SISTEM PELAPORAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA (STUDI KASUS)



dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA

ANALISIS PENERAPAN PELAPORAN DAN PERBAIKAN KEKURANGAN TINGKAT LANJUTAN SMK3 BERDASARKAN PP NO. 50 TAHUN 2012 DI PT. X

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan manajemen.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2015 TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Keluarga PSPD Unja

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja karyawan pada suatu perusahaan sering kali

STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja yang baik

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja juga tinggi (Ramli, 2013). terjadi kecelakaan kasus kecelakaan kerja, 9 pekerja meninggal

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi

AUDIT TERHADAP SISTEM MANAJEMEN K3 BERBASIS OHSAS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYUAGUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dunia perindustrian di era globalisasi mengalami perkembangan yang semakin pesat. Hal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Terhadap Pelayanan Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Klinik Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. bergeloranya pembangunan, penggunaan teknologi lebih banyak diterapkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstitusi Indonesia pada dasarnya memberikan perlindungan total bagi rakyat

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

ANALISIS PENERAPAN SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN K3 PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYUAGUNG KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KESEHATAN IBU YANG DIDANAI BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN DI PUSKESMAS BANDARHARJO KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan atau organisasi mempunyai harapan maupun keinginan

Perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. standar kualitas pasar internasional. Hal tersebut semakin mendorong banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan kondisi yang menunjukkan Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

INFORMASI TENTANG PROSEDUR PERINGATAN DINI DAN EVAKUASI KEADAAN DARURAT

GAMBARAN PELAKSANAAN UPAYA KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari resiko yang relatif sangat kecil dibawah tingkatan tertentu, dan hal

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

KAJIAN UPAYA PROMOSI KESEHATAN (STUDI KASUS Dl PUSKESMAS KOTA MADIUN DAN KABUPATEN NGAWI)

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENILAIAN KINERJA PADA PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR

Contoh topik penelitian manajemen rumahsakit

BAB II LANDASAN TEORI. sistem informasi terdiri dari input, proses dan output seperti yang terlihat pada

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari K3 menurut Suma mur (1995), bahwa hygiene perusahaan. produktif. Suardi (2007) K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014) Gambar 1.1 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, dan Pengangguran di Indonesia.

Pencegahan Akibat Kerja Pada Home Industri

PEMERINTAH KABUPATEN BUTON SELATAN DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WILAYAHKECAMATAN SAMPOLAWA Jl. UwebontoKel. Jaya Bakti Kec. Sampolawa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIREKTORAT USAHA BUDIDAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses

Hiperkes dan Filosofi K3

UPAYA KESEHATAN KERJA

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy). Akibatnya jumlah penduduk

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Syarifah (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara) Fotarisman Zaluchu (Badan Penelitian & Pengembangan Provinsi Sumatera Utara)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB VII PEMBAHASAN. VII.1 Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja. proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan tenaga kerja merasa

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

SISTEM PELAPORAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA (STUDI KASUS) CASE STUDY : OCCUPATIONAL DISEASE REPORTING SYSTEM IN NORTH JAKARTA Nila Pratiwi Ichsan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Indonesia memiliki Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja, tetapi data Penyakit Akibat Kerja yang terdapat di Kemnakertrans RI tidak dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Tidak adanya data Penyakit Akibat Kerja akan menghambat perencanaan dan pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Analisa Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja menggunakan Logic Model Framework dilakukan di Jakarta Utara karena perusahaan sedang dan besar terbanyak terdapat di Jakarta Utara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Jakarta Utara serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, Focus Group Discussion, observasi partisipasi dan studi dokumentasi Hasil penelitian didapatkan Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Jakarta Utara sudah ada, namun belum berjalan sinergi antara sektor kesehatan dan sektor ketenagakerjaan. Faktor yang memengaruhi Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Jakarta Utara yakni input yang berkaitan dengan tata kerja serta proses yang berkaitan dengan perencanaan dan pengorganisasian. Untuk itu disarankan kepada Pemerintah Daerah Jakarta Utara yang harus didukung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk mengembangkan model yang komprehensif dan terintegrasi Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. Kata Kunci : Logic Model Framework, Penyakit Akibat Kerja, Sistem Pelaporan ABSTRACT Indonesia already has the Occupational Diseases Reporting System, but the Occupational Diseases data in the Ministry of Manpower and Transmigration can not explain the condition of Occupational Diseases in Indonesia. The absence of data on Occupational Diseases will certainly hamper the planning and implementation of Occupational Health and Safety programs. Analysis of Occupational Diseases Reporting System using the Logic Model Framework conducted in North Jakarta because most of medium and large companies located in North Jakarta. The purpose of this study are

