Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI"

Transkripsi

1 Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI 4.1. DAMPAK PENTING YANG DITELAAH Pada dasarnya dampak penting yang ditelaah dalam dokumen ANDAL ini adalah sama dengan dampak-dampak hasil pelingkungan dampak hipotetis dan prioritas dampak penting hipotetis pada dokumen KA-ANDAL. Dampak-dampak penting yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL ini adalah dampak-dampak penting hipotetis dengan kronologis proses pelingkupan sepeti berikut ini. Hasil pelingkupan dari banyak dampak-dampak lingkungan potensial yang kemungkinan muncul dari rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok dilakukan dengan cara diskusi antar pakar penyusun dokumen ANDAL, survei literatur, survei lapangan, hasil konsultasi publik yang telah dilaksanakan saat akan menyusun dokumen ANDAL, serta dengan menggunakan proffessional judgement. IV-1

2 Di dalam K.A. ANDAL, hasil pelingkupan dampak-dampak potensial, dampak penting hipotetis dan prioritas dampak penting hipotetis masih menjadi satu pelingkupan untuk seluruh rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok. Dalam dokumen ANDAL ini, pelingkupan dampak potensial, hipotetis dan prioritas dampak penting hipotetis dipisahkan antara kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok bagian Hulu dan Proyek Pengembangan Gas Matindok bagian Hilir. Selain itu ada beberapa tambahan jenis dampak yang muncul dan ada pula beberapa dampak yang tidak relevan sebagai dampak penting hipotetis akhirnya hilang dengan pertimbangan tertentu, seperti diuraikan pada sub bab Evaluasi Dampak Potensial Seperti telah dijelaskan pada Bab 2 tentang kewajiban Bagian Hulu dan Bagian Hilir, maka dampak masing-masing kegiatan yang masuk dalam tanggungjawab Bagian Hulu dan Bagian Hilir juga dipisahkan. Berikut ini diuraikan proses pelingkupan jenis-jenis dampak penting yang ditelaah dari kedua kegiatan tersebut. A. Evaluasi hasil pelingkupan dampak-dampak potensial yang diprakirakan akan menjadi dampak penting hipotetis bagian hulu Kegiatan utama pada Bagian Hulu dalam rangka pengembangan gas mencakup kegiatankegiatan utama seperti pemboran sumur, pembangunan fasilitas BS dan GPF, pemasangan pipa penyalur gas, operasi produksi di GPF dan penyaluran gas melalui pipa merupakan kegiatan yang potensial menimbulkan dampak penting. Namun untuk pelaksanaan pembangunan tersebut ada kegiatan-kegiatan lain yang terkait untuk kelengkapan pembangunan kegiatan utama tersebut yang juga potensial menimbulkan dampak penting. Kegiatan-kegiatan pendukung dalam proyek pengembangan gas di Bagian Hulu untuk setiap tahapannya adalah seperti diuraikan berikut ini. 1. Tahap Pra Konstruksi a. pembebasan lahan dan tanam tumbuh b. penerimaan tenaga kerja IV-2

3 2. Tahap Konstruksi a. mobilisasi dan demobilisasi peralatan b. pembukaan dan pematangan lahan c. konstruksi BS dan GPF d. pemasangan pipa penyalur gas e. penglepasan tenaga kerja 3. Tahap Operasi a. penerimaan tenaga kerja b. pemboran sumur pengembangan c. operasi produksi di GPF d. penyaluran gas melalui pipa e. pengangkutan kondensat dan sulfur dengan transport darat f. pemeliharaan fasilitas produksi 4. Pasca Operasi a. penutupan sumur b. penghentian operasi produksi gas c. pembongkaran dan demobilisai peralatan d. revegetasi e. penglepasan tenaga kerja. Uraian berikut menjelaskan bagaimana mengevaluasi dampak-dampak potensial menjadi dampak penting hipotetis pembangunan Proyek Pengembangan Gas Matindok Bagian Hulu. Dampak penting hipotetis diperoleh dengan mengevaluasi dampak-dampak potensial terhadap kemungkinan dampak tersebut relevan atau tidak relevan sebagai dampak hipotetis. Bagi dampak-dampak potensial yag tidak relevan kemudian dihilangkan dari daftar dampak potensial hasil pelingkupan awal. 1. Perubahan Iklim Mikro Perubahan iklim mikro (pencahayaan dan suhu udara) diduga mempunyai intensitas yang kecil dari colok api karena gas yang dibakar jumlahnya kecil, sehingga penyebaran panas dan cahaya relatif pendek dan tidak mengganggu penduduk. Perubahan iklim mikro karena pembukaan lahan untuk lokasi pengembangan sumur gas, BS, GPF dan jalur pipa relatif sempit dibandingkan dengan lahan sekitarnya yang masih tertutup oleh vegetasi. Oleh karena itu perubahan iklim mikro, secara hipotetis, tidak akan menjadi dampak penting. IV-3

4 2. Penurunan Kualitas Udara Ambien Debu dan gas yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil, sehingga secara hipotetis, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi jumlah gas dan debu yang dikeluarkan dari mesin-mesin dan emisi gas dari colok api untuk operasi produksi gas di BS dan GPF cukup signifikan sehingga secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, kualitas udara akan menjadi seperti areal sekitarnya. 3. Terjadinya Kebisingan Kebisingan yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil dan penduduk di sekitarnya masih jarang, sehingga secara hipotetis, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi kebisingan yang dikeluarkan dari mesin-mesin, terutama mesin kompressor, di BS dan GPF cukup signifikan sehingga secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, tingkat kebisingannya akan menjadi seperti areal sekitarnya. 4. Perubahan Sifat Tanah Sifat fisik-kimia tanah yang akan mengalami perubahan karena kegiatan pembukaan lahan cukup luas, namun bila dibandingkan luasan lahan tertutup vegetasi di sekitarnya menjadi relatif sempit yang akan menjadi areal terbuka. Selain itu, tanah terbuka akan segera dikelola atau segera mengalami suksesi alami cepat, sehingga sifat tanah tidak akan berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, secara hipotetis, perubahan sifat tanah tidak akan menjadi dampak penting. 5. Terjadinya Erosi Tanah Erosi tanah akan besar terutama pada pembukaan dan pematangan lahan pada lokasi sumur gas, BS, GPF dan lokasi pemasangan pipa penyalur gas (sepanjang total sekitar 95 km), terutama pada lokasi yang tidak datar dan kondisi tanah yang peka erosi. Hasil erosi cukup besar (signifikan) terutama untuk selain lokasi sumur gas, BS dab GPF, terutama adalah pemasangan pipa alternatif-1 dan alternatif-2, sedangkan pemasangan pipa alternatif-3 tidak ada dampak erosi karena dipasang di dasar laut dekat pantai. IV-4

