BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam menjalani

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara lakilaki

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia harus melewati tahap-tahap perkembangan di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama mengenai hubungan sesama jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada umumnya memiliki perilaku yang berbeda-beda sesuai

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai individu yang kompleks memiliki orientasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB I PENDAHULUAN. di beberapa negara di dunia beberapa waktu lalu. LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tren hidup masyarakat modern. Di Indonesia, budaya samen leven dianggap

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

2015 REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Pertama yaitu, Communication Privacy Management Gay dalam Menjaga Hubungan Antarpribadi dengan teman.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

SEJARAH SINGKAT LGBT DI INDONESIA

BAHAYA LGBT DAN ANTISIPASINYA OLEH: DUSKI SAMAD. Ketua MUI Kota Padang

ditawarkan, dimana saja, kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang batasan bisa mengakses internet. Kemunculan internet juga membawa kita mengenal me

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. dunia sosial remaja. Hubungan ini memunculkan emosi kuat, baik positif maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupan. Maka, manusia akan saling berinteraksi antar sesama agar terjalin suatu hubungan. Hal ini biasa dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Interaksi yang selalu dilakukan manusia tersebut, kadang akan menimbulkan suatu ketertarikan. Ketertarikan tersebut dapat berupa seksual maupun emosional, ketertarikan ini yang disebut dengan orientasi seksual. Sejalan dengan pendapat Galink (2013), yang mengatakan bahwa orientasi seksual mengacu pada jenis kelamin, dimana seseorang tertarik secara emosional dan seksual. Orientasi seksual terdiri dari tiga jenis yaitu heteroseksual, biseksual dan homoseksual. Heteroseksual merupakan orientasi seksual terhadap lawan jenis, biseksual merupakan orientasi seksual terhadap lawan jenis dan sesama jenis, dan homoseksual merupakan orientasi seksual terhadap sesama jenis (Howard-Barr & Barrineau, 2009). Pada umumnya orientasi seksual yang lazim di masyarakat adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri, ada yang memiliki orientasi seksual berbeda seperti homoseksual (Fajriani, 2013). Heteroseksual diartikan sebagai seorang individu yang secara seksual atau emosional tertarik pada anggota dari jenis kelamin berlawanan dari dirinya (Suhenus, 2012). Sedangkan, homoseksual didefinisikan sebagai suatu keinginan membina hubungan romantis atau hasrat seksual dan aktifitas seksual dengan sesama jenis (Davison, Neale & King, 2012). Homoseksual mencakup beragam perilaku seksual, seperti anal seks, oral seks dan aktifitas seksual lainnya dengan sesama jenis kelamin hingga hasrat terhadap lawan 1

2 jenis kelaminnya dapat dihilangkan (Chaplin, 2009). Terdapat dua istilah pada orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual yaitu lesbian dan gay, dan istilah ini sangat terkenal di lingkungan masyarakat (Kartono, 1989). Lesbian merupakan istilah yang menggambarkan seorang perempuan yang secara emosi dan fisik tertarik dengan sesama perempuan, sedangkan gay merupakan istilah untuk menyebutkan lelaki yang menyukai sesama lelaki sebagai partner seksual (Fridari & Wedhanti, 2014). Di Amerika Serikat, pasangan gay dan lesbian mulai tinggal dan menjalani hidup bersama. Bahkan pasangan homoseksual memutuskan untuk menikah, meskipun pernikahan tersebut tidak bisa dikatakan sah (Badgett, 2009; Gates et al.,2008; Herel, Marech, & Lelchuk, 2004; Marech, 2004). Tercatat pada akhir tahun 2013, sekitar 130.000 pasangan sejenis menikah dan hidup layaknya suami istri. Diperkirakan data ini, hanya 18 persen dari jumlah seluruh pasangan sejenis di negara tersebut. Jumlahnya terbilang mengejutkan, karena pada tahun 2013 pernikahan sesama jenis masih ilegal di Amerika Serikat. Peningkatan hingga tiga kali lipat terjadi hanya dalam satu tahun, dimana pada Maret 2015 tercatat 390.000 pasangan sejenis yang memutuskan untuk menikah (Gates, 2015). Di Indonesia, munculnya homoseksual ditandai dengan munculnya komunitas homoseksual. Beberapa komunitas yang muncul adalah Lambda Indonesia pada tahun 1982, yang merupakan komunitas homoseksual pertama di Indonesia, dan disusul oleh Gaya Nusantara pada tahun 1987. Selanjutnya beberapa LSM yang ikut didirikan yaitu Swara Srikandi pada akhir tahun 90-an, kemudian komunitas LGBT yang disebut Arus Pelangi pada tahun 2006, GWL-INA pada tahun 2007, dan forum LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks, Queer, dan

