITUSI NOMOR :

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

SKRIPSI TINDAKAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA TANAH PERTANIAN DI KOTA DENPASAR

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TESIS KEDUDUKAN HUKUM AKTA TANAH YANG DIBUAT OLEH CAMAT

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

WEWENANG CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEMENTARA DALAM PEMBUATAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH

PENGATURAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH UNTUK MASYARAKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

ANALISIS KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan

PEMALSUAN TANDATANGAN AKTA OLEH PARA PIHAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

TANGGUNGJAWAB KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL TERKAIT KEWENANGAN MENERBITKAN KEPUTUSAN PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. tunggal (satu), artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam Negara. Demikian di

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

TESIS KAJIAN KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIPIKAT TANAH BERDASARKAN PASAL 32 AYAT (2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH DAL

TESIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS PEMBUAT KETERANGAN HAK WARIS BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai kondisi alam yang mendukung sehingga bisa menanam sepanjang tahun.

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN PARATE EKSEKUSI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

NEGARA HUKUM dan KONSTITUSI

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UPAYA HUKUM PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG DALAM MEMPERTAHANKAN TANAH PERTANIAN DI DAERAH BADUNG

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMENANG LELANG TERKAIT KEPEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

h. 17. h.1. 4 Ibid, h C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan wisata bagi wisatawan mancanegara dan

ELYAKIM SNEKUBUN NOMOR MAHASISWA /PS/MIH

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

Negara dan Konstitusi

Transkripsi:

1 TESIS KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MENETAPKAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN LUAS TANAH PERTANIAN NI NYOMAN MARIADI NIM 0990561030 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 i

2 KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MENETAPKAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN LUAS TANAH PERTANIAN Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum, Porogram Pascasarjana Udayana NI NYOMAN MARIADI NIM: 0990561030 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 ii

3 TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 28 Oktober 20011 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH.,M.Hum. NIP. 19591231 198602 1 007 Dr. I Nyoman Suyatna, SH., MH. NIP. 19590923 198601 1 001 Mengetahui Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi, SH.MH NIP. 195604191983031003 Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590215198510200 iii

4 Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal, 28 Oktober 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Nomor: 0035/H14.4/HK/2011 Ketua Sekretaris Anggota : Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH.Mhum : Dr. I Nyoman Suyatna, SH.MH. : 1. Prof. Dr. Drs. Yohanes Usfunan, SH.Mhum 2. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH.MH. 3. I Gede Yusa, SH.MH. iv

5 UCAPAN TERIMA KASIH Om Swastyastu, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sanghyang Widhi Wasa), karena berkat karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang berjudul Kewenangan Pemerintah Dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian, dan besar harapan penulis semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum pemerintahan, yang tentunya atas dukungan, petunjuk dan bimbingan dari semua pihak. Mengingat Tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, yang disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, maka penulis sangat berharap kepada para pembimbing agar sudi kiranya memberikan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran, sampai tesis ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak Pada kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM), selaku Rektor Universitas Udayana, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti studi pada Program Stuti Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. 2. Ibu Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), selaku direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti studi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. v

6 3. Bapak Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi, SH., SU., selaku Ketua Program Studi Maguster Ilmu Hukum Universitas Udayana, atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti studi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. 4. Bapak Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH., M.Hum., selaku dosen Pembimbing I atas petunjuk, dukungan, dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. 5. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, SH., MH., selaku dosen Pembimbing II atas arahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. 6. Panitia Penguji Tesis, Bapak Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH., M.Hum., selaku Ketua, Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, SH., MH., selaku Sekretaris, Bapak Prof. Dr. Yohanes Usfunan, SH., M..Hum., selaku Anggota, Bapak Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH., MH., selaku Anggota, dan Bapak I Gede Yusa, SH., MH., selaku Anggota, yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan memberi masukan-masukan dalam penulisan tesis ini. 7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana yang telah membagi ilmunya kepada penulis selama mengikuti studi. 8. Bapak/Ibu Staf Administrasi pada Program Magister Studi Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang dengan dedikasi dan integritasnya yang tinggi melayani penulis selama menempuh pendidikan. vi

