Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 3 (2) : 1-6 Agustus 2019 e-issn:

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PE DOE SELECTION BASED ON DOE PRODUCTIVITY INDEX ON WEAN WEIGHT IN DADAPAN VILLAGE, SUMBEREJO SUBDISTRICT, TANGGAMUS MUNICIPAL

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Oktober 2016 di Satuan Kerja

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping

PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK

ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

Maulana Aziz a, Muhtarudin b, Yusuf Widodo b ABSTRACT

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Lokasi peternakan penggemukan sapi potong Haji Sony berada di Desa Karang

NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

SKRIPSI OLEH : RINALDI

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN KONDISI GIGI SERI PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI UNIT PELAKSANA TEKNIS TERNAK SINGOSARI, MALANG, JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

PERFORMANS SAPI BALI INDUK SEBAGAI PENYEDIA BIBIT/BAKALAN DI WILAYAH BREEDING STOCK BPTU SAPI BALI

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

Korelasi Genetik Pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

STATUS NUTRIEN SAPI PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

PRODUKSI KAMBING BOERAWA PROVINSI LAMPUNG THE IDENTIFICATION OF BOERAWA GOAT NUTRITION STATUS IN BOERAWA GOAT PRODUCTION CENTER IN LAMPUNG PROVINCE

Transkripsi:

ESTIMASI NILAI RIPITABILITAS DAN NILAI MPPA (MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY) BOBOT SAPIH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI DESA WAWASAN KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Estimation of Ripeatability and MPPA of Weaning Weight of Ongole Grade Cattle in Wawasan Village Tanjungsari District South Lampung Regency Ficke Rahmawati, M. Dima Iqbal Hamdani, Ali Husni dan Sulastri Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedong Meneng Bandar Lampung 35145 e-mail :rahmawati.ficke@gmail.com ABSTRACT This research aims to estimate the value of ripeatability and Most Probable Producing Ability (MPPA) for weaning weight of Ongole grade cattle. This research wascarried out on 29 June--29 July 2018 in Wawasan Village, Tanjungsari District, South Lampung Regency, Lampung Province. The research material used consisted of the age of the mother at the time of delivery, calf birth weight, calf weaning age, calf weaning weight, and recording data in 2013--2017. This study used a survey method. Data analysis was carried out by estimating corrected weaning weights, ripitability values, and MPPA. Based on the results of this study the average value of corrected weaning weight was 111,81±13,56; ripitability value was 0,6, and the average value of MPPA was 245,98±29,83. Ripitability value of 0.6 estimated in this study included in the high category. This study also showed that there were 56,76% of cows which had MPPA values above the average (245,98±29,83). Keywords: MPPA, PO cattle, Ripitability estimate, Weaning weight. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat Indonesia dari tahun ketahun terhadap kebutuhan gizi bagi tubuh manusia mengakibatkan semakin meningkatnya konsumsi protein hewani seperti daging sapi. Saat ini permintaan daging sapi terus mengalami peningkatan, hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2014 penduduk Lampung berjumlah 8.026.191 jiwa dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 8.117.268 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2015), Lampung merupakan provinsi sentra produksi ternak terutama sapi yang memiliki potensi cukup besar. Hal tersebut terlihat pada peningkatan populasi ternak sapi yang ada di Provinsi Lampung yaitu, tahun 2013 mencapai 573.491 ekor dan meningkat menjadi 587.827 ekor pada tahun 2014. Populasi terbesar terdapat di Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 110.214 ekor dengan bangsa sapi yang banyak dikembangkan didaerah tersebut yaitu sapi PO. Peningkatan populasi sapi PO ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki oleh individu. Pengaruh faktor genetik bersifat baka, artinya tidak akan berubah selama masa hidupnya, sepanjang tidak terjadi mutasi dari gen yang menyusunnya. Selain itu, pengaruh faktor genetik dapat diwariskan kepada anak keturunannya. Faktor lingkungan bersifat tidak baka dan tidak dapat diturunkan pada keturunannya. Metode seleksi merupakan upaya pemuliaan untuk meningkatkan performa ternak, sehingga produktivitas sapi Peranakan Ongole (PO) dapat ditingkatkan. Nilai ripitabilitas dapat menggambarkan proporsi keunggulan suatu sifat dari ternak sapi PO yang penting untuk diteliti sebagai upaya untuk menyeleksi indukan yang unggul. Keunggulan dari masing-masing ternak dapat tercermin dari nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) yang diperoleh dari nilai ripitabilitas. Penelitian mengenai nilai ripitabilitas dan nilai MPPA bobot sapih sapi PO di Desa Wawasan, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung belum pernah dilakukan, sehingga perlu dilaksanakan penelitian ini untuk mendapatkan informasi dan 1