5 Material tanah hasil erosi di daratan akan menyebar ke lahan millik masyarakat di sisi bagian selatan (hilir) ke arah pantai, sehingga dapat mengganggu penduduk. Oleh karena itu dampak terhadap erosi tanah, secara hipotetis akan menjadi dampak penting. 6. Gangguan Sistem Irigasi dan Drainase Sistem irigasi dan drainase, secara hipotetis akan menjadi dampak penting, karena saluran air pada areal persawahan akan terpotong, padahal pada calon lokasi kegiatan dijumpai banyak jaringan irigasi yang teknis dan semi teknik untuk mengairi persawahan. 7. Perubahan kuantitas air permukaan (air sungai) Peningkatan aliran permukaan dimungkinkan akan mengalami peningkatan akibat pembukaan dan pematangan lahan, namun perubahan tersebut sangat kecil karena luas lahan yang dibuka bila dibandingkan areal sekitarnya yang masih tertutup rapat oleh vegetasi relatif kecil. Dengan demikian secara hipotetis, dampak perubahan kuantitas air permukaan terutama peningkatan debit aliran permukaan tidak menjadi dampak penting hipotetis. Pada kegiatan ini kuantitas air sungai diprakirakan akan mengalami penurunan akibat digunakannya air permukaan (debit air sungai) tersebut untuk test hidrostatis pada pipa yang akan digunakan untuk mengalirkan gas. Kebutuhan air permukaan untuk test hydrostatik cukup banyak, yakni diperhitungkan sekitar m 3. Pipa trunk line yang akan diuji adalah pipa-pipa (trunk line) dari Block Station (BS) baik dari Donggi sampi ke Junction I sepanjang 33 km yang kemudian bergabung dengan pipa milik JOB, dan pipa dari Block Station II Matindok sampai dengan junction sepanjang 3 km yang kemudian bergabung dengan pipa milik JOB. Tetapi dengan melihat data debit sungai-sungai yang ada di daerah penelitian rata-rata mencapai 25 m 3 /detik, maka kemungkinan besar tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh kegiatan test hydrostatik yang sekalipun kebutuhan airnya besar, namun bila dibandingkan dengan ketersediaan air di sungai terdekat apalagi pada musim penghujan maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air sungai; apalagi pelaksanaan uji hidrostatis hanya dilakukan sekali dan dalam waktu pendek. Oleh karena itu dampak pada perubahan kuantitas debit air sungai tidak merupakan dampak penting hipotetis. IV-5

6 8. Penurunan Kualitas Air Permukaan Penurunan kualitas air permukaan akan terjadi pada tahap konstruksi dan adanya limbah cair dari operasi produksi. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya badan air yang sama di bagian hilirnya digunakan oleh masyarakat dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air tawar. Secara hipotetis, jenis dampak pada kualitas air permukaan akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas air permukaan akan menjadi sama dengan bagian hulu badan air yang sama. 9. Penurunan Kualitas Air Laut Penurunan kualitas air laut akan terjadi tetapi sifatnya sementara terutama pada tahap konstruksi khususnya pemasangan pipa di lepas pantai. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya bila pada areal yang sama digunakan oleh masyarakat untuk penangkapan ikan dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air laut. Secara hipotetis, jenis dampak pada kualitas air laut akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas air laut akan menjadi sama dengan bagian laut sekitarnya. 10. Penurunan Kuantitas Air Tanah Dangkal Kuantitas air tanah dangkal akan berpotensi menurun karena vegetasi penutup lahan hilang dan adanya pengelupasan tanah serta aliran permukaan yang lebih tinggi sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan air. Hal itu terjadi pada kegiatan pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk pemboran sumur, pembangunan fasilitas produksi gas dan untuk jalur pipa. Akan tetapi luas permukaan yang akan terbuka relatif sedikit dibanding luasan lahan yang tertutup oleh vegetasi, maka dampak yang terjadi tidak signifikan sehingga bukan merupakan dampak penting hipotetis. 11. Penurunan Kuantitas Air Tanah Dalam Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dalam dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 387 x 10 6 m 3 /tahun atau 1,035 x 10 6 /hari. Memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 / sumur), dengan jumlah sumur sekitar 17 buah sumur, kemudian kebutuhan untuk operasional BS (25 m 3 /hari), maka tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kuantitas air tanah dalam. Apalagi kalau air yang digunakan untuk proses pemboran sumur menggunakan air sungai, maka tidak terjadi penurunan kuantitas air tanah secara signifikan, sehingga penurunan kuantitas air tanah tidak menjadi dampak penting hipotetis. IV-6

7 12. Gangguan Transportasi Jalan Darat Gangguan transportasi jalan darat mencakup 3 (tiga) macam gangguan yaitu gangguan terhadap kelancaran lalulintas, keselamatan berlalulintas, dan kerusakan jalan dan jembatan. Aksesibilitas jalan darat akan meningkat karena pembukaan jalur (ROW) pipa pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Jalur ROW yang terbuka pada tahap konstruksi akan dapat digunakan masyarakat pada tahap operasi dan pasca operasi, walaupun sebenarnya tidak diperkenankan karena ROW ini merupakan jalan inspeksi perusahaan untuk memeriksa sarana milik perusahaan, namun demikian kadang-kadang masyarakat memanfaatkan. Peningkatan aksesibilitas ini akan memudahkan masyarakat menuju ke areal pertanian atau pusat perekonomian lokal, sehingga aksesibilitas jalan darat pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan secara hipotetis akan menjadi dampak positif penting. Sebaliknya, aksesibilitas jalan darat di jalan raya poros Luwuk- Baturube akan menurun karena kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/ personil, kegiatan konstruksi fasilitas produksi. Oleh karena jalan itu relatif sempit dan merupakan satu-satunya jalan raya di wilayah kegiatan yang digunakan untuk mobilisasi penduduk dan mobilisasi sumber ekonomi masyarakat banyak, maka dampak yang terjadi secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. Pada tahap operasi, kegiatan pengangkutan kondensat dengan truk tangki menuju Bajo akan menyebabkan aksesibilitas jalan raya itu menurun. Sedangkan aksesibilitas pada ruas jalan di sekitar fasilitas produksi (BS) akan dapat meningkat karena dibangunnya jalan baru dan peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh pemrakarsa, namun sebaliknya aksesibilitas di jalan umum sekitar lokasi fasilitas produksi akan menurun karena lalu lalang kendaraan untuk keperluan operasi produksi. Selain aksesibilitas jalan yang menurun, resiko kerusakan jalan, jembatan, dan resiko kejadian kecelakan berlalulintas akan meningkat. Oleh karena itu, secara hipotetis, aksesibilitas jalan darat akan dapat menjadi dampak positif dan sekaligus dampak negatif penting pada tahap operasi. 13. Gangguan Vegetasi Penutupan lahan oleh vegetasi akan menurun karena kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Pembukaan lahan ini terjadi di lokasi-lokasi sumur, fasilitas produksi gas, dan jalur pipa ± 295 ha. Sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (persawahan dan kebun) dan semak. Areal yang dibuka di dalam hutan relatif kecil, namun akses jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa (ROW) di SM Bakiriang terutama dengan pemasangan pipa jalur alternatif-1 dan IV-7

