Analisa Kegagalan pada produk Replaceable Lip dan pengaruh deoksidasi Aluminium pada Baja Cor Tahan Panas SCH 22

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KEGAGALAN PADA KASUS LIP REPLACEABLE DAN PENGARUH DEOKSIDASI AL PADA MATERIAL BAJA COR TAHAN PANAS SCH 22

PENGEMBANGAN MATERIAL BAJA COR TAHAN PANAS SCH 22 DENGAN MODIFIKASI MOLYBDENUM

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP POROSITAS GAS PADA BAJA SCH 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KAYU MERANTI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole

ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM HASIL PENGECORAN CETAKAN PASIR

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

BAB IV DATA DAN ANALISA

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

ANALISIS HASIL PENGECORAN MATERIAL KUNINGAN

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

PENGARUH MODEL SALURAN TUANG PADA CETAKAN PASIR TERHADAP HASIL COR LOGAM

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan dalam komponen

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK DRY CELL SEBAGAI PENGIKAT TERAK PADA PENGECORAN LOGAM TERHADAP KUALITAS HASIL CORAN

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar

BAB III METODE PENELITIAN

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN LOST FOAM

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN LOST FOAM

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

PENGARUH UKURAN PASIR TERHADAP POROSITAS DAN DENSITAS PADA PENGECORAN ALUMINIUM SILIKON (95% Al- 5% Si) DENGAN METODE PENGECORAN EVAPORATIF

Abstrak. Kata kunci : Porositas,DOE,HPDC,Aluminium. 1. Pendahuluan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA Sigit Gunawan 1 ABSTRAK

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061

Transkripsi:

Analisa Kegagalan pada produk Replaceable Lip dan pengaruh deoksidasi Aluminium pada Baja Cor Tahan Panas SCH 22 Achmad Sambas 1, Kus Hanaldi 2, Ery Hidayat 3 1,2.3 Politeknik Manufaktur Negeri Bandung 1,2,3 Jl. Kanayakan No 21 (Dago) Bandung E-mail : sam@polman-bandung.ac.id Abstrak Replaceable Lip merupakan salah satu komponen habis pakai dengan material Baja Cor Tahan Panas Stainless Steel (Heat Resistant Stainless Steel Casting ) SCH 22. Produk tersebut dibuat di Polman khususnya di Jurusan Teknik Pengecoran Logam, namun masih ada kendala dalam proses pembuatannya. Masalah yang terjadi pada Replaceable lip ini adalah adanya cacat coran berupa porositas atau inklusi dibawah permukaan tuangan. Cacat tersebut dapat diketahui dari permukaan luarnya setelah dilakukan proses permesinan. Umumnya, porositas dalam produk coran disebabkan oleh gas yang terjebak atau akibat dari penyusutan cairan ketika membeku. Selama ini porositas dicegah dengan proses degassing konvensional dengan Aluminium, tetapi belum memberikan hasil yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengatasi kegagalan/ cacat cor yang terjadi pada produk cor Replaceable lip serta mengembangkan material Baja Cor Tahan Panas SCH22 terhadap kualitas produk yang bebas porositas. Manfaat dari penelitian yaitu tercapainya optimalisasi proses degasing dalam penyelesaian masalah cacat, dan prototip produk yang dapat digunakan secara langsung bagi industri pengguna. Metode yang akan dilakukan yaitu dengan membuat spesimen berupa sampel uji dan sampel produk dengan proses pengecoran logam, kontrol parameter proses metalurgi dengan variasi degasing Al dari 0,1% sd 0,4%, dan Temperatur cor yang tetap sekitar 1450 sd 1550 o C. Dari kedua sampel dilakukan pengamatan terhadap porositas, kekuatan mekanik dan struktur mikro, untuk melihat pengaruh dari degasing Aluminium. Kata Kunci: cacat cor, Replaceable Lip, Heat Resistant, aluminium degasing I. PENDAHULUAN Material SCH 22 merupakan kelompok Baja Cor Tahan Panas Stainless Steel (Heat Resistant Stainless Steel Casting ) yang umumnya diaplikasikan pada kondisi temperatur kerja antara 650 hingga 1315 o C. Material tersebut dipilih dikarenakan ketahanan terhadap korosi, stabil pada temperatur tinggi, dan tahan terhadap creep (pemuluran/ retak akibat panas). Aplikasi material tersebut cukup luas pada komponen-komponen tahan panas di industri pengolahan semen, industri pupuk, industri minyak/ gas dan pada industri oven pemanas. Kebutuhan suplai produk yang menggunakan kandungan lokal dari komponen tersebut, mendorong dilakukannya pengembangan material ini dari aspek kualitas dan kuantitasnya. Replaceable lip merupakan salah satu komponen habis pakai pada mesin pengolah semen. Produk tersebut dibuat di Polman khususnya di Jurusan Teknik Pengecoran Logam. Namun dalam proses pengolahannya masih ada kendala. Masalah yang terjadi pada Replaceable lip ini adalah adanya cacat coran berupa porositas atau inklusi dibawah permukaan tuangan. Cacat - cacat tersebut dapat diketahui dari permukaan luarnya setelah dilakukan proses pemesinan. Perumusan masalah, umumnya porositas dalam produk coran disebabkan oleh gas larut dan terjebak, atau feeding yang kurang. Selama ini porositas dicegah dengan proses degassing konvensional dengan pemberian Aluminium, tetapi belum memberikan hasil yang optimal. Jumlah penggunaan degassing Aluminium yang optimal dan pengaruhnya pada material, sampai sekarang belum pernah dilakukan dan diteliti oleh praktisi dan ilmuwan skala nasional. Menurut Wahyono Suprapto (2011); dari Kalpakjian dan Schmid, Jorstad dan Rasmussen, apabila porositas berbentuk bulat (spherical), dindingnya halus dengan lubang-lubang mengkilap, 25

