HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMAN 70 JAKARTA



dokumen-dokumen yang mirip
BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak,

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

HUBUNGAN KOHESIVITAS DENGAN PERILAKU AGRESI PADA ANGGOTA GENG MOTOR DI KOTA MEDAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

Transkripsi:

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMAN 70 JAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Disusun Oleh : Farisa Handini 105070002232 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMAN 70 JAKARTA Skripsi Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Oleh : Farisa Handini NIM : 105070002232 Di Bawah bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Yufi Adriani, M.Psi, Psi NIP. 196 207 241 989 020 01 NIP. 1982 0918 2009 01 2006 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI 70 JAKARTA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulllah Jakarta Pada Tanggal 10 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Jakarta,10 Juni 2010 Sidang Munaqasyah Jahja Umar, Ph.D Dra.FadhilahSuralaga,M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 1956 12319 8303 2001 Anggota Penguji I Penguji II Dra.FadhilahSuralaga,M.Si Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 1956 123 1983 03 2001 NIP. 1962 0724 19890 2001 Pembimbing I Pembimbing II Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Yufi Adriani, M.Psi, Psi NIP. 1962 0724 19890 2001 NIP. 1982 0918 2009 01 2006

Sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan Al-Insyirah : 5 Skripsi yang sederhana ini ku persembahkan untuk : Orang-orang terkasih yaitu keluarga dan sahabat ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Mei 2010 (C) Farisa Handini Hubungan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMA Negeri 70 Jakarta (D) Hal, 13 tabel, 4 gambar dan 6 lampiran (E) Bullying merupakan perilaku penindasan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang dianggap lebih kuat kepada yang lemah dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Bullying bentuk fisik misalnya menjambak, memukul, menendang, dan serangan fisik lainnya. Sedangkan nonfisik berupa verbal dengan memfitnah, mempermalukan dan lainnya. Ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi munculnya perilaku bullying antara lain konsep diri. Konsep diri adalah gambaran yang ada pada diri individu yang berisikan bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian dirinya sendiri serta bagaimana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan. Konsep diri terbagi menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif. Diduga, siswa yang memiliki konsep diri positif tidak mengarah pada perilaku bullying, sedangkan siswa berkonsep diri negatif memiliki kecenderungan berperilaku bullying. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Jumlah responden 40 siswa yang diambil secara acak dari kelas XI IPA 1. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana data yang dihasilkan berupa data yang berbentuk bilangan. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yaitu penelitian yang dirancang untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Teknik statistik yang digunakan adalah Pearson Product Momen dalam SPSS 16 for Windows. Dari hasil uji korelasi didapatkan nilai r hitung -0,058 yang signifikan pada level 0,05 dimana r tabel 0,312 maka diperoleh kesimpulan ada hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta yang mengarah pada korelasi negatif. Artinya semakin tinggi (positif) konsep diri siswa, maka semakin rendah kecenderungan berperilaku bullyingnya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah (negatif) konsep diri siswa, maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku bullyingnya. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mencari faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan berperilaku bullying serta mencari faktor yang dominan mempengaruhi konsep diri (F) Bahan bacaan 22 Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabat dan pengikutnya. Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dan berperan serta dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi yaitu Jahja Umar, Ph.D dan juga seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si dan Yufi Adriani, M.Psi, Psi pembimbing penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya yang padat untuk memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih telah sabar membantu penulis hingga akhirnya skripsi ini diselesaikan. 3. Kepala Sekolah SMAN 70 Jakarta, Humas SMAN 70 (Bapak Burhan) dan staf-staf lainnya yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga kebaikan dibalas oleh Allah SWT. 4. Ayah H. Drs. Nasruddin, M.Pd dan Ibu Hj. Titin Sumarni, yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis baik secara moril dan materiil untuk terus maju dalam menyelesaikan tugas dan selalu menanamkan kepada penulis untuk selalu jujur dalam keadaan apapun dan tak mudah menyerah adik adikku tersayang Yazir Haq Dasendi Ajil dan Derizky Kentadika Adik juga kakek dan nenekku tersayang serta semua keluarga yang selalu mendukung penulis.

