BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU No. 32 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. semenjak diberlakukannya Undang-Undang N0. 22 tahun 1992 yang di revisi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Desentralisasi dan otonomi daerah merupakan wujud dari reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good goverment). Pengelolaan daerah dapat menciptakan lapangan kerja baru, dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi, dan dapat menambah pendapatan bagi daerah. Daerah otonom dapat memiliki pendapatan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya secara efektif dan efisien dengan memberikan pelayanan dan pembangunan. Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintah Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Dengan ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah di daerah mendapat kewenangan riil yang lebih besar dalam mengatur dirinya sendiri. Tujuan pemberian otonomi daerah tidak lain adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Visi dari otonomi daerah dari sudut pandang ekonomi mempunyai tujuan untuk 1

membawa masyarakat ketingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Menurut Halim dalam Rahmawati (2010) dalam rangka penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola sumber daya alam. Sumber dana bagi daerah terdiri dan Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK), dan pinjaman daerah. Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh pemerintah daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola oleh pemerintah pusat melalui kerja sama dengan pemerintah daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan jasa pada tahun anggaran yang harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar dkk, 2008). Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005, APBD merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pemerintah Daerah yang berhasil menjalankan pembangunan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan mengelola APBD secara efektif dan efisien. Sebaliknya, pengelolaan APBD yang buruk dapat menghambat kinerja pemda dalam peningkatan pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Persoalan yang 2

muncul adalah saat pemda dihadapkan pada jumlah belanja daerah yang kecil tetapi harus menanggung kebutuhan besar. Sementara pada saat bersamaan pemda kurang memiliki kreativitas mengelola APBD, sehingga pemerintah pada jenjang di atasnya (pemprov atau pusat) tidak optimal dalam mengelola APBD (Laksono, 2014). Postur APBD Provinsi Jawa Tengah pada 2016 meningkat dibandingkan tahun anggaran 2015 seperti pada grafik di bawah ini : Grafik 1.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A 2015 dan T.A. 2016 Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp22,03 triliun atau naik 20,87% dibandingkan tahun 2015. Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat menjadi Rp 22,43 triliun atau naik 14,24% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, defisit anggaran pada tahun 2016 mengalami pengurangan, dari sebelumnya defisit Rp1,41 triliun menjadi sebesar Rp401 miliar (www.bi.go.id). Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan operasional didaerahnya masing-masing, hal tersebut menimbulkan ketimpangan fiskal antar daerah. Untuk mengatasi masalah ketimpangan pendanaan daerah, maka Pemerintah Pusat melakukan transfer 3

dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini merupakan sumber dana yang utama pada praktiknya yang mana ini digunakan untuk melakukan pembiayaan atas aktivitas operasi dan belanja yang lain yang termasuk di dalamnya belanja modal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang dilaporkan dalam APBD. Dana Alokasi Umum (DAU) dimaksudkan untuk dapat memperbaiki pemerataan perimbangan keuangan yang ditimbulkan dari bagi hasil sumber daya alam yang ada pada suatu daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) sendiri ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN (Mentayani dan Rusmanto, 2013). Perhitungan perolehan DAU pada suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dengan potensi daerah (fiscal capacity). Selain Dana Alokasi Umum (DAU), Pemerintah daerah juga akan mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN (Situngkir dan Manurung, 2009). Pada dasarnya DAK dialokasikan untuk membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan (pelayanan dasar dan pelayanan rujukan), jalan, irigasi, air minum, sanitasi, prasarana pemerintah, kelautan dan 4

perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana (KB), kehutanan, sarana dan prasarana pedesaan serta perdagangan. Berdasarkan komponen dana perimbangan, sumber pendapatan utamanya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan peran sebesar 66% dari total dana perimbangan, diikuti oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 23%, dan Dana Bagi Hasil/DBH sebesar 11%. Meningkatnya DAK ini sejalan dengan pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tahun 2016 yang mengalami peningkatan. Semenjak tahun ini anggaran bagi SMA/SMK dikelola Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi, yang sebelumnya dikelola oleh kabupaten/kota. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar 72,51%, melambat dibandingkan triwulan III 2015 yang sebelumnya sebesar 80%. Berbeda dengan pola historisnya yang selalu stabil, realisasi DAU tercatat menurun dengan realisasi sebesar 74,28%; meskipun secara nominal meningkat dari sebelumnya Rp1,35 triliun menjadi Rp1,38 triliun (www.bi.go.id). Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah desentralisasi. Pelaksanaan desentralisasi dilakukan oleh pemerintah pusat dengan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahnya. Urusan pemerintah pusat diserahkan kepada pemerintah daerah disertai dengan penyerahan keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah (PP No.58/2005). Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal pemerintah daerah 5

lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan Dana Alokasi Umum. Dengan adanya transfer Dana Alokasi Umum dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan Pendapatan Asli Daerah yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004). Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2009). Menurut Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah November 2016 sumber utama PAD berasal dari komponen pajak daerah, dengan peran sebesar 83% dari total PAD. Tetapi pajak daerah 6

menunjukkan realisasi yang rendah pada triwulan I 2015 yakni sebesar 18,00% dari anggaran. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan I tahun sebelumnya (22,30%), maupun rata-rata triwulan yang sama 5 tahun terakhir (24,84%). Di sisi lain, pada komponen terbesar penyusun PAD lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang sah mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2014 sehingga mampu menjaga tingkat penyerapan PAD secara keseluruhan pada triwulan ini. Realisasi retribusi daerah pada triwulan I selama 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 19,97%, sementara retribusi triwulan I 2015 mampu mencapai realisasi sebesar 23,54% (www.bi.go.id). Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung dari kebijakan Pemerintah Daerah setempat. Untuk daerah dengan kondisi perekonomian yang memadai, akan dapat diperoleh pajak yang cukup besar. Tetapi untuk daerah tertinggal, Pemerintah Daerah hanya dapat memungut pajak dalam jumlah yang terbatas. Demikian halnya dengan retribusi daerah yang berbeda-beda untuk tiap daerah. Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentukbentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan (Devi dan Handayani, 2017). Untuk membiayai program-program serta hasil yang diperoleh dari kegiatan daerah maka perlu adanya pengawasan terhadap anggaran yang 7

dikeluarkan pemerintah, dimana anggaran adalah pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis dalam suatu periode. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambahkan aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Dalam penelitian ini laporan keuangan yang digunakan adalah laporan realisasi APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2012-2016. Komponen-komponen yang terdapat dalam laporan keuangan yang digunakan adalah laporan realisasi APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2012-2016 dapat dijadikan variable untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap alokasi belanja modal daerah. Menurut Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah November (2016) Belanja modal tercatat sebesar Rp3,24 triliun atau 41,72%; lebih baik dibandingkan realisasi belanja modal triwulan III 2015 yang sebesar Rp2,51 miliar atau 25,31%. Peningkatan ini sejalan dengan percepatan perbaikan infrastruktur jalan di Jawa Tengah, meliputi ruas jalan tol Cipali-Pejagan menuju Brebes. Selain itu, beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang dilaksanakan di Jawa Tengah turut mendukung realisasi 8

yang semakin baik. Proyek pembangunan yang dilakukan antara lain perbaikan jalan Sidareja-Simpang Tiga dan jalan Tambakreja - Bantarsari di Cilacap, serta jalan Pejagan-Prupuk-Wangon di Kebumen. Selain itu, terdapat progam 1000 embung yang dilakukan oleh pemerintah. Beberapaproyek pembangunan waduk yang sudah berjalan adalah Waduk Gondang Karanganyar, Waduk Logung Kudus, Waduk Pidekso Wonogiri, dan Waduk Matenggeng Cilacap. Laporan realisasi APBD terdari pendapatan dan belanja daerah. Pendapatan itu sendiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lainya. Sedangkan belanja daerah terdiri dari belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga dan transfer atau bagi hasil. Berdasarkan uraian yang telah di paparkan, maka variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pajak daerah, dan retribusi daerah. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengaruh terhadap alokasi belanja modal daerah telah dilakukan, namun hasilnya masih belum konsisten. Diantaranya adalah hasil penelitian Hassan (2016) dalam penelitiannya menguji pengaruh dana alokasi umum, pajak daerah, dan retribusi daerah terhadap belanja modal daerah kota Manado tahun 2005-2015. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa secara parsial dana alokasi umum berpengaruh negative/kecil terhadap belanja modal daerah di kota Manado dan pajak daerah, retribusi daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal daerah di kota Manado sedangkan secara simultan dana alokasi 9