7 9. Rekan-rekan kuliah pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini. 10. Ayahanda I Made Toya, Ibunda Ni Luh Kerni, Mertua, dan saudarasaudara tercinta, atas dukungan moral serta kasih sayangnya, dan atas doanya yang sangat besar. 11. Suami tercinta I Gede Surata, SH, Mkn, dan anak-anak tercinta (Ni Putu Aryanti Kamadeni, S.T., Kadek Vera Aryani, S. Ked., Komang Cristin Maryani, SH, I Gede Arya Wira Yuda, dan I Gede Arya Wira Sena) atas dukungan, bantuan, pengertian dan kasih sayangnya yang sangat membantu dalam penulisan tesis ini. 12. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu, baik perorangan maupun kelembagaan, yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kriitik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca yang budiman demi penyempurnaan tesis ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Om Santih, Santih, Santih, Om. Denpasar, 28 September 2011 Penulis Ni Nyoman Mariadi vii

8 RINGKASAN Penelitian tesis ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari subsub bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan permasalahan yang diteliti tentang kewenangan pemerintah dalam menetapkan penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian. Bab I, sebagai bab pendahuluan yang memaparkan latar belakang permasalahan dan alasan melakukan penelitian yang berjudul Kewenangan Pemerintah Dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian, yaitu adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang melarang menguasai dan memiliki tanah pertanian melampaui batas maksimum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU 56 Prp Tahun 1960, untuk daerah yang digolongkan daerah cukup padat tidak diperbolehkan menguasai dan memiliki luas tanah pertanian melebihi batas maksimum 9 Ha untuk tanah kering dan 7 Ha untuk tanah basah, ini berarti boleh menguasai dan memikiki tanah pertanian seminim-minimnya. Namun disisi lain, pada Pasal 8 tidak diperbolehkan memiliki tanah pertanian dibawah batas minimum 2 Ha. Bab II, menguraikan mengenai tinjauan umum terhadap kewenangan pemerintah di bidang pertanahan. Bab III, merupakan hasil penelitian dari permasalahan pertama yakni apa dasar kewenangan pemerintah dalam menetapkan batas maksimum dan/atau batas minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Dalam pembahasannya menguraikan tentang penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, bagaimana mekanisme pemberian kewenangan pemerintah di bidang pertanahan, dan dasar hukum kewenangan pemerintah dalam menetapkan batas maksimum-minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian. Bab IV, merupakan hasil penelitian dari permasalahan kedua yakni apa konsekwensi yuridis terhadap penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang melampaui batas maksimum dan/atau dibawah batas minimum. Dalam pembahasannya menguraikan tentang pengaturan, tujuan, larangan tentang batas maksimum dan batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian, dan bagaimana konsekwensi yuridis terhadap penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang melampaui batas maksimum dan batas minimum. Bab V, adalah bagian penutup yang merupakan simpulan dan saran dari pembahasan permasalahan dalam tesis ini. Dari pembahasan permasalahan pertama diperoleh simpulan bahwa dasar kewenangan pemerintah dalam menetapkan batas maksimum dan minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian adalah UU 56 Prp Tahun 1960 dan PP 224 Tahun 1960 yang merupakan perwujudan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dalam hal ini pemerintah memandang bahwa urusan pertanahan merupakan hukum nasional sehingga tidak dapat viii

9 dilimpahkan kepada pemerintah daerah otonomi berdasarkan Pasal 13 dan 14 UU No. 32 Th. 2004. Konsekwensi yuridis jika melanggar larangan pemilikan batas maksimum dan/atau batas minimum tersebut akan dikenakan sanksi pidana, dan tanah kelebihan dari batas maksimum akan diambil oleh negara menjadi tanah obyek landreform tanpa mendapat ganti kerugian. Demikian juga terhadap peralihan hak melalui pemecahan tanah pertanian yang mengakibatkan luasnya menjadi kurang dari 2 Ha (dibawah batas minimum) maka dinyatakan batal demi hukum dan tanah jatuh pada negara tanpa hak untuk menuntut ganti rugi, kecuali dalam rangka pelaksanaan penatagunaan tanah. ix

