KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU



dokumen-dokumen yang mirip
ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

3. METODE PENELITIAN

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB III METODE PENELITIAN

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

Transkripsi:

KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU LAPORAN PRAKTIK LAPANG OLEH REYGIAN FREILA CHEVALDA PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2012

KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU LAPORAN PRAKTIK LAPANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji OLEH REYGIAN FREILA CHEVALDA 0802 10450 077 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2012

LEMBAR PENGESAHAN Judul Praktek Nama Mahasiswa : Kondisi Umum Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau : Reygian Freila Chevalda NIM : 080210450077 Program Studi : Ilmu Kelautan Disetujui oleh Plh. Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Dosen Pembimbing Falmi Yandri, S.Pi, M.Si Dony Apdillah, S.Pi, M.Si NIPY. 751070041 NIPY. 751070042 Mengesahkan Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Tanggal Ujian : 20 April 2012 Dr. Ir. T. Efrizal, M.Si NIP. 196712121993031003

i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktik Lapang yang merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir tingkat sarjana di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga penulisan Laoporan Praktik Lapang ini dapat selesai, terutama kepada Bapak Dony Apdillah, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing selama penulisan berlangsung. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan pada penulisan ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan Laporan Praktik Lapang ini, penulis berharap semoga Laporan Praktik Lapang ini bermanfaat bagi kita semua. Tanjungpinang, Mei 2012 Reygian Freila C

ii DAFTAR ISI Isi Halaman LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Praktik Lapang... 2 1.3. Manfaat Praktik Lapang... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 2.1. Sumberdaya Pesisir... 4 2.2. Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan... 4 2.3. Parameter Fisika... 5 2.3.1. Salinitas... 5 2.3.2. Suhu... 7 2.3.3. Gelombang... 9 2.3.4. Kecerahan... 10 2.3.5. Kekeruhan... 10 2.3.6. Arus... 11 2.3.7. Pasang Surut... 12 III. METODE PRAKTIK... 13 3.1. Waktu dan Tempat... 13 3.2. Bahan dan Alat... 13 3.3. Metode Praktik... 14 3.4. Penentuan Lokasi Sampling... 14 3.5. Pengukuran Parameter Fisika Perairan... 15 3.5.1. Salinitas... 15 3.5.2. Suhu... 16 3.5.3. Gelombang... 16 3.5.4. Kecerahan... 16 3.5.5. Kekeruhan... 17 3.5.6. Kecepatan Arus... 17 3.5.7. Pasang-surut... 18 3.6. Analisis Data... 18 IV. KONDISI UMUM WILAYAH... 19 4.1. Keadaan Geografis... 19 4.2. Demografi dan Kependudukan... 19 i ii iv v vi

iii 4.2.1. Penduduk... 19 4.2.2. Pendidikan... 20 4.2.3. Mata Pencaharian... 21 4.2.4. Agama dan Etnis... 22 4.3. Sarana dan Prasarana... 22 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24 5.1. Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap... 24 5.1.1. Salinitas... 24 5.1.2. Suhu... 25 5.1.3. Gelombang... 27 5.1.4. Kecerahan... 29 5.1.5. Kekeruhan... 31 5.1.6. Kecepatan Arus... 33 5.1.7. Pasang Surut... 35 5.1.8. Hubunan Antarparameter... 36 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 39 6.1. Kesimpulan... 39 6.2. Saran... 39 DAFTAR PUSTAKA... 40 LAMPIRAN... 42

iv DAFTAR TABEL Tabel 1. Alat dan Bahan... 13 Tabel 2. Kondisi Pengukuran Parameter Fisika... 15 Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 20 Tabel 4. Tingkat Kelulusan Pendidikan... 20 Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 21 Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama... 22 Tabel 7. Sarana dan Prasarana... 22 Tabel 8. Salinitas Perairan Pulau Sekatap... 24 Tabel 9. Suhu Permukaan Perairan Pulau Sekatap... 26 Tabel 10. Tinggi Gelombang Perairan Pulau Sekatap... 28 Tabel 11. Nilai Kecerahan Perairan Pulau Sekatap... 29 Tabel 12. Nilai Kekeruhan Perairan Pulau Sekatap... 31 Tabel 13. Kecepatan Arus Perairan Pulau Sekatap... 33 Tabel 14. Tinggi Pasut Perairan Pulau Sekatap... 35

v DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Lokasi Pengukuran... 13 Gambar 2. Grafik Rata-rata Salinitas... 25 Gambar 3. Grafik Rata-rata Suhu... 27 Gambar 4. Grafik Tinggi Gelombang... 28 Gambar 5. Grafik Kecerahan... 30 Gambar 6. Grafik Kekeruhan... 32 Gambar 7. Grafik Kecepatan Arus... 34 Gambar 8. Tinggi Pasang Surut... 36 Gambar 9. Skema Hubungan Antarparameter... 38 Gambar 10. Pengukuran Tinggi Gelombang... 55 Gambar 11. Pengukuran Kecepatan Arus... 55 Gambar 12. Pengukuran Salinitas... 56 Gambar 13. Pengukuran Kecerahan... 56 Gambar 14. Pengukuran Pasang Surut... 57

vi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Mentah Hasil Pengukuran... 43 Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut... 53 Lampiran 3. Dokumentasi... 55

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang berada pada posisi 6 o LU 11 o LS 95 o BT 141 o BT merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas laut mencapai 2/3 dari luas keseluruhan negara. Dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km 2, Indonesia merupakan Negara yang memiliki garis pantai tropis terpanjang kedua setelah Kanada (Dahuri, 2003). Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km 2 dan terdiri dari luas daratan mencapai 1,9 juta km 2, laut teritorial 0,3 juta km 2, sedangkan perairan seluas 2,8 juta km 2. Ini berarti seluruh laut di Indonesia berjumlah 3,1 juta km 2 atau 62% dari seluruh wilayah Indonesia (Nontji, 2007). Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km 2, di mana 95% - nya merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan

2 Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan (BPK RI Prov. Kepri, 2009). Wilayah Kota Tanjungpinang memiliki luas yang mencapai 239.50 km 2 dengan keadaan geologis sebagian berbukit bukit dan lembah yang landai sampai ke tepi laut dengan luas daratan mencapai 369 km 2 dan luas lautan 170 km 2. Kota Tanjungpinang berada di Pulau Bintan dengan letak geografis berada pada 00 o 51 sampai dengan 00 o 59 Lintang Utara dan 104 o 23 sampai dengan 104 o 34 Bujur Timur (Pemko Tanjungpinang, 2011). Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang menjadi salah satu kelurahan yang memiliki aktifitas pembangunan sebagai pusat pemerintahan dan adanya aktifitas pertambangan terutama di kawasan Pulau Dompak. Pemanfaatan di wilayah ini akan mempengaruhi keadaan perairan dan pulau-pulau kecil seperti Pulau Sekatap yang ada di dekat Pulau Dompak. Perairan Pulau Sekatap dimanfaatkan sebagai jalur transportasi laut. Aktifitas pemanfaatan perairan Pulau Sekatap dan disekitarnya dapat mengganggu kestabilan struktural perairan terutama kondisi fisika perairan. Belum adanya data dasar fisika perairan sebagai salah satu parameter untuk menggambarkan kondisi umum perairan laut terutama terhadap kehidupan biota akuatik, maka perlu dilakukan pengamatan kondisi fisika perairan Pulau Sekatap. 1.2. Tujuan Praktik Lapang Tujuan dari praktik lapang ini adalah untuk mengetahui keadaan umum parameter fisika perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, sehingga dapat di

3 temukan pemecahan masalahnya dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi semua pihak yang membutuhkan. 1.3. Manfaat Praktik Lapang Praktik lapang ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai informasi dan bahan kajian pengelolaan wilayah pesisir serta sumberdaya perairan secara terpadu dan berkelanjutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Pesisir Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis) yang unik (Dahuri, 1996). Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Dahuri et al., 2004). Wilayah pesisir dan laut Indonesia terkenal dengan kekayaan yang beraneka ragam atas sumberdaya laut karena masih memiliki struktur ekosistem yang lengkap. Jadi, pendekatan pemanfaatan dan konservasi perlu dilakukan dengan penuh keterpaduan agar sumberdaya yang dimiliki bisa tetap terjaga (Dahuri et al., 2004). 2.2. Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumberdaya laut bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Salah satu penyebabnya adalah

5 pencemaran dan pelaksanaan pembangunan yang bersifat sektoral, padahal karakteristik sumberdaya secara ekologis saling terkait satu sama lain terutama kawasan laut dan daratan (Dahuri et al., 2004). Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu berfungsi untuk perencanaan kawasan, pengembangan dan pembangunan ekonomi, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, resolusi konflik, perlindungan keselamatan umum dan penataan pemilikan sumberdaya (Cicin-Sain dan Knecht dalam Supriharyono, 2009). Menurut Dahuri et al (2004), tujuan jangka panjang pemanfaatan sumberdaya kelautan : - Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha - Pengembangan program dan kegiatan untuk peningkatan secara optimal dan lestari terhadap sumberdaya - Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pesisir dalam pelestarian lingkungan - Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di pesisir dan lautan 2.3. Parameter Fisika 2.3.1. Salinitas Salinitas adalah jumlah garam yang dinyatakan dalam gram yang diperoleh dari beberapa kali penguapan, 1000 gram air sehingga diperoleh berat air yang konstan (Shuter dalam Marshally, 2010).