2 determine how the Occupational Diseases Reporting System in North Jakarta and the factors that influence the Occupational Diseases Reporting System. This study is a qualitative study using case study approach. Data was collected through in-depth interviews, focus group discussions, partisipatif observation and documentation study. Results of this study showed that the Occupational Diseases Reporting System in North Jakarta already exist, but no cooperation beetwen health sector and manpower sector. The factor that most influence the Occupational Diseases Reporting System in the North Jakarta work procedur, planning and organizing. It is recommended to North Jakarta local government which must be supported by the central government and Jakarta provincial governments to develop a comprehensive and integrated model Occupational Diseases Reporting System. Key words : Logic Model Framework, Occupational Disease, Reporting system. PENDAHULUAN Proses industrialisasi di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis perusahaan dan tempat kerja yang memanfaatkan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain, masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terjadi di tempat kerja sebagai risiko bahaya kerja akibat penggunaan berbagai bahan, mesin dan peralatan kerja dalam proses produksi juga meningkat; termasuk diantaranya Penyakit Akibat Kerja. 1 Press release International Labour Organization (ILO) pada tanggal 26 April 2013; dalam rangka hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja sedunia, menyatakan bahwa jumlah kasus penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan diperkirakan 160 juta setiap tahun dengan sekitar 2,02 juta kematian setiap tahunnya. Studi populasi yang dilakukan ILO pada tahun 2005 memperkirakan bahwa 8% kematian karena kanker, 7,5% penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler, 10%

penyakit saluran pernafasan kronik dan 100 % Pneumokoniosis berhubungan dengan pekerjaan. 2 Data Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Indonesia didapatkan dari PT. Jamsostek berdasarkan kasus yang diberikan kompensasi. Pada tahun 2011 tercatat 96.314 kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja dengan korban meninggal 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang. 3 Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja tahun 2012 tersebut meningkat menjadi 103.000 kasus. 4 Meskipun demikian data tersebut diatas tidak menjelaskan jumlah keseluruhan kasus Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja yang terjadi di Indonesia. Pencatatan jumlah kasus hanya diperoleh dari peserta Jamsostek saja yang berjumlah 10 juta tenaga kerja pada tahun 2012: sementara berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI hingga Agustus 2012 penduduk Indonesia yang bekerja sebanyak 110.808.154 orang. Indonesia telah memiliki Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja, tetapi data Penyakit Akibat Kerja yang terdapat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tidak dapat menjelaskan keadaan Penyakit Akibat Kerja yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI tidak mempunyai data juga mengenai juga Penyakit Akibat Kerja. Berdasarkan Laporan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja oleh Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja Tahun 2011 dan 2012 tidak ada laporan mengenai Penyakit Akibat Kerja. Laporan Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala tenaga kerja tahun 2011 hanya 0,3% ditemukan dugaan Penyakit Akibat Kerja, sedangkan Laporan Hasil