5. Sahabat-sahabatku Dalla, Alyn, Syifa yang selalu mendukung penulis dalam keadaan suka maupun duka. Berjuang sama-sama. Semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. 6. Semua teman teman Psikologi angkatan 2005 terutama kelas A ceria yang selalu memberi dukungan dan semangat serta kerjasamanya selama masa perkuliahan. Buat Ida, Amie, Leli dan teman-teman KKL atas bantuan dan dukungan tak henti-hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman teman irakian community Eva, Nurul, Ita, Tina, Oi, Bili, Amar dan teman teman MB Bulldozer PU, terimakasih atas dukungan dan masukannya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 8. Untuk sahabat terdalam penulis bee, terimakasih atas semua cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis, serta mengajarkan penulis untuk selalu menghargai orang lain dan tetap sabar mendampingi penulis dalam situasi apapun. 9. Adik-adik responden di SMAN 70 Jakarta yang telah memberikan kontribusi yang tak ternilai sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kesuksesan selalu menyertai kalian semua. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan berlipat ganda dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, Amin Tangerang, 7 Juni 2010 DAFTAR TABEL Penulis

1. Tabel 2.1 Kerangka berfikir...40 2. Tabel 3.1 Dimensi dan indikator konsep diri...44 3. Tabel 3.2 Blue print konsep diri...46 4. Tabel 3.3 Aspek dan indikator bullying...47 5. Tabel 3.4 Blue print bullying...47 6. Tabel 3.5 Pedoman skala...48 7. Tabel 3.6 Blue print try out konsep diri.51 8. Tabel 3.7 Blue print try out bullying 52 9. Tabel 4.1 Gambaran umum responden...55 10. Tabel 4.2 Hasil uji normalitas konsep diri..57 11. Tabel 4.3 Hasil uji normalitas bullying 58 12. Tabel 4.4 Descriptive statistics.60 13. Tabel 4.5 Kategori konsep diri.61 14. Tabel 4.6 Kategori bullying..62 15. Tabel 4.7 Hasil Spearman s rank correlations..62

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil skoring skala konsep diri saat penelitian 2. Hasil skoring skala kecenderungan berperilaku bullying saat penelitian 3. Validitas dan reliabilitas skala konsep diri dan skala kecenderungan berperilaku bullying saat try out 4. Skala konsep diri dan kecenderungan berperilaku bullying saat penelitian 5. Surat izin penelitian 6. Surat keterangan telah melakukan penelitian di SMA Negeri 70 Jakarta Selatan

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI... i ii iv v vi BAB I PENDAHULUAN...... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2. Identifikasi Masalah.. 8 1.3. Rumusan Masalah....... 9 1.4. Batasan Masalah..... 9 1.5. Tujuan dan Manfaat penelitian... 10 1.6. Sistematika Penulisan... 10 BAB II LANDASAN TEORI... 12 2.1 Perilaku Bullying... 12 2.1.1 Definisi Perilaku Bullying... 12 2.1.2 Bentuk bentuk Bullying... 14 2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bullying... 15 2.1.4 Penanggulangan Bullying... 16 2.1.5 Dampak Perilaku Bullying... 19 2.2 Konsep Diri... 22 2.2.1 Pengertian Konsep Diri...... 22 2.2.2 Jenis Jenis Konsep Diri...... 24 2.2.3 Aspek Aspek Konsep Diri...... 30 2.3 Remaja... 32 2.3.1 Definisi Remaja... 32 2.3.2 Ciri-ciri Remaja... 33