dan porositasnya tersebar diseluruh produk coran, umumnya porositas tersebut disebabkan oleh gas yang terjebak (hidrogen). Tetapi jika dindingnya kasar dan bersudut, porositas berasal dari shrinkage diantara dendrit. Gas terlarut dapat dihilangkan dari logam melt dengan flushing, atau dibersihkan dengan gas inert atau dengan peleburan dan solidifikasi vakum. Jika gas terlarut oksigen, logam meltnya dioksidasi. Deoxidizer baja menggunakan; aluminium, silicon. Gambar 1. Cacat coran yang terlihat setelah dilakukan proses pemesinan Jenis material mengacu pada contoh produk aslinya yaitu baja tahan karat type SCH 22 memiliki kandungan Karbon < 0,45 %. Kandungan Karbon yang rendah memungkinkan terjadinya oksidasi pada cairan logam. Bentuk fisik dari oksidasi ini terlihat pada permukaan yang telah diproses pemesinan, berupa lubang-lubang kecil. Dari aspek perancangan coran, hal tersebut terjadi karena disain tuangan yang belum optimal. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan seperti ; penentuan lay out penambah dan perhitungan ukuran penambah perlu dikaji kembali Tujuan dari penelitian yaitu menganalisa penyebab cacat cor, menghilangkan porositas pada material Baja Cor Tahan Panas SCH 22 dengan proses deoksidasi/ degasing Aluminium, serta melihat pengaruh bahan deoksidasi degasing Aluminium terhadap sifat Mekanik Baja Cor Tahan Panas SCH 22. Manfaat setelah pengembangan yaitu hasil dari penelitian yaitu tercapainya optimalisasi proses degasing dalam penyelesaian masalah cacat, dan prototip produk dengan material Baja Cor Tahan Panas SCH 22 yang memiliki kualitas baik, terbebas dari porositas (soundcasting) yang dapat digunakan secara langsung bagi industri pengguna. Sehingga industri pengecoran nasional dapat membuat produk serupa dengan kualitas yang tidak kalah dengan produk impor. II. METODE Langkah dimulai dari analisa cacat cor untuk memastikan bahwa cacat yang terjadi akibat dari porositas gas, kemudian menelusuri penyebab dan memformulasikan cara perbaikannya. Analisa cacat mengacu pada literatur "AFS Analysis of CAsting Defect". Berikutnya melakukan perancangan proses pengecoran untuk mendapatkan sampel uji dan prototip produk jadi, melalui pembuatan pola, pembuatan cetakan, peramuan material dan dilanjutkan dengan proses deoksidasi dengan memvariasikan jumlah Aluminium dari 0,1% hingga 0,4%. Jumlah Alumium yang diberikan berdasarkan prosentasi berat cairan. Sedangkan target Alumium yang terlarut dalam cairan adalah sesuai dengan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. menujukkan kesetimbangan antara Aluminium dan Oksigen. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa dengan menambahkan aluminium, kadar oksigen akan menurun dan dari hasil reaksi tersebut akan membentuk Al2O3. Gambar 2. Kurva kesetimbangan Alumium Oksid. Gambar 3. menunjukkan skema proses pembuatan sampel uji dengan variasi deoksidasi Aluminium. Gambar 3. Skema penuangan cetakan 26