menentukan kebijakan dalam meningkatkan performa generasi keturunannya. MATERI DAN METODE Materi Materi penelitian yang digunakan terdiri dari umur induk saat melahirkan, bobot lahir pedet, umur penyapihan pedet, bobot sapih pedet, dan data rekordingmulai tahun2013 sampai dengan 2017. Metode Penelitian ini menggunakan metode survei. Prosedur penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Melakukan prasurvei ke Desa Wawasan, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan; 2. Menentukan sapi PO yang akan diamati; 3. Melakukan pengambilan data; 4. Melakukan tabulasi dan pengolahan data; 5. Melakukan analisis data. Analisis Data Data yang diperoleh dilakukan penyesuian (koreksi) terhadap faktor koreksi umur induk (FKUI)kemudian dilakukan perhitungan pada bobot sapih terkoreksi, ripitabilitas, dan MPPA. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Sentra Peternakan Rakyat Maju Sejahtera Sentra Peternakan Rakyat Maju Sejahtera adalah pusat pertumbuhan peternakan yang terletak di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Secara geografis Kecamatan Tanjungsari terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5 o 15 sampai dengan 6 o Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian, daerah Tanjungsari sama halnya seperti daerah-daerah lain di Indonesia yaitu merupakan daerah tropis. Secara umum Kecamatan Tanjungsari memiliki curah hujan rata-rata tahunan yaitu 1946 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 171 hari per tahun. Kecamatan Tanjungsari termasuk tipe D pada Sistem Oldemen dengan rata-rata 4 bulan basah, 5 bulan kering, dan 3 bulan lembab. Luas wilayah Kecamatan Tanjungsari yaitu 103,33 km² dengan rata-rata ketinggian 50--100 dpl. Penggunaan lahan sebanyak 7471,8 ha digunakan sebagai lahan pertanian, 2627 ha sebagai lahan perkebunan, dan 233 ha merupakan kawasan non pertanian yang digunakan sebagai pemukiman dan kolam ikan. Secara administrasi Kecamatan Tanjungsari memiliki batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan; b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan; c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Way Karya Kabupaten Lampung Timur; d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Hasil sensus penduduk pada tahun 2016 menunjukkan jumlah penduduk Kecamatan Tanjungsari sebanyak 32.338 jiwa, dengan rincian perempuan sebanyak 16.261 orang dan laki-laki sebanyak 16.077 orang. Pendidikan rata-rata penduduk Kecamatan Tanjungsari adalah lulus SD. Kecamatan Tanjungsari memiliki 8 desa yaitu Desa Wawasan, Bangun Sari, Mulyosari, Sidomukti, Wonodadi, Kertosari, Purwodadi Dalam, dan Malang Sari, dengan jumlah Dusun 53 Dusun, 83RW, 212 RT. Kecamatan Tanjungsari memiliki jarak tempuh dari Ibukota Kabupaten sejauh 90 km dan Ibukota Provinsi Lampung sejauh 37 km. Salah satu desa di Kecamatan Tanjungsari adalah Desa Wawasan. Mulanya Desa wawasan merupakan bagian dari desa Purwodadi Simpang dengan luas wilayah 250 ha. Desa Wawasan memisahkan diri/pemekaran dari Desa Purwodadi Simpang pada tahun 1978. Saat pemekaran, Desa Wawasan hanya memiliki satu dusun yang terdiri dari 12 RT dan mendapat tambahan luas wilayah sebanyak 168 ha. Desa Wawasan Definitif pada tanggal 12 Oktober 1991. Desa Wawasan mendapat tambahan sebanyak 68 ha pada tahun 1998 hingga sampai saat ini Desa Wawasan memiliki luas wilayah 486 ha. Keadaan Peternakan di Desa Wawasan Desa Wawasan adalah salah satu wilayah yang termasuk dalam Sentra Peternakan Rakyat (SPR) Maju Sejahtera. SPR dibentuk 2