8 alternatif-2 yaitu sejajar jalan Provinsi yang telah ada tetap dapat berpotensi untuk terjadinya illegal logging, sehingga vegetasi hutan di sekitar lokasi kegiatan akan mengalami resiko kerusakan. Secara hipotetis, dampak pada vegetasi ini akan menjadi dampak penting pada tahap konstruksi. Namun pemasangan pipa alternatif-3 yang dipasang di dasar laut dekat Pantai Bakiriang tidak berdampak penting terhadap vegetasi, karena tidak ada vegetasi pantai yang dibuka untuk kegiatan pemasangan pipa alternatif -3 ini. Penutupan lahan oleh vegetasi akan meningkat setelah dilakukan program revegetasi atau setelah kegiatan pembongkaran fasilitas produksi pada tahap pasca operasi, akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai dari tumbuhnya jenisjenis pionir. Pada program revegetasi lahan-lahan terbuka akan ditanami dengan jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dampak terhadap penurunan kerapatan dan keanekaragaman vegetasi masuk katagori dampak penting hipotetis. 14. Gangguan Satwa Satwa, terutama yang hidup di SM Bakiriang, akan terganggu oleh kebisingan, getaran dan kehadiran para pekerja pada kegiatan mobilisasi, demobilisasi peralatan/ material/pekerja, serta kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Pembukaan lahan untuk pemasangan jalur pipa alternatif-1 dan 2 yang dipasang sejajar jalan provinsi yang sudah ada di SM Bakiriang dan untuk sumur pengembangan di Sukamaju yang berbatasan dengan hutan SM Bakiriang juga akan menurunkan kualitas dan luasan habitat satwa. Pada tahap konstruksi satwa akan mengalami resiko gangguan. ROW rencana pemasangan jalur pipa alternatif-1 dan 2 yang dipasang sejajar jalan provinsi yang sudah ada di SM Bakiriang berpotensi akan lebih mempermudah untuk memasuki SM Bakiriang dan ROW yang terbuka berarti juga memperluas lahan terbuka. Dampak pada satwa merupakan dampak turunan dari pembukaan lahan bervegetasi yang menjadi habitatnya. Sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (persawahan dan kebun) dan semak, namun demikian lokasi sumur bor ternyata ada yang terletak di hutan. Secara hipotetis, dampak pada satwa ini akan menjadi dampak penting hipotetis. Demikian halnya pemasangan pipa alternatif-3, yang dilakukan melintasi pantai Bakiriang, walaupun kegiatan ini tidak membuka lahan pesisir pantai namun dapat mengganggu burung Maleo yang bertelur di pasir pantai. Kegiatan ini secara hipotetis juga berdampak penting terhadap satwa. IV-8

9 15. Gangguan Biota Air Tawar Dampak pada biota air tawar merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas air akibat kegiatan konstruksi dan operasi produksi. Perubahan kualitas air, seperti peningkatan TSS (total suspended solid), kekeruhan, dan film minyak akan mempengaruhi biota air khususnya plankton dan benthos yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan ikan yang mungkin menjadi sumber ekonomi masyarakat. Secara hipotetis, dampak pada biota air tawar ini akan menjadi dampak penting. 16. Gangguan Biota Air Laut Komunitas biota air laut, terutama plankton dan benthos serta terumbu karang akan mengalami penurunan. Kegiatan rencana pemasangan pipa jalur alternatif-3 di dasar laut dekat pantai SM Bakiriang akan berpotensi merusak terumbu karang yang ada. Selain itu biota air laut juga akan terganggu karena kualitas air yang menurun disebabkan oleh kekeruhan dan pengerukan pada kegiatan pemasangan pipa di perairan laut dangkal Pantai Bakiriang. Dengan demikian kegiatan tersebut akan berdampak penting negatif terhadap biota air laut. 17. Peningkatan Keanekaragaman dan Kerapatan Vegetasi Pada masa pasca operasi, pada areal bekas lokasi fasilitas produksi akan dibersihkan dan dilakukan restorasi (pemulihan ke kondisi semula) atau revegetasi. Dengan demikian lahan-lahan yang semula terbuka akan menjadi tertutup oleh berbagai vegetasi sehingga terjadi peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi di area bekas lokasi proyek dan sekitarnya. Secara hipotetis dampak pada vegetasi menjadi penting. 18. Peningkatan Keanekaragaman dan Kelimpahan Satwa Dengan adanya peningkatan luasan lahan yang semula tertutup oleh vegetasi pada kegiatan revegetasi menjadikan habitat satwa yang semula terpotong-potong pada saat konstruksi dan operasional fasilitas produksi, akan menjadi bersambungan lagi membentuk habitat yang luas. Hal ini akan berdampak terhadap terjadinya peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa. Dengan demikian secara hipotetis kegiatan revegetasi akan berdampak penting terhadap satwa. 19. Perubahan Kependudukan Kependudukan akan terpengaruh dengan adanya pekerja pendatang untuk kegiatan konstruksi dan operasi, namun karena jumlah pekerja konstruksi dari luar daerah relatif IV-9

10 kecil dan periode kegiatan relatif pendek serta sebagian besar dari pendatang tidak akan menetap, maka secara hipotetis, dampak pada kependudukan pada tahap konstruksi tidak akan menjadi dampak penting. Sementara itu pada tahap operasi yang membutuhkan banyak tenaga kerja dengan keahlian khusus, akan menyebabkan munculnya banyak pendatang sehingga secara hipotetis akan berdampak penting terhadap kependudukan. 20. Perubahan Pola Kepemilikan Lahan Perubahan pemilikan lahan secara permanen akan terjadi setelah kegiatan pembebasan lahan dan tanan tumbuh selesai. Perubahan kepemilikan lahan ini akan menjadi dampak penting secara hipotetis, karena selama ini masyarakat di sekitar wilayah studi yang umumnya bermatapencaharian sebagai petani sangat tergantung pada lahan yang menjadi sumber penghasilannya. Oleh karena itu kegiatan pembebasan lahan, terlebih bila tanpa adanya musyawarah yang baik dan tidak mengikuti peraturan yang berlaku akan potensial menimbulkan konflik. Mendasarkan hal tersebut, maka perubahan pola kepemilikan lahan merupakan dampak negatif penting. 21. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk konstruksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetis, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi akan menjadi dampak penting, termasuk pada pemasangan jalur pipa khususnya alternatif- 1, dan 2. Pada tahap operasi, pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk operasi produksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetis, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap operasi akan menjadi dampak penting. IV-10