4 Pemeriksaan Kesehatan Berkala tenaga kerja tahun 2012 tidak ditemukan dugaan Penyakit Akibat Kerja. 5,6 Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan persentasi ketiga tertinggi yang melaporkan pemeriksaan kesehatan berkala tenaga kerja di tahun 2011, tapi tidak ada laporan mengenai dugaan Penyakit Akibat Kerja maupun Penyakit Akibat Kerja. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta menyebutkan pada tahun 2009 jumlah perusahaan sedang dan besar terbanyak ada di Kota Administrasi Jakarta Utara yakni 686 perusahaan. Analisis terhadap Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja akan dilakukan di Kota Administrasi Jakarta Utara dengan metode penelitian kualitatif dan menggunakan Logic Model Framework agar dapat dianalisis secara lengkap dan komprehensif setiap komponen yang terlibat sehingga bisa diketahui faktor-faktor yang memengaruhi pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara. METODE Rancangan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus karena peneliti akan menyelidiki secara cermat program, aktivitas dan proses yang berkaitan dengan Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. 7 Dalam penelitian ini tidak ada hipotesis yang ditentukan sejak awal, tidak ada perlakuan dan tidak ada pembatasan produk akhir. Peneliti sebagai instrumen penelitian berinteraksi langsung dengan para informan yakni subjek penelitian, melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan Focus Group Discussion untuk memperoleh pemahaman emik tentang Sistem Pelaporan Penyakit Akibat

Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara. 8 Peneliti sebagai instrumen kunci mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi dan melakukan wawancara mendalam dengan para informan. Peneliti dalam penelitian ini bersifat participatory observatif. Analisis data akan lebih didominasi analisis terhadap content. Langkah-langkah analisa dan interpretasi data meliputi transkripsi, reduksi, koding, kategorisasi, penyajian data dan interpretasi data. 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Manusia yang tidak melakukan pelaporan Penyakit Akibat Kerja meskipun SDM tersebut tahu bahwa Penyakit Akibat Kerja wajib dilaporkan merupakan bentuk prilaku yang tidak patuh terhadap regulasi yang berlaku yang disebabkan kurangnya tanggung jawab, perhatian, komitmen dan motivasi. Salah satu hal yang melatarbelakangi motivasi yakni berkaitan dengan insentif. Pendekatan klasik teori motivasi McGregor yang dikenal dengan teori X yang berasumsi bahwa sebagian besar pekerja termotivasi terutama oleh pertimbangan ekonomi dan akan melakukan apapun untuk insentif ekonomi yang besar. Asumsi yang kedua yakni organisasi sebagai pengendali insentif ekonomi harus dapat mengarahkan, memanipulasi bahkan memaksa tenaga kerja yang pasif untuk memberikan motivasi dalam mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan asumsi tersebut secara eksplisit bahwa tenaga kerja pada dasarnya malas serta tidak menyukai pekerjaan dan selalu berusaha untuk menghindari pekerjaan oleh sebab itu harus dimotivasi dengan dorongan eksternal. Secara alami tenaga kerja anti terhadap tujuan organisasi, sehingga harus selalu dilakukan pengawasan untuk

6 memastikan sejauh mana tenaga kerja tersebut berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian SDM akan memiliki motivasi jika ada dorongan eksternal serta harus dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kewajiban yang harus dilakukan. 9 Jam kerja yang terbatas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi SDM dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat kerja. Dokter menjadi kurang perhatian terhadap adanya PAK, terutama bila dokter perusahaan yang bekerja hanya paruh waktu sehingga dalam bekerja ada keterbatasan waktu dan harus mengerjakan pekerjaan di tempat lain. 10 Keterbatasan pengetahuan pegawai pengawas mengenai Penyakit Akibat Kerja, yang dipengaruhi latar belakang pendidikan yang bukan dari bidang kesehatan sehingga pegawai pengawas tidak merasa percaya diri melakukan pengawasan di bidang norma kesehatan kerja. Hal tersebut juga ditambah dengan perhatian, motivasi dan komitmen pegawai pengawas masih kurang dalam memeriksa norma kesehatan kerja khususnya mengenai Penyakit Akibat Kerja. Motivasi sangat diperlukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan sebab motivasi merupakan faktor yang dapat 11, 12 memengaruhi kinerja seseorang. Ada beberapa regulasi yang terkait dengan Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. Regulasi yang ada tersebut cukup memadai sebagai instrumen kebijakan dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. Sanksi hukum bagi pihak yang tidak melakukan pelaporan Penyakit Akibat Kerja juga sudah cukup jelas. Berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1970 ini maka sanksi terhadap