3 Questioning) sebagai wadah komunikasi dan koordinasi organisasi LGBTIQ di Indonesia pada tahun 2008 (gayanusantara.or.id). Perkembangan komunitas homoseksual juga bermunculan pada skala yang lebih kecil. Hal ini terbukti dengan munculnya komunitas homoseksual di lingkungan kampus. Pada tahun 2011 muncul komunitas gay HIMAG di salah satu universitas negeri terbesar di Yogyakarta. Disusul satu tahun kemudian, muncul komunitas-komunitas serupa di universitas negeri lain di Yogyakarta (M.Dany, 2015 ). Selanjutnya pada tahun 2016, muncul komunitas LGBT yang bernama LGBT of Universitas Sumatera Utara (USU) di kota Medan (Tribunews.com, 2016) Berkembangnya homoseksual di Indonesia tidak hanya terlihat dengan munculnya komunitas-komunitas tersebut. Aplikasi chatting pada media sosial pun juga tersedia untuk kaum homoseksual. Media sosial yang biasa digunakan para kaum gay antara lain JackD, Badoo, Tagged, dan Grindr (Siska, 2015). Aplikasi tersebut memudahkan gay untuk saling berinteraksi dan mencari pasangan. Aplikasi ini menempatkan Indonesia sebagai negara ke sembilan pengguna aktif terbesar di dunia untuk aplikasi Grindr (Nicky, 2016). Hal ini menjadi bukti bahwa homoseksual berkembang di Indonesia. Berkembangnya homoseksual di Indonesia, tentu saja mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Budaya Timur yang melekat di masyarakat membuat hal ini menjadi sebuah masalah yang besar (Yogestri & Adhyatman, 2014). Hal ini dikarenakan homoseksual tidak sesuai dengan norma yang dianut masyarakat, baik itu budaya, hukum dan agama. Pelaku homoseksual di Indonesia juga mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, di antaranya adalah agama, sosial dan negara.

4 Penolakan homoseksual dari segi agama di Indonesia, dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 29 September 2010, FPI menggelar aksi di depan kantor Pusat Kebudayaan Prancis, Jakarta Pusat. Mereka memprotes pemutaran film bertema gay dan lesbian (Detik.com, 2010). Selanjutnya pada tanggal 26 Januari 2016, FPI juga melakukan sweeping rumah-rumah kos di Bandung untuk mencegah adanya kaum LGBT (Tempo, 2016). Penolakan lain berasal dari kelompok yang mengatasnamakan Forum Umat Islam (FUI). Pada tanggal 23 Februari 2016, FUI mengadakan aksi penolakan terhadap kelompok lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT), di Tugu Jogja (Tribunnews.com, 2016). Pelaku homoseksual juga ditolak oleh negara secara hukum. Hal ini tercantum dalam UU No. 44 tahun 2008 pasal 4 ayat 1a tentang pornografi, mengkategorikan gay, lesbian, anal sex, dan oral sex sebagai persenggamaan yang menyimpang. Selanjutnya Peraturan daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 13 tahun 2002, tentang pemberantasan maksiat di Provinsi Sumatera Selatan mengkriminalisasikan kelompok LGBT dengan mengkategorisasikan LGBT sebagai bagian dari perbuatan pelacuran. Sementara itu, kota Padang Panjang Sumatera Barat juga memiliki Peraturan daerah Kota tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penindakan Penyakit Sosial No. 9 tahun 2010. Pada definisi istilah secara tegas menyebutkan hubungan "homoseksual dan lesbian" dan selanjutnya melarang hubungan tersebut serta melarang orang yang "menawarkan diri untuk terlibat dalam hubungan homoseksual maupun lesbian, baik dengan atau tanpa menerima upah." Penolakan terhadap homoseksual tidak hanya berasal dari negara dan agama. Kelompok sosial juga berusaha agar homoseksual tidak menyebar di Indonesia dan