6 Untuk mengukur salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan Refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per kilogram (ppt) atau promil ( ). Nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0 5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6 29 ppt dan perairan laut berkisar antara 30 35 ppt (Nontji, 2007). Salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan, disamping faktor lingkungan maupun faktor genetik spesies ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kira-kira setebal 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah (Nontji, 2007). Menurut Kinne dalam Marshally (2010), salinitas menentukan sifat struktural dan fungsional organisme melalui perubahan dalam : 1. Konsentrasi osmose total 2. Perbandingan relatif yang terlarut 3. Koefesien absorbs 4. Saturasi gas yang terlarut.

7 Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh adanya aliran air laut, dan daratan, curah hujan, evaporasi dan pasang surut (Anggoro dalam Marshally, 2010). Nybakken dalam Marshally (2010) menembahkan bahwa pada salinitas yang rendah laju metabolisme akan menurun sehingga pada salinitas tertentu akan menyebabkan metabolisme berhenti. Menurut Raymont dalam Marshally (2010) menyatakan tinggi rendahnya salinitas akan mempengaruhi tekanan osmose dimana nantinya akan mempengaruhi metabolisme sel. Besar kecilnya salinitas yang terjadi sangat menentukan sifat organisme akuatik yang ada terutama plankton yang mempunyai sifat peka terhadap perubahan (Davis dalam Marshally 2010). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi kehidupan organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi, dan distribusi organisme (Odum dalam Marshally, 2010). 2.3.2. Suhu Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya energi panas yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama energi panas dalam air laut adalah matahari. Setiap detik matahari memancarkan energi panas sebesar 1026 kalori dan setiap tempat dibumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima energi panas sebanyak 0,033 kalori/detik. Pancaran energi matahari ini akan sampai kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm 2 /menit. Pancaran energi ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air (Meadous and Campbell dalam Jatilaksono, 2007).

8 Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87 C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42 C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 2008). Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2 C 4 C (Hutagalung dalam Jatilaksono, 2007). Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 2008). Suhu suatu perairan juga di pengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan serta proses interaksi antara air dan udara seperti perpindahan panas, penguapan dan hembusan angin. Suhu perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 o -38 o C dan di daerah yang sering terjadi upwelling (kenaikan massa air) suhu permukaan airnya bisa turun hingga 25 o C (Nontji dalam Dahuri et al., 2004).

9 2.3.3. Gelombang Franklin dalam Effendi (2011) megatakan udara yang bergerak yaitu angin, melewati permukaan yang halus akan mengganggu permukaan dan menjadikan permukaan tersebut bergelombang. Jika angin bertiup terus, maka menjadi elemen gelombang. Menurut Hutabarat dan Evans (2008), Gelombang laut adalah pergerakan naik turunnya permukaan air laut yang membentuk lembah dan bukit mengikuti gerak sinusoidal. Oleh karena itu, susunan gelombang di lautan sangat bervariasi dan kompleks. Untuk itu para ahli mendesain sebuah model gelombang buatan untuk memudahkan dalam mempelajarinya, walaupun bentuk gelombang ini kemungkinan tidak akan dijumpai sama seperti gelombang laut yang sebenarnya. Bagian-bagian gelombang gelombang ideal adalah : 1. Crest : merupakan titik tertinggi atau puncak sebuah gelombang 2. Trough : merupakan titik terendah atau lembah sebuah gelombang, 3. Wave height : merupakan jarak vertikal antara crest dan trough atau disebut juga tinggi gelombang, 4. Wave length : merupakan jarak berturut-turut antara dua buah crest atau dua buah trough, disebut juga satu panjang gelombang, 5. Wave period : waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut, disebut juga periode gelombang,

10 6. Wave steepnees: perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang, disebut juga kemiringan gelombang. 2.3.4. Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca (intensitas cahaya matahari), waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian pengamat yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Selanjutnya Gusrina (2008) menyatakan masuknya cahaya matahari ke dalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan kekeruhan menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan. 2.3.5. Kekeruhan Davis dan Cornwell dalam Effendi (2003) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.

11 Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi. Tingginya kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas pada proses penjernihan air (Effendi, 2003). Kekeruhan pada perairan lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloid (Wardhana dalam Effendi, 2003). Disamping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air. 2.3.6. Arus Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan rusaknya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar berlumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan organisme air (Romimohtarto, 2009). Arus di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti angin, suhu permukaan laut yang berubah-ubah, tahanan dasar laut, gaya coriolis dan perbedaan densitas. Untuk mengetahui arah dan kecepatan arus, alat yang digunakan yaitu Current meter. Arah arus ditunjukkan dalam besaran derajat, dimana 0 o berarti mengarah ke utara dan besarnya kecepatan arus ditunjukkan dengan besaran meter/detik (Wibisono, 2005).

12 2.3.7. Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi permukaan air laut karena ada gaya tarik menarik benda-benda langit, terutama oleh matahari dan bulan terhadap massa air laut di Bumi (Triatmojo, 2008). Sedangkan Wibisono (2005) mengatakan bahwa pasang surut yaitu gerakan vertikal dari seluruh massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh gaya tarik menarik bumi dan benda-benda angkasa teutama matahari dan bulan. Pasang surut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal), dua kali sehari (pasut ganda), ataupun pasang surut yang mencakup keduanya (pasut campuran). Untuk mengukur pasang surut dengan akurasi yang baik, diperlukan pengetahuan tentang pasang surut yang memadai dan melakukan pengukuran paling sedikit 15 hari atau selama 18,6 tahun jika ingin mendapatkan prediksi dengan akurasi yang tinggi (Pariwono dalam Dahuri et al., 2004). Perbedaan antara puncak pasang tertinggi dengan air surut terendah disebut tunggang air yang bisa mencapai puluhan meter tergantung posisi bulan terhadap bumi dan jarak bumi pada matahari dalam masing-masing lintasan orbit. (Wibisono, 2005).