10 ABSTRAK Tesis ini berjudul Kewenangan Pemerintah Dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian. Permasalahan yang dibahas dari penelitian tesis ini adalah apa dasar kewenangan pemerintah dalam menetapkan batas maksimum dan/atau batas minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian?, dan apa konsekwensi yuridis terhadap penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang melampaui batas maksimum dan/atau dibawah batas minimum? Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (penelitian doktrinal) dengan menggunakan bahan penelitian yang terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa literatur terkait dengan permasalahan yang dibahas, dan bahan hukum tersier berupa kamus bahasa. Meskipun penelitian ini bersifat normatif namun tetap membutuhkan data-data di lapangan (empiris). Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan, dengan metode pendekatan perundangundangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Selanjutnya bahan hukum yang dihimpun dianalisis secara deskriptif, interpretasi, evaluatif, sistematisasi, dan argumentatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam tulisan ini maka dapat ditemukan jawaban permasalahan yang diangkat yakni pertama dasar kewenangan pemerintah dalam menetapkan batas maksimum dan minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian adalah UU Nomor 5 Tahun 1960, UU 56 Prp Tahun 1960 dan PP 224 Tahun 1960 sebagai perwujudan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dengan tujuan pemerataan yang adil atas sumber penghidupan. Konsekwensi yuridis jika melanggar larangan pemilikan batas maksimum dan/atau batas minimum tersebut akan dikenakan sanksi pidana dan tanah kelebihan dari batas maksimum akan diambil oleh negara tanpa mendapat ganti kerugian, kecuali dengan izin Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka penatagunaan tanah. Kata Kunci: Kewenangan, Pemilikan, Tanah Pertanian. x

11 ABSTRACT This thesis entitled the Authority of Government in Determining the Concession and Ownership of Agriculture Land. The problem discussed in this thesis is on what basis the government s authority in setting a maximum limit or minimum control and ownership of agricultural land, and what juridical consequences emerges on the acquisition and ownership of agricultural land that exceeds the maximum limit or below the minimum limit. This study applied normative law research method or doctrinal study using research material that consist of primary legal material in the form of legislation, secondary legal materials in the form of literature related to the subject matter, and legal materials in the form of tertiary language dictionary. Although the research is normative, it still needs the empirical data. This study is used a literature study, the method of approach to legislation, conceptual approaches, and historical approach. Further, the legal materials collected were analyzed in descriptive, interpretative, evaluative, systematic, and argumentative ways. Based on the result of the research conducted in this study, the answer of the problem raised can be found; first the basic authority of the government in setting maximum and minimum control and ownership of agricultural land is Law No. 5 of 1960, Act 56 Substitute Government Regulation Year 1960 and Government Regulation Number 224 of 1960 as manifestation of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution with the goal of equitable distribution of livelihood. Juridical consequence, if it violates the ban on the ownership limit and/or minimum limits will be subject to criminal sanctions and the excess of the maximum limit of land will be taken by the state without getting compensation, except in the context of stewardship land by the permission from the Head of Land Affairs Office. Keywords: Authority, Ownership, Agricultural Land xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI... UCAPAN TERIMAKASIH... i ii iv v vi RINGKASAN... viii ABSTRAK... ABSRTACT... x xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang masalah... 1 1.2. Rumusan masalah... 11 1.3. Tujuan Penelitian... 11 a. Tujuan Umum... 12 b. Tujuan Khusus... 12 1.4. Manfaat Penelitian... 12 a. Manfaat Teoritis... 12 b. Manfaat Praktis... 12 1.5. Landasan Teoritis... 13 xii