5 semakin berkembang. Hal ini terlihat dari larangan KPI terhadap televisi dan radio untuk mengkampanyekan LGBT. Hal tersebut tentu berlandaskan hukum, tercatat bahwa kampanye LGBT melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012 (Kompas, 2016). Selanjutnya, pada tanggal 19 Februari 2016, dilakukan aksi penolakan keberadaan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Aksi ini dilakukan oleh puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya Tolak LGBT (Sindonews.com, 2016). Segala bentuk penolakan sosial, agama, dan hukum yang didapatkan kaum homoseksual tentu memberikan dampak tersendiri bagi mereka. Mereka merasakan ketakutan ditolak dan didiskriminasi (Jose, 2012). Ketakutan tersebut pada akhirnya mendorong sebagian kaum homoseksual untuk mengambil keputusan, menyembunyikan orientasi seksual mereka dan hidup layaknya heteroseksual. Mereka mencoba lebih bisa terangsang dengan lawan jenis karena sadar suatu hari nanti mereka akan menikah. Mereka harus berusaha hidup sebagai heteroseksual karena membuka diri sama saja dengan sengaja dan secara bodoh membahayakan diri sendiri (Tatchell, 1997). Mereka berusaha untuk membohongi diri mereka dan berpura-pura menjadi seorang heteroseksual, sehingga penolakan dan diskriminasi tersebut tidak terjadi pada mereka (Hidayatuloh, 2015). Keputusan untuk berpura-pura menjadi heteroseksual dilakukan dengan berpacaran, bahkan dilakukan dengan cara menikah dengan lawan jenis. Hal ini dijelaskan dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sakanti (2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua orang subjek melakukan pernikahan untuk

6 menyembunyikan status sebagai homoseksual, dan subjek lainnya mengambil keputusan menikah untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Pada kenyataannya, tidak semua pelaku homoseksual berpura-pura menjadi heteroseksual. Beberapa individu gay dan lesbian tetap mengambil keputusan, menjalani kehidupan sebagai homoseksual. Mereka memilih untuk tetap pada orientasinya, dan tidak berusaha menampilkan perilaku selayaknya heteroseksual. Dengan kata lain, mereka tidak berpura-pura memiliki pasangan lawan jenis atau berusaha untuk menyukai lawan jenis. Mereka menjalani hubungan sejenis, bahkan akan terang-terangan, dan berani menampilkan perilaku yang dapat menyita perhatian khalayak ramai di tempat-tempat umum. Biasanya mereka dengan santainya berpegangan tangan, berpelukan, dan saling bermanja layaknya pasangan heteroseksual (Indriyani, 2013). Sebagian dari individu gay yang mengambil keputusan untuk menjalani hidup sebagai homoseksual memiliki pasangan sejenis dan tinggal bersama. Hal ini diungkapkan dalam penelitian Stenly (2013). Penelitian yang dilakukan di Surabaya ini menyebutkan bahwa subjek pada penelitiannya, memilih untuk tinggal bersama sebagai pasangan homoseksual. Salah satu pasangan dalam penelitian ini, telah hidup bersama selama tiga tahun dan subjek lainnya telah hidup bersama selama dua tahun. Hal serupa juga tergambar pada penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Ayu (2015), penelitian ini juga menunjukkan bahwa dua subjek penelitian berkomitmen dalam hubungan sesama jenis dan tinggal bersama, salah satu dari mereka telah tinggal bersama selama dua tahun, sedangkan subjek lainnya meskipun tidak tinggal bersama namun menjalani hubungan pacaran layaknya pasangan heteroseksual.