2.4 Hubungan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta... 37 2.5 Kerangka Berfikir... 38 2.7 Hipotesis... 40 BAB III METODE PENELITIAN... 41 3.1 Jenis Penelitian... 41 3.1.1 Pendekatan Penelitian... 41 3.1.2 Metode Penelitian... 41 3.2 Variabel Penelitian... 41 3.2.1 Definisi Konseptual... 42 3.2.2 Definisi Operasional Variabel... 42 3.3 Pengambilan Sampel... 43 3.3.1 Populasi dan Sampel... 43 3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel... 43 3.4 Teknik Pengumpulan Data... 44 3.4.1 Metode Dan Instrumen Penelitian... 44 3.4.2 Instrumen Penelitian... 44 3.4.3 Teknik Uji Instrumen... 48 3.4.3.1 Uji Validitas... 48 3.4.3.2 Uji Reliabilitas... 49 3.5 Hasil Uji Coba Alat Ukur... 50 3.6 Teknik Analisis Data... 53 3.7 Prosedur Penelitian... 53 BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA... 55 4.1 Gambaran Umum Responden... 55 4.2 Uji Persyaratan... 56 4.2.1 Uji Normalitas... 56 4.2.2 Uji Hipotesis... 59

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian... 60 4.3.1 Kategori Skor Konsep Diri... 60 4.3.2 Kategori Skor Bullying... 61 4.4 Hasil Penelitian... 62 4.4.1 Hasil Utama Penelitian... 63 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... 64 5.1 Kesimpulan... 64 5.2 Diskusi... 64 5.3 Saran... 66 5.3.1 Saran Teoritis... 66 5.3.2 Saran Praktis 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan merupakan suatu fenomena krisis moral. Krisis yang didapat dari berbagai macam tekanan hidup. Suatu krisis yang bisa menjadi barometer kegagalan membina character building para remaja dan masyarakat. Banyak sekali kasus kekerasan di kalangan remaja. Kekerasan antar sebaya atau yang biasa dikenal dengan bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik dan psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok, yang dimaksudkan untuk melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang (anak atau siswa) lain yang dianggap lemah, yang biasanya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman, sehingga tidak mampu mempertahankan diri. Alasan bullying seringkali tidak jelas, biasanya menggunakan kedok perpeloncoan, penggemblengan mental, ataupun aksi solidaritas. Terjadinya kekerasan antar sebaya semakin menguat, mengingat adanya faktor pubertas dan krisis identitas yang normal terjadi pada perkembangan remaja. Dalam rangka mencari identitas dan ingin eksis, biasanya remaja gemar membentuk geng. Geng remaja sebenarnya sangat normal dan bisa berdampak positif, namun jika orientasi geng kemudian menyimpang hal ini kemudian menimbulkan banyak masalah dan timbullah bullying tersebut. Dari relasi antar sebaya juga ditemukan bahwa beberapa remaja menjadi pelaku bullying karena balas dendam atas perlakuan

2 penolakan dan kekerasan yang pernah dialami sebelumnya, misalnya saat SD atau SMP. (www.waingapu.com) Lingkungan secara makro pun turut berpengaruh terhadap munculnya bullying, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara sosiokultural, bullying dipandang sebagai wujud rasa frustrasi akibat tekanan hidup dan hasil imitasi dari lingkungan orang dewasa. Tanpa sadar, lingkungan memberikan referensi kepada remaja bahwa kekerasan bisa menjadi sebuah cara pemecahan masalah. Misalnya saja lingkungan preman yang sehari hari dapat dilihat di sekitar mereka dan juga aksi kekerasan dari kelompok kelompok massa. Belum lagi tontonan kekerasan yang disuguhkan melalui media visual. Walaupun tak kasat mata, senioritas pun turut memberikan atmosfer dominansi dan menumbuhkan perilaku menindas. (Neneng Muchlisoh, 2006) Di tahun 2007, beberapa kali kita dikejutkan oleh serangkaian beritaberita tentang kekerasan di sekolah. Diawali dengan berita tentang siswa STPDN, berita tentang geng SMA di Jakarta. Ternyata di tahun 2008 kekerasan di kalangan remaja masih saja terjadi, berita yang terbaru adalah tahun 2009, yaitu kejadian serupa dengan label senioritas dimana senior mengerjai junior (adik kelas). Istilah yang digunakan seseorang atau sekelompok orang yang mengintimidasi orang lain disebut sebagai bullying. Kebanyakan pelaku bullying atau biasa disebut bully di sekolah adalah mereka yang berkedudukan sebagai kakak kelas atau senior dan target atau sasaran bullying mereka adalah para siswa baru. Pada dasarnya pelaku bullying tidak memperhitungkan alasan mengapa mereka melakukan bullying tersebut. Terkadang pelaku hanya mencari alasan