Dilakukan preparasi sampel uji untuk melihat porositas dan karakterisasi material melalui pengujian tarik, kekerasan dan struktur mikro. Output dari karakterisasi dapat dilihat pada matrix percobaan yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Matrix rancangan percobaan Jumlah degassing Al Kekuatan tarik Nilai Kekerasan Struktur mikro 0,1 % Data Data Image 0,2 % Data Data Image 0,3 % Data Data Image 0,4 % Data Data image Pengujian kekuatan tarik menggunakan mesin uji tarik universal dan pengujian kekerasan menggunakan metoda pengujian kekerasan Brinnell, sedangkan untuk anaisa struktur mikro menggunakan perbesaran gambar dengan mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa cacat cor Pada tahap ini, metodologi yang digunakan adalah menganalisa cacat cor (AFS analysis of casting defect), agar diketahui ciri, jenis dan penyebab cacat serta cara penanggulangannya Gambar 3. Cacat yang terjadi pada produk Replaceable Lip Mengidentifikasi Kegagalan Cacat Cor pada produk Replacable lip, dengan langkah sebagai berikut: Mengamati bentuk/ morfologis cacat cor Membandingkan cacat cor sejenis yang kemungkin -an bisa terjadi berikut cirinya Merumuskan jenis cacat cor yang terjadi pada produk Replacable lip, Tabel 2. Perbandingan Cacat Cor. Nama Cacat dan Ciri Gambar INKLUSI TERAK Bentuk tidak beraturan Permukaan tidak halus Pada permukaan atas POROSITAS GAS (gas hole) Berbentuk bulat Permukaan halus Pada permukaan atas Muncul setelah pemesinan SAND DEFECT Bentuk tidak beraturan Permukaan kasar Pada permukaan atas Diikuti tonjolan akibat pasir rontok Ciri cacat yang terjadi pada produk replaceable, kemudian dibandingkan dengan cacat cor sejenis yang mungkin terjadi (dari referensi). Tabel 2. menunjukkan jenis dan ciri cacat yang memungkinkan terjadi di daerah permukaan atas produk cor Dari ciri yang terjadi, jenis cacat cor pada produk Replacable tip merupakan POROSITAS GAS. Gambar 4. Skema fish bone porositas gas 27