7 Di sisi lain pasangan homoseksual tidak hanya tinggal bersama mereka bahkan menjalani kehidupan layaknya pasangan yang sudah menikah. Hal ini terungkap pada penelitian yang dilakukan oleh Suryatiningsih (2013) di Kota Bandung, subjek pada penelitian ini merupakan pasangan sejenis yang tinggal bersama. Mereka menjalani kehidupan marriage-like, dimana mereka tinggal bersama dan menjalankan fungsi-fungsi seperti pasangan menikah pada umumnya. Pembagian peran antar keduanya juga dilakukan layaknya pasangan menikah heteroseksual. Pasangan yang tinggal bersama layaknya suami istri juga terjadi di Pekanbaru, hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2013). Subjek pada penelitian ini merupakan pasangan homoseksual yang tinggal bersama dan menjalankan fungsi masing-masing layaknya suami istri. Beberapa pasangan gay dan lesbian bahkan melakukan usaha untuk menikah, meskipun pernikahan sejenis ilegal di Indonesia. Sehingga, pernikahan tersebut digagalkan, dan dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Pada tahun 2015, pernikahan pasangan gay di Bali dan pasangan lesbian di Padang Sumatera Barat berhasil digagalkan (Liputan6.com, 2015). Pada tahun berikutnya, usaha pernikahan sejenis juga digagalkan di Indragiri, pernikahan pasangan lesbian tersebut berhasil digagalkan pada bulan April 2016 (Liputan6.com, 2016). Selanjutnya pada tahun 2017, usaha pernikahan lesbian juga terjadi di Purworejo dan pernikahan gay di Jember pada bulan Oktober. Individu gay yang memutuskan untuk menjalani hidup sebagai homoseksual, juga berkomitmen untuk tidak akan menikah dengan perempuan, meskipun pernikahan sejenis tidak dapat mereka laksanakan di Indonesia. Hal ini terungkap pada penelitian Yani (2013). Subjek pada penelitian ini menunjukkan

8 tidak ada keinginan untuk menikah dengan seorang perempuan. Dua orang subjek dalam penelitian ini, memilih untuk tetap didalam orientasi seksualnya sebagai gay. Mereka menjalani perilaku homoseksual, seperti menjalin hubungan yang melibatkan emosi dan seksual. Sejalan dengan hasil penelitian ini, keputusan untuk tidak menikah juga diungkapkan oleh informan Jodi pada wawancara prapenelitian : gampang itu mah, saya gak akan menikah sama cewek. Saya akan pindah dari sini, tamatin dulu kuliah dan yang penting ya saya sukses. Jadi kalau mau pindah dari Indo kan gampang, nikah dengan cowok diluar, udah rencana saya itu (Komunikasi personal, Maret 2017) Pengambilan keputusan merupakan suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan situasi (Salusu, 2004). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Suharman (2005), yang mengartikan pengambilan keputusan sebagai proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan di antara situasi-situasi yang tidak pasti. Dengan kata lain, pengambilan keputusan adalah proses pemilihan dari berbagai pilihan yang tersedia dan menentukan alternatif yang sesuai dengan situasi. Pengambilan keputusan menjalani hidup sebagai homoseksual pada individu gay membutuhkan waktu yang lama. Pelaku homoseksual tidak akan langsung memutuskan menjalani hidup sebagai homoseksual, hal tersebut akan terjadi secara bertahap. Jannis dan Mann (1977) memperkenalkan 5 (lima) tahapan yang akan dilalui pengambil keputusan. Tahapan tersebut yaitu, menilai tantangan (appraising the challange), mencari alternatif (surveying the alternative), mempertimbangkan alternatif (weighing alternatives), membuat komitmen (deliberating commitment) dan konskuen terhadap komitmen meskipun memperoleh umpan balik yang negatif.