3 yang dapat diterima atas tindakan yang ia lakukan, misalnya melakukan bullying untuk mendisiplinkan adik kelas atau korban, tetapi perilaku tersebut berlangsung selama periode yang cukup lama dan membuat korban mengalami luka fisik maupun psikologis. Hasil penelitian Dina Wiyasti (2004) tentang gambaran penyebab terjadinya bullying oleh senior terhadap junior di SMU Z menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya bullying adalah karena adik kelas bersikap tidak menghargai seniornya. Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan seorang/sekelompok. Pihak yang kuat disini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik atau mental. (Semai Jiwa Amini, SEJIWA 2008). Perilaku bullying didefinisikan sebagai suatu bentuk agresi fisik dan atau psikologis yang dilakukan secara berulang oleh seorang atau kelompok yang lebih kuat kepada seorang atau kelompok yang lebih lemah, dengan tujuan untuk menyakiti. Perilaku ini dilakukan secara berulang dalam frekuensi yang cukup banyak (Fekkes, Pijpers & Vanhorick, 2005) dengan maksud untuk menyakiti korban (Olweus, 1993 ; Berger, 2007 ; Limber & Nation, Brinson, 2005 dalam Deta Armatia, 2008). Penelitian terbaru Deta Armatia dalam Berger (2007) menunjukkan bahwa sebenarnya para bullies tersebut merasa dirinya kuat (powerfull), bukan merasa tidak aman (insecure). Jika anak anak yang agresif cenderung untuk dijauhi, para bullies remaja memiliki kecenderungan untuk dihormati, ditakuti, atau bahkan disukai. Pada masa remaja, para bullies menikmati memiliki status sosial tingkat tinggi di mana perilaku bullying mendapatkan dukungan dari teman

4 teman mereka, dengan mereka melihat bahwa teman temannya ikut menikmati dan menonton saat ia memukul korban, teman teman sekelas yang menertawakan, komentar komentar kejam yang ia lontarkan pada korban, dan teman teman sebayanya yang turut menyebar gosip yang ia buat. (Bukowski & Sippola ; Cillessen & Mayeux ; Estell, Cairns, Farmer, & Cains ; Hawley & Vaughn dalam Berger, 2007 ). Hal ini sesuai dengan perilaku bullying di sekolah yang dilakukan oleh senior kepada junior, dimana perilaku bullying tidak dianggap perilaku yang salah, dan senior sebagai pelaku bullying cenderung dihormati, ditakuti, bahkan juga disukai. Faisal dalam Ahsit (2009) menyatakan bahwa seringkali remaja yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung berperilaku negatif. Hal ini dapat disebabkan karena sikap orang tua yang suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, sikap tidak adil, suka marah marah dan sebagainya. Hal tersebut dianggap oleh remaja (anak) sebagai hukuman, kesalahan, kebodohan dirinya. Jadi remaja akan menilai berdasarkan apa yang ia alami yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Terkait penjelasan di atas, dapat disimpulkan masa remaja merupakan masa perubahan sikap dan perilaku dalam pencarian jati dirinya, di antaranya perubahan dalam kematangan mental, emosional, fisik, dan sosial. (Hurlock, 1980). Pada masa remaja, individu mulai mencari dan menemukan nilai nilai baru dengan cara menguji informasi yang ada pada dirinya, mengevaluasi kembali