untuk menjawab perkembangan kemajuan dunia peternakan, kesehatan hewan, dan untuk mewujudkan agribisnis peternakan sebagai wujud kedaulatan peternak. SPR Maju Sejahtera didirikan pada tanggal 01 Oktober 2015 dan dideklarasikan pada tanggal 20 Oktober 2015. Pendirian SPR Maju Sejahtera dilakukan dengan pemilihan Gugus Perwakilan Pemilik Ternak (GPPT) secara demokratis dan terpilih Ketua GPPT adalah imamnya para peternak sapi di wilayah Kecamatan Tanjungsari. Awal mulanya dibentuk SPR Maju Sejahtera memiliki 30 kelompok ternak dengan jumlah peternak 500 orang. Kelompok ternak tersebut berasal dari 7 desa cakupan wilayah Kecamatan Tanjungsari. Jumlah ternak sapi yang termasuk dalam SPR Maju Sejahtera adalah 1073 ekor betina dan 108 jantan. Dirjen PKH (2015) menerangkan bahwa SPR memiliki Sekolah Peternakan Rakyat (Sekolah-PR) yang didalamnya terdapat proses pembelajaran secara aplikatif, partisipatif, sistematis, dan terstruktur dengan cara pemberian akses informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, serta penguatan kendali produksi dan pasca produksi ternak yang dilaksanakan di SPR tersebut. Selain itu, SPR juga mengoptimalkan pemanfaatan sumber dana dan sumber daya menuju bisnis kolektif dari berbagai pihak, yaitu Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pemerintah Daerah, Akademisi, Kementrian/Lembaga Terkait, dan pihak Swasta. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan Nomor : B/54/III.10/HK/2011 tanggal 18 Februari 2011, diterangkan bahwa Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit/kawasan pusat pelestarian dan pengembangan sapi PO. Desa Wawasan merupakan salah satu wilayah SPR yang memiliki populasi sapi PO. Saat ini di Desa Wawasan memiliki 4 kelompok ternak yang masih aktif, yaitu Maju Sejahtera, Rukun Sentosa, Sido Rukun, dan Margajaya IV. Jumlah ternak sapi PO di Desa Wawasan sampai dengan tahun 2017 sebanyak 583 ekor. Sitem pemeliharaan oleh peternak di Desa Wawasan masih semi intensif. Sapi digembalakan pada pagi hari kemudian sore harinya dikandangkan dan diberi pakan tambahan pada malam harinya. Hijauan yang diberikan berupa rumput gajah, tebon jagung, jerami, dan rumput lapangan, sedangkan konsentrat yang diberikan berupa bungkil sawit, onggok, tongkol jagung, molases, dolomit, urea dan garam. Pemberian tongkol jagung hanya untuk pengenyang dan tidak termasuk dalam susunan formulasi ransum, karena tujuan pemeliharaan ternak sapi adalah pembibitan maka pemberian konsentrat tidak diberikan secara rutin, tergantung dari peternak yang bersangkutan. Sistem perkandangan yang diterapkan oleh peternak di Desa Wawasan adalah sistem kandang konvensional dengan bentuk atap gable. Bahan atap kandang terbuat dari asbes dengan sudut kemiringan atap kira-kira 30--45º, sehingga kondisi di dalam kandang tidak terlalu panas. Sistem kandang konvensional di Desa Wawasan terdapat dua tipe yaitu (1) one row plan (kandang satu baris), posisi sapi ditempatkan satu baris dengan kepala menghadap keluar; (2) two row plan with central alley (kandang dua baris dengan jalan di tengah), posisi sapi ditempatkan menjadi dua baris dengan kepala menghadap kedalam dan diantara keduanya terdapat jalan untuk penggunaan tenaga yang lebih efisien saat pemberian pakan. Bobot Sapih Sapi PO Terkoreksi di Desa Wawasan Data bobot sapih terkoreksi pedet sapi PO paritas pertama dan paritas kedua di Desa Wawasan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bobot sapih terkoreksi pedet sapi PO di Desa Wawasan Uraian Paritas 1 Paritas 2 BSttertinggi (kg) 157 149 BStterendah (kg) 88 87 Rata-rata BSt (kg) 113,08± 16,30 110,54± 14,48 Rata-rata Umur Induk (tahun) 3,5 5,6 Data pada Tabel 3 menujukkan bahwa rata-rata bobot sapih terkoreksi 205 hari pada paritas pertama dan paritas kedua tidak berbeda nyata. Hasil penelitian bobot sapih sapi PO di Desa Wawasan lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot sapih sapi PO umur 205 hari hasil penelitian Prihandini, dkk., (2011) di Loka Penelitian Sapi Potong Grati sebesar 109,10±18,35 kg. Demikian pula hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sapi PO oleh Wijono (2007) di Penelitian Sapi 3