9 Pada proses pengambilan keputusan, terkadang mereka akan mengalami kemunduran pada tahap tertentu atau proses lingkaran umpan balik dari pengambil keputusan, dan hal ini akan berlanjut selama bertahun-tahun (Jannis & Mann, 1977). Hal ini juga terungkap melalui wawancara prapenelitian bersama Informan Jodi, dimana Jodi membutuhkan waktu yang lama untuk berkomitmen dengan pilihannya menjadi homoseksual : saya berada di dunia seperti ini sudah sejak empat tahun terakhir,. Kalau soal benar-benar memutuskan menjadi gay baru setahun terakhir lah, sebelumnya mah saya masih berusaha untuk suka sama cewek dan pacaran dengan cewek, tapi ya gimana ya, gak bisa dipaksain juga... (Komunikasi personal, Maret 2017) Sedangkan hasil wawancara dengan informan Deni mengemukakan bahwa, subjek mengalami kemunduran tahapan proses pengambilan keputusan. awalnya saya udah mikir kak, takut orang tua yang kena caci maki. orang kayak kita mah hina kak orang liatnya. saya bilang ke diri saya kak, saya bisa kok jadi cowok dan dapat pacar cewek. pokoknya saya gak mau lagi suka sama cowok. tapi yaaaah, saya ga dapat pacar cewek juga karena saya kayak gini kan mirip cewek juga kakak lihat nih, cuma bertahan beberapa bulan aja kak. trus yaudah saya malah tambah gak nyaman, gak tenang, ga karuan deh,bikin mumet, jadi nahan-nahan setiap liat cowok. akhirnya saya mikir ini udah takdir ga bisa saya pungkirin juga, balik lagi deeh, lirik-lirik cowok cakep. ya mau gimana, enaknya disana kak. (Komunikasi personal, Maret 2017) Jannis dan Mann menggungkapkan bahwa terkadang, setelah mempertimbangkan setiap alternatif pembuat keputusan akan merasa tidak puas dengan semuanya termasuk tindakannya saat ini. Pada saat seperti ini, gejala stresnya menjadi sangat akut. Dia akan kembali pada tahap ke dua dalam upaya untuk menemukan jalan baru yang mungkin terbukti lebih baik daripada yang sedang ia lakukan (Jannis & Mann, 1977) Berkaitan dengan keputusan menjalani kehidupan sebagai homoseksual, hal ini juga memberikan dampak psikologis bagi mereka. Keputusan menjadi homoseksual membuat mereka mengalami masalah baik itu internal maupun

10 eksternal. Konflik tersebut muncul akibat adanya perbedaan persepsi atas sebuah keyakinan, nilai, pandangan hidup, bahkan kepentingan pribadi (Wirawan,2010). Penelitian internasional menyebutkan bahwa kebanyakan dari mereka akan mengalami kekhawatiran yang lebih tinggi dari pada heteroseksual. Perbedaan tingkat kekhawatiran ini didasarkan pada stigma sosial yang mereka terima (Herek & Garnets, 2007. Meyer, 1995, 2003). Kekhawatiran yang dirasakan oleh pelaku homoseksual juga diungkapkan oleh subjek J pada wawancara prapenelitian : orang tua yang saya khawatirin, karna kakak saya sudah tahu, saya ga mau orang tua saya juga tau. ga kebayang kalau mereka tau dan gimana kecewanya kalau tau anak nya kayak gini. Makanya saya jarang pulang kerumah, ada perasaan ga tenang dan bersalah kalo liat mama... (Komunikasi personal, Maret 2017) Pelaku homoseksual juga merasakan bahwa posisi mereka sebagai kaum minoritas. Hal ini menjadikan kehidupan yang mereka jalani penuh tekanan, yang pada akhirnya menyebabkan terancam harga diri dan berkurangnya rasa aman. Individu minoritas dipaksa untuk bersikap waspada dalam lingkungan sosial mereka dan dengan demikian ditempatkan dalam keadaan stres kronis. (Fingerhut, et al; 2010). Konsekuensi lain yang mungkin muncul dalam bentuk harga diri yang rendah, depresi, kecemasan dan lain sebagainya (Maris, dkk., 2000; Carroll, 2005) Dalam melakukan pengambilan keputusan, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Menurut Kotler (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Faktor budaya meliputi subkultur dan kelas sosial yang merupakan hal mendasar dari keinginan dan perilaku. Subkultur meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras dan wilayah geografis (Kotler, 2010).