III. METODE PRAKTIK 3.1. Waktu dan Tempat Praktik Lapang ini di laksanakan pada tanggal 7-11 Maret 2012 yang berlokasi di Pulau Sekatap Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Adapun lokasi pengukuran, bisa dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Lokasi Pengukuran 3.2 Bahan dan Alat Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam praktik lapang ini adalah: Tabel 1. Alat dan Bahan Praktik Lapang No Alat dan Bahan Keterangan 1. Handrefractometer Untuk mengukur salinitas 2. 3. Turbidimeter Thermometer Untuk mengukur kekeruhan perairan Untuk mengukur suhu 4. Benang, pelampung dan Stopwatch Sebagai alat sederhana untuk mengukur

14 5. Papan Berskala kecepatan arus Untuk mengukur tinggi gelombang dan tinggi pasang surut 6. Pipet tetes dan akuades 7. Secchi Disc 8. Alat tulis 9. GPS 10. Kamera 11 Botol Aqua 330 ml Untuk kalibrasi Untuk mengukur kecerahan perairan Pena, Pensil, Buku, Untuk menentukan koordinat lokasi sampling Untuk dokumentasi Untuk mengambil sampel air 3.3. Metode Praktik Metode yang digunakan dalam melaksanakan praktik lapang ini adalah metode survei, yaitu pengamatan secara langsung ke lapangan terhadap kondisi umum fisika perairan serta kegiatan masyarakat yang memanfaatkan perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Adapun data yang dikumpulkan yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari lapangan berupa parameter fisika perairan Pulau Sekatap, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari instansi terkait kondisi wilayah penelitian seperti data monografi desa. 3.4. Penentuan Lokasi Sampling Penentuan titik stasiun dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga stasiun, yaitu stasiun I pada daerah yang dekat dengan

15 aktifitas pertambangan dengan koordinat geografis 00 o 51 21,03 LU; 104 o 27 25,07 BT, stasiun II pada daerah yang masih tersentuh oleh aktifitas masyarakat dengan koordinat 00 o 51 29,04 LU; 104 o 27 07,05 BT, dan stasiun III dengan koordinat 00 o 51 12,04 LU; 104 o 27 03,09 BT pada daerah yang menghadap laut lepas, jauh dari aktifitas pertambangan dan jarang tersentuh aktifitas masyarakat. 3.5. Pengukuran Parameter Fisika Perairan Tabel 2. Kondisi Pengukuran Parameter Fisika No Parameter Kondisi Pengukuran Pengulangan 1 Salinitas Pasang dan Surut 3 kali 2 Suhu Pagi, Siang dan Sore 3 kali 3 Tinggi Gelombang Pasang dan Surut 1 kali 4 Kecerahan Pagi, Siang dan Sore 2 kali 5 Kekeruhan Pagi, Siang dan Sore 1 kali 6 Kecepatan Arus Pasang dan Surut 3 kali 7 Pasang Surut 24 jam 1 kali 3.5.1. Salinitas Pengukuran salinitas dilakukan pada kondisi perairan saat pasang dan saat surut. Data salinitas diukur dengan menggunakan Handrefractometer dengan tingkat ketelitian 1. Sebelum digunakan, skala refractometer dipastikan menunjukkan nilai nol dengan cara mengkalibrasi alat dengan menggunakan air murni atau akuades. Kemudian buka penutup kaca prisma dan beberapa tetes sampel air laut diteteskan pada kaca refractometer dan tutup kembali kaca prisma dengan hati-hati. Kemudian lihat pada lensa di tempat yang bercahaya dan akan terlihat skala penunjuk yang menampilkan nilai salinitasnya. Setelah digunakan, kaca refractometer dicuci dengan akuades lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Pengukuran ini di lakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap stasiun.

16 3.5.2. Suhu Pengukuran suhu dilakukan pada saat pagi, siang dan sore hari. Untuk mengukur suhu digunakan Thermometer dengan mencelupkan beberapa saat Thermometer kedalam perairan kemudian diangkat dan dilihat nilai suhu pada Thermometer tersebut. Pengukuran ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap stasiun. 3.5.3. Gelombang Pengukuran gelombang dilakukan pada kondisi perairan saat pasang dan surut. Untuk mengukur tinggi gelombang, alat sederhana yang bisa digunakan adalah papan berskala yaitu papan yang memiliki satuan pengukuran yang kemudian di tancapkan di dasar perairan dangkal, kemudian di ambil data puncak gelombang sebanyak 11 puncak dan 10 lembah gelombang kemudian di hitung dalam rumus : Tinggi gelombang = Rata-rata tinggi puncak gelombang Rata-rata tinggi lembah gelombang 3.5.4. Kecerahan Pengukuran kecerahan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan Secchi Disc yang diturukan ke dalam perairan secara perlahan sampai kelihatan samar-samar. Setelah itu, diukur jarak panjang tali Secchi Disc dari permukaan perairan hinggga kedalaman Secchi Disc terlihat samar-samar. Kemudian Secchi Disc diturunkan ke dalam perairan lagi sampai Secchi Disc terlihat. Setelah itu, diukur kembali jarak Secchi Disc saat

17 terlihat. Untuk memastikan hasil data, pengukuran ini dilakukan dua kali pengulangan. Nilai kecerahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Jarak Samar-Samar + Jarak Tampak 2 Dimana : Jarak tampak adalah jarak dari permukaan perairan sampai lempengan Secchi Disc terlihat, sedangkan jarak hilang adalah jarak antara permukaan perairan sampai lempengan Secchi Disc terlihat samar-samar. 3.5.5. Kekeruhan Pengukuran kekeruhan perairan diukur dengan menggunakan turbidimeter yang di kalibrasi menggunakan cairan kalibrasi yang tersedia pada alat Turdidimeter atau dengan aquades ( air murni ). Pengukuran ini dilakukan di Labor FIKP Umrah dengan membawa sampel air laut pada setiap stasiun pengukuran yang di ambil menggunakan botol Aqua 330 ml. Pengambilan sampel dilakukan pada saat pagi, siang dan sore hari. 3.5.6. Kecepatan Arus Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada saat perairan pasang dan surut. Kecepatan arus bisa dihitung dengan cara mengikatkan benang dengan panjang 1 meter pada pelampung yang bawahnya diberi plastik dengan sedikit pemberat agar plastik tenggelam sehingga arus yang bergerak mendorong plastik tersebut. Ukur jarak tempuh dan waktu dari awal diletakkannya pelampung berbenang hingga benang tersebut menegang dalam satuan waktu yaitu sentimeter per detik (cm/det). Nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus :

18 Dimana : v s t : Kecepatan arus (cm/det) : Jarak (cm) : Waktu (det) 3.5.7. Pasang Surut Pengukuran pasang surut dilakukan selama 24 jam. Alat yang digunakan untuk mengukur pasang surut yaitu dengan papan berskala yang memiliki skala ukuran dan merupakan alat pengukur pasang surut yang paling sederhana. Pemasangan harus pada kondisi permukaan air surut terendah dengan skala nolnya masih terendam air dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari permukaan air tertinggi, Dengan demikian maka tinggi rendahnya permukaan air laut dapat kita ketahui dengan menggunakan rumus : Tinggi Pasut = Permukaan air tertinggi Permukaan air terendah 3.6. Analisis Data Data primer yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, skema dan gambar. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif setelah ditabulasikan serta dilakukan analisis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kondisi umum dan parameter fisika perikanan dan kelautan yang dijumpai di perairan Pulau Sekatap, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau sehingga dapat diperoleh alternatif pemecahan permasalahannya.

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Keadaan Geografis Pulau Sekatap termasuk dalam Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan sekitar 8 km. Batas wilayah Kelurahan Dompak adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Batu Sembilan dan Kelurahan Sungai Jang, sebelah selatan berbatasan dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sungai Jang dan laut, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Lengkuas Kabupaten Bintan. Luas wilayah Kelurahan Dompak mencapai 4.280 Ha dengan ketinggian 64 m dari permukaan laut. Secara umum kondisi fisik ( topografi ) Kelurahan Dompak merupakan dataran rendah, dataran tinggi dan pantai dengan curah hujan berkisar antara 2.500-3.500 mm serta memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26-34 o C. 4.2. Demografi dan Kependudukan 4.2.1. Penduduk Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Dompak menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kelurahan Dompak hingga akhir tahun 2011 berjumlah 2.679 jiwa yang terdiri dari 1.395 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.284 jiwa berjenis kelamin perempuan yang terbagi dalam 755 KK. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

20 Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Laki-Laki 1.395 52,07 2 Perempuan 1.284 47,93 Jumlah 2.679 100 Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 4.2.2. Pendidikan Pendidikan merupakan peranan yang sangat besar dalam menunjang perkembangan suatu daerah dalam menyerap ilmu dan informasi serta untuk membangun daerah itu sendiri. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat pada suatu daerah maka akan semakin mudah daerah tersebut untuk menerima pembaharuan yang sifatnya membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Dompak, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Kelulusan Pendidikan No Lulusan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Taman Kanak-Kanak - 0 2 Sekolah Dasar 1.197 44,68 3 SMP/SLTP 242 9,03 4 SMA/SLTA 177 6,61 5 Akademi (D1-D3) 13 0,49 6 Sarjana (S1-S2) 3 0,11 7 Tidak Sekolah 184 6,87 8 Tidak Tamat SD 260 9,71 9 Belum Tamat 603 22,50 Jumlah 2.679 100% Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Dompak tergolong rendah dimana lebih dari 50% masyarakatnya tidak berada pada wajib belajar 9 tahun yang dianjurkan oleh pemerintah. Hal ini dapat