13 1.5.1. Konsep Negara Hukum... 13 1.5.2. Teori Kewenangan... 22 1.5.3. Teori Keadilan... 28 1.5.4. Konsep Hukum Tanah Nasional... 33 1.5.5. Asas Hukum Tanah Nasional... 35 1.6. Metode Penelitian... 38 1. 6.1. Jenis Penelitian... 38 1. 6.2. Jenis... 40 1. 6.3. Sumber Bahan Hukum... 42 1. 6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum... 43 1. 6.5. Teknik Analisa Bahan... 44 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KEWENANGAN PEMERINTAH DI BIDANG PERTANAHAN... 47 2.1. Kewenangan Urusan Pemerintah di Bidang Pertanahan... 47 2.2. Sumber Wewenang Badan Pertanahan Nasional (BPN)... 61 BAB III DASAR HUKUM KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MENETAPKAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN LUAS TANAH PERTANIAN... 75 3.1. Pengertian Tentang Penguasaan dan Pemilikan Hak Atas Tanah... 75 3.2. Mekanisme Pemberian Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan... 82 xiii

14 3.3. Dasar Hukum Kewenangan Pemerintah Dalam Menetapkan Batas Maksimum dan Batas Minimum Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian... 100 BAB IV KONSEKWENSI YURIDIS TERHADAP PENGUASAAN DAN PEMILIKAN LUAS TANAH PERTANIAN YANG MELAMPAUI BATAS MAKSIMUM DAN DIBAWAH MINIMUM... 121 4.1. Pengaturan Tentang Penetapan Batas Maksimum dan Batas Minimum Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian... 121 4.2. Tujuan Penetapan Batas Maksimum dan Batas Minimum Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian... 127 4.3. Larangan Menguasai Tanah Pertanian Melampaui Batas Maksimum dan/atau Batas Minimum... 133 4.4. Konsekwensi Yuridis Terhadap Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian Melampaui Batas Maksimum dan Batas Minimum... 144 BAB V PENUTUP... 162 5.1. Simpulan... 162 5.2. Saran... 163 DAFTAR PUSTAKA... 165 LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN 1. UU No. 5 Prp Th. 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. 2. PP. No. 224 Th. 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. 3. Kepres. No. 34 Th. 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. 4. Perpres. No. 10 Th. 2004 tentang Badan Pertanahan Nasional. 5. Surat Pernyataan Pemecahan Tanah Pertanian, rencana penggunaan tanah: pertanian. 6. Surat Pernyataan Pemecahan Tanah Pertanian, rencana penggunaan tanah perumahan. 7. Surat Pernyataan Tidak Menjadi Pemegang Hak Atas Tanah Melebihi Ketentuan Batas Maksimum dan Batas Minimum Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian. xv

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan manusia. Karena bagi manusia, tanah merupakan tempat untuk hidup dan sumber kehidupan. Tanah sebagai tempat berusaha merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, dalam melakukan aktivitas apapun manusia tidak bisa lepas dari tanah. Dalam negara agraris seperti ini sebagian besar penduduknya mempunyai penghidupan atau bermatapencaharian dalam lapangan pertanian, sehingga tanah sangat berarti bagi sumber penghidupan manusia, baik sebagai tempat tinggal maupun untuk pertanian, dan sebagai tempat peristirahatan terakhir. Tanah merupakan hajat hidup orang banyak, merupakan sumber daya alam, dan kekayaan alam yang tiada bandingannya, sehingga wajib dipelihara untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah agar lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kesejahteraan masyarakat. Kemajuan pesat yang telah dicapai Bangsa Indonesia dalam bidang industri, jasa dan properti tidak sebanding dengan perkembangan dalam sektor pertanian. Salah satu penyebabnya adalah karena tanah pertanian (lahan pertanian) yang menjadi tempat gantungan hidup dan sumber penghidupan petani sebagian besar dikonversi menjadi lahan industri dan lahan perumahan yang praktis membutuhkan ketersediaan tanah yang tidak sedikit. Disamping itu masih banyak 1