umum, pajak daerah, dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal daerah di kota Manado. Sudarwadi (2015), menguji pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Paupa Barat tahun 2007-2014. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, sedangkan dana alokasi khusus tidak berpengaruh terhadap belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Menurut Sudarwadi setiap tahunnya DAK yang diberikan tidak sama artinya DAK hanya diberikan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus atau masalah-masalah khusus yang dihadapi suatu daerah yang menjadi urusan daerah tersebut. Sehingga dalam penelitian ini bisa dikatakan bahwa besarnya Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak mempengaruhi besarnya Belanja Modal. Wahyudi dan Handayani (2015), menguji pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap alokasi belanja modal daerah. Hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa pajak daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal, hasil penelitian yang tidak signifikan ini dikaitkan dengan kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur selama 5 Tahun terakhir. Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal, dari olah data dan hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa dana alokasi umum yang diterima oleh 10

daerah hanya diperuntukan untuk membiayai pengeluaran rutin, seperti untuk belanja pegawai dan hanya sedikit yang digunakan untuk belanja modal. Dana alokasi khusus tidak berpengaruh terhadap belanja modal daerah, alasan utama yang menyebabkan dana alokasi khusus tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal adalah kecilnya Dana alokasi khusus yang diterima oleh Pemerintah di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan retribusi daerah berpengaruh positif terhadap aloklasi belanja modal. Penelitian selanjutnya oleh Nurlis (2016), yang menguji pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja modal. Hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh alokasi belanja modal. Nurlis menyatakan bahwa untuk membiayai belanja modal, pemerintah daerah akan menggunakan sumber dana lain, bukan dari PAD dan DAU. Adanya inkonsistensi hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan belanja modal, penelitian ini penting untuk dilakukan kembali terkait pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pajak daerah, dan retribusi daerah terhadap alokasi belanja modal daerah khususnya di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini mereplikasi penelitian Hassan (2016) yang meneliti pengaruh dana alokasi umum, pajak daerah, dan retribusi daerah terhadap belanja modal di Kota Manado tahun 2005-2015. Untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya peneliti menambahkan variabel dana alokasi khusus dan objek penelitian yaitu Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2016. 11

Alasan menambah variabel dana alokasi khusus karena dana alokasi khusus digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, dalam keadaan tertentu dana alokasi khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melibihi tiga tahun. Dengan demikian semakin banyak transfer dana alokasi khusus dari pemerintah pusat dapat mempengaruhi besarnya belanja modal daerah. Wandira (2013) menyatakan bahwa provinsi yang mendapatkan DAK yang besar akan cenderung memiliki belanja modal yang besar pula. Hal tersebut memberikan adanya indikasi yang kuat bahwa perilaku belanja modal akan sangat dipengaruhi dari sumber penerimaan DAK. Pendapatan daerah yang berupa Dana Perimbangan (transfer daerah) dari pusat menuntut daerah membangun dan mensejahterahkan rakyatnya melalui pengelolaan kekayaan daerah yang proposional dan profesional serta membangun infrastruktur yang berkelanjutan, salah satunya pengalokasian anggaran ke sektor belanja modal. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan (DAK) untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja modal. Alasan menggunakan objek penelitian Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2016 karena menurut Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Jawa Tengah (November 2016) ada terjadinya peningkatan belanja modal yang tercatat sebesar Rp3,24 triliun atau 41,72%; 12

lebih baik dibandingkan realisasi belanja modal triwulan III 2015 yang sebesar Rp2,51 miliar atau 25,31%. Penelitian ini juga penting dilakukan untuk memberikan informasi belanja modal daerah selain itu, juga dapat dijadikan bahan evaluasi belanja modal pemerintah daerah Jawa Tengah pada setiap periode untuk tujuan perbaikan belanja modal dimasa mendatang dan bermanfaat menambah pengetahuan mengenai organisasi pada sektor publik dan akuntansi pemerintah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 2. Apakah dana alokasi khusus berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 3. Apakah pajak daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 4. Apakah retribusi daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 13

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Menguji pengaruh dana alokasi umum terhadap alokasi belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. 2. Menguji pengaruh dana alokasi khusus daerah terhadap alokasi belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. 3. Menguji pengaruh pajak daerah terhadap alokasi belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. 4. Menguji pengaruh retribusi daerah terhadap alokasi belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya : a. Bagi Peneliti Memperoleh tambahan wawasan, pengalaman dan pengetahuan serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi alokasi belanja modal pemerintah daerah. b. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi berupa masukan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan keuangan pemerintah daerah masa yang akan datang yang berkaitan dengan alokasi belanja modal pemerintah daerah. 14

c. Bagi Masyarakat Umum Penelitian ini dapat memberikan informasi yang akan digunakan sebagai penilian terhadap pelaksanaan alokasi belanja modal daerah. d. Bagi Akademisi Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literature dalam melaksanakan penelitian berikutnya dan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang sebelumnya. 15