Setelah diketahui jenis cacat, langkah selanjutnya adalah mencari penyebab cacat, dengan skema fish bone. Gambar 4. menunjukkan parameter yang dapat menyebabkan porositas pada produk cor. Dari beberapa parameter tersebut, dipilih parameter peleburan yang menjadi fokus pada penanggulangan kegagalan Cacat Cor Porositas Gas. Cacat porositas tersebut berasal dari proses peleburan, yang mana cairan logam mengalami oksidasi sehingga di dalam cairan logam tersebut terbentuk gelembung gas. Gas tersebut akibat dari ikatan antara Oksigen dengan unsur yang berada dalam logam. Untuk mencegah Oksigen berikatan dengan unsur yang berada dalam logam, maka diberikan unsur yang lebih reaktif terhadap Oksigen, yaitu Aluminium atau Silikon. produk hasil proses pengecoran, berupa sampel uji Y blok dan prototip produk replaceable. Hasil Pemotongan sampel uji Y-blok Pemotongan dilakukan pada bagian ujung dari Y- blok secara memanjang. Gambar 7. menunjukkan posisi pemotongan pada sampel uji Y-blok. Hasil potongan diamati secara visual, untuk melihat porositas yang terjadi. Nampak permukaan hasil pemotongan begitu mengkilat dan kokoh, terlihat bahwa material tersebut merupakan material yang ulet. Terbukti ketika di potong, memang agak sulit. Hasil Proses Pengecoran Gambar 7. Bagian potongan pada sampel uji Y-blok Gambar 5. Prototip Y-blok Gambar 8, 9, 10 dan 11 menunjukkan hasil pengamatan visual penampang potong pada sampel uji Y-blok dengan variasi bahan deoksidasi Aluminium dari 0,1% hingga 0,4%. Gambar 8. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,1 % Al Gambar 6. Prototip Produk Replaceable Proses pengecoran logam menghasilkan prototip produk replaceable lip 3 buah dan Y-blok benda uji 12 buah. Gambar 5. dan Gambar 6. menunjukkan Gambar 9. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,2 % Al 28

Gambar 10. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,3 % Al Gambar 13. menunjukkan gambar hasil pengamatan visual penampang potong pada prototip replaceable lip, hasil deoksidasi 0,2% Aluminium. Terdapat sedikit porositas yang terjadi. Menunjukkan bahwa proses deoksidasi dengan Aluminium dapat menghilangkan porositas, gas Oksigen yang terdapat dalam cairan, dapat terikat dengan sempurna oleh bahan deoksidasi Aluminium. Porositas yang terjadi merupakan residu hasil reaksi degasing menjadi terak Gambar 11. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,4 % Al Dari ke empat hasil pengamatan visual penampang potong pada sampel uji Y-blok, tidak ada porositas yang terjadi. Menunjukkan bahwa proses deoksidasi dengan Aluminium dapat menghilangkan porositas. Gas Oksigen yang terdapat dalam cairan, dapat terikat dengan sempurna oleh bahan deoksidasi Aluminium. Hasil Pemotongan pada Replaceable Bagian permukaan prototip produk replaceable yang telah dilakukan proses pemesinan dapat dilihat pada gambar 12, 13 dan 14. Gambar tersebut merupakan penampang hasil proses pemesinan. Pemotongan dilakukan sedalam 2 mm. Dari ketiga prototip tersebut diamati secara visual Gambar 12. menunjukkan gambar hasil pengamatan visual penampang potong pada prototip replaceable lip, hasil deoksidasi 0,1% Aluminium. Tidak ada porositas yang terjadi. Menunjukkan bahwa proses deoksidasi dengan Aluminium dapat menghilangkan porositas. Gas Oksigen yang terdapat dalam cairan, dapat terikat dengan sempurna oleh bahan deoksidasi Aluminium. Gambar 12. Penampang potong pada Prototip replaceable lip dengan deoksidasi 0,1 % Al Gambar 13. Penampang potong pada Prototip replaceable lip dengan deoksidasi 0,2 % Al Gambar 14. Penampang potong pada Prototip replaceable lip dengan deoksidasi 0,3 % Al Gambar 14. menunjukkan gambar hasil pengamatan visual penampang potong pada prototip replaceable lip, hasil deoksidasi 0,3% Aluminium. Porositas yang terjadi semakin banyak, namun porositas tersebut merupakan inklusi yang terjadi akibat hasil reaksi antara ikatan Oksigen dengan Aluminium menjadi Aluminium Oksid berupa terak. Reaksi yang terjadi adalah sbb: 4 2 Al O2 Al 2O (1) 3 3 3 29