11 Faktor budaya, menjadi faktor penghambat bagi gay yang akan memutuskan untuk menjalani hidup sebagai homoseksual. Terutama di Kota Padang, budaya Minangkabau yang dianut masyarakat kota Padang identik dengan ajaran islam dan menjadikan homoseksual bertolak belakang dengan nilai dan norma yang berlaku. Kota Padang sangat menjunjung tinggi nilai adat, budaya dan agama dengan ungkapan pepatah adatnya yaitu Adat basandi syara, syara basandi kitabullah, syara mangato adat mamakai yang artinya adat berasal dari agama, agama berasal dari kitab Allah (Al-qura an). Tidak sejalannya antara pilihan menjadi homoseksual dengan norma yang berlaku di Kota Padang dapat dilihat dari beberapa kutipan ayat suci Al-Qur An berikut : (Al-Ankabut 28-31) Apakah kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran ditempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: datangkanlah kepada kami azab Allah jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (Al-Ankabut : 29). Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu kepada mereka, bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas (Al-a raf: 81) Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk memenuhi nafsumu, bukan mendatangi wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui akibat perbuatanmu (An-naml:55) Kota Padang yang kental dengan nilai agama islam pada adatnya, tidak menjadikan kota Padang bebas dari keberadaan gay. Bahkan di Kota Padang terdapat satu komunitas gay yang berjalan hingga saat ini, yaitu Pelangi Andalas Group (PAG). Komunitas Pelangi Andalas Group memiliki fokus sendiri terhadap kehidupan gay di Sumatera Barat, khususnya Kota Padang. Bahkan komunitas ini mendapatkan dana bantuan dalam melakukan gerakannya. Komunitas ini

12 mendapatkan bantuan dana dari berbagai lembaga baik itu berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri (Saputra, 2017). Faktor budaya seharusnya menjadi faktor penghambat bagi perkembangan gay di Kota Padang. Karena budaya yang dianut masyarakat padang adalah budaya Minangkabau yang kental dengan ajaran Islam. Namun sebaliknya, jumlah gay di kota Padang mengalami peningkatan dari tahun tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang didapat dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) kota Padang, tercatat 261 orang gay pada tahun 2014. Terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun berikutnya, yaitu sebanyak 668 orang ditahun 2015, selanjutnya meningkat menjadi 861 orang pada tahun 2016. Data juga menyebutkan populasi gay di Sumatera Barat terbanyak ada di Kota Padang sebesar 861 orang, disusul Kota Solok sebesar 522, dan kemudian Kota Bukittinggi sebesar 432. Selanjutnya, jika dilihat dari faktor yang mendorong pengambilan keputusan menjalani kehidupan sebagai homoseksual adalah faktor psikologis. Terungkap dalam hasil wawancara prapenelitian bersama informan Deni : ya mau gimana, enaknya disana kak. maaf nih yaa, ya saya gak terangsang gitu lho sama cewe. masak mau dupaksain, saya enaknya sama cowok, nyamannya, tenangnya.. ya ngerti lah kak. (Komunikasi personal, Maret 2017) Hal tersebut juga tercantum dalam penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Lestari (2012). Penelitian yang berjudul fenomena homoseksual di Yogyakarta ini menyebutkan bahwa alasan memilih jalan hidup sebagai homoseksual diantaranya adalah karena kebutuhan seksul yang hanya terpenuhi oleh laki-laki. Selanjutnya trauma percintaan dengan lawan jenis, yang dirasakan cukup dalam oleh laki-laki sehingga memilih pasangan yang sejenis dengan harapan rasa sakitnya tidak terulang. Serta pengalaman seks yang kurang menyenangkan