5 informasi yang ada dan menyesuaikan kembali dengan konsep baru (Craig, 1986). Reaksi emosional remaja terhadap perubahan fisiknya sangat penting untuk diperhatikan. Remaja menjadi lebih memperhatikan image tubuh, kemenarikan fisik (physical attraction), tipe tubuh dan ideal concept, yaitu konsep tentang diri sebagaimana yang diinginkan oleh individu. Dalam hal tersebut, dapat dicerna bahwa remaja sedang dalam masa pencarian identitas. Pencarian identitas pada saat sekarang ini suatu kebutuhan yang bahkan lebih nyata lagi dan mendesak bagi kebanyakan individu yang terlibat di dalam zaman teknologi kontemporer yang terus menerus berubah secara tepat dan tidak pandang bulu ini. Satu cara pendekatan terhadap masalah identitas adalah dengan mencoba berbagai peran dan cara berperilaku. Banyak ahli percaya bahwa masa remaja sebaiknya merupakan masa bereksperimen pada waktu mana anak muda dapat bereksplorasi dengan ideologi dan minat yang berbeda. Para ahli itu khawatir akan adanya kompetisi (persaingan) akademis dan tekanan karier yang merenggut kesempatan para remaja untuk bereksplorasi. Dalam pembentukan identitas, masa remaja sama pentingnya dengan masa kanak kanak yang sudah terjadi sebelumnya. Dalam masa remaja berbagai peristiwa terjadi dengan begitu cepat. Seringkali timbul suatu perasaan hilang kendali, dan perasaan dimana terkadang sama sama dirasakan oleh si anak maupun orang tuanya. Dan hampir dapat dipastikan bahwa sampai pada derajat tertentu, pada waktu tertentu dan karena alasan tertentu, pasti timbul kepedihan psikologis, kebingungan, dan rasa tidak bahagia. Terhadap kebingungan dan kegalauannya itu ada sebagian remaja yang memberi reaksi dengan menyatakan

6 perasaannya lewat tindakan. Remaja remaja seperti ini seringkali berontak dan melawan semua bentuk otorita. Akibatnya, mereka sendiri seringkali menjadi sebab dari berbagai masalah. Secara fisik mereka seringkali bengis terhadap sesamanya atau terhadap siapapun yang mengganggu jalannya. Orang orang muda ini bertindak sesuka hatinya dan begitu memuja identitas kelompoknya serta penerimaan kelompok terhadap dirinya. Kekerasan yang mereka tujukan keluar, kepada sesamanya dan orang lain kelihatannya adalah refleksi dari kegalauan yang terjadi di dalam diri mereka. (Gordner, Dr. James E. 1988) Pengalaman menunjukkan bahwa remaja yang telah mendapat status sosial yang jelas dalam usia dini, tidak menampakkan gejolak emosi yang terlalu menonjol seperti rekan rekannya yang lain yang harus menjalani masa transisi dalam tempo yang cukup panjang. Masalahnya adalah jika seorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi situasi kritis dalam rangka konflik peran, itu karena ia terlalu mengikuti gejolak emosinya maka besar kemungkinan ia akan terperangkap ke jalan yang salah. Kasus kasus kenakalan remaja yang disebutkan di atas, seringkali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif. Bisa dikarenakan kurangnya dukungan positif dari lingkungan terdekat remaja, termasuk orang tuanya sendiri. (Sarlito, 2002) Menurut Jersild dalam Corey dikutip dari Yulia (2004), konsep diri terdiri dari pikiran dan perasaan individu, dimana pikiran dan perasaan itu bersifat dinamis sehingga sering berubah ubah. Konsep diri dapat berubah sebagai hasil penghargaan (achievement) dan interaksi dengan teman / lingkungan. Semakin