Dari diagram kesetimbangan Deoksidasi Al, disebutkan bahwa, dengan adanya elemen Aluminium sebanyak 0,1 % pada cairan baja, akan menurunkan jumlah Oksigen hingga 1ppm. Terbukti dengan semakin banyaknya elemen Aluminium, akan menghasilkan residu berupa terak. Hasil Karakterisasi Material Proses pengujian tarik dilakukan berdasarkan standar JIS Z 2201. Spesimen uji Tarik dibuat melalui proses pemesinan yaitu pembubutan. Dari beberapa kali pengujian yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut. Gambar 15. Kurva uji tarik Aluminium sebesar 0.3% dengan nilai kekuatan tarik sebesar 420 N/mm2. Dari kurva diatas dapat dilihat bahwa pengaruh Aluminium pada proses deoksidasi terhadap sifat mekanik tidak terlihat signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hasil uji tarik tidak mengalami perubahan secara linier seiring dengan meningkatnya persentase pembubuhan Aluminum ke dalam cairan. Gambar 16. menunjukkan kurva hasil pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan yang dilakukan menggunakan metode kekerasan Rockwell skala B dengan nilai kekerasan HRB, indenter yang digunakan menggunakan bola dengan diameter 1/16 inci. Benda uji yang digunakan untuk kekerasan Rockwell B diambil dari spesimen uji tarik yatu pada bagian spesimen yang dicekam. Pengujian kekerasan dilakukan pada empat sampel uji yaitu berdasarkan variasi deoksidasi aluminium 0.1% hingga 0.4%. Nilai kekerasan yang dihasilkan berkisar di angka 83 HRB. Nilai kekerasan yang dihasilkan tidak berbeda jauh antara yang satu dengan yang lainya. Hasil pengujian kekerasan ini semakin memperkuat bukti bahwa, pengaruh pembubuhan unsur Aluminum ke dalam cairan logam terhadap sifat mekanik tidak signifikan, sejalan dengan apa yang telah dipaparkan pada hasil uji tarik. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui konfigurasi fasa yang terjadi. Proses dimulai dengan pengampelasan spesimen secara bertahap (dari ukuran amplas 120 hingga 1000 mesh). Setelah halus dilakukan polishing, kemudian etsa dilakukan dengan jenis etsa vilella dengan waktu pengetsaan sekitar 18 menit, alat uji yang digunakan adalah mikroskop optik dengan perbesaran 100x. Pengamatan struktur mikro dilakukan sebanyak empat buah berdasarkan variasi deoksidasi aluminium 0.1% hingga 0.4% Gambar 16. Kurva uji kekerasan Kurva diatas merupakan hasil pengujian tarik dan hasil pengujian kekerasan. Gambar 15. menunjukkan kurva hasil pengujian tarik. Pengujian tarik dilakukan sebanyak dua belas kali. variasi aluminium 0.1% hingga 0.4%, tiap variasi sampel uji tarik yang dibuat adalah tiga buah. Kuat tarik tertinggi berada pada jumlah Aluminium sebesar 0.1% dengan nilai kekuatan tarik sebesar 430 N/mm2 dan terendah berada pada jumlah Gambar 17. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,1 % Al, Austenite71%, Karbida krom 29% 30