Potong Grati berturut-turut sebesar 84,14±17,76 dan 104,00±11,35 kg. Tingginya nilai bobot sapih dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hardjosubroto (1994) bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak, sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan ternak untuk dapat menampilkan kemampuannya. Astuti dkk. (2015) menyatakan bahwa pemberian pakan kepada ternak dapat mempengaruhi performa ternak. Pemberian pakan konsentrat dan hijauan secara bersamaan kepada ternak sapi potong dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian hijauan terlebih dahulu kemudian konsentrat ataupun sebaliknya. Adapun perbedaan pertambahan bobot badan ternak dalam kg/ekor/hari secara berturut-turut yaitu 0,64±0.03, 0,32±0,1, dan 0,25±0,03. Bobot sapih berkorelasi positif dengan bobot lahir. Lasley (1978) menyatakan bahwa pedet yang mempunyai berat lahir tinggi akan tumbuh lebih cepat sehingga mencapai bobot sapih yang tinggi. Umur pedet yang disapih awal akan memiliki persentase yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pedet yang disapih pada umur siap sapih. Hal tersebut disebabkan karena sapi yang umurnya masih terlalu muda konsumsi pakannya masih rendah dan nutrisi yang dikonsumsi masih belum cukup (Taylor, 1984). Nilai Ripitabilitas Bobot Sapih Sapi PO di Desa Wawasan Nilai ripitabilitas bobot sapih sapi PO yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,6. Berdasarkan hasil penelitian, nilai ripitabilitas bobot sapih sapi PO di Desa Wawasan tergolong dalam kategori tinggi. Kisaran nilai 0,6 termasuk dalam kategori tinggi sesuai dengan pernyataan Sulastri dan Dakhlan (2002) yang sependapat juga dengan Hardjosubroto (1994) bahwa nilai ripitabilitas dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,0--0,2; sedang apabila nilainya 0,2--0,4; dan tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4. Nilai ripitabilitas bobot sapih 0,6 memiliki arti bahwa perbedaan performa suatu individu ternak dalam mengulang bobot sapih keturunannya sebesar 60% dipengaruhi oleh faktor genetik, sedangkan sisanya sebesar 40% dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Keadaan tersebut sesuai dengan pernyataan Bourdon (2000) bahwa nilai ripitabilitas yang mendekati 1 menunjukkan performa tersebut kemungkinan besar akan terulang pada masa yang akan datang. Nilai ripitabilitas merupakan pencerminan dari sifat-sifat yang diulang setiap kali selama hidupnya dan berguna untuk memperkirakan produktivitas ternak tersebut pada masa mendatang (Warwick dkk., 1990). Dinyatakan juga oleh Pattie dan James (1985) bahwa nilai ripitabilitas berkisar antara nol sampai satu. Nilai ripitabilitas yang tinngi menunjukkan tingginya keragaman genetik. Sebaliknya jika nilai ripitabilitas rendah menunjukkan tingginya keragaman lingkungan. Ripitabilitas (angka pengulangan) merupakan batas maksimum dari angka pewarisan sifat (heritabilitas). Nilai ripitabilitas bobot sapih sapi PO di Desa Wawasan lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai ripitabilitas sapi Simental di BPTU Sapi Potong Padang Mangatas hasil penelitian dari Suhadadkk.. (2009) sebesar 0,32±0,18. Begitu juga nilai ripitabilitas hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kress dan Bufening (1972) pada sapi Hereford sebesar 0,27±0,02. Perbedaan estimasi nilai ripitabilitas yang dihasilkan karena perbedaan sampel yang diamati. Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa pengamatan yang dilakukan berulang kali maka hasil pengamatan pada lingkungan pertama akan berbeda dengan pengamatan pada lingkungan kedua. Demikian pula pengamatan pada lingkungan kedua hasilnya tidak akan sama dengan lingkungan pada pengamatan berikutnya. Pengetahuan tentang nilai ripitabilitas dapat digunakan untuk meningkatkan performa ternak di masa yang akan datang. Jika nilai ripitabilitas suatu sifat tinggi, maka culling (pengafkiran) yang didasarkan pada catatan produksi akan lebih efektif dan peningkatan pada masa yang akan datang cepat dicapai (Lasley, 1978). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan nilai ripitabilitas yaitu : (1) mengupayakan lingkungan seseragam mungkin; (2) mengukur seakurat mungkin; (3) menyesuaikan pengaruh lingkungan, misalnya umur sapih pedet, umur induk saat melahirkan, dan paritas kelahiran. Pembenahan dalam sistem pengelolaan masih perlu dilakukan, baik terhadap kontrol penyakit, pemberian pakan yang berkualitas 4