pelanggaran kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja dianggap terlalu ringan karena sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini. Mekanisme pelaporan Penyakit Akibat Kerja dari sektor ketenagakerjaan dan dari sektor kesehatan berjalan sendiri-sendiri. Belum ada regulasi yang secara komprehensif dan terintegrasi mengatur pelaporan Penyakit Akibat Kerja yang melibatkan sektor ketenagakerjaan dan sektor kesehatan, sehingga kedua sektor ini seharusnya berkoordinasi dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. Berdasarkan regulasi terdapat 2 (dua) mekanisme pelaporan Penyakit Akibat Kerja yakni pelaporan di sektor ketenagakerjaan dan sektor kesehatan namun tidak ada koordinasi antara kedua sektor tersebut, baik ditingkat pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam menangani pelaporan Penyakit Akibat Kerja. Koordinasi diperlukan sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan atau bidang-bidang fungsional suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. 13 Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk mencapai koordinasi yang efektif. Komunikasi merupakan kunci koordinasi yang efektif. Koordinasi yang dilakukan secara langsung akan bergantung pada perolehan, penyebaran dan pemrosesan informasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koordinasi pada dasarnya merupakan tugas pemrosesan informasi. 13 Dalam melakukan kegiatan atau program Sosialisasi Regulasi seharusnya dilakukan perencanaan agar kegiatan atau program tersebut efektif. Perencanaan program atau kegiatan sosialisasi regulasi yang tidak dilakukan dengan baik sehingga outcomes dan impact yang harapkan dari sosialisasi regulasi yakni

8 pihak-pihak yang terlibat dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja mengetahui bahwa Penyakit akibat Kerja wajib untuk dilaporkan dan melakukan pelaporan jika menemukan Penyakit Akibat Kerja tidak terlaksana. Sosialisasi regulasi, pembinaan teknis K3 serta pembinaan personil K3 yang dilakukan masih mengutamakan outcome berupa peningkatan kemampuan dan pengetahuan di bidang kesehatan kerja terutama Penyakit Akibat Kerja. Namun bagaimana membangun karakter pelaksana untuk memiliki motivasi, komitmen dan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja belum menjadi perhatian dalam semua kegiatan yang dilakukan. Pendanaan yang dialokasikan untuk Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja telah mencukupi, meskipun tidak ada anggaran khusus untuk pelaporan, analisa dan pengelolaan laporan. Hal tersebut sudah menjadi kewajiban perusahaan dalam menerapkan syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta merupakan tupoksi Sudinakertrans Jakarta Utara dan Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta. Pendanaan dilakukan untuk sosialisasi regulasi, pembinaan K3 serta membangun Sistem Jaringan Informasi Pengawasan ketenagakerjaan. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara sudah memadai. Bentuk form pelaporan sudah tersedia sesuai lampiran yang ada di Kepdirjen Binwasnaker No.22 Tahun 2006. Sistem Jaringan Informasi Pengawasan Ketenagakerjaan yang dibangun oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan memberikan laptop, software, jaringan internet serta sosialisasi, pelatihan dan asistensi kepada

Sudinakertrans Jakarta Utara dan Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta tidak berjalan sesuai yang diharapkan sebab belum terorganisir dengan baik. Perencanaan yang dilakukan oleh Sudinakertrans Jakarta Utara masih bergantung pada pimpinan. Berdasarkan pendekatan perencanaan yang dilakukan Top Down Planning yaitu perencanaan yang dibuat oleh manajemen puncak sedangkan level manajemen dibawahnya tinggal melaksanakan rencana tersebut. 11 Kelebihan Top Down Planning yakni lebih cepat dalam pengambilan keputusan, serta lebih hemat biaya, tenaga dan waktu. Kekurangan Top Down Planning yakni kurang didasarkan aspirasi, bawahan kurang partisipatif, keputusan yang diambil seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan serta rawan terjadi konflik internal. Perencanaan yang harus dilakukan oleh perusahaan yakni perencanaan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja merupakan salah satu sarana untuk dapat mendeteksi Penyakit Akibat Kerja. Pemeriksaan kesehatan ini haruslah berorientasi pada pemeriksaan kesehatan kerja, dimana jenis pemeriksaannya selain untuk pemeriksaan yang rutin, juga didasarkan pada adanya faktor bahaya di tempat kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. Bila orientasi pemeriksaan kesehatan belum didasarkan pada faktor bahaya yang ada, maka akan menyulitkan dalam mendeteksi adanya Penyakit Akibat Kerja. 14 Selama ini pengorganisasian Pelayanan Kesehatan Kerja dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja sesuai instumen kebijakan Permenakertrans RI No.Per-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, Kepmenaker RI No.Kep.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja hanya melibatkan pelayanan kesehatan kerja yang

