Tabel 2.14. Data Iklim Wilayah Studi



dokumen-dokumen yang mirip
PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB II TINJAUAN UMUM

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

Bab-3 RONA LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN UMUM

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI W I L A Y A H

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KEADAAN UMUM WILAYAH

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2. IKLIM, KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.


BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

Transkripsi:

2.2. LINGKUP RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL. a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran, fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, hidrooceonografi, ruang, lahan dan tanah serta transportasi. b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air. c) Komponen sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat. 2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan 1. Iklim Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk selama pencatatan 16 tahun (tahun 1985-2001) menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 o C pada bulan Juli sampai 28,3 o C pada bulan November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 o C pada bulan Juli dan yang tertinggi 30,0 o C pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 o C pada bulan Juli sampai 24,5 o C pada bulan Februari. Tabel 2.14. Data Iklim Wilayah Studi Unsur Iklim B u l a n Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Setahun 1. Curah hujan (mm) 81 81 140 127 115 130 169 78 45 41 69 85 1161 2. Suhu udara ( o C) Rata-rata 28,1 28,1 27,1 27,7 27,2 26,6 25,9 26,0 27,0 28,1 28,3 28,1 27,4 Maksimum 31,6 31,6 32,0 30,8 30,2 29,6 28,9 29,1 30,2 30,9 31,7 31,6 31,6 Minimum 24,2 24,3 24,1 24,2 23,9 23,4 22,9 23,0 23,2 23,7 24,0 24,2 23,8 3. Kelembaban Nisbi Udara (%) 77 78 79 80 80 81 81 78 74 73 75 78 4. Kecepatan angin rata-rata (knot) 4,5 4,6 4,6 4,3 5,1 5,6 6,0 6,5 6,5 5,5 4,4 4,1 5,1 (Sumber data: St. Meteorologi Bandara Bubung Luwuk), 1985-2001 Keterangan : ٠Curah hujan (rata-rata 1985-2001), ٠Suhu udara dan kelembaban nisbi udara (rata-rata 1996-2001), ٠Kecepatan angin (rata-rata 1996-2000) II-74

Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi. Kelembaban udara rata-rata bulanan ± 73 % pada bulan oktober yang bertepatan dengan musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim hujan. 2. Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran Hasil pengamatan sesaat di lokasi-lokasi sekitar rencana kegiatan secara kualitatif kondisi udara, tingkat kebisingan dan tingkat getaran masih sangat baik. Kualitas udara Gambaran umum tingkat kualitas udara di wilayah sekitar Proyek masih baik. Hal itu didasarkan atas data sekunder dari hasil pengukuran kualitas udara yang telah dilakukan sebelumnya di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleo Raja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB). Jumlah dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan No. Kode Sampel Desa / lokasi 1. MLR-1 Tapak proyek Maleo raja 2. MLR-2 Jalan masuk lokasi Maleo raja 3. MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 4. MTD-1 Tapak proyek Matindok 5. MTD-2 Jalan masuk lokasi Matindok 6. MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 7. DNG-1 Tapak proyek Donggi 8. DNG-2 Jalan masuk lokasi Donggi 9. DNG-3 Pasar Sindang sari 10. ANB-1 Tapak proyek Anoa besar 11. ANB-2 Permukiman penduduk desa Kamiwangi 12. ANB-3 Jalan raya Anoa besar Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003. 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002. 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002. II-75

Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, metode analisis setiap parameter telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990 dan mengacu pada Compendium Methods dari USEPA (United States Environmental Protection Agency) dengan nomor EPA/625/R-96/01, July 1999. Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan dengan mengacu pada Kep.Ka.BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) serta berpedoman pada National Ambient Air Quality Standards (NAAQS) yang ditentukan oleh USEPA. Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan atau Rona Lingkungan Awal. Konversi ISPU menjadi skala kualitas lingkungan disajikan pada Tabel 2.16. Skala Kualitas Lingkungan (SKL) secara seragam digunakan untuk perhitungan pada tahap prakiraan dampak rencana kegiatan terhadap lingkungan sekitarnya. ISPU Tabel 2.16. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan Kategori Skala Kualitas Lingkungan Kategori 1 50 Baik 5 Sangat baik 51 100 Sedang 4 Baik 101 199 Tidak sehat 3 Buruk 200 299 Sangat tidak sehat 2 Sangat buruk > 300 Berbahaya 1 Sangat buruk sekali Sumber: USEPA, 1999 Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal berdasarkan data sekunder tersebut pada Tabel 2.15 di sekitar lokasi rencana kegiatan (sebanyak 12 lokasi), disajikan pada Tabel 2.17. Rekapitulasi hasil pengolahan data dengan besaran skala kualitas lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel 2.18. II-76