sesuai dengan kebutuhan ternak, sistem pencatatan (rekording), serta teknis pola breeding dan reproduksi ternak. Nilai MPPA Bobot Sapi Sapi PO di Desa Wawasan Data nilai MPPA bobot sapih sapi PO di Desa Wawasan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai MPPA bobot sapih sapi PO di Desa Wawasan Uraian Nilai MPPA tertinggi(kg) 335,5 MPPA terendah (kg) 192,5 Rata-rata MPPA (kg) 245,98 Standar deviasi 29,83 Jumlah sampel (ekor) 37 Jumlah sampeldiatas rata-rata (%) 56,76 Jumlah sampel dibawah rata-rata (%) 43,24 Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4, Nilai MPPA bobot sapih sapi PO yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 245,98±29,83. Besarnya nilai MPPA ditentukan oleh nilai ripitabilitas, paritas kelahiran, rata-rata bobot sapih pedet per induk, dan rata-rata bobot sapih dalam populasi pedet. Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa nilai MPPA (Most Probable Producing Ability) merupakan sustu pendugaan secara maksimum dari kemampuan berproduksi seekor hewan betina, yang diperhitungkan atau diduga atas dasar catatan performa yang sudah ada. Berdasarkan nilai MPPA yang diperoleh dapat dipilih betina yang produktivitasnya tinggi untuk menghasilkan keturunan yang berpotensi tinggi dalam produksi. Penelitian ini menggunakan data rekording sapi PO dari tahun 2013--2017. Data diambil dari empat kelompok ternak yaitu Maju Sejahtera, Rukun Sentosa, Sido Rukun, dan Margajaya IV dengan jumlah peternak sebanyak 27 orang. Data ternak yang digunakan sebagai sampel penelitian sebanyak 37 ekor induk sapi PO dan 74 ekor pedet lepas sapih yang terdiri dari kelahiran pertama dan kedua. Berdasarkan estimasi nilai MPPA yang diperoleh terdapat 56,74% yang memiliki nilai MPPA diatas nilai rata-rata. Nilai MPPA tertinggi lima teratas yatiu sebesar 335,5±29,83 dengan nama Tami nomor eartag 249 yang dipelihara oleh Bapak Tukiman dari kelompok ternak Sido Rukun, 297±29,83 dengan nama Omol nomor eartag 463 yang dipelihara oleh Bapak Pitoyo dari kelompok ternak Rukun Sentosa, 295,59±29,83 dengan nama Dede nomor eartag 205 yang dipelihara oleh Bapak Mujiono dari kelompok ternak Sido Rukun, 286±29,83 dengan nama Oros nomor eartag 459 yang dipelihara oleh Bapak Marsiman dari kelompok ternak Rukun Sentosa, dan 271,7±29,83 dengan nama Inah nomor eartag 349 yang dipelihara oleh Bapak Nurdin dari kelompok ternak Margajaya IV. Tingginya nilai MPPA yang dicapai diduga disebabkan oleh tingginya potensi genetik yang dimiliki untuk mengulang kemampuannya dimasa yang akan datang. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Warwick dkk. (1990) bahwa jika dalam suatu populasi diperoleh nilai MPPA dari salah satu individu tinggi, maka dapat diduga bahwa kemampuan berproduksi dari individu yang bersangkutan akan tinggi pula. Sisanya terdapat 43,24% yang memiliki nilai MPPA dibawah rata-rata. Nilai MPPA lima terendah sebesar 212,3 dengan nama Parmi nomor eartag 332 yang dipelihara oleh Bapak Sugiarto dari kelompok ternak Margajaya IV, 195,8±29,83 dengan nama Otap nomor eartag 470 yang dipelihara oleh Bapak Andrianto dari kelompok ternak Rukun Sentosa, 193,6±29,83 dengan nama Asri nomor eartag 132 yang dipelihara oleh Bapak Edi Kusworo dari kelompok ternak Maju Sejahtera, 193,6±29,83 dengan nama Olin nomor eartag 208 yang dipelihara oleh Bapak Suripto dari kelompok ternak Sido Rukun, dan 192,5±29,83 dengan nama Yosi nomor eartag 107 yang dipelihara oleh Bapak Supriyanto dari kelompok ternak Maju Sejahtera. Rendahnya nilai MPPA yang dicapai diduga kareana reandahnya potensi genetik yang dimiliki sehingga kemampuannya untuk mengulang produksi di masa mendatang tergolong rendah. Sistem pemeliharaan yang masih sederhana dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak.. pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak sangat mempengaruhi pertumbuhan dan bobot sapih ternak. Kurangnya sanitasi kandang mengakibatkan ternak rentan terserang penyakit, sehingga dapat menghambat pertumbuhan ternak. Estimasi nilai MPPA digunakan untuk menentukan sapi-sapi yang memiliki kemampuan berproduksi di bawah rata-rata untuk kemudian dapat menentukan kebijakan 5