2 terdapatnya kepemilikan tanah yang tidak proporsional karena sebagian besar tanah-tanah pertanian dimiliki oleh penguasa absentee yang berdomisili di kotakota atau di tempat lain jauh dari tanah miliknya dengan cara mengupayakan multi identitas, tidak saja pemilikan tanah pertanian di luar kecamatan tetapi juga adanya pemilikan di luar kabupaten, sehingga banyak pemilik tanah yang tidak mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif tanah pertanian miliknya. Keadaan-keadaan seperti itu tidak hanya berdampak pada pemilikan tanah pertanian yang berlebih-lebihan sehingga mempersempit luas areal tanah pertanian rakyat petani, tetapi yang lebih serius lagi, yaitu antara lain dapat mendorong naiknya intensitas perpencaran tanah, mengkutubnya peralihan tanah, dan pemecahan tanah menjadi bagian yang kecil-kecil yang tidak teratur ukurannya atau luasnya, jelas keadaan ini tidak dapat mendukung dan tidak melengkapi usaha-usaha kearah yang lebih baik. Hal ini akan semakin mematikan fungsi sosial dari pada tanah, yang dapat menimbulkan konflik-konflik yuridis pertanahan dan bahkan bisa melebar pada aspek ekonomi politik. Keadaan yang mematikan fungsi sosial tanah, telah tercermin jauh sebelum dan setelah kemerdekaan. Pada jaman penjajahan Belanda, penguasaan tanah sangat tidak mencerminkan keadilan dan pemerataan. Hal ini terbukti pada jaman itu dikenal adanya tanah-tanah partikelir atau tanah pertuanan (hak-hak pertuanan). Tuantuan tanah ini memiliki tanah yang sifatnya monopoli, dan tuan-tuan tanah mempunyai hak yang demikian besar serta banyak yang menyalahgunakan haknya, sehingga banyak menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat,

3 karena tidak adanya pembagian yang merata atas sumber penghidupan. Sikap tuan-tuan tanah di dalam menggunakan hak-hak dan tanahnya yang sangat merugikan masyarakat menyebabkan terhambatnya kemajuan penduduk, sehingga sudah barang tentu bertentangan dengan asas keadilan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan Negara. 1 Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, mempunyai dua arti penting bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yaitu pertama; Bangsa Indonesia memutuskan hubungannya dengan Hukum Agraria kolonial, dan kedua; Bangsa Indonesia sekaligus menyusun Hukum Agraria Nasional. 2 Pemerintah Indonesia berupaya untuk memperbaharui tata hukum agraria yang berangkat dari cita-cita hasil pembentukan Negara baru, yakni dengan harapan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Pembaharuan di bidang keagrariaan adalah sebagai perwujudan dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Jelas bahwa tanah sebagai tempat berusaha, yang merupakan bagian dari permukaan bumi harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pada tanggal 24 september 1960 merupakan hari yang sangat bersejarah dan sangat penting dalam kehidupan hukum di Indonesia, karena pada tanggal tersebut telah ditetapkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang 1 Soedharyo Soimin, 2004, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 102 2 Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Cetakan kelima, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 35.

4 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara 1960 Nomor 104), yang lebih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA), undang-undang ini bertujuan merubah nasib warga negara Indonesia sehubungan dengan penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah. Salah satu yang cukup penting dengan diundangkannya UUPA antara lain ialah yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam reformasi pertanahan (dicanangkannya program landreform), yaitu meliputi perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah. Sejak itu rakyat petani mempunyai kekuatan hukum untuk memperjuangkan haknya atas sumber penghidupan yakni hak atas tanah dan pembagian hasil yang adil dan merata, serta dapat mengolah tanahnya demi kemakmuran. Tapi kenyataannya, dalam hal penguasaan dan pemilikan tanah masih banyak ketimpangan-ketimpangan atau kurang proporsionalnya penguasaan dan pemilikan tanah yang ada dalam masyarakat. Keadaan ini perlu diambil langkah-langkah persiapan mengantipasi keadaan tersebut dengan sebaik-baiknya, dalam hal ini perlu penerapan aturan secara optimal dalam mengatur pemilikan dan penguasaan tanah, agar benar-benar dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia. Pasal 2 UUPA yang menyatakan bahwa: Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, pernyataan ini dapat berarti negara berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