10 diselenggarakan oleh perusahaan atau pelayanan kesehatan diluar perusahaan yang memiliki kerjasama dengan perusahaan sesuai dengan Kepdirjen Binwasnaker Nomor KEP.22/DJPPK/V/2008 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1758/MENKES/SK/XII/2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar menyebutkan bahwa institusi Pelayanan Kesehatan Kerja dasar yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kerja dasar meliputi Pos Usaha Kesehatan Kerja, Poliklinik Perusahaan dan Puskesmas termasuk Puskesmas pembantu. Klinik perusahaan berada dalam Sistem Kesehatan Nasional berada dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pada strata pertama atau UKM tingkat dasar. Kedudukan klinik perusahaan dalam suatu wilayah sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional berada dibawah koordinasi Puskesmas. Dalam kaitan dengan fungsi-fungsi tersebut, puskesmas harus mengkoordinir dan membina upaya masyarakat/swasta dalam bidang upaya kesehatan dasar sesuai Permenkes No.920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik. Klinik perusahaan bertanggung jawab secara administrasi kepada Puskesmas karena Puskesmas adalah penanggung jawab masalah kesehatan pada suatu wilayah kerja. Berdasarkan data International Labour Organisastion (ILO) dari 3 milyar tenaga kerja di seluruh dunia, lebih dari 80% tidak memiliki akses ke Pelayanan Kesehatan Kerja. 15 Cara yang paling efektif untuk menghadapi masalah-masalah kesehatan kerja dari tenaga kerja yang tidak terlayani tersebut yakni melalui pendekatan perawatan kesehatan primer seperti dokter praktek, puskesmas dan

klinik. 14 Dengan demikian dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja seharusnya melibatkan seluruh pelayanan kesehatan yang ada diwilayah tersebut. Fungsi Pelayanan Kesehatan Kerja berdasarkan hasil penelitian lebih banyak bersifat kuratif dan rehabilitatif. Untuk mencapai tujuan kesehatan kerja dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja tidak hanya berupa kegiatan pengobatan (kuratif) saja, tetapi harus bersifat komprehensif yang mencakup upaya-upaya kesehatan yang terdiri dari upaya pencegahan (preventif), peningkatan (promotif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada di tempat kerja yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja sesuai dengan tugas pokok pelayanan kesehatan kerja berdasarkan Permenakertrans No. Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Jika fungsi Pelayanan Kesehatan Kerja dilaksanakan secara komprehensif maka Penyakit Akibat Kerja akan bisa dicegah dan dideteksi. Perusahaan Jasa K3 bidang Pemeriksaaan Kesehatan Tenaga Kerja merupakan salah satu lembaga yang berperan dalam menilai dan mendiagnosa Penyakit Akibat Kerja. Berdasarkan Permenakertrans No. Per.04/Men/1995 tentang Perusahaan Jasa K3 menyatakan bahwa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan wajib menyerahkan laporan teknis ke intansi ketenagakerjaan setempat. Tapi dalam pelaksanaannya Perusahaan Jasa K3 bidang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja tidak pernah melaporkan hasil kegiatannya kepada Sudinakertrans Jakarta Utara maupun Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta. Sikap Sudinaker Jakarta Utara dalam Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja bersifat pasif, yakni hanya menunggu laporan yang disampaikan oleh perusahaan. Peran PJK3 bidang