Tabel 2.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan No. Parameter MLR-1 MLR-2 MLR-3 MTD-1 MTD-2 MTD-3 DNG-1 DNG-2 DNG-3 ANB-1 ANB-2 ANB-3 1 Sulfur Dioksida, SO 2 1,82 2,43 2,53 1,29 2,14 2,63 5,12 2,88 5,10 2,40 2,52 3,26 260 2 Karbon Monoksida, CO 10,50 14,00 15,36 8,61 13,10 14,42 18,20 12,45 19,67 8,76 9,18 15,58 2250 3 Nitrogen Dioksida, NO 2 3,10 4,13 4,59 3,21 3,87 3,85 6,09 3,73 6,20 3,15 3,31 4,35 92,5 4 Oksidan, O 3 0,07 0,10 0,13 0,03 0,08 0,09 0,06 0,06 0,06 0,05 0,07 0,08 200 5 Amoniak 0,06 0,08 0,10 0,06 0,08 0,09 0,095 0,045 0,048 0,03 0,05 0,07 1360 6 Hidrogen Sulfida 0,02 0,02 0,04 0,02 0,02 0,03 0,025 0,018 0,028 0,01 0,02 0,03 42 7 Dust TSP 85 86 87 83 89 92 84 91 124 95 112 124 260 *) Kep.Gub.KDH TK I Sulawesi Tengah No. Kep. 188.44/1443/Ro.BKLH Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 Baku Mutu *) II-77

Tabel 2.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara dan Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan Kode Lokasi SKL Keterangan MLR-1 Tapak proyek maleo raja 5 MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja 5 MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 5 MTD-1 Tapak proyek matindok 5 MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok 5 MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 5 DNG-1 Tapak proyek donggi 5 DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi 5 DNG-3 Pasar sindang sari 5 ANB-1 Tapak proyek anoa besar 5 ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi 5 ANB-3 Jalan raya anoa besar 5 Sumber: Hasil analisis Data dari Tabel 2.17 Tingkat kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia maupun hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan maupun nilai estetika Dari hasil analisis kualitas udara dan kebisingan, terlihat bahwa rona lingkungan awal kualitas udara dan kebauan di sekitar lokasi kegiatan tergolong sangat baik (SKL= 5). Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi db. Gambaran umum tingkat kebisingan di daerah itu diambil dari data sekunder yang telah ada yang merupakan hasil pengukuran di sekitar lokasi sumur Maleoraja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB). Jumlah dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 2.17. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan dan mengacu pada Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan, disajikan pada Tabel 2.19. II-78

Lokasi pengukuran tingkat kebisingan merupakan lingkungan kegiatan perumahan dan permukiman serta ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, hasil pengukuran dibandingkan terhadap Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan Permukiman dan Perumahan (55 db) dan Ruang Terbuka Hijau (50 db). Berdasarkan data sekunder hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 2.19 terlihat bahwa semua lokasi berada di bawah ambang batas baku tingkat kebisingan. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat baik. Tabel 2.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Kode Lokasi Tingkat Kebisingan (db) MLR-1 Tapak proyek maleo raja 31-35 MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja 38-42 MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 46-50 MTD-1 Tapak proyek matindok 30-34 MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok 35-40 MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 46-50 DNG-1 Tapak proyek donggi 39-42 DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi 43-45 DNG-3 Pasar sindang sari 47-51 ANB-1 Tapak proyek anoa besar 38-41 ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi 45-48 ANB-3 Jalan raya anoa besar 47-53 Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng, 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng, 2002. 2.2.1.2. Fisiografi dan Geologi Geomorfologi daerah penelitian secara umum merupakan daerah pantai dengan lebar pantai sekitar 100 m sampai 1 km. Pada sisi bagian barat dijumpai adanya rangkaian perbukitan yang membujur searah dengan garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 50 sampai dengan 450 meter, dengan kelerengan berkisar antara 5 o - 40 o. Sistem aliran sungai yang berkembang disini adalah paralel, yang seluruhnya bermuara di Selat Peleng. Aliran sungainya ada yang bersifat perenial dan ada juga yang intermiten. Proses pelapukan dengan disertai erosi pada daerah ini cukup intensif. Ketebalan lapisan tanahnya cukup tebal, yaitu antara 3-4 meter. II-79

Stratigrafi daerah Luwuk sampai Batui terdiri atas Formasi Bongka, Formasi Kintom, Satuan Terumbu Koral Kuarter dan Satuan Aluvium. Formasi Bongka terdiri atas konglomerat, batupasir, lanau, napal dan batugamping. Formasi ini melampar dari bagian utara sampai selatan dimana terkosentrasi pada bagian barat, dengan luas sekitar 40% dari daerah penelitian, umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir hingga Plistosen. Di daerah penelitian Formasi Bongka ini tersingkap di sebelah barat dari Kintom dan Mendono. Formasi Kintom sering pula disebut dengan Formasi Batui, terdiri dari napal pasiran dan batupasir. Formasi ini melampar pada bagian utara kota Batui, dengan luas penyebaran adalah 20% dari daerah penelitian. Batuan yang menyusun formasi ini sebagian besar adalah batugamping koral bersisipan napal dan sebagian batupasir Berdasarkan kandungan fosil yang ditemukan di Matindok-1 well yaitu Globigerinoides extremus, maka umur Formasi Kintom adalah Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, sedangkan lingkungan pengendapannya adalah outer neritic hingga upper bathyal. Formasi ini melampar di sebelah barat dari Formasi Bongka. Satuan Terumbu Koral Kuarter, terdiri dari batugamping terumbu dan sedikit napal, umur dari satuan ini adalah Kuarter (Holosen), dan melampar di sebagian besar dari daerah penelitian di sepanjang tepi pantai. Satuan aluvium ini ditemukan pada daerah di dekat muara sungai dari Batui hingga Luwuk. Terdiri atas batuan lepas yang berukuran lempung hingga kerakal dan ditemukan pula hasil endapan teras sungai yang banyak ditemui di Batui river basin. Ketinggian dari teras sungai adalah antara 10 30 meter, hal ini mengindikasikan bahwa pengangkatan di daerah ini masih berlangsung. Satuan ini hanya terdapat di sekitar muara-muara sungai seperti di Muara Sungai Kuala Batui di Batui. II-80

Gambar 2.21. Peta Geologi Daerah Batui (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Struktur geologi daerah penelitian cukup komplek. Hal ini diakibatkan karena daerah ini merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut-tenggara dengan panjang yang bervariasi (Gambar 2.21). 1. Kondisi Geologi pada Jalur Pipa Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini terdiri atas sesar-sesar minor (minor faults) yang secara umum berarah barat laut-tenggara dan Utara-Selatan. II-81

Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada bagian atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian bawah batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir dengan tebal lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 20 cm terdiri dari koral (5 20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm 1 cm). Sedangkan batupasir berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan. Selanjutnya jalur pipa di daerah Kasambang melewati singkapan batugamping konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 20 cm terdiri dari koral (5-20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm 1 cm). Makin ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempungpasir, tebal 30 cm. Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported, tersemenkan kuat (grainstone), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m. Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi. Pada barat jalan Batui - Kintom, + 700 m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa melewati singkapan batugamping pada tebing setebal 12-15 m. Pada bagian bawah (+ 3 m) dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm 8 cm, fragmen dominan forambesar, gastropoda, pelecypoda dan pecahan koral (rudstone). Diantaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm 20 cm dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat (framestone). Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang cukup kompleks ini menyebabkan sering terjadinya gempa bumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat adanya gempa tersebut, pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang lentur sehingga dapat mengantisipasi adanya getaran yang ditimbulkan oleh gempa tersebut. Selain itu rencana peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur sesar (faults) yang ada di wilayah itu. Agihan litologi dan struktur geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran 5. II-82

2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk (0464548; 9874633). Morfologi hampir sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit, serpentinit dan gabro. Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman ± 2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal. Ketinggian loksi berkisar 1 15 m dai permukaan laut. Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya mempunyai nilai daya dukung berkisar antara 200-400 kg/m 2. Daerah ini cukup untuk pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan tindakan preventif dan antipasinya. Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah (land fill) dapat dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut. Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak lokasi ini dari pantai dekat dan seringnya timbul gempa di daerah ini. II-83

b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti aliran sungai (0456009; 986249) berada pada teras sungai berupa endapan konglomerat batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih, struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya, ukuran butir 2 mm 10 cm, rounded, kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar, rounded, non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal. Selain itu pada daerah + 400 meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak morfologi dataran dengan perbukitan (0456369; 9862435). Pada dataran tersusun oleh endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi endapan kerakal. Lebar dataran + 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80 meter. Perbukitan dengan tinggi 5 15 meter dan slope 20 30 o tersusun oleh lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 20cm. Batugamping berupa packstone, grainstone, dan rudstone atau framestone yang telah mengalami pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas, ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2-4 cm. Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui (0458817;9863580) pada tepi barat jalan Batui- Luwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68 o E/9 o, jumpai pula adanya kekar dengan arah 80 o /195 dan 80 o /46. Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Peta Geologi Lampiran 5. 3. Gempa dan Tsunami Kondisi Geologi di daerah penelitian yang merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari II-84

mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut- tenggara dengan panjang yang bervariasi. Gambar 2.22. Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Berdasarkan data tersebut maka di daerah penelitian dimungkinkan sering terjadi gempa tektonik. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.22, yang memperlihatkan Peta Seismisitas dengan skala magnitud 5 dan terjadi sejak tahun 1900. Dari gambar tersebut memperlihatkan banyaknya episentrum gempa di sekitar daerah penelitian, yaitu di sekitar Pulau Banggai. Kedalaman episentrum gempa sebagian besar adalah pada kedalaman antara 0 33 km, yang termasuk dalam kategori gempa dangkal, dan juga pada kedalaman antara 70 150 km. Data lain berdasarkan Peta Seismotektonik Indonesia yang dibuat pada tahun 1992, memperlihatkan bahwa di sebelah tenggara Batui (Teluk Tolo) diperkirakan adanya sesar naik. Sesar naik ini dimungkinkan bila aktif akan dapat menimbulkan adanya II-85

tsunami. Namun melihat dari letaknya yang ada di sebelah selatan dari lokasi rencana kilang, maka bila terjadi tsunami maka arus atau gelombang yang sampai di lokasi rencana kilang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan, gelombang terbesar bila terjadi tsunami arahnya pasti sejajar dengan pusat gempa. Pusat gempa yang dimungkinkan terjadi (yang merupakan daerah sesar) letaknya ada di selatan lokasi rencana kilang dan berjarak dari Batui sekitar 30 50 km. Oleh karena itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gelombang tsunami ini. Kondisi umum yang akan mempengaruhi atau yang akan menjadi kendala dalam rencana pembangunan di tiga lokasi alternatif adalah ancaman bahaya yang datang dari berbagai arah. 2.2.1.3. Hidrologi, Kualitas dan Kuantitas Air 1. Hidrologi Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S. Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah barat laut menuju muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang bermuara langsung ke laut seperti S. Bangkiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa Bangkiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis. Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu dalam (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan lahan sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga kecamatan tersebut. II-86

2. Kualitas air a. Kualitas air tanah Gambaran umum kualitas air tanah diketahui berdasarkan data sekunder hasil pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah dilakukan di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur maleo raja (MLR), matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Lokasi pengambilan sampel sebanyak 5 titik. Tabel 2.20. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Tanah No. Kode Sampel Desa/lokasi 1. BTI Air sumur penduduk desa Batui IV 2. SPA Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu 3. SDS Air sumur penduduk desa Sindang Sari 4. KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1 5. KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2 Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002. Data sekunder hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.21. Cara pengukuran dan perhitungan dan pedoman kualitas air tanah mengacu pada Permenkes RI No.416 tahun 1990 untuk air minum. II-87

Tabel 2.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk No. Parameter BTI SPA SDS KMW-1 KMW-2 Baku Mutu Satuan 1 BOD 5 1,75 2,39 2,34 4,26 3,28 - mg/l 2 Zat padat terlarut, TDS 94 109 98 140 90 1000 mg/l 3 COD 6,80 6,29 7,12 12,56 10,57 - mg/l 4 Suhu udara/air 30/26 28/26 32/26 31/28 31/28 3-5 Amoniak <0,001 0,011 0,01 0,006 0,002 0,5 mg/l 6 Air raksa, Hg <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 mg/l 7 Arsen, As <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 8 Besi, Fe 0,022 0,022 0,012 0,032 0,014 0,3 mg/l 9 Fluorida, F <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1,5 mg/l 10 Cadmium, Cd <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,005 mg/l 11 Hexavalent Kromium, Cr 6+ <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 12 Mangan, Mn 0,028 <0,001 <0,001 0,022 0,022 0,1 mg/l 13 Nitrat (NO 3 -N) <0,001 <0,001 0,005 <0,001 <0,001 10 mg/l 14 Nitrit (NO 2 -N) <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 mg/l 15 ph 7,10 7,29 7,38 7,62 7,02 6,5-8,5-16 Seng, Zn 0,012 <0,001 <0,001 0,013 <0,013 5 mg/l 17 Sianida, CN <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 18 Hidrogen Sulfida, H 2 S <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 19 Tembaga, Cu <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 mg/l 20 Timbal, Pb <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 21 Fenol <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - mg/l 22 Senyawa biru metilen, MBAS <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - mg/l 23 Zat Organik (KMnO 4 ) 4,69 2,99 7,12 6,72 2,45 10 mg/l 24 Minyak dan lemak - - <0,001 <0,001 <0,001 - mg/l Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 Hasil analisis kualitas air sumur penduduk dibandingkan terhadap baku mutu air minum, kemudian untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979) yang selengkapnya disajikan pada Tabel 2.22. II-88

Tabel 2.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk Kode Parameter yang Lokasi Sampel melebihi BML BML SKL BTI Air sumur penduduk desa Batui IV Suhu 4 Suhu 3 4 SPA Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu - - 5 SDS Air sumur penduduk desa Sindang Sari Suhu 6 Suhu 3 4 KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1 - - 5 KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2 - - 5 Sumber: Analisis Data dari Tabel 2.21. b. Kualitas Air Sungai Kualitas air sungai pada lokasi penelitian, diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran kualitas air sungai di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleoraja (MLR), matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air sungai yang telah dilakukan tersebut telah mengikuti pedoman Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men.LH No. 42 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi. Hasil analisis kualitas air tersebut selanjutnya dibandingkan dengan Kriteria Kualitas Air Sungai sesuai Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/ 1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 6 titik, seperti disajikan pada Tabel 2.23. Tabel 2.23. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Sungai No. Kode Sampel Desa / lokasi 1. SKH-1 Sungai Kayowa Hulu 2. SKH-2 Sungai Kayowa Hilir 3. SBH-1 Sungai Boiton Hulu 4. SBH-2 Sungai Boiton Hilir 5. SSS Sungai Sindang Sari 6. SDG Sungai Dongin Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 II-89

Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.24. Untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979), dan hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2.25. Analog dengan perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala kualitas lingkungan berdasar parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya. No. Parameter Tabel 2.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai SKH -1 SKH -2 SBH -1 SBH -2 SSS SDG Baku mutu Satuan 1 BOD 5 2,04 2,80 6 mg/l 2 Zat padat terlarut, TDS 106 106 1500 mg/l 3 COD 8,20 9,00 50 mg/l 4 Suhu udara/air 30/27 30/28 - - 5 Amoniak 0,038 0,042 0,5 mg/l 6 Air raksa, Hg <0,001 <0,001 0,001 mg/l 7 Arsen, As <0,001 <0,001 0,05 mg/l 8 Besi, Fe 0,254 0,269 5 mg/l 9 Fluorida, F 0,029 0,031 1,5 mg/l 10 Cadmium, Cd <0,001 <0,001 0,01 mg/l 11 Hexavalent Kromium, Cr 6+ <0,001 <0,001 0,05 mg/l 12 Mangan, Mn 0,018 0,024 0,5 mg/l 13 Nitrat (NO 3 -N) 0,45 0,51 10 mg/l 14 Nitrit (NO 2 -N) 0,008 0,011 1 mg/l 15 ph 7,15 7,31 5-9 - 16 Seng, Zn 0,032 0,048 5 mg/l 17 Sianida, CN <0,001 <0,001 0,05 mg/l 18 Hidrogen Sulfida, H 2 S 0,014 0,022 - mg/l 19 Tembaga, Cu <0,001 <0,001 1 mg/l 20 Timbal, Pb <0,001 <0,001 0,05 mg/l 21 Fenol <0,001 <0,001 0,002 mg/l 22 Senyawa biru metilen, MBAS 0,014 0,018 0,5 mg/l 23 Zat Organik (KMnO 4 ) 6,77 6,88 - mg/l 24 Minyak dan lemak - mg/l Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 II-90