5 persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. Wewenang pada hak menguasai dari negara berarti untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya Pasal 7 UUPA, yang menyatakan: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 ini dan untuk mencapai tujuan masyarakat yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, maka diimplementasikan dalam Pasal 17 UUPA yang mengatur tentang luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan suatu hak oleh satu keluarga atau badan hukum. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan-ketentuan pasal tersebut diatas, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian pada tanggal 29 Desember 1960 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1960. Undang-undang ini pada dasarnya bertujuan untuk mengatur batas maksimum dan/atau batas minimum tanah pertanian yang boleh dikuasai dan dimiliki sesuai dengan keadaan daerah, luas daerah, dan jumlah penduduk daerah yang bersangkutan. Perpu Nomor 56 Tahun 1960 inilah yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 56 Prp tahun 1960 (LN. 1960 No. 174), penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN.) Nomor 5117 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Undang-Undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960 (selanjutnya disingkat UU 56 Prp Th. 1960), undang-undang ini dikenal

6 merupakan induk pelaksanaan landreform di Indonesia. Undang-Undang ini mengatur tiga masalah yang pokok yaitu sebagai berikut: 3 1. Penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian 2. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang sangat kecil 3. Pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan. Dalam daftar penggolongan daerah sesuai dengan Keputusan Mentri Agraria No. Sk. 978/Ka/1960 tentang Penegasan Luas Maksimum Tanah Pertanian. (T.L.N. NO. 2143), menetapkan penggolongan daerah dari yang tidak padat sampai pada daerah yang padat (kurang padat, cukup padat, dan sangat padat). Dan untuk Daerah Tingkat I Bali digolongkan sebagai Daerah yang cukup padat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) angka 2 huruf b UU 56 Prp Th. 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian menyebutkan bahwa penguasaan dan pemilikan tanah pertanian pada daerah yang cukup padat ditetapkan, yaitu: setiap orang dapat memiliki hak atas tanah dengan luas maksimum untuk tanah kering adalah 9 Ha dan/atau tanah sawah maksimum 7,5 Ha, sedangkan dalam Pasal 8 menyatakan bahwa Pemerintah mengadakan usahausaha agar supaya setiap petani sekeluarga memiliki tanah-pertanian minimum 2 (dua) hektar. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam kedua pasal tersebut nampak adanya konflik norma dalam pengaturannya, karena sebagaimana diatur dalam Pasal 1 3 Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Hukum Tanah Indonesia, 1995, Djambata, Jakarta, h. 355

7 ayat (2) menentukan batas maksimum, ini berarti luas tanah yang seminimminimnya boleh dimiliki (artinya batas maksimum yang dimaksud itu telah ditentukan seluas 9 Ha untuk tanah kering dan atau 7,5 Ha untuk tanah sawah). Menurut kajian peneliti, ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) dapat diartikan bahwa penguasaan dan pemilikan tanah pertanian dibawah batas maksimum diperbolehkan, namun jika dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 8 dapat diartikan bahwa penguasaan dan pemilikan tanah dibawah maksimum tidak diperbolehkan. Ini berarti ada kontradiksi antara kedua pasal tersebut, yaitu di satu pasal menentukan diperbolehkan menguasai dan memiliki tanah pertanian dibawah batas maksimum, sedangkan di pasal lain menentukan tidak diperbolehkan menguasai dan memiliki tanah dibawah batas maksimum. Ditetapkannya peraturan tentang pembatasan maksimum penguasaan dan pemilikan tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 17 UUPA, dapat disebut dengan larangan latifundia yang berarti adanya larangan terhadap pemilikan dan penguasaan tanah yang sangat luas sehingga ada batas maksimum seseorang boleh mempunyai tanah terutama tanah pertanian (ceiling atas kepemilikan tanah). 4 Ceiling adalah batas maksimum dan minimum pemilikan tanah pertanian yang boleh dimiliki sehingga setiap kelebihan harus diserahkan kepada Pemerintah untuk dibagikan kepada petani tidak bertanah atau petani gurem. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, pada intinya adalah memuat tentang batas maksimum dan/atau batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian. 4 A.P. Parlindungan, 1998, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, h. 72