11 22. Adanya Kesempatan Berusaha Kesempatan berusaha, terutama bagi masyarakat lokal akan meningkat dan memunculkan pola sumber nafkah baru, karena munculnya konsumen yaitu para pekerja konstruksi dan kebutuhan barang dan jasa untuk kepentingan konstruksi fasilitas produksi. Oleh karena, melibatkan orang banyak dan juga banyaknya pengangguran, maka dampak kesempatan berusaha pada tahap konstruksi akan menjadi dampak positif penting. Kesempatan berusaha akan meningkat pada tahap operasi. Kesempatan berusaha seperti tumbuhnya warung makanan dan minuman serta jasa transportasi dan jasa pelayanan barang dan jasa lain untuk memenuhi kebutuhan karyawan produksi yang jumlahnya banyak dan waktu yang lama dan untuk memenuhi kebutuhan pendukung dan pemeliharaan operasi produksi akan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya dampak ini, secara hipotetis akan menjadi dampak positif penting. 23. Penurunan Kesempatan Berusaha Penghentian operasi produksi gas di GPF akan menyebabkan hilangnya kesempatan kerja para karyawan atau tenaga kerja lainnya yang selama ini terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proyek. Kondisi ini akan berdampak terhadap kesempatan usaha yang selama ini melayani berbagai kebutuhan barang dan jasa para tenaga kerja maupun proyek. Secara hipotetis kegiatan penghentian operasi produksi gas akan berdampak penting terhadap kesempatan berusaha. 24. Gangguan Proses Sosial Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti rugi lahan dan tanaman pada kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh (Tahap Prakonstruksi). Walaupun sudah tercapai kesepakatan nilai ganti rugi lahan, tetapi bila terjadi kesalahpahaman dalam proses pembayaran juga berpotensi menimbulkan proses disosiatif. Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas, kerusakan jalan dan kecelakaan saat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil. Disosiasi akan muncul karena kegiatan konstruksi lain melibatkan banyak pekerja yang berisiko timbulnya gesekan sosial, termasuk pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas khususnya alternatif-1 dan 2. Pada tahap operasi, proses produksi yang menghasilkan limbah cair, padat dan gas ditambah kemungkinan tidak terakomodasinya keinginan masyarakat lokal menjadi karyawan akan menimbulkan disosiasi. Padahal periode waktu operasi produksi lama dan mencakup luas wilayah yang luas. Oleh karena itu, proses sosial yang bersifat disosiatif secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. IV-11

12 25. Pelapisan Sosial Operasi produksi di GPF akan lebih banyak melibatkan tenaga kerja dari luar daerah dengan tingkat pendidikan tinggi dan keahlian atau ketrampilan khusus. Demikian pula dengan beroperasinya PPGM dalam kurun waktu relatif panjang, dipastikan wilayah studi akan berkembang menjadi daerah yang maju sehingga mengundang minat banyak pendatang lainnya untuk masuk ke wilayah tersebut. Dipastikan tingkat penghasilan para pendatang juga akan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal yang terutama bermatapencaharian di bidang pertanian dengan tingkat penghasilan relatif rendah. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya stratifikasi atau kelas-kelas sosial yang baru di wilayah studi, terlebih bila para pendatang tidak mau membaur dengan warga lokal dan menunjukkan adanya pola/gaya hidup yang jauh berbeda dengan penduduk lokal. Kenyataan ini pada akhirnya akan dapat mengganggu proses sosial dalam masyarakat dan memunculkan sikap serta persepsi negatif masyarakat, dan merupakan dampak penting negatif. 26. Perubahan Sikap dan Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila nilai ganti rugi dan proses pembebasan lahan dan tanam tumbuh dirasa memuaskan, demikian sebaliknya. Jumlah masyarakat yang lahannya dibebaskan banyak dan daerah yang dibebaskan luas dan pengalihan hak itu berlangsung permanen. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila rekrutmen tenaga (pada tahap prakonstruksi) yang bekerja untuk konstruksi melibatkan tenaga kerja lokal secara proporsional, demikian sebaliknya. Persepsi masyarakat akan bersifat negatif bila dalam proses konstruksi terjadi banyak dampak lingkungan seperti kebisingan, debu, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan dan penurunan aksesibilitas jalan raya yang dirasa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampat relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk (walaupun tidak mengenai permukiman) atau lahan milik penduduk, meliputi wilayah yang panjangnya melebihi 75 km dan luasannya sekitar 295 ha, periode waktu kegiatan konstruksi seluruhnya lebih dari 1 tahun, maka secara hipotetis, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif penting. Persepsi positif muncul bila kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk operasi produksi melibatkan warga lokal secara proporsional. Namun sebaliknya persepsi negatif juga akan muncul karena kemungkinan masyarakat akan merasa terganggu dengan adanya limbah cair, padat dan gas yang IV-12

13 dihasilkan proses produksi, dan bila arus lalu lintas darat dan laut di sekitar lokasi kegiatan dirasakan mengganggu warga. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampat relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk dan lama berlangsungnya dampak lebih dari 20 tahun, maka secara hipotetis, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif penting. 27. Penurunan Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan akan memburuk bila pekerja konstruksi membuang limbah padat dan limbah domestik di sembarang tempat. Walaupun kemungkinan perusahaan menyediakan MCK portable dan pihak kontraktor mengawasi masalah sanitasi dengan baik, namun karena jumlah pekerja relatif banyak yang bekerja di area yang tertentu terutama di kegiatan pemasangan pipa baik melalui jalur alternatif-1 sejajar dengan jalan provinsi yang telah ada, maupun alternatif-2 dengan metode HDD ketika melalui SM Bakiriang, diprakirakan hal tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan sanitasi lingkungan yang signifikan, sehingga sanitasi lingkungan pada tahap konstruksi akan menjadi dampak penting secara hipotetis. Sementara itu jalur melalui laut yang merupakan alternatif-3 tidak berpengaruh terhadap sanitasi lingkungan. Pada tahap operasi, sanitasi lingkungan dapat memburuk bila perusahaan membuang limbah padatnya tidak mengikuti ketentuan yang berlaku atau membuang di tempat yang telah ditentukan dengan baik. Oleh karena berlangsungnya kegiatan lama, volume sampah padat besar, hal tersebut akan dapat memicu pertumbuhan populasi vektor penyakit seperti tikus dan kecoa dan kemungkinan dapat menyebar ke pemukiman. Penurunan kualitas sanitasi lingkungan diperkirakan akan terjadi pada lokasi sepanjang jalur pipa sejajar dengan jalan provinsi di Bakiriang (alternatif-1) dan dengan cara Horisontal Directional Driling (alternatif-2), bila lokasi pembuangan sampah padat kebetulan dekat dengan pemukiman penduduk, maka secara hipotetis, sanitasi lingkungan akan menjadi dampak negatif penting. Sedangkan pada jalur alternatif 3 yaitu digelar sepanjang dasar perairan laut tidak memberikan dampak yang berarti bagi sanitasi lingkungan karena relatif jauh dari permukiman penduduk. 28. Penurunan Tingkat Kesehatan Masyarakat Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan air yang merupakan dampak primer. Pada tahap konstruksi intensitas dampak primer tersebut relatif kecil sehingga dampak pada kesehatan masyarakat tidak IV-13