7 stabil suatu lingkungan individu semakin yakin akan apa yang ia pikir tentang dirinya maka konsep dirinya semakin stabil. Tetapi meskipun konsep diri mengalami perkembangan pada masa remaja akhir dan dewasa konsep diri seseorang sudah relatif menetap. Konsep diri merupakan suatu cara untuk memprediksi tingkah laku individu. Selain itu, masuk ke dalam golongan konsep diri positif atau negatif tergantung pada individu itu sendiri dalam bertingkah laku. Seseorang dikatakan memiliki konsep diri negatif jika dia menyakiti dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak kompeten, tidak menarik, cenderung bersikap pesimistik terhadap kesempatan yang ada seperti perilaku bullying yang sudah dijelaskan di atas. Dengan konsep diri negatif remaja akan mudah menyerah, selalu menyalahkan dirinya maupun orang lain jika mengalami kegagalan. Sedangkan seseorang dengan konsep diri positif akan terlihat lebih penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu bahkan terhadap kegagalan yang ditemuinya akan dianggap sebagai pelajaran berharga untuk melangkah ke arah yang lebih baik. (Jasinta F. Rini, 2002 dalam Fikriyah, Fatimatul, 2009). Tidak dapat disangkal bahwa konsep diri mempunyai peranan yang penting dalam menentukan perilaku individu. Adanya konsep diri pada individu menjadikan manusia sebagai makhluk yang unik, di mana setiap individu mempunyai pemahaman sendiri tentang dirinya yang diyakininya sebagai bagian dari dirinya. Kualitas dan keunikan yang menjadi ciri khas individu dapat dilihat dalam kehidupan mereka sehari hari sebagai makhluk sosial. Konsep diri mungkin merupakan penuntut yang lebih

8 kuat lagi bagi peranan tersebut yang membedakan manusia dari makhluk hidup yang lainnya. (RB, Burns. 1993). Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman atau kontrak eksternal dengan lingkungannya dan juga pengalaman internal tentang dirinya. Pengalaman internal ini akan mempengaruhi respon terhadap pengalaman eksternalnya. Lalu bagaimana dengan konsep diri remaja tersebut, dimana yang ia lakukan tidak lepas dengan ikatan kelompoknya. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perilaku seseorang, karena setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan pandangan pandangan atau penghayatan dan perasaan tentang diri sendiri. Hal inilah yang menarik peneliti membuat penelitian dengan judul HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMAN 70 JAKARTA. Peneliti melakukan penelitian di SMAN 70 Jakarta dengan alasan, yaitu menurut penuturan dan beberapa informasi bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang fenomenal dengan kasus tawuran antar pelajar dan tindakan bullying. Atas dasar inilah peneliti kemudian memutuskan untuk melakukan penelitian di SMA tersebut. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran perilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta?

9 2. Bagaimana konsep diri siswa SMAN 70 Jakarta? 3. Adakah hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa kelas XI SMAN 70 Jakarta? 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta? 1.4 Batasan Masalah 1. Perilaku Bullying yang dimaksud adalah perilaku penindasan yang dilakukan seseorang atau kelompok yang dianggap lebih kuat kepada yang lemah dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Dalam bentuk fisik misalnya menjambak, memukul, menendang serta merusak barang. Sedangkan nonfisik berupa verbal (memfitnah, mempermalukan) dan nonverbal (mengisolasi, meneror, menunjukkan gerak tubuh yang kasar). 2. Konsep diri yang dimaksud adalah persepsi individu mengenai kemampuan dirinya dalam hal akademik, sosial, emosional, dan fisik individu itu sendiri sesuai dengan konstrak yang ada dari teori Shavellson. 3. Siswa yang diteliti yaitu siswa kelas XI SMAN 70 Jakarta, remaja pertengahan (15 18 tahun), di mana teman sebaya masih memiliki peran penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self -

10 directed) dan mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, membuat keputusan yang akan dicapai. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkap adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa kelas XI SMAN 70 Jakarta. 1.5.2 Manfaat Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dalam psikologi perkembangan remaja. Bagi pengembangan keilmuan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pustaka umtuk mengkaji masalah konsep diri dan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMA. Secara praktis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi para pendidik siswa, serta umumnya bagi masyarakat pemerhati masalah remaja. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

11 Bab II Kajian pustaka yang meliputi teori tentang perilaku bullying yang meliputi definisi perilaku bullying, bentuk bentuk bullying, faktor penyebab terjadinya bullying, penanggulangan bullying, dampak perilaku bullying. Konsep diri yang meliputi pengertian konsep diri, jenis jenis konsep diri, aspek aspek konsep diri. Dan remaja yang di antaranya definisi remaja, ciri-ciri remaja. Serta penjelasan hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Bab III Metode Penelitian yang meliputi jenis penelitian, variabel penelitian, pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, prosedur penelitian Bab IV Presentasi dan analisis data meliputi ; gambaran umum subjek penelitian, presentasi data, hasil penelitian. Bab V Kesimpulan meliputi : kesimpulan, diskusi, dan saran.