13 (sodomi) mengakibatkan trauma berkepanjangan yang akhirnya menjadikan apa yang telah dialaminya sebagai pengalaman seks dan berlanjut sampai dengan waktu yang lama. Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, tergambar bahwa banyaknya individu gay yang mengambil keputusan untuk menjalani kehidupan sebagai homoseksual. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan meskipun penolakan terus ditujukan kepada mereka. Penelitian mengenai pengambilan keputusan pada gay sudah pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian yang dilakukan oleh Sakanti (2014) tersebut, terfokus pada gay yang memutuskan untuk menikah dengan lawan jenis. Peneliti melihat, belum ada penelitian yang membahas mengenai pengambilaan keputusan, untuk menjalani hidup sebagai homoseksual. Terutama di Kota Padang, dimana keputusan tersebut bertentangan dengan norma dan adat yang berlaku dimasyarakat. Sehingga belum ditemukan informasi mengenai faktor faktor, serta proses yang dialami individu dalam mengambil keputusan menjalani hidup sebagai individu gay. Ketiadaan informasi tersebut, menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini diberi judul Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Menjalani Kehidupan Sebagai Homoseksual (Gay) di Kota Padang 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini ingin memperoleh gambaran pengambilan keputusan menjalani hidup sebagai homoseksual pada laki-laki di Kota Padang. Oleh karena itu, pertanyaaan penelitian yang menjadi fokus penelitian ini adalah, bagaimana gambaran beserta faktor-

14 faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, untuk menjalani kehidupan sebagai gay di Kota Padang. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah memperoleh gambaran pengambilan keputusan untuk menjalani kehidupan sebagai homoseksual (gay) dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk menjalani kehidupan sebagai homoseksual (gay) di Kota Padang 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik ditinjau secara teoritis maupun praktis: Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan informasi dari sudut pandang psikologi, khususnya psikologi kognitif tentang pengambilan keputusan dan psikologi sosial. 2. Memperkaya khasanah penelitian psikologi tentang homosekssual. Mengingat penelitian mengenai pengambilan keputusan menjalani hidup sebagai homoseksual belum pernah dilakukan di Kota Padang. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat: 1. Bagi Informan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh informan untuk mengetahui gambaran pengambilan keputusan menjalani hidup sebagai homoseksual, sehingga nantinya dapat menjadi bahan pembelajaran dan pertimbangan. 2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti dengan kajian yang serupa.

15 3. Bagi pihak-pihak terkait Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sumber referensi bagi beberapa pihak mengenai keputusan untuk menjalani kehidupan sebagai homoseksual (gay) di Kota Padang. Sehingga, pihak tertentu dapat menangani hal ini dengan memberikan perhatian yang tepat. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain mengenai definisi homoseksual, definisi pengambilan keputusan, dan definisi dewasa awal. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan tentang metode penelitian kualitatif, karakteristik sampel, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, responden penelitian dan prosedur penelitian BAB IV: PEMBAHASAN Bab ini berisi deskripsi data responden, analisa dan pembahasan data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengna teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

16 BAB V : KESIMPULAN Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran-saran praktis sesuai hasil dan masalah-masalah penelitian, serta saran-sarat metodologis untuk penyempurnaan penelitian lanjutan.