14 menjadi dampak penting secara hipotetis. Pada tahap operasi kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat pekerja (karyawan), dimungkinkan akan terganggu sebagai akibat adanya berbagai fasilitas hiburan yang selama ini telah ada. Meningat masa operasional cukup lama yakni sekitar 20 tahun maka dimungkinkan berkembangnya praktek prostitusi yang dapat menyebabkan munculnya jenis-jenis penyakit yang terkait dengan penyakit menular seksual (PMS). Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya pencegahan/penanggulangan yang melibatkan berbagai pihak agar jenis-jenis penyakit ini tidak menyebar ke areal yang lebih luas. B. Evaluasi hasil pelingkupan dampak-dampak potensial yang diprakirakan akan menjadi dampak penting hipotetis bagian hilir Kegiatan utama yang akan dibangun pada Bagian Hilir adalah Pembangunan Kilang LNG dan Pelabuhan Khusus. Namun dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, kegiatankegiatan pendukung lain yang terkait dengan pembangunan yang diperkirakan berpotensi menimbulkan dampak penting. Kegiatan-kegiatan tersebut dipilah kedalam tahapan-tahapan yaitu: 1. Tahap Pra Konstruksi a. pembebasan lahan dan tanam tumbuh b. penerimaan tenaga kerja 2. Tahap Konstruksi a. mobilisasi dan demobilisasi peralatan b. pembukaan dan pematangan lahan c. konstruksi kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus d. penglepasan tenaga kerja 3. Tahap Operasi a. penerimaan tenaga kerja b. operasional kilang LNG, Pelabuhan Khusus, dan fasilitas pendukungnya c. pemeliharaan fasilitas produksi 4. Tahap Pasca Operasi a. penghentian operasi kilang LNG b. pembongkaran dan demobilisasi peralatan (kilang dan Pelabuhan Khusus) c. revegetasi d. penglepasan tenaga kerja IV-14

15 Berikut ini diuraikan penetapan dampak-dampak penting hipotesis akibat kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan kompleks Kilang LNG dan Pelabuhan Khusus. Dampak penting hipotetis diperoleh dengan mengevaluasi dampak-dampak potensial terhadap kemungkinan dampak tersebut relevan atau tidak relevan sebagai dampak hipotetis. Bagi dampak-dampak potensial yang tidak relevan kemudian dihilangkan dari daftar dampak potensial hasil pelingkupan awal. 1. Perubahan Iklim Mikro Perubahan iklim mikro karena pembukaan lahan relatif sempit dibandingkan dengan lahan sekitarnya yang masih tertutup oleh vegetasi. Sementara itu sekitar kilang LNG akan relatif lebih panas karena operasi produksi LNG, namun karena lokasinya di pantai dengan angin yang kencang maka perubahan ini tidak akan signifikan. Oleh karena itu perubahan iklim mikro, secara hipotetis, tidak akan menjadi dampak penting. 2. Penurunan Kualitas Udara Ambien Debu dan gas yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil, sehingga secara hipotetis, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi jumlah gas dan debu yang dikeluarkan dari mesin-mesin dan emisi gas dari colok api untuk operasi Kilang LNG cukup signifikan sehingga secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, kualitas udara akan menjadi seperti areal sekitarnya. 3. Terjadinya Kebisingan Kebisingan yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil pada pembangunan kilang LNG dan Pelabuhan Khusus, dan penduduk di sekitarnya masih jarang, sehingga secara hipotetis, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi kebisingan yang dikeluarkan dari mesin-mesin di Kilang LNG cukup signifikan sehingga secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, tingkat kebisingannya akan menjadi seperti areal sekitarnya. 4. Perubahan Sifat Tanah Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus dibangun di wilayah daratan pantai baik di Uso maupun Padang, dimana pada kedua lokasi tanah belum berkembang dan masih IV-15

16 bahan material baku tanah (raw material). Sifat fisik-kimia tanah yang akan mengalami perubahan karena kegiatan pembukaan lahan cukup luas ± (300 Ha), namun bila dibandingkan luasan lahan tertutup vegetasi di sekitarnya menjadi relatif sempit yang akan menjadi areal terbuka. Selain itu, tanah terbuka akan segera dikelola atau segera mengalami suksesi alami cepat, sehingga sifat tanah tidak akan berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, secara hipotetis, perubahan sifat tanah tidak akan menjadi dampak penting. 5. Terjadinya Erosi Tanah Daerah rencana tapak proyek pembangunan kilang LNG dan Pelabuhan Khusus akan dibangun pada dataran aluvial pantai dengan bahan induk pasir dan mempunyai topografi datar. Akibat pembukaan lahan dari vegetasi penutup, saat musim hujan tiba akan terjadi erosi percik, dimana partikel tanah dilepaskan dari agregat tanahnya, kemudian dihamburkan ke udara, dan akhirnya diendapkan kembali ke permukaan tanah. Dengan demikian tanah hilang akibat erosi mendekati nol (sangat kecil sekali) dan tidak akan menyebar ke lahan millik masyarakat di sekitarnya karena topografi datar. Oleh karena itu dampak terhadap erosi tanah, secara hipotetis bukan merupakan dampak penting. 6. Penurunan debit air sungai Kegiatan pembangunan kilang LNG plant dan Pelabuhan Khusus serta operasional LNG akan membutuhkan air baik air sungai maupun air tanah. Kebutuhan air untuk operasional LNG diperkirakan sekitar 75 m 3 /hari dan itupun akan diambilkan dari air tanah. Air sungai/permukaan hanya digunakan untuk pembangunan bangunanbangunan Kilang, Pelabuhan Khusus dan fasilitas pendukungnya yang jumlahnya sangat kecil bila dibanding dengan persediaan debit sungai Batui yang ada sebesar m 3 / hari. Belum lagi sungai-sungai yang lain masih sangat besar cadangan debitnya. Jadi apabila dibandingkan dengan ketersediaan air di sungai terdekat apalagi pada musim penghujan, maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air sungai. Oleh karena itu dampak pada perubahan debit air sungai bukan merupakan dampak penting hipotetis. 7. Penurunan Kualitas Air Permukaan Penurunan kualitas air permukaan akan terjadi pada tahap konstruksi dan adanya limbah cair dari operasi produksi gas di Kilang LNG. Kualitas air yang menurun akan IV-16