Gambar 18. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,2 % Al, Austenite71%, Karbida krom 29% Gambar 17. menunjukkan gambar struktur mikro material SCH 22 (heat resistant stainless steel) hasil deoksidasi dengan Aluminium sebanyak 0,1%. Nampak struktur yang terbentuk adalah fasa Austenit dan karbida krom sebagai batas butir. Jumlah fasa Austenit sebesar 71% dan karbida krom sebesar 29%. sifat dari austenit adalah lunak, sedangkan karbida krom adalah keras. Karena struktur material ini didominasi oleh fasa Austenit yang lunak, maka nilai kekerasan yang dihasilkan menunjukkan angka yang rendah yaitu 83 HRB. Gambar 18. menunjukkan gambar struktur mikro material SCH 22 (heat resistant stainless steel) hasil deoksidasi dengan Aluminium sebanyak 0,2%. Nampak struktur yang terbentuk adalah fasa Austenit dan karbida krom sebagai batas butir. Jumlah fasa Austenit sebesar 71% dan karbida krom sebesar 29%. Dari kedua gambar struktur mikro diatas, tidak ada perubahan secara signifikan. Jumlah fasa Austenit dan karbida krom tetap, yang agak berubah adalah konfigurasi lengan karbida krom yang memendek. Artinya pemberian Alumunium hingga 0,2% tidak terlalu berpengaruh terhadap struktur mikro material SCH 22 (heat resistant stainless steel). Gambar 19. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,3 %. Austenite72 %. Karbida krom 28% Gambar 19. menunjukkan gambar struktur mikro material SCH 22 (heat resistant stainless steel) hasil deoksidasi dengan Aluminium sebanyak 0,3%. Nampak struktur yang terbentuk adalah fasa Austenit dan karbida krom sebagai batas butir. Jumlah fasa Austenit sebesar 72% dan karbida krom sebesar 28%. konfigurasi karbida krom lebih mirip dengan gambar 17. Gambar 20. menunjukkan gambar struktur mikro material SCH 22 (heat resistant stainless steel) hasil deoksidasi dengan Aluminium sebanyak 0,4%. Nampak struktur yang terbentuk adalah fasa Austenit dan karbida krom sebagai batas butir. Jumlah fasa Austenit sebesar 71% dan karbida krom sebesar 29%. Gambar 20. Penampang potong pada sampel uji Y- blok dengan deoksidasi 0,4 %. Austenite71%, Karbida krom 29% Dari keempat gambar struktur mikro, fasa yang ada yaitu austenit dan karbida krom. Berdasarkan perbandingan jumlah fasa yang telah diukur pada setiap sampel uji, menunjukkan nilai persentase fasa austenit dan karbida krom dengan rentang nilai 31

pendek. Rata-rata terdapat 71% fasa Austenit dan 29% Karbida krom. Dari pengamatan struktur mikro dapat dilihat bahwa, adanya unsur Aluminium dalam material baja tahan panas SCH 22 tersebut tidak begitu signifikan mengubah jumlah fasa austenit dan karbida krom. Terdapat perubahan yang agak menonjol pada hasil deoksidasi dengan menggunakan 0,4% Aluminium. Morfologis karbida krom agak melebar, namun secara prosentase tidak terlalu signifikan. Artinya dengan persentase pembubuhan aluminum dari 0.1% hingga 0.4% tidak mempengaruhi pembentukan struktur mikro. IV. KESIMPULAN Proses deoksidasi Al, dapat menghilangkan porositas pada material Baja Cor Tahan Panas SCH 22. Penggunaan jumlah deoksidasi yang optimal adalah 0,1 %. Diperoleh prototip produk Replaceable lip yang terbebas dari porositas. Proses deoksidasi Al hingga 0,4%, tidak berpengaruh terhadap sifat Mekanik Baja Cor Tahan Panas SCH22. Proses deoksidasi Al hingga 0,4%, tidak berpengaruh terhadap struktur miro Baja Cor Tahan Panas SCH22. V. DAFTAR PUSTAKA [1] American Foundryman Society (1974); Analysis of Casting Defect. [2] Aziz Abdul, Bambang Suharno (2007), Karakterisasi Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro Baja Cor Tahan Panas HK 40 Berbahan Baku Ferro Nikel Lokal, Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) 1 2007 Universitas Indonesia [3] Beeley, P (2001). Foundry Technology, Butterworth Heineman, Oxford [4] Davis, J.R (1997); ASM Speciality Handbook: Heat Resistant Material ASM Handbook. [5] Heine Richard W. (1967), Principles of Metal Casting, Mc Graw Hills. [6] Muhamad Daud Pinem. (2005) Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 April 2005: p. 301 306, [7] Rolf Roller.(1986), Grund-Und Fachkenntnisse Giessereitechnischer Berufe, Verlag Handwerk und Technik. [8] Wahyono Suprapto. (2011), Porositas Gas Pada Material Duralumin dalam Pengecoran Sistem Vakum, Disertasi FTMM-UI. 32