12 pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang diharapkan lebih dari sekedar melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja. Perusahaan Jasa Ke bidang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja juga memberikan informasi kepada perusahaan sehingga terjadi pemahaman bahwa menemukan Penyakit Akibat Kerja dan melaporkannya merupakan suatu nilai tambah. Jika perusahaan menemukan Penyakit Akibat Kerja berarti menemukan masalah atau resiko yang bisa membahayakan pekerja. Pelaksanaan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara belum berjalan, terjadi hambatan pada tiap tahap pelaporannya. Kepatuhan SDM merupakan salah satu hal yang menyebabkan tidak dilaporkannya Penyakit Akibat Kerja. Prilaku tidak patuh ini dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan dan sikap SDM. Pengawasan ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan dari pemerintah dalam menjamin perlindungan hak-hak dasar warga negara dalam hubungan kerja. Pengawasan terhadap dipatuhinya regulasi mengenai kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja yakni agar dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan agar tidak terjadi kasus Penyakit Akibat Kerja serta pekerja yang menderita Penyakit Akibat Kerja mendapatkan hak-haknya berupa pemeliharaan kesehatan dan kompensasi atas Penyakit Akibat Kerja yang dideritanya. Fungsi utama dari pengawasan ketenagakerjaan adalah untuk memastikan bahwa pengusaha patuh pada hukum dengan mengelola dan mencegah risiko secara efektif, akan tetapi sanksi tetap menjadi bagian penting dalam penegakan

hukum. Ada berbagai macam skema sanksi yang tersedia termasuk peringatan verbal atau tertulis, sanksi administratif yang secara administratif mengenakan denda uang dan melakukan penuntutan hukum sebagai cara yang terakhir. 16 Mekanisme pemberian sanksi ini belum berjalan seperti yang diharapkan, meskipun dalam regulasi sudah diatur mengenai sanksi bagi pihak yang melanggar kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja. Output yang diharapkan dari Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara yakni data Penyakit Akibat Kerja yang handal. Data yang handal adalah data yang benar, tepat waktu dan dapat dipercaya.data Penyakit Akibat Kerja dimiliki oleh Sudinkes Jakarta Utara dari laporan yang disampaikan Puskesmas yang ada di wilayah Jakarta Utara. Kebijakan mengenai Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja secara khusus belum terlihat dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-2017. SIMPULAN DAN SARAN Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara sudah ada, namun belum berjalan sinergi antara sektor kesehatan dan sektor ketenagakerjaan. Faktor-faktor yang memengaruhi Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja di Kota Administrasi Jakarta Utara adalah input yang terkait dengan tata kerja dan proses yang terkait dengan perencanaan dan pengorganisasian.

14 Dengan demikian maka Pemerintah Daerah Jakarta Utara perlu mengembangkan model yang komprehensi dan terintegrasi Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk Dr. Ardini S. Raksanagara, dr., MPH dan Guswan Wiwaha, dr., MM sebagai pembimbing yang telah memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Suma'mur D. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: Sagung Seto; 2009. 2. Takala J. Introductory Report : Decent Work - Safe Work. XVIIth World Congress on Safety and Health at Work; Orlando: International Labour Office; 2005. 3. Jamsostek P. Laporan Tahunan 2010. Jakarta: PT. Jamsostek, 2011. 4. Jamsostek P. Laporan Tahunan 2012. Jakarta: PT. Jamsostek, 2012. 5. Ditjen, Binwasnaker. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011. 6. Ditjen, Binwasnaker. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tahun 2012. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2012. 7. Robert, Yin. Studi Kasus : Desain dan Metode. Jakarta: Rajagrafindo Perkasa; 2012. 8. Alwasilah AC. Pokoknya Kualitatif : Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Dunia Pustaka Jaya; 2000. 9. Diwan P. Human Resources Management. Petaling Jaya: Golden Books Centre SDN. BHD; 2001. 10. Wantoro B, Silalahi E, Maptuha, Dwi K. Survey Penyakit Akibat Kerja di Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2011. 11. Wiludjeng S. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007. 12. Koesmono T. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri di Jawa

Timur. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 2005;7(2 September 2005):162. 13. Handoko H. Manajemen. 2 ed. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta; 2011. 14. WHO. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1993. 15. Rantanaen J. Basic Occupational Health Services. edition rr, editor. Helsinki: International Labour Office; 2007. 16. ILO. Pengawasan Ketenagakerjaan : Apa dan Bagaimana. Geneva: ILO; 2012.