12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Bullying 2.1.1 Definisi Perilaku Bullying Istilah bullying diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti banteng yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying sering disebut bully. Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok.(semai Jiwa Amini, 2008) Menurut Ken Rigby, bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. (Ponny Retno Astuti, 2008) Sullivan, 2000 menyatakan bahwa bullying sebagai bentuk kenakalan remaja dikalangan siswa, memerlukan model intervensi yang baik dan terencana untuk sebuah perubahan. Bullying merupakan bagian dari kegagalan membangun kecerdasan yang komprehensif. (pernyataan Mendiknas Bambang Sudibyo dalam seminar Bullying ; masalah tersembunyi dalam dunia pendidikan di Indonesia, Jakarta 29 April 2006 dikutip dari harian Kompas, 1 Mei 2006. dalam buku Meredam Bullying). Selain itu bullying juga dapat berupa perilaku tidak langsung, misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan seseorang yang

13 dianggap berbeda. Baik bullying langsung maupun tidak langsung pada dasarnya bullying adalah bentuk intimidasi fisik ataupun psikologis yang terjadi berkali-kali dan secara terus-menerus membentuk pola kekerasan. Sedangkan Barbara (2001) dalam Nurbaiti (2009) mendefinisikan bullying (penindasan) adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Sementara menurut Heald (2002) dalam Andy Herlambang (2008) bullying adalah tindak kekerasan disertai keinginan untuk menyakiti, mengancam, menakut nakuti atau membuatnya dalam keadaan tidak nyaman, berlangsung dalam jangka waktu yang lama, baik fisik maupun psikologis, yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok terhadap orang lain yang tidak mampu mempertahankan dirinya. Teori lain yang menghubungkan antara bullying dan agresi mengemukakan bahwa bullying adalah tingkah laku agresif yang bertujuan untuk mendominasi, menyakiti, atau mengucilkan orang lain Sheras (2002) dalam Andy Herlambang (2008). Dari penjelasan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku penindasan yang dilakukan seseorang atau kelompok yang dianggap lebih kuat kepada yang lemah dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Dalam bentuk fisik misalnya menjambak, memukul, menendang, dan serangan fisik launnya. Sedangkan nonfisik berupa verbal (merusak barang, memfitnah, mempermalukan) dan nonverbal (mengisolasi, meneror, menunjukkan gerak tubuh yang kasar).

14 2.1.2 Bentuk Bentuk Bullying Bentuk-bentuk bullying, antara lain; 1. Bullying secara fisik: menarik rambut, meninju, memukul, mendorong, menusuk. 2. Bullying secara emosional: menolak, meneror, mengisolasi atau menjauhkan, menekan, memeras, memfitnah, menghina, dan adanya diskriminasi berdasarkan ras, ketidakmampuan, dan etnik. 3. Bullying secara verbal: memberikan nama panggilan, mengejek, dan menggosip. 4.Bullying secara seksual: ekshibisionisme, berbuat cabul, dan adanya pelecehan seksual. Bullying dapat dilakukan dalam salah satu bentuk di atas atau kombinasi dari beberapa bentuk perilaku bullying. Pada perilaku bullying tidak memperhitungkan alasan pelaku melakukan bullying. Terkadang pelaku hanya mencari alasan yang dapat diterima atas tindakan yang ia lakukan, misalnya melakukan bullying untuk mendisiplinkan adik kelas atau korban, tetapi perilaku tersebut berlangsung selama periode yang cukup lama dan membuat korban mengalami luka baik fisik maupun psikologis. Pada umumnya anak laki laki lebih sering melakukan bullying. Hal tersebut dikarenakan hubungan pertemanan di antara sesama laki laki lebih keras, lebih kuat, dan lebih agresif daripada hubungan pertemanan di antara sesama perempuan. Selain itu, laki laki lebih sering menggunakan perilaku