8 Mengenai batas maksimum dan batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian merupakan ranah bidang pertanahan Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah bidang pertanahan, namun kenyataannya yang menyangkut bidang hukum tanah dan kebijakan di bidang pertanahan masih tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat melalui instansi vertikal di daerah, jelas dalam hal ini bertentangan dengan undang-undang otonomi daerah. Oleh karena adanya konflik norma tersebut di atas dan adanya dissinkronisasi antara dasar hukum yang dipergunakan untuk mengatur kewenangan pemerintah (pemerintah dan pemerintah daerah) dalam bidang pertanahan maka peneliti tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian Penelitian tentang Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian ini secara umum adalah membahas mengenai bidang agraria atau bidang pertanahan. Dalam penelitian ini, peneliti telah memperbandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang juga membahas tentang pertanahan. Adapun penelitian tesis yang mirip dengan penelitian ini antara lain : 1. Penelitian tesis dari Zulkarnain, Program Studi Ilmu Hukum, Bidang Hukum Administrasi Negara, Program Pasca Sarjana Universitas

9 Sumatera Utara, judul tesis Pelaksanaan Redistribusi Obyek Landreform Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria Nomor SK. 24/HGU/65 Di Kabupaten Langkat. Penelitian tesis ini mengkaji bidang pertanahan yang menyoroti tentang pemerataan ekonomi yang berkeadilan dimana tanah merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut kehidupan manusia. Penelitian ini menganalisis ketidakselarasan dalam masyarakat tentang penguasaan ekonomi yang miskin dengan penguasaan ekonomi nasional. 5 2. Penelitian tesis dari Herry Iswanto, judul tesis Penetapan Luas Minimum Pemilikan Tanah Pertanian Bagi Para Petani di Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang. Dalam penelitian ini meninjau tentang bagaimana usahausaha yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Tingkat II Magelang dalam menunjang tercapainya pelaksanaan penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Pro Tahun 1960, dan meninjau bagaimana hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. 6 3. Penelitian tesis dari Ariska Dewi, Program Pasca Sarjana Magister kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2008, dengan judul: Peran Kantor Pertanahan Dalam Mengatasi Kepemilikan Tanah Absentee/Guntai di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini mengkaji 5 Zulkarnain, 2006, Pelaksanaan Redistribusi Obyek Landreform Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria Nomor SK. 24/HGU/65 Di Kabupaten Langkat, http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/.5098 6 Herry Iswanto, Penetapan Luas Minimum Pemilikan Tanah Pertanian Bagi Para Petani di Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang, http//i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?datald=2030

10 tentang Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penguasaan tanah secara tidak merata dan tidak berkeadilan di Kabupaten Banyumas. 7 4. Penelitian tesis dari Nurhayati, SH., Progrtam Paasca Sarjana, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, tahun 2006, dengan judul tesis Pelaksanaan Redistribusi Tanah Obyek Landreform di Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang. Penelitian tesis ini mengkaji tentang redistribusi tanah yang menjadi obyek landreform. Dalam penelitian ini menganalisis permasalahan tentang bagamanakah pelaksanaan redistribusi tanah di Kecamatan Semarang Barat dan bagaimanakah kondisinya dewasa ini?, adakah hambatanhambatan yang terjadi, dan bagaimana penyelesaiaanya. 8 5. Penelitian tesis dari Ira Sumaya, Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, tahun 2007-2008, dengan judul tesis Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Ekonomi Masyarakat. Penelitian ini menganalisis permasalahan tentang: - Bagamana kebijakan hukum landreform dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat, dan bagaimana pelaksanaan redistribusi tanah obyek landreform di kota Medan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat, serta apa hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. 9 7 Ariska Dewi, Peran Kantor Pertanahan Dalam Mengatasi Kepemilikan Tanah Absentee/Guntai di Kabupaten Banyumas, http//eprints.undip.ac.id/16527/1 8 Nurhayati, Pelaksanaan Redistribusi Tanah Obyek Landreform di Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang, http//eprints.undip.ac.id/15762/1 9 Ira Sumaya, Analisis Hukum Landreform Sebagai Upaya Meningkatkan Ekonomi Masyarakat, http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/5144