apakah sapi-sapi tersebut akan dipertahankan atau diafkirkan. KESIMPULAN Nilai ripitabilitas bobot sapih yang diperoleh tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebesar 0,6. Nilai rata-rata MPPA bobot sapih yang diperoleh sebesar 245,98±29,83 dengan rincian sebesar 56,76% diatas rata-rata dan 43,24% dibawah rata-rata. DAFTAR PUSTAKA Astuti, A., Erwanto, dan P.E. Santosa. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrathijauan terhadap respon fisiologis dan performa sapi Peranakan Simmental. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3: 201-207 Badan Pusat Statistik. 2015. Lampung Dalam Angka. Kerjasama Badan Pusat Statistik dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Provinsi Lampung. Bourdon, R.M. 2000. Understanding Animal Breeding. Prentice Hall, Inc. New Jersey. Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015. Pedoman Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Jakarta. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia. Kress, D. D. and Bufening, P. J. 1972. Weaning weight related to subsequent most probable producing ability in Herford cows. J. Anim. Sci. 35 : 327-335 Lasley, J.F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3 rd edition. Prentice Hall of India Private. New Dehli. Pattie, W.A dan J.W. James. 1985. Principles of Applied Animal Breeding. Departemen of Animal Production University of Queensland. Australia. Prihandini, P.W. L Hakim, VMA Nurgiartiningsih. 2011. Seleksi pejantan berdasarkan nilai pemuliaan pada sapi PO di Loka Penelitian Sapi Potong. JTernak Trop.13: 9-18 Suhada, H., Sumadi dan Nono ngadiyono. 2009. Estimasi parameter genetik sifat produksi sapi Simmental di balai pembibitan ternak unggul sapi potong Padang Mangatas, Sumatera Barat. Buletin Peternakan. 33: 1-7 Sulastri, dan A. Dakhlan. 2002. Dasar Pemuliaan Ternak. Buku Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Surat Keputusan Bupati. 2011. Surat Keputusan Bupati. Lampung Selatan. NomorB/54/III.10/HK/2011 Taylor, R. E. 1984. Beef Production and The Beef Industry. Macmillan Publishing Company, New York. Warwick, E. J., M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wijono, B.D. 2007. Pengaruh seleksi bobot sapih dan bobot setahun terhadap laju pertumbuhan sapi peranakan ongole di foundationstock. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007. Departemen Pertanian. Bogor. 6