21 mempengaruhi usaha pembangunan dan pengembangan daerah masyarakat tersebut. 4.2.3. Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Dompak beraneka ragam, dari pegawai, pedagang, nelayan, dan lain-lain. Umumnya masyarakat Kelurahan Dompak bermata pencaharian swasta dan nelayan bagi kaum laki-laki dan mengurus rumah tangga bagi kaum perempuan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Pegawai Negeri Sipil 24 0,90 2 TNI/Polri 2 0,07 3 Swasta 339 12,65 4 Honorer 8 0,30 5 Pedagang/Wiraswasta 15 0,56 6 Petani 60 2,24 7 Peternak 3 0,11 8 Buruh Tani 7 0,26 9 Pensiunan 1 0,04 10 Nelayan 349 13,03 11 Buruh Harian Lepas 58 2,16 12 Jasa 2 0,07 13 Mengurus Rumah Tangga 644 24,04 14 Pelajar/Mahasiswa 355 13,25 15 Belum/Tidak Bekerja 812 30,32 Jumlah 2679 100 Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa meskipun sebagian besar wilayah Kelurahan Dompak termasuk wilayah pesisir, namun sebagian besar masyarakatnya tidak hidup bergantung pada perairan laut melainkan pada sektor daratan. Hal ini disebabkan kuantitas dari hasil perairan laut sudah semakin

22 menurun akibat aktifitas pembangunan dan pertambangan di daratan yang berpengaruh langsung ke perairan laut. 4.2.4. Agama dan Etnis Masyarakat di Kelurahan Dompak mayoritas menganut agama Islam dengan jumlah 2.533 jiwa atau sekitar 94,55 %. Selebihnya menganut agama Protestan, Khatolik dan Budha. Untuk mengetahui jumlah masyarakat berdasarkan agama, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Islam 2.533 94,55 2 Protestan 20 0,75 3 Khatolik 66 2,46 4 Budha 60 2,24 Jumlah 2.679 100 Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 4.3. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan salah satu penunjang kemajuan pembangunan daerah. Sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Dompak dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sarana dan Prasarana No Sarana dan Prasarana Rincian Jumlah 1 Agama Masjid 8 Surau 2 Mushola 1 Gereja 1 Vihara 1 2 Kesehatan Rumah Sakit - Puskesmas - Posyandu - 3 Pendidikan PAUD - Taman Kanak-Kanak - Sekolah Dasar 11

23 SMP/SLTP 1 SMA/SLTA - Perguruan Tinggi - 4 Minat dan Bakat Lapangan Sepak Bola 6 Lapangan Volly 5 Sanggar Tari - Gedung Kesenian - Jumlah 36 Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 Dari Tabel 7 dapat terlihat bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki Kelurahan Dompak sangat sedikit. Tidak memiliki sarana dan prasarana di bidang kesehatan dapat membuat tingkat kesehatan masyarakat Kelurahan Dompak rendah karena tidak adanya fasilitas pelayanan kesehatan baik dalam hal pengobatan maupun dalam hal pencegahan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap 5.1.1. Salinitas Kondisi perairan laut di pesisir berbeda dengan kondisi perairan laut di samudera. Hal ini bisa disebabkan oleh pemasukan air tawar, arus pasang maupun sirkulasi air yang terjadi. Pada salinitas, ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi seperti curah hujan, penguapan, pengaruh perairan darat (sungai) hingga pengaruh musim. Pada Tabel 8 dapat dilihat hasil pengukuran salinitas di perairan Pulau Sekatap yang dilakukan pada saat pasang dan surut selama 2 hari. Tabel 8. Salinitas Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Salinitas ( o / oo ) Pengukuran Pasang Surut 1 07 Maret 2012 31 32 08 Maret 2012 30 30 Rata-Rata 30,5 31 2 07 Maret 2012 31 34 08 Maret 2012 30 32 Rata-Rata 30,5 33 3 07 Maret 2012 33 38 08 Maret 2012 31 33 Rata-Rata 32 35,5 Total Rata-Rata 31 33,17 Sumber : Data Primer, 2012 Salinitas di perairan Pulau Sekatap antara 30 o / oo 38 o / oo dengan rata-rata salinitas saat pasang 31 o / oo dan pada saat surut 33,17 o / oo. Pengukuran salinitas pada hari pertama dilakukan pada kondisi pasang yang terjadi pada pagi hari sekitar pukul 09:00 WIB hingga pukul 11:00 WIB dan saat surut terjadi pada sore hari sekitar pukul 15:00 WIB hingga pukul 17:00 WIB. Seperti yang diketahui,

25 cuaca panas menimbulkan penguapan yang menjadi salah satu faktor dalam mempengaruhi kondisi salinitas di permukaan perairan. Pengukuran pada hari kedua dilakukan dengan kondisi pasang surut yang relatif hampir sama dengan hari pertama. Perbandingan rata-rata nilai salinitas pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2. 36 35,5 35 34 33 Salinitas o / oo 33 32 31 30,5 30,5 32 31 30 29 28 Pasang Stasiun 1 Kondisi Stasiun 2 Stasiun 3 Gambar 2. Grafik Rata-Rata Salinitas Surut Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa adanya perbedaan antara kondisi salinitas saat pasang dan kondisi salinitas saat surut di setiap stasiun dimana salinitas pada saat surut lebih tinggi daripada saat pasang. Hal ini disebabkan karena keadaan surut terjadi pada sore hari yang memiliki nilai suhu lebih tinggi daripada suhu saat kondisi pasang di pagi hari sehingga dimungkinkan adanya proses penguapan yang terjadi pada saat sore hari. 5.1.2. Suhu Suhu pada suatu perairan bisa berbeda pada satu waktu pengukuran berdasarkan keedalaman perairan. Suhu yang diukur pada pengukuran ini adalah

26 suhu permukaan perairan. Suhu permukaan perairan ini sangat dipengaruhi cuaca, intensitas matahari, tutupan awan, curah hujan, serta kecepatan angin. Data hasil pengukuran suhu permukaan perairan Pulau Sekatap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Suhu Permukaan Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 1 07 Maret 2012 28 29 30 08 Maret 2012 27 27 28 Rata-Rata 27,5 28 29 2 07 Maret 2012 28 29 30 08 Maret 2012 27 27 28 Rata-Rata 27,5 28 29 3 07 Maret 2012 28 29 30 08 Maret 2012 27 27 28 Rata-Rata 27,5 28 29 Total Rata-Rata 27,5 28 29 Sumber : Data Primer, 2012 Suhu permukaan perairan Pulau Sekatap antara 27 o C 30 o C dengan ratarata suhu pada pagi hari 27,5 o C, pada siang hari 28 o C, dan pada sore hari 29 o C. Suhu permukaan tinggi di sore hari karena pada sore hari frekuensi perairan mendapat cahaya matahari lebih lama sehingga terjadi penyebaran dan penyerapan panas yang maksimum. Pada umumnya suhu perairan nusantara bekisar antar 28 o C 31 o C. Namun berdasarkan sumber data dari Kelurahan Dompak yang menuliskan bahwa suhu udara di Kelurahan Dompak berkisar 26 o C 34 o C sehingga memungkinkan suhu perairan Pulau Sekatap berada di bawah 28 o C karena suhu normal perairan lebih rendah daripada suhu udara. Pengukuran suhu hari pertama dilakukan pukul 09:35 WIB 10:15 WIB pada pagi hari, 11:35 WIB 12:10 WIB pada siang hari, dan pukul 16:15 WIB 17:30 WIB. Pengukuran di hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun

Suhu o C 27 dengan kondisi cuaca yang berbeda. Perbandingan suhu rata-rata pada setiap stasiun bisa dilihat pada Gambar 3. 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 27,5 27,5 28 28 28 27,5 29 29 29 Pagi Siang Sore Kondisi Gambar 3. Grafik Rata-Rata Suhu Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa suhu tertinggi terjadi pada saat sore hari dan suhu terendah terjadi pada saat pagi hari. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya matahari lebih tinggi terjadi pada sore hari sehingga penyerapan dan penyebaran panas terjadi lebih lama dibandingkan pada saat siang maupun pagi hari. Selain itu, curah hujan juga mempengaruhi suhu suatu perairan dimana saat pengambilan data pagi pada hari kedua dilakukan setelah hujan berhenti. 5.1.3. Gelombang Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gelombang di laut. Gelombang yang diukur pada pengukuran ini adalah tinggi gelombang yang disebabkan oleh gangguan angin. Data hasil pengukuran gelombang di Pulau Sekatap dapat dilihat pada Tabel 10.

Tinggi Gelombang (cm) 28 Tabel 10. Tinggi Gelombang Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Tinggi Gelombang (cm) Pengukuran Pasang Surut 1 07 Maret 2012 7,14 6,25 08 Maret 2012 2,85 5,65 Rata-Rata 4,99 5,95 2 07 Maret 2012 10,79 3,56 08 Maret 2012 4,66 1,36 Rata-Rata 7,73 2,46 3 07 Maret 2012 9,51 10,26 08 Maret 2012 7,58 4,59 Rata-Rata 8,55 7,43 Total Rata-Rata 7,09 5,28 Sumber : Data Primer, 2012 Tinggi gelombang yang terjadi di perairan Pulau Sekatap antara 1,36 cm 10,79 cm dengan rata-rata tinggi gelombang pada saat pasang 7,09 cm dan pada saat surut 5,28 cm. Pengukuran tinggi gelombang dilakukan pada saat pasang sekitar pukul 09:00 WIB 11:00 WIB dan pada saat surut pukul 15:00 WIB 17:00 WIB. Kecepatan angin pada saat pengukuran tidak begitu kencang sehingga gelombang yang terjadi tidak begitu besar. Perbedaan tinggi gelombang rata-rata setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 4. 20 16 12 8 4 0 8,55 7,73 5,95 7,43 4,99 2,46 Pasang Surut Kondisi Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Gambar 4. Grafik Tinggi Gelombang

29 Perbedaan tinggi gelombang pada saat pasang umumnya lebih tinngi karena disebabkan oleh perbedaan angin yang berhembus. Pada saat pasang di pagi hari, angin yang berhembus sedikit lebih kencang dibandingkan pada saat surut di sore hari. Seperti yang diketahui bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya gelombang adalah kecepatan angin. Selain itu, gelombang juga mendapat faktor dari pergerakan air yang disebabkan pasang surut. Ketika air surut, pergerakan air akan menjauhi pantai sehingga menghambat pergerakan gelombang yang bergerak mendekati pantai. 5.1.4. Kecerahan Nilai kecerahan perairan selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, waktu pengamatan, padatan tersuspensi, juga dipengaruhi oleh pengamat. Hasil pengukuran nilai kecerahan perairan Pulau Sekatap bisa dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Kecerahan Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Pengukuran Kecerahan (cm) Pagi Siang Sore 1 07 Maret 2012 189 191 35 08 Maret 2012 71 151,75 88,75 Rata-Rata 130 171,38 61,88 2 07 Maret 2012 180 141 84 08 Maret 2012 82,5 94 99 Rata-Rata 131,25 117,5 91,5 3 07 Maret 2012 193 192 59,5 08 Maret 2012 69,5 107 61 Rata-Rata 131,25 149,5 60,25 Total Rata-Rata 130,83 146,13 71,21 Sumber : Data Primer, 2012 Kecerahan perairan Pulau Sekatap antara 35 cm 193 cm dengan rata-rata kecerahan pada pagi hari 130,83 cm, pada siang hari 146,13 cm dan pada sore hari

Kecerahan (cm) 30 71,21 cm. Nilai kecerahan rendah pada sore hari disebabkan karena pada sore hari air bergerak surut sehingga membawa partikel-partikel di sekitar pantai menuju ke arah laut. Selain itu adanya aktifitas masyarakat dari Pulau Dompak yang mencari gonggong maupun udang di sekitar perairan Pulau Sekatap menyebabkan teraduknya dasar perairan yang membuat partikel-partikel dan padatan tersuspensi melayang diperairan. Kisaran nilai kecerahan tergolong rendah sehingga tidak baik untuk menunjang kehidupan biota laut. Pengukuran kecerahan hari pertama dilakukan pukul 09:35 WIB 10:15 WIB pada pagi hari, 11:35 WIB 12:10 WIB pada siang hari, dan pukul 16:15 WIB 17:30 WIB pada sore hari. Pengukuran di hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun dengan kondisi cuaca yang berbeda. Perbandingan ratarata kecerahan pada setiap stasiun bisa dilihat pada Gambar 5. 200 150 100 50 130 131,25 131,25 171,38 149,5 117,5 61,88 91,5 60,25 0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Gambar 5. Grafik Kecerahan Pagi Siang Sore Kondisi Kecerahan pagi dan siang hari lebih tinggi dibanding pada sore hari disebabkan oleh pada sore hari kondisi perairan dalam keadaan surut. Pada saat

31 surut, pergerakan air bergerak menjauhi pantai dan membawa partikel-partikel, padatan tersuspensi maupun sedimen yang berada didekat pantai. Selain itu, pergerakan gelombang juga mempengaruhi menurunnya nilai kecerahan pada sore hari karena salah satu fungsi gelombang yaitu membolak-balikkan massa air sehingga terjadi pengadukan perairan, apalagi pada kondisi surut yang banyak membawa partikel, padatan tersuspensi maupun sedimen. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya nilai kecerahan pada sore hari adalah adanya aktifitas masyarakat yang mencari gonggong maupun udang disekitar perairan. 5.1.5. Kekeruhan Kekeruhan merupakan nilai intensitas kegelapan perairan yang diakibatkan oleh partikel-partikel terlarut dan padatan tersuspensi yang ada di perairan. Hasil pengukuran nilai kekeruhan perairan bisa dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Kekeruhan Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Pengukuran Kekeruhan (NTU) Pagi Siang Sore 1 07 Maret 2012 2,37 2,22 56 08 Maret 2012 7 4,54 4,71 Rata-Rata 4,69 3,38 30,36 2 07 Maret 2012 2,15 3,91 6,76 08 Maret 2012 12,67 12,14 8,06 Rata-Rata 7,41 8,03 7,41 3 07 Maret 2012 0,86 1,21 14,16 08 Maret 2012 9,64 4,16 13,39 Rata-Rata 5,25 2,69 13,78 Total Rata-Rata 8,67 4,70 17,18 Sumber : Data Primer, 2012 Nilai kekeruhan perairan Pulau Sekatap antara 0,86 NTU 56 NTU dengan rata-rata saat pagi hari 8,67 NTU, saat siang hari 4,70 NTU, dan sore hari 17,18 NTU. Kekeruhan tertinggi terjadi pada sore hari karena selain perairan surut

Kekeruhan (ntu) 32 membawa partikel-partikel dari tepi pantai, pergerakan gelombang, aktifitas masyarakat yang mencari gonggong maupun udang juga mengakibatkan terjadinya pengadukan dasar perairan sehingga perairan menjadi keruh akibat banyak partikel-partikel dan padatan tersuspensi yang melayang-layang. Nilai kekeruhan ini tergolong tinggi sehingga tidak baik untuk menunjang kehidupan biota laut. Pengukuran kekeruhan dilakukan secara eksitu dengan pengambilan sampel. Pengambilan sampel kekeruhan hari pertama dilakukan pukul 09:35 WIB 10:15 WIB pada pagi hari, 11:35 WIB 12:10 WIB pada siang hari, dan pukul 16:15 WIB 17:30 WIB pada sore hari. Pengambilan sampel di hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun dengan kondisi cuaca yang berbeda. Perbandingan nilai kekeruhan pada setiap stasiun bisa dilihat pada Gambar 6. 35 30 25 20 15 10 5 0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 4,69 7,41 8,03 5,25 Gambar 6. Grafik Kekeruhan 3,38 2,69 30,36 7,41 Pagi Siang Sore Kondisi 13,78 Nilai kekeruhan biasanya akan berbanding terbalik dengan nilai kecerahan dimana nilai kekeruhan ini dilihat berdasarkan partikel-pertikel, padatan

33 tersuspensi maupun sedimen yang terdapat pada perairan. Kecerahan umumnya rendah pada sore hari, akan menyebabkan tingginya nilai kekeruhan yang terjadi pada sore hari. Pada Gambar 6 terlihat bahwa nilai kekeruhan sangat rendah pada siang hari dan tinggi pada sore hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kekeruhan relatif sama dengan faktor yang mempengaruhi kecerahan yaitu, pasang surut, gelombang, dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan perairan untuk mencari gonggong maupun udang. 5.1.6. Kecepatan Arus Kecepatan arus yang diukur adalah kecepatan arus permukaan. Arus ini sangat dipengaruhi oleh angin, suhu, maupun densitas. Hasil pengukuran kecepatan arus permukaan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kecepatan Arus Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Kecepatan Arus(cm/detik) Pengukuran Pasang Surut 1 07 Maret 2012 5,91 3,85 08 Maret 2012 2,81 1,45 Rata-Rata 4,36 2,65 2 07 Maret 2012 8,74 5,99 08 Maret 2012 4,40 1,51 Rata-Rata 6,57 3,75 3 07 Maret 2012 18,89 14,29 08 Maret 2012 25 3,76 Rata-Rata 21,95 9,03 Total Rata-Rata 10,96 5,14 Sumber : Data Primer 2012 Kecepatan arus yang bergerak pada permukaan perairan Pulau Sekatap antara 1,45 cm/detik 25 cm/detik dengan rata-rata kecepatan arus saat pasang 10,96 cm/detik dan saat surut 5,14 cm/detik. Kecepatan arus tinggi pada saat pasang karena angin yang berhembus pada saat pasang lebih kencang daripada

Kecepatan arus (cm/detik) 34 angin saat surut. Selain itu kecepatan arus juga dipengaruhi oleh keberadaa pulaupulau di sekitar perairan dan ekosistem karang yang terdapat di perairan Pulau Sekatap ini. Untuk megetahui perbedaan rata-rata kecepatan arus pada setiap stasiun, dapat dilihat pada Gambar 7. 25 21,95 20 15 10 5 6,57 4,36 3,75 2,65 9,03 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 0 Pasang Surut Kondisi Gambar 7. Grafik Kecepatan Arus Kecepatan arus pada stasiun 3 lebih tinggi karena stasiun 3 berada pada perairan terbuka dan tidak dipengaruhi keberadaan pulau-pulau kecil yang mampu mengurangi kecepatan arus akibat gesekan pada bibir pantai. Pengukuran kecepatan arus pada hari pertama dilakukan pada kondisi pasang yang terjadi pada pagi hari sekitar pukul 09:00 WIB hingga pukul 11:00 WIB dan saat surut terjadi pada sore hari sekitar pukul 15:00 WIB hingga pukul 17:00 WIB. Pengukuran pada hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun pada kondisi cuaca yang berbeda. Pada saat kondisi pasang hari pertama angin yang berhembus cukup kencang daripada dihari kedua yang cuacanya berawan. Hal ini menyebabkan arus di hari pertama lebih cepat daripada hari kedua.

35 5.1.7. Pasang Surut Pasang surut sangat dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik benda-benda langit diluar bumi. Pengukuran pasang surut di perairan Pulau Sekatap ini tidak dilakukan pada setiap titik stasiun maupun di satu stasiun. Untuk lebih mudah pengukuran pasang surut ini, pengukuran dilakukan di ujung pelantar Tanjung Siambang dengan koordinat lokasi 0 o 52 09,69 LU dan 104 o 25 27,14 BT. Tinggi pasang surut merupakan selisih antara tinggi permukaan air pada saat pasang tertinggi dengan tinggi permukaan air pada saat surut terendah. Sehingga pengukuran di luar stasiun dan lokasi perairan Pulau Sekatap didasarkan pada sifat air yang selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah sehingga tinggi permukaan air selalu sejajar. Hal ini berarti tinggi permukaan air di perairan Pulau Sekatap sama dengan tinggi permukaan air di pelantar Tanjung Siambang. Untuk mengetahui tinggi pasang-surut perairan, dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Tinggi Pasut Perairan Pulau Sekatap Tanggal Pengukuran Pasang Tertinggi (cm) Surut Terendah (cm) Tinggi Pasut (cm) 10-11 Maret 192 14 178 2012 Sumber : Data Primer, 2012 Tinggi pasang surut yang terjadi yaitu 178 cm. Untuk melihat pergerakan tinggi permukaan airnya, dapat dilihat pada gambar 8.

Tinggi Permukaan (cm) 36 250 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 28 58 19:00 20:00 21:00 90 118 157 146 162 Gambar 8. Tinggi Pasang Surut 150 130 74 36 22:00 23:00 00:00 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06:00 14 22 Waktu ( jam) 53 93 125 07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 154 181 192 182 157 119 47 78 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Berdasarkan grafik di atas, tampak terlihat bahwa tipe pasang surut yang terjadi di perairan Pulau Sekatap yaitu semidiurnal atau terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari. 5.1.8. Hubungan Antar Parameter Salinitas merupakan jumlah kadar garam yang terlarut diperairan. Salinitas dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dimana pada kondisi pasang salinitas umumnya lebih tinggi karena pada saat pasang air laut membawa sejumlah garam yang terlarut dari perairan lepas menuju pantai. Namun salinitas juga bergantung pada suhu perairan karena suhu perairan yang tinggi bisa menyebabkan terjadinya

37 penguapan perairan dan menyisakan butiran-butiran garam terlarut diperairan yang lebih banyak. Pasang surut memiliki hubungan yang sangat erat dengan parameterparameter lain selain salinitas seperti kecerahan, kekeruhan, arus dan gelombang. kondisi surut akan membawa partikel partikel dan padatan tersuspensi yang berada di tepi pantai menuju ke perairan lepas sehingga membuat nilai kecerahan menjadi rendah dan nilai kekeruhan meningkat. Pasang surut juga memiliki pengaruh pada kecepatan arus yang bergantung pada volume air. Gelombang mendapat pengaruh juga dari pasang surut karena pergerakan massa air yang menuju dan menjauhi pantai. Kondisi pasang akan membuat gelombang lebih tinggi dengan cepat rambat yang lebih cepat karen pada saat pasang, massa air bergerak searah dengan gelombang yaitu menuju daratan. Sedangkan pada saat surut pergerakan air menjauhi pantai dan akan menghambat pergerakan gelombang. Selain di pengaruhi oleh pasang surut, gelombang sangat mempengaruhi nilai kecerahan dan kekeruhan karena gelombang berfungsi mengaduk massa perairan dan menyababkan partikel-partikel dan padatan tersuspensi yang ada di dasar perairan menjadi melayang ke permukaan perairan. Nilai kecerahan akan berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan. Hal ini disebabkan karena selain dipengaruhi oleh parameter fisika lain, nilai kecerahan dan kekeruhan sangat bergantung pada intensitas cahaya matahari. Nilai kecerahan yang tinggi akan menurunkan nilai kekeruhan karena sedikitnya padatan tersuspensi yang berada diperairan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai kecerahan rendah maka akan meningkatkan nilai kekeruhan perairan karena

38 banyaknya padatan tersuspensi maupun partikel-partikel diperairan. Untuk lebih jelas melihat hubungan antar parameter ini, dapat dilihat pada gambar 9. GELOMBANG KECERAHAN ARUS KEKERUHAN PASANG SURUT SUHU SALINITAS Gambar 9. Skema Hubungan Antar Parameter Fisika Dimana : Arah panah menunjukkan parameter yang mempengaruhi.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Perairan Pulau Sekatap memiliki nilai salinitas berkisar antara 30 o / oo - 38 o / oo, suhu berkisar 27 o C 30 o C, tinggi gelombang berkisar 1,36 cm 10,79 cm, kecerahan berkisar 35 cm 193 cm, kekeruhan berkisar 0,86 NTU 56 NTU, kecepatan arus berkisar 1,45 cm/detik 25 cm/detik, dan tinggi pasang surut 178 cm. Hasil parameter fisika perairan yang diukur, tingkat keakuratan data masih rendah akibat masih terdapatnya kesalahan pengukuran karena faktor alat maupun kesalahan peneliti. Aktifitas di sekitar perairan Pulau Sekatap seperti sarana transportasi ternyata berpengaruh terhadap kondisi perairannya. Hal ini dapat dibuktikan oleh tidak adanya usaha budidaya dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan perairan Pulau Sekatap sebagai sarana mencari ikan. 5.2. Saran Perlu diadakan pengamatan terhadap parameter lain yang terkait yaitu parameter kimia dan biologi untuk mengetahui secara pasti kualitas kondisi perairan Pulau Sekatap. Selain itu, perlu adanya perhatian dari berbagai pihak, baik massyarakat maupun pemerintah dalam upaya pemanfaatan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA Bengen, G, D. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB: Bogor BPK RI Provinsi Kepulauan Riau. 2009. http://tanjungpinang.bpk.go.id/web/?page_id=1943 Dahuri, R. 1996. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Pesisir. PPLH: Bogor Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Dahuri, R. Rais, J. Putra, S, G. Dan Sitepu. 2004. Pengelolahan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta Efendi, E.2011. http://staff.unila.ac.id/ekoefendi/2011/10/28/wave/ Effendi, H,. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. PT Macanan Jaya Cemerlang. Jakarta Hartami P, 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Hutabarat, S dan Stewart M. E. 2008. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta Jatilaksono, M. 2007. http://jlcome.blogspot.com/2007/12/suhu-laut.html Kantor Lurah Dompak. 2011. Monografi desa dompak tahun 2011. Marshally. 2010. http://mershaly.wordpress.com/2010/01/05/salinitas-perairan/

41 MENLH. 2004. Surat Keputusan Nomor : Kep-51/MENLH/2004. Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Seketariat Menteri Negara Lingkunga Hidup. Jakarta. Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan Pemerintah Kota Tanjungpinang. 2011. http://www.tanjungpinangkota.go.id/index.php?option=com_content&vie w=article&id=32:geografi-dan-demografi&catid=12:geografi-dandemografi&itemid=3 Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2009. Biologi Laut. Djambatan: Jakarta Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Triatmojo, B. 2008. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta Wibisono, M.S,. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Grasindo: Jakarta

43 Lampiran 1. Data Mentah Hasil Pengukuran Hari Pertama 07 Maret 2012 Stasiun 1. No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 10:05 WIB (1) 32 16:10 WIB ( o / oo) (2) 31 (2) 33 (3) 31 (3) 31 Rata-Rata 31 32 2. Arus (1) 5,88 10:06 WIB (1) 3,33 16:12 WIB ( cm/detik) (2) 7,69 (2) 3,23 (3) 4,17 (3) 5 Rata-Rata 5,91 3,85 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 28 10:05 WIB (1) 29 11:57 WIB (1) 30 16:15 WIB ( o C ) (2) 28 (2) 29 (2) 30 (3) 28 (3) 29 (3) 30 Rata-Rata 28 29 30 4. Kekeruhan ( NTU ) 2,37 10:09 WIB 2,22 11:57 WIB 56 16:16 WIB 5. Kecerahan JS 205 10:15 WIB JS 212 12:02 WIB JS 52 16:16 WIB ( cm ) JT 168 JT 166 JT 39 JS 209 JS 208 JS 28 JT 174 JT 178 JT 21 JS = Jarak Samar 207 210 40 JT = Jarak Tampak 171 172 30 Rata-Rata 189 cm 191 35

44 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 222 (1) 216 (1) 106 (1) 96 (2) 220 (2) 214 (2) 103 (2) 96 ( cm ) (3) 220 (3) 213 (3) 102 (3) 98 (4) 221 (4) 216 (4) 102 (4) 96 (5) 219 (5) 213 (5) 106 (5) 96 (6) 220 (6) 216 (6) 103 (6) 97 (7) 220 (7) 213 (7) 104 (7) 99 (8) 220 (8) 212 (8) 103 (8) 98 (9) 222 (9) 211 (9) 104 (9) 98 (10) 224 (10) 211 (10) 103 (10) 99 (11) 219 (11) 103 Rata-Rata 220,64 213,5 103,55 97,3 Waktu 10:18 WIB 7,14 16:20 WIB 6,25 Stasiun 2 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 32 10:42 WIB (1) 33 17:15 WIB ( o / oo ) (2) 31 (2) 34 (3) 31 (3) 35 Rata-Rata 31 34 2. Arus (1) 7,14 10:45 WIB (1) 5,56 17:16 WIB (cm/detik) (2) 10 (2) 7,14 (3) 9,09 (3) 5,26 Rata-Rata 8,74 5,99

45 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 28 10:45 WIB (1) 29 11:37 WIB (1) 30 17:25 WIB ( o C) (2) 28 (2) 29 (2) 30 (3) 28 (3) 29 (3) 30 Rata-Rata 28 29 30 4. Kekeruhan ( NTU ) 2,15 10:49 WIB 3,91 11:38 WIB 6,76 17:23 WIB 5. Kecerahan JS 194 10:50 WIB JS 153 11:41 WIB JS 91 17:22 WIB JT 171 JT 142 JT 77 ( cm ) JS 188 JS 145 JS 97 JT 165 JT 124 JT 71 JS = Jarak Samar 192 149 94 JT = Jarak Tampak 168 133 74 Rata-Rata 180 cm 141 84 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 220 (1) 204 (1) 92 (1) 88 (2) 219 (2) 204 (2) 92 (2) 89 (3) 220 (3) 206 (3) 91 (3) 90 ( cm ) (4) 220 (4) 207 (4) 91 (4) 89 (5) 215 (5) 209 (5) 90 (5) 88 (6) 217 (6) 207 (6) 92 (6) 88 (7) 215 (7) 209 (7) 92 (7) 81 (8) 217 (8) 207 (8) 91 (8) 88 (9) 217 (9) 204 (9) 91 (9) 89 (10) 214 (10) 206 (10) 92 (10) 89 (11) 214 (11) 92 Rata-Rata 217,09 206,3 91,45 87,9 Waktu 10:52 WIB 7,14 17:30 WIB 3,56

46 Stasiun 3 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 09:26 WIB (1) 32 16:37 WIB ( o / oo ) (2) 31 (2) 33 (3) 31 (3) 31 Rata-Rata 31 31 2. Arus (10) 16,67 10:06 WIB (1) 14,29 16:41 WIB ( cm/detik) (2) 20 (2) 14,29 (3) 20 (3) 14,29 Rata-Rata 18,89 14,29 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 28 10:05 WIB (1) 29 11:35 WIB (1) 30 16:47 WIB ( o C ) (2) 28 (2) 29 (2) 30 (3) 28 (3) 29 (3) 30 Rata-Rata 27 28 30 4. Kekeruhan ( NTU) 0,86 10:09 WIB 1,21 11:38 WIB 14,16 16:47 WIB 5. Kecerahan JS 210 10:30 WIB JS 200 11:40 WIB JS 70 16:48 WIB ( cm ) JT 174 JT 184 JT 49 JS 214 JS 206 JS 68 JT 174 JT 178 JT 51 JS = Jarak Samar 212 203 69 JT = Jarak Tampak 174 181 50 Rata-Rata 193 cm 192 59,5

47 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 223 (1) 210 (1) 99 (1) 91 (2) 223 (2) 210 (2) 97 (2) 93 (3) 220 (3) 210 (3) 94 (3) 83 ( cm ) (4) 220 (4) 212 (4) 94 (4) 90 (5) 220 (5) 212 (5) 96 (5) 87 (6) 223 (6) 212 (6) 97 (6) 88 (7) 219 (7) 213 (7) 98 (7) 89 (8) 219 (8) 214 (8) 106 (8) 87 (9) 220 (9) 210 (9) 104 (9) 92 (10) 220 (10) 211 (10) 107 (10) 91 (11) 223 (11) 101 Rata-Rata 220,91 211,4 99,36 89,1 Waktu 10:18 WIB 9,51 16:20 WIB 10.26 Hari kedua 08 Maret 2012 Stasiun 1 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 10:00 WIB (1) 30 16:30 WIB ( o / oo ) (2) 29 (2) 30 (3) 30 (3) 30 Rata-Rata 30 30 2. Arus (1) 2,38 10:02 WIB (1) 1,85 16:33 WIB ( cm/detik) (2) 2,04 (2) 1,61 (3) 4 (3) 0,89 Rata-Rata 2,81 1,45

48 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 27 10:00 WIB (1) 27 11:45 WIB (1) 28 16:30 WIB ( o C ) (2) 27 (2) 27 (2) 28 (3) 27 (3) 27 (3) 28 Rata-Rata 27 27 28 4. Kekeruhan ( NTU ) 7 10:01 WIB 4,54 11:45 WIB 4,71 16:31 WIB 5. Kecerahan JS 62 10:04 WIB JS 161 11:47 WIB JS 95 16:36 WIB ( cm ) JT 51 JT 140 JT 74 JS 94 JS 155 JS 97 JT 77 JT 151 JT 89 JS = Jarak Samar 78 158 96 JT = Jarak Tampak 64 145,5 81,5 Rata-Rata 71 cm 151,75 88,75 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 208 (1) 204 (1) 113 (1) 107 (2) 206 (2) 205 (2) 110 (2) 106 (3) 206 (3) 204 (3) 109 (3) 100 ( cm ) (4) 208 (4) 205 (4) 111 (4) 107 (5) 206 (5) 202 (5) 110 (5) 103 (6) 206 (6) 202 (6) 112 (6) 107 (7) 208 (7) 204 (7) 109 (7) 102 (8) 209 (8) 202 (8) 111 (8) 106 (9) 206 (9) 205 (9) 110 (9) 104 (10) 206 (10) 204 (10) 109 (10) 107 (11) 203 (11) 112 Rata-Rata 206,55 203,7 110,55 104,9 Waktu 10:08 WIB 2,85 16:39 WIB 5,65

49 Stasiun 2 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 30 10:15 WIB (1) 32 17:17 WIB ( o / oo ) (2) 30 (2) 33 (3) 31 (3) 32 Rata-Rata 30 32 2. Arus (1) 3,85 10:16 WIB (1) 1,15 17:17 WIB ( cm/detik) (2) 4,35 (2) 2,08 (3) 5 (3) 1,30 Rata-Rata 4,4 1,51 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 27 10:15 WIB (1) 28 11:30 WIB (1) 28 17:15 WIB ( o C ) (2) 27 (2) 27 (2) 28 (3) 27 (3) 27 (3) 28 Rata-Rata 27 27 28 4. Kekeruhan ( NTU ) 12,67 10:16 WIB 12,14 11:30 WIB 8,06 17:21 WIB 5. Kecerahan JS 94 10:20 WIB JS 102 11:32 WIB JS 105 17:22 WIB ( cm ) JT 77 JT 89 JT 86 JS 86 JS 98 JS 111 JT 73 JT 87 JT 94 JS = Jarak Samar 90 100 108 JT = Jarak Tampak 75 88 90 Rata-Rata 82,5 cm 94 99

50 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 216 (1) 209 (1) 95 (1) 94 (2) 215 (2) 210 (2) 95 (2) 94 (3) 214 (3) 211 (3) 95 (3) 94 (4) 215 (4) 208 (4) 95 (4) 94 ( cm ) (5) 214 (5) 210 (5) 95 (5) 94 (6) 216 (6) 212 (6) 95 (6) 94 (7) 215 (7) 213 (7) 96 (7) 94 (8) 218 (8) 212 (8) 95 (8) 94 (9) 215 (9) 212 (9) 96 (9) 94 (10) 216 (10) 210 (10) 96 (10) 94 (11) 215 (11) 96 Rata-Rata 215,36 210,7 95,36 94 Waktu 10:25 WIB 4,66 17:25 WIB 1,36 Stasiun 3 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 09:15 WIB (1) 32 17:00 WIB ( o / oo ) (2) 31 (2) 33 (3) 31 (3) 33 Rata-Rata 31 33 2. Arus (1) 25 09:16 WIB (1) 3,70 17:02 WIB ( cm/detik ) (2) 25 (2) 3,23 (3) 25 (3) 4,35 Rata-Rata 25 3,76

51 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 27 09:15 WIB (1) 27 11:35 WIB (1) 28 17:05 WIB ( o C ) (2) 28 (2) 27 (2) 28 (3) 27 (3) 27 (3) 28 Rata-Rata 27 27 28 4. Kekeruhan ( NTU ) 9,64 09:19 WIB 4,16 11:38 WIB 13,39 17:06 WIB 5. Kecerahan JS 80 09:20 WIB JS 109 11:40 WIB JS 67 ( cm ) JT 66 JT 94 JT 50 JS 76 JS 115 JS 75 JT 56 JT 90 JT 52 JS = Jarak Samar 78 112 71 JT = Jarak Tampak 61 92 51 Rata-Rata 69,5 107 61 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 217 (1) 208 (1) 128 (1) 123 (2) 215 (2) 208 (2) 128 (2) 123 (3) 217 (3) 208 (3) 127 (3) 122 (4) 215 (4) 210 (4) 127 (4) 124 (5) 217 (5) 209 (5) 126 (5) 121 ( cm) (6) 217 (6) 209 (6) 128 (6) 121 (7) 215 (7) 210 (7) 124 (7) 122 (8) 213 (8) 208 (8) 126 (8) 123 (9) 217 (9) 208 (9) 128 (9) 122 (10) 215 (10) 208 (10) 128 (10) 124 (11) 220 (11) 128 Rata-Rata 216,18 208,6 127,09 122,5 Waktu 09:25 WIB 7,58 17:07 WIB 4,59

52 7. Pasang Surut Waktu Tinggi (cm) Waktu Tinggi (cm) 18:00 28 06:00 22 19:00 58 07:00 53 20:00 90 08:00 93 21:00 118 09:00 125 22:00 146 10:00 154 23:00 157 11:00 181 24:00 162 12:00 192 01:00 150 13:00 182 02:00 130 14:00 157 03:00 74 15:00 119 04:00 36 16:00 78 05:00 14 17:00 47 Tinggi Pasut = 178 cm

53 Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Kep 51/ MENLH/ 2004 No Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1. Kecerahan m Coral : > 5 Mangrove : - Lamun : >3 2. Kebauan - Alami -3 3. Kekeruhan a NTU < 5 4. Kepadatan Tersuspensi Total b Mg/l Coral : 20 Mangrove : 80 Lamun : 20 5. Sampah - Nihil 1(4) 6. Suhu c 0 C Alami 3 Coral : 28 30 Mangrove : 28 32 (32) Lamun : 28 30 7. Lapisan Minyak 3 - Nihil 1(5) KIMIA 1. ph d - 7 8,5 (d) 2. Salinitas 0 / 00 Alami 3(e) Coral : 33 34 (e) Mangrove : s/d 34 (e) Lamun : 33-34 (e) 3. Oksigen Terlarut (DO) Mg/l >5 4. BOD5 Mg/l 20 5. Ammonia Total (NH 3 -N) Mg/l 0,3 6. Fosfat (PO 4 -P) Mg/l 0,015 7. Nitrat (NO 3 -N) Mg/l 0,008 8. Sianida (CN - ) Mg/l 0,5 9. Sulfida (H 2 S) Mg/l 0,01 10. PAH(Poliaromatik hidrokarbon) Mg/l 0,003 11. Senyawa Fenol total Mg/l 0,002 12. PCB total (poliklor bifenil) Mg/l 0,01 13. Surfaktan (deterjen) Mg/l MBAS 1 14. Minyak dan Lemak Mg/l 1 15. Pestisida f Mg/l 0,01 16. TBT (tributil tin) 7 Mg/l 0,01 LOGAM TERLARUT 1. Raksa (Hg) Mg/l 0,001 2. Kromium heksavalen (Cr(VI)) Mg/l 0,005 3. Arsen (As) Mg/l 0,012 4. Kadmiun (Cd) Mg/l 0,001 5. Tembaga (Cu) Mg/l 0,008 6. Timbal (Pb) Mg/l 0,008

7. Seng (Zn) Mg/l 0,05 8. Nikel (Ni) Mg/l 0,05 BIOLOGI 1. Colifrom (total) g MPN/100 ml 1000 (g) 2. Patogen Sel/100 ml Nihil 1 3. Plankton Sel/100 ml Tidak Bloom 6 RADIO NUKLIDA 1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4 54

55 Lampiran 3. Dokumentasi Gambar 10. Pengukuran Tinggi Gelombang Gambar 11. Pengukuran Kecepatan Arus

56 Gambar 12. Pengukuran Salinitas Gambar 13. Pengukuran Kecerahan

Gambar 14. Pengukuran Pasang Surut 57