17 berdampak pada komponen lain misalnya badan air yang sama di bagian hilirnya digunakan oleh masyarakat dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air tawar. Secara hipotetis, jenis dampak pada kualitas air permukaan akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas air permukaan akan kembali sama dengan bagian hulu badan air yang sama. 8. Penurunan Kualitas Air Laut Penurunan kualitas air laut akan terjadi pada tahap konstruksi/pembangunan Pelabuhan Khusus dan Kilang LNG serta operasional kilang LNG. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya bila pada areal yang sama digunakan oleh masyarakat untuk penangkapan ikan dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air laut. Secara hipotetis, jenis dampak pada kualitas air laut akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas air laut akan kembali menjadi sama dengan bagian laut sekitarnya. Namun demikian kualitas air laut akan menurun bila terjadi malfungsi atau kerusakan dari instalasi pengolahan air (waste water treatment)/ipal di fasilitas produksi gas dan LNG selama operasional. 9. Penurunan Kuantitas Air Tanah Dangkal Kuantitas air tanah dangkal akan berpotensi menurun karena vegetasi penutup lahan hilang dan pengelupasan tanah serta aliran permukaan yang lebih tinggi sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan air. Hal itu disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk kilang LNG dan Pelabuhan Khusus. Akan tetapi luas permukaan yang akan terbuka relatif sedikit dibanding luasan lahan yang tertutup oleh vegetasi. Disamping itu lahan lokasi berdekatan dengan laut sehingga kemungkinan penurunan kuantitas air tanah dangkal sangat kecil dan tidak signifikan, sehingga bukan dampak penting hipotetis. 10. Penurunan Kuantitas Air Tanah Dalam Seperti telah dijelaskan di depan bahwa kebutuhan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukung lainnya adalah sebesar 75 m 3 /hari. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dalam dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 387 x 10 6 m 3 /tahun atau 1,035 x 10 6 /hari. Dengan demikian tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kuantitas air tanah dalam, sehingga bukan merupakan dampak penting hipotetis. IV-17

18 11. Gangguan Transportasi Jalan Darat Aksesibilitas jalan darat di jalan raya poros Luwuk-Baturube akan menurun karena kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil serta pada kegiatan konstruksi kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus. Hal ini terjadi karena jalan itu relatif sempit dan merupakan satu-satunya jala raya di wilayah kegiatan yang digunakan untuk mobilisasi penduduk dan mobilisasi sumber ekonomi masyarakat banyak, sehingga dampak yang terjadi secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. Pada tahap operasi, kegiatan pengangkutan kondensat dengan truk tangki menuju Bajo akan menyebabkan aksesibilitas jalan raya itu menurun. Sedangkan aksesibilitas pada ruas jalan di sekitar fasilitas Kilang LNG akan dapat meningkat karena dibangunnya jalan baru dan peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh pemrakarsa, namun sebaliknya aksesibilitas di jalan umum sekitar lokasi fasilitas produksi akan menurun karena lalu lalang kendaraan untuk keperluan operasi produksi. Selain aksesibilitas jalan yang menurun, resiko kerusakan jalan dan resiko kejadian kecelakan akan meningkat. Oleh karena itu, secara hipotetis, aksesibilitas jalan darat akan dapat menjadi dampak positif dan sekaligus dampak negatif penting pada tahap operasi. 12. Gangguan Keselamatan Pelayaran Aksesibilias jalur laut di sekitar lokasi pembangunan Pelabuhan Khusus di kompleks kilang LNG terganggu, namun kegiatan tersebut berlangsung relatif singkat maka tingkat gangguan tidak signifikan. Laut di sekitarnya memang menjadi jalur lintas nelayan dan atau tempat pengambilan ikan, namun demikian kegiatan nelayan tidak terlalu sibuk dan frekuensi pelayarannya rendah. Dengan demikian secara hipotetis jenis dampak ini tidak akan menjadi dampak penting. Pada tahap operasi aksesibilitas jalur laut di sekitar kilang LNG akan menurun karena lalu lalang kapal pengangkut LNG di Pelabuhan Khusus di kompleks kilang LNG untuk dipasarkan. Jalur laut di sekitar Pelabuhan Khusus juga digunakan oleh masyarakat untuk lalu lintas kapal dan sebagai lokasi penangkapan ikan. Meskipun saat ini frekuensi pelayarannya rendah dan ralatif lengang, namun mengingat kegiatan ini akan berjalan dalam kurun waktu yang lama dan diprakirakan aktivitas pelayaran dari kegiatan lain akan berkembang, maka secara hipotetis jenis dampak ini akan menjadi dampak negatif penting. 13. Gangguan Vegetasi Penutupan lahan oleh vegetasi akan menurun karena kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Keanekaragaman dan kerapatan vegetasi di daerah ini akan IV-18

19 mengalami penurunan. Pembukaan lahan ini terjadi di lokasi fasilitas produksi LNG seluas ± 300 ha sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (ladang) dan semak. Secara hipotetis, dampak pada vegetasi ini akan menjadi dampak penting pada tahap konstruksi. Penutupan lahan oleh vegetasi akan meningkat setelah dilakukan program revegetasi pada tahap Pasca Operasi. Pada program revegetasi lahan-lahan terbuka akan ditanami dengan jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh. 14. Gangguan Satwa Adanya kegiatan pembukaan dan pematangan lahan pada tahap konstruksi, menyebabkan habitat satwa akan hilang. Kehidupan satwa di sekitar lokasi kegiatan menjadi terganggu. Secara hipotetis, dampak pada satwa ini akan menjadi dampak penting. 15. Gangguan Biota Air Laut Komunitas biota air laut, terutama plankton dan benthos serta terumbu karang akan mengalami penurunan. Biota air laut akan terganggu karena kualitas air yang menurun disebabkan oleh kekeruhan dan pengerukan pada kegiatan konstruksi kilang LNG dan Pelabuhan Khusus di Uso (alternatif-1) dan Padang (alternatif 2). Dampak pada biota air laut juga terjadi akibat kegiatan operasi kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan fasilitas lainnya di Uso (alternatif-1) dan Padang (alternatif-2). Dampak pada biota air laut merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas air laut. Apabila terjadi kegagalan fungsi IPAL di BS dan LNG Plant maka terjadi resiko penurunan kualitas air laut, seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan mempengaruhi biota air laut. 16. Peningkatan Keanekaragaman dan Kerapatan Vegetasi Pada masa pasca operasi, pada areal bekas lokasi fasilitas produksi akan dibersihkan dan dilakukan restorasi (pemulihan ke kondisi semula) atau revegetasi. Dengan demikian lahan-lahan yang semula terbuka akan menjadi tertutup oleh berbagai vegetasi sehingga terjadi peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi di area bekas lokasi proyek dan sekitarnya. Secara hipotetis dampak pada vegetasi menjadi penting. IV-19