Tabel 2.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai Kode Sampel Lokasi Parameter yang melebihi BML BML SKL SKH-1 Sungai Kayowa Hulu - - 5 SKH-2 Sungai Kayowa Hilir - - 5 SBH-1 Sungai Boiton Hulu - - 5 SBH-2 Sungai Boiton Hilir - - 5 SSS Sungai Sindang Sari - - 5 SDG Sungai Dongin - - 5 Sumber: Hasil analisis Data Tabel 2.24. Dari hasil pengukuran tersebut pada Tabel 2.24 dan rekapitulasi skala kualitas lingkungan pada Tabel 2.25, terlihat bahwa kualitas air di semua lokasi berada di bawah baku mutu lingkungan (BML) kualitas air sungai. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat baik. c. Kuantitas Air Sungai Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas Matindok yang cukup besar, diperlukan data ketersediaan debit air permukaan, dalam hal ini debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yang berada di wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m 3 /dtk), Sungai Mansahang (41 m 3 /dtk), Sungai Toili (40 m 3 /dtk), Sungai Batui (85,2 m 3 /dtk), Sungai Sinorang (24 m 3 /dtk), Sungai Mendono (60 m 3 /dtk), Sungai Tangkiang (60 m 3 /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 10 6 m 3 /tahun. Dari sekian banyak sungai di daerah penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui. Data yang digunakan berupa data sekunder hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004. Luas daerah aliran sungai Batui sekitar 240 km 2. Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010) 2,750 yang diperoleh dari perhitungan tinggi muka air dan debit sungai mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai II-91

dengan 2004. Tabel 2.26 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk kejurusan Toili. Lokasi stasiun pencatat tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat 01 0 14 29 S, 122 o 31 00 BT. Tabel 2.26. Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai Debit aliran (m 3 /detik) Bulan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Januari 25.30 36.60 10.00 5.17 5.23 5.05 14.80 7.46 16.82 41.67 Februari 31.40 33.30 11.10 2.32 6.20 7.75 6.27 5.33 14.77 26.83 Maret 29.84 25.20 18.00 3.72 10.45 9.16 9.15 18.24 17.82 27.79 April 40.57 36.40 24.70 11.30 14.70 15.40 14.70 13.64 20.30 55.71 Mei 51.30 54.60 15.10 25.60 30.30 16.60 15.50 24.64 21.17 58.43 Juni 47.55 86.70 28.80 33.50 42.80 69.50 14.20 44.67 57.00 73.82 Juli 50.23 64.70 78.80 26.70 10.90 59.50 11.09 19.34 62.67 192.91 Agustus 30.33 87.20 7.72 61.20 17.60 17.40 10.56 3.35 66.00 26.65 September 25.99 30.60 3.76 15.40 7.32 7.57 7.54 1.56 41.60 77.31 Oktober 20.50 36.30 2.62 9.77 10.50 9.78 5.12 0.15 23.27 9.19 Nopember 48.30 22.80 2.38 6.40 15.98 13.10 8.77 1.38 40.22 9.27 Desember 30.27 17.70 12.50 6.64 19.30 15.76 5.13 2.33 42.22 23.23 Jumlah 431.58 532.1 215.48 207.72 191.28 246.57 122.83 142.09 423.86 622.81 Rt Hrn 35.97 44.34 17.96 17.31 15.94 20.55 10.24 11.84 35.32 51.90 Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004 Dengan demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik. Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik diperkirakan sekitar sekitar 20.000 m 3. Apabila diperhitungkan debit sungai Batui rata-rata harian maka akan diperoleh sebesar 94.093 m 3 /hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m 3 dan hanya sekali, maka tidak akan ada pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai aliran stabil. II-92

d. Kuantitas Air Tanah Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 387 X 10 6 m 3 /tahun atau 1.035 X 10 6 m 3 /hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam jumlah yang sangat besar di daerah tersebut. Dengan memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 /sumur), operasional BS (25 m 3 /hari), dan kilang LNG (75 m 3 /hari), maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. 2.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi 1. Batimetri Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa pantai dijumpai karang baik yang sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat karang di beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai. Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai. Ketinggian lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya berjarak kurang lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu Tanjung Kanali dan Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m. II-93

Gambar 2.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 2. Pasang surut Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan dermaga mempunyai fase dan tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100-120 cm. Tipe pasang surut daerah tersebut adalah campuran condong ke harian ganda (mixed semidiurnal) dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, dengan konstanta pasang surut yang diperoleh dari pengukuran selama 15 hari sebagai berikut. II-94

Tabel 2.27. Konstanta Pasut yang Diperoleh dari Pengukuran 15 hari No Nama Konstanta Amplitudo Phase (mm) (derajat) 1 ZO 1635.704 0 2 MSF 20.3342 182.18 3 O1 156.4451 288.21 4 K1 321.166 306.9 5 M2 343.714 39.09 6 S2 94.1475 91.31 7 M3 6.2211 158.76 8 SK3 10.7501 240.15 9 M4 12.679 33.09 10 MS4 7.984 131.84 11 S4 3.1493 180.3 12 2MK5 2.6106 226.01 13 2SK5 4.7391 70.26 14 M6 6.6695 36.95 15 2MS6 6.3341 355.42 16 2SM6 3.9445 141.24 17 3MK7 4.15 166.98 18 M8 3.0581 252 (Sumber: Baseline Study Pproyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Bilangan formal: untuk menentukan tipe pasang surut. K O 1 1 F 0.732877 tipe campuran condong ke harian ganda (mixed semi-diurnal) M S 2 2 F < 0,25 : semi diurnal 0,25 < F < 1,50 : campur tetapi dominan semi diurnal 1,50 < F < 3,00 : campur tetapi dominan diurnal F > 3,00 : semi diurnal Datum terhadap MSL (ZO) No Nama Elevasi 1 HAT 1008 2 HHWL 1353 3 HWL 526 4 MSL 0 5 LWL -878 6 LLWL -970 7 LAT -1008 II-95

1800 Tinggi muka air (mm) 1600 1400 1200 1000 800 10:30 17:30 0:30 7:30 14:30 21:30 4:30 11:30 manual tide g Waktu (jam) Gambar 2.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 3. Studi gelombang Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara 0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari. Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot. Arah angin dominan sebagaimana dalam mawar angin tergambar utamanya dari selatan, disusul dari timur dan kemudian tenggara. Kecepatan angin maksimum harian berkisar antara 3 sampai 27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan pencatatan jam-jaman antara tahun 2000-2004 Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti Gambar 2.25. II-96

Gambar 2.25. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis berupa mawar gelombang seperti pada Gambar 2.26. Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m. Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada bulan April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan kolam labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian gelombang kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan pemecah gelombang. II-97

Gambar 2.26. Mawar Gelombang Maksimum (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 4. Arus Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran arus digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore zone) akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada kedalaman berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25 jam. Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan pengambilan lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman 20 m. Pada kedalaman tersebut, gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/det. Hasil pencatatan arus digambarkan dalam bentuk mawar arus seperti Gambar 2.27. II-98

Gambar 2.27. Mawar Arus Pasang Surut (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 5. Sedimen Melayang dan Sedimen Pantai Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti tidak mengandung sedimen. Dari indikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa lokasi studi sedikit mengalamai sedimentasi, kecuali daerah-daerah yang merupakan muara sungai. Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang mengandung lempung. Diduga sedimen tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk daerah Sekitar Tanjung Batui dijumpai sedimen berupa pasir kasar. II-99