20 17. Peningkatan Keanekaragaman dan Kelimpahan Satwa Dengan adanya peningkatan luasan lahan yang semula tertutup oleh vegetasi pada kegiatan revegetasi menjadikan habitat satwa yang semula terpotong-potong pada saat konstruksi dan operasional fasilitas produksi, akan bersambung lagi membentuk habitat yang luas. Hal ini akan berdampak terhadap terjadinya peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa. Dengan demikian secara hipotetis kegiatan revegetasi akan berdampak penting terhadap satwa. 18. Perubahan Kependudukan Kependudukan akan terpengaruh dengan adanya pekerja pendatang untuk kegiatan konstruksi, namun karena jumlah pekerja luar tidak begitu banyak dan periode kegiatan relatif pendek serta sebagian besar dari pendatang tidak akan menetap, maka secara hipotetis, dampak pada kependudukan pada tahap konstruksi tidak akan menjadi dampak penting. Sementara itu pada saat tahap operasi, kebutuhan tenaga kerja lebih didominasi tenaga kerja dengan skill tertentu yang dipastikan akan dapat dipenuhi dari tenaga kerja luar daerah sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan kepadatan penduduk di wilayah studi. Secara hipotetis, dampak kependudukan pada tahap operasi akan menjadi dampak penting. 19. Perubahan Pola Kepemilikan Lahan Perubahan pemilikan lahan secara permanen akan terjadi setelah kegiatan pembebasan lahan dan tanan tumbuh selesai. Perubahan kepemilikan lahan ini akan menjadi dampak penting secara hipotetis, karena selama ini masyarakat di sekitar wilayah studi yang umumnya bermatapencaharian sebagai petani sangat tergantung pada lahan yang menjadi sumber penghasilannya. Oleh karena itu kegiatan pembebasan lahan, terlebih bila tanpa adanya musyawarah yang baik dan tidak mengikuti peraturan yang berlaku akan potensial menimbulkan konflik. Mendasarkan hal tersebut, maka secara hipotetis perubahan pola kepemilikan lahan merupakan dampak negatif penting. 20. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk konstruksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetis, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi akan IV-20

21 menjadi dampak penting. Pada tahap operasi, pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk operasi produksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja dan keluarganya yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakt. Secara hipotetis, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap operasi akan menjadi dampak penting. 21. Adanya Kesempatan Berusaha Kesempatan berusaha, terutama bagi masyarakat lokal akan meningkat dan memunculkan pola sumber nafkah baru, karena munculnya konsumen yaitu para pekerja konstruksi dan kebutuhan barang dan jasa untuk kepentingan konstruksi fasilitas produksi. Oleh karena, melibatkan orang banyak dan juga banyaknya pengangguran, maka dampak kesempatan berusaha pada tahap konstruksi secara hipotetis akan menjadi dampak positif penting. Kesempatan berusaha akan meningkat pada tahap operasi. Kesempatan berusaha seperti tumbuhnya warung makanan dan minuman serta jasa transportasi dan jasa pelayanan barang dan jasa lain untuk memenuhi kebutuhan karyawan produksi yang jumlahnya banyak dan waktu yang lama dan untuk memenuhi kebutuhan pendukung dan pemeliharaan operasi produksi akan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya dampak ini, secara hipotetis akan menjadi dampak positif penting. 22. Penurunan Kesempatan Berusaha Penghentian operasional kilang LNG dan Pelabuhan Khusus akan menghentikan pula aktivitas para karyawan yang selama ini terlibat didalamnya. Kondisi ini akan berdampak pula terhadap permintaan barang dan jasa yang selama ini dipenuhi oleh penduduk yang membuka kesempatan usaha. Dengan demikian penghentian operasional kilang LNG dan Pelabuhan Khusus secara hipotetis akan berdampak penting terhadap kesempatan usaha. 23. Gangguan Proses Sosial Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti rugi lahan dan tanaman pada kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh (tahap prakonstruksi). Walaupun sudah tercapai kesepakatan nilai ganti rugi lahan, tetapi bila terjadi kesalahpahaman dalam proses pembayaran juga berpotensi IV-21

22 menimbulkan proses disosiatif. Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas, kerusakan jalan dan kecelakaan saat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil. Disosiasi akan muncul karena kegiatan konstruksi lain melibatkan banyak pekerja yang berisiko timbulnya gesekan sosial. Pada tahap operasi, proses produksi yang menghasilkan limbah cair, padat dan gas ditambah kemungkinan tidak terakomodasinya keinginan masyarakat lokal menjadi karyawan akan menimbulkan disosiasi. Padahal periode waktu operasi produksi lama dan mencakup luas wilayah yang luas. Oleh karena itu, proses sosial yang bersifat disosiatif secara hipotetis akan menjadi dampak negatif penting. 24. Munculnya Pelapisan Sosial Tenaga kerja dari luar daerah yang umumnya merupakan tenaga skill sudah dipastikan akan mempunyai tingkat pendidikan, ketrampilan dan pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal. Kenyataan ini dalam perkembangannya akan memunculkan strata atau kelas-kelas sosial di wilayah studi yang selama ini umumnya masyarakat bermatapencaharian di bidang pertanian dengan tingkat penghasilan yang relatif rendah. Kondisi ini akan memicu rasa iri/cemburu penduduk lokal bilamana para pendatang tidak mau membaur dengan kehidupan penduduk lokal dan merasa bahwa pendatang memang memiliki status sosial yang berbeda dengan penduduk lokal. Secara hipotetis pelapisan sosial merupakan dampak negatif penting khususnya pada tahap operasi. 25. Perubahan Sikap dan Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila nilai ganti rugi dan proses pembebasan lahan dan tanam tumbuh dirasa memuaskan, demikian sebaliknya. Jumlah masyarakat yang lahannya dibebaskan cukup banyak, daerah yang dibebaskan luas dan pengalihan hak itu berlangsung permanen. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila rekrutmen tenaga (pada tahap prakonstruksi) yang bekerja untuk konstruksi melibatkan tenaga kerja lokal secara proporsional, demikian sebaliknya. Persepsi masyarakat akan bersifat negatif bila dalam proses konstruksi terjadi banyak dampak lingkungan seperti kebisingan, debu, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan dan penurunan aksesibilitas jalan raya yang dirasa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampat relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk (walaupun tidak mengenai permukiman) atau lahan milik penduduk, meliputi wilayah yang IV-22

23 luasannya ± 300 ha, periode waktu kegiatan konstruksi seluruhnya sekitar 3 tahun, maka secara hipotetis, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif penting. Persepsi positif muncul bila kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk operasi produksi melibatkan warga lokal secara proporsional. Namun sebaliknya negatif juga akan muncul karena kemungkinan masyarakat akan merasa terganggu dengan adanya limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan proses produksi, dan bila arus lalu lintas darat dan laut di skitar lokasi kegiatan dirasakan mengganggu warga. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk dan lama berlangsungnya dampak lebih dari 20 tahun, maka secara hipotetis, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif penting. 26. Penurunan Kualitas Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan akan memburuk bila dari perusahaan atau para pekerja konstruksi membuang limbah padat maupun cair domestik di sembarang tempat. Walaupun kemungkinan perusahaan menyediakan MCK portable dan pihak kontraktor mengawasi masalah sanitasi dengan baik, namun karena jumlah pekerja relatif banyak yang bekerja di area tertentu, maka akan terjadi perubahan sanitasi lingkungan yang signifikan, sehingga sanitasi lingkungan pada tahap konstruksi akan menjadi dampak penting secara hipotetis. Pada tahap operasi, sanitasi lingkungan dapat memburuk bila perusahaan membuang limbah padatnya tidak mengikuti ketentuan yang berlaku atau ditempat yang telah ditentukan dengan baik. Oleh karena berlangsungnya kegiatan lama, volume sampah padat besar, jenis sampah padat campuran bahan organik dan non organik yang dapat memicu pertumbuhan populasi vektor penyakit seperti tikus dan kecoa dan kemungkinan dapat menyebar ke pemukiman, sehingga secara hipotetis, sanitasi lingkungan akan menjadi dampak negatif penting. Pada tahap operasi khususnya pada saat kegiatan pembongkaran fasilitas produksi dan demobilisasi peralatan, secara hipotetis akan menurunkan kondisi sanitasi lingkungan dikarenakan jangka waktu kegiatan ini cukup lama dan meliputi daerah yang cukup luas. 27. Penurunan Tingkat Kesehatan Masyarakat Pada tahap konstruksi dampak pada kesehatan masyarakat terutama dari kegiatan konstruksi kilang LNG dan Pelabuhan Khusus menjadi dampak penting secara hipotetis. Hal ini disebabkan pada saat kegiatan konstruksi diperlukan ± 3000 pekerja dengan tenggang waktu cukup lama (3-4 tahun). IV-23

Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING

Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING Pada uraian Bab V Prakiraan Dampak Penting, telah dijelaskan dampak-dampak yang mungkin terjadi akibat adanya pengembangan lapangan PPGM, baik bagian hulu maupun bagian hilir

Lebih terperinci

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2 Lampiran 1a. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) 1. KUALITAS UDARA Kualitas udara (SO 2, CO,dan debu)

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Tabel 8.2. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Jenis Parameter Indikator 1. KUALITAS UDARA Kualitas

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan PERTAMINA EP -PPGM Tabel 8.1. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan Lampiran 1a. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi 1. KUALITAS

Lebih terperinci

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. BAGIAN HULU 2.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi Kualitas udara (SO 2, CO, dan debu ) Menurunnya kualitas udara. Emisi gas buang dan debu dari kegiatan

Lebih terperinci

Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus

Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING 5.1. PRAKIRAAN DAMPAK PADA KEGIATAN HULU 5.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 5.1.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan Besarnya dampak

Lebih terperinci

Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN

Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 3.1. BAGIAN HULU 3.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi a) Parameter Lingkungan yang Dikelola Kualitas udara khususnya SO 2, CO 2, NOx, PM 10, H 2 S dan debu.

Lebih terperinci

Tabel Hasil Proses Pelingkupan

Tabel Hasil Proses Pelingkupan Tabel 2.50. Hasil Proses No. menimbulkan A. Tahap Pra 1. Sosialisasi Permen 17 tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam ProsesAMDAL dan Izin Lingkungan terkena Sosial Budaya Munculnya sikap Evaluasi

Lebih terperinci

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini.

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini. KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana

Lebih terperinci

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT PERTAMINA EP - PPGM Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut,

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH) DOKUMEN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP MATRIKS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PUSKESMAS KEBONDALEM 1. Kualitas Udara dan debu Sumber Aktivitas lalul lintas kendaraan diluar dan area parkir berpotensi

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN) A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN) PENGERTIAN, MANFAAT DAN PROSES Dr. Elida Novita, S.TP, M.T Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Pada tahap Pra Kontruksi, komponen kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak primer dan dampak sekunder terhadap lingkungan, meliputi:

Pada tahap Pra Kontruksi, komponen kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak primer dan dampak sekunder terhadap lingkungan, meliputi: 2.3 ISU-ISU POKOK 2.3.1 Dampak Primer dan Sekunder 1. Tahap Pra Kontruksi Pada tahap Pra Kontruksi, komponen kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak primer dan dampak sekunder terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL)

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL) BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL) 6.1 RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 6.1.1 Tahap Pra-Konstruksi 6.1.1.1 Komponen Sosial-Ekonomi-Budaya 6.1.1.1.1 Penguasaan Lahan

Lebih terperinci

Modul II: Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan

Modul II: Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan Modul II: Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan Modul ini akan berisi prtunjuk tentang bagaimana cara menganalisa dampak sosial dan lingkungan yang akan terjadi akibat dari proses bisnis perusahaan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia masih menjadi sumber energi andalan dan utama. Permintaan terhadap migas menjadi semakin tinggi untuk mengimbangi tingkat kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA PT. ALNO AGRO UTAMA/PMA NAMA DOKUMEN Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Kebun Sumindo di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) A. Latar Belakang Sejalan dengan laju pertumbuhan pembangunan nasional, pembangunan sektor transportasi juga menjadi bidang

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT

PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT Oleh Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi PUSAT STUDI LINGKUNGAN HIDUP UNIVERSITAS ANDALAS PADANG TAHUN 2011 ASPEK YANG DILIHAT DALAM AMDAL Aspek Fisik, Aspek

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Umum Transportasi Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang memungkinkan perpindahan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009. Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya lapangan gas baru, PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan suatu industri adalah merupakan pedang bermata dua. Disatu sisi kegiatan tersebut membuka kesempatan kerja, menambah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) OLEH: KELOMPOK I HERI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

RKL-RPL RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTU TANJUNG JATI B UNIT 5 DAN 6 (2 X MW) DI KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH

RKL-RPL RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTU TANJUNG JATI B UNIT 5 DAN 6 (2 X MW) DI KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dari rencana kegiatan Pembangunan dan Pengoperasian

Lebih terperinci

BAB V. Skoring. Pengaruh Pundong. akan pengembangan. kendaraan roda. empat. Skor Jenis. Besaran / Skor. Positif Negatif

BAB V. Skoring. Pengaruh Pundong. akan pengembangan. kendaraan roda. empat. Skor Jenis. Besaran / Skor. Positif Negatif BAB V. ANALISIS WILAYAH Analisis wilayah terhadap rencana lokasi pembangunan jembatan Soka/Nambangan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif (dengan skoring dan pembobotan). Skoring dilakukan terhadap

Lebih terperinci

Achmad Sjafrudin Laboratorium Geomorfologi, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT

Achmad Sjafrudin Laboratorium Geomorfologi, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT Dampak Lingkungan Eksploitasi Air Tanah dan Pembangunan Pabrik AMDK PT. Tirta Investama di Kampung Salam, Desa Darmaga dan Pasanggrahan, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat (Achmad

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL adalah suatu telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan atau diusulkan yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan dari kegiatan

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Manfaat air sangat luas bagi kehidupan manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN LAMONGAN,

KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN LAMONGAN, PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP Jl. Jaksa Agung Suprapto No.41 Lamongan Kode Pos 62251 Telp. (0322) 321 323 Fax (0322) 321 324 E-mail blh@lamongankab.go.id website www.lamongankab.go.id

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5460 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 180) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL)

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) RENCANA (RKL) PENGEMBANGAN PROYEK LAPANGAN UAP PUSAT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI KARAHA BODAS KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI AKHIR NOVEMBER 2009 LAMPIRAN 1 RENCANA PENGEMBANGAN LAPANGAN UAP & PLTP PANAS BUMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci