SEMINAR PROCEEDINGS 1 st Annual International Seminar on Education 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

ISLAM, DEMOKRASI DAN TANTANGAN GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

WAWASAN KEBANGSAAN a) Pengertian Wawasan Kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB V PENUTUP. keseluruhan penulisan skripsi ini yang mengangkat bahasan tentang Pendidikan

PANCASILA. Sebagai Ideologi Negara. Disampaikan pada perkuliahan Pancasila kelas PKK. H. U. Adil Samadani, SS., SHI.,, MH. Modul ke: Fakultas Teknik

BAB I PENDAHULUAN. luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku seharihari.

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

UKDW BAB I PENDAHULUAN

PANCASILA MENGATASI KONFLIK IDEOLOGI-IDEOLOGI NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

Sambutan Presiden RI Pd Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tgl 5 Feb. 2014, di Pekalongan Rabu, 05 Pebruari 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Bernegara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA KELOMPOK 4 ANANDA MUCHAMMAD D N AULIA ARIENDA HENY FITRIANI

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Quran 1430 H, Senin, 07 September 2009

PANCASILA & AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila. Reza Oktavianto Nim : Kelas : 11-S1SI-07

KEWARGANEGARAAN INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT. Modul ke: 14Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

PLEASE BE PATIENT!!!

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

MULTIKULTURALISME DI INDONESIA MENGHADAPI WARISAN KOLONIAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara

Bung Karno, pohon sukun dan Pancasila

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA. maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

UKDW BAB I. (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ATAR UMAT BERAGAMA DI KALANGAN SISWA DI SMA NEGERI 3 PEKALONGAN

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

ARTIKEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULRAL MELALUI MODUL DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI SUPLEMEN PELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Adicita itu pulalah yang merupakan dorongan para pemuda Indonesia

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

IDENTITAS NASIONAL Pengertian Identitas Jenis Identitas Atribut Identitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

LAPORAN PENGAMATAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA

SILA I KETUHANAN YANG MAHA ESA

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Transkripsi:

SEMINAR PROCEEDINGS 1 st Annual International Seminar on Education 2015 Copyright 2015 FTK Ar-Raniry Press All rights reserved Printed in the Indonesia PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM PLURALIS SEBAGAI SOLUSI INTEGRASI BANGSA (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia) Musradinur 1 dan Tabrani. ZA 2 1 STAI Al-Wasliyah Banda Aceh dan Pemerhati Pendidikan Aceh 2 Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Aceh, Indonesia Abstract Pada prinsipnya, Islam secara normatif-teoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal itu merupakan suatu modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia di mana Islam merupakan agama mayoritas. Meski demikian, dalam konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut harus pula dilihat secara realistis dari sisi aplikatifnya ditengah masyarakat. Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam memberi kontribusi bagi integrasi bangsa di masa depan. Mengingat persoalan integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan berbangsa, maka perhatian penting pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan kegagalan pendidikan Islam pada masa lalu perlu menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatif-teoritik pendidikan Islam yang peduli pada pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat pada realitas-aktual kehidupan bangsa Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini. Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana diajarkan ajaran Islam. Keywords: Paradigma,Pluralis, Integrasi, Pendidikan, Indonesia. 1. Pendahuluan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang memiliki keragaman budaya, agama dan suku bangsa. Keberadaan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural merupakan berkah dan kekayaan yang patut disyukuri. Pluralisme merupakan satu pandangan hidup atau sikap kemasyarakatan yang mengutamakan sifat kemajemukan atau keanekaragaman dalam kehidupan manusia. Dengan mengambil kenyataan bahwa dalam kehidupan terdapat berbagai perbedaan, mereka yang berpaham pluralisme menganggap bahwa setiap perbedaan itu harus mendapat pengakuan sebagai entitas yang otonom dan memperoleh penilaian yang sama. Buat bangsa Indonesia pluralisme bukan barang baru. Sudah sejak permulaan abad ke 20 ketika terjadi kebangkitan nasional, kemajemukan menjadi isu yang menonjol. Tidak sedikit pakar ilmu sosial Barat mengatakan bahwa Indonesia adalah hal yang artifisial. Mereka beranggapan bahwa yang ada secara nyata adalah entitas-entitas etnik dengan budayanya masingmasing yang berbeda. Yang menamakan diri Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh 77

1 st Annual International Seminar on Education 2015 SEMINAR PROCEEDINGS Indonesia hakikatnya kemajemukan berupa banyak entitas budaya yang berbeda satu sama lain. Ditambah dengan kemajemukan yang disebabkan oleh perbedaan agama yang cukup banyak. Sebab itu para pakar itu tidak percaya Indonesia akan terus ada dan hanya ada karena ada niat melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Begitu penjajahan Belanda berakhir, apa yang menamakan diri Indonesia akan ambyar seperti pasir kering, kata mereka. Adalah memang kenyataan bahwa di bumi Indonesia hidup berbagai satuan etnik dengan budayanya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Namun terbukti bahwa perjuangan kebangsaan bangsa Indonesia berhasil mewujudkan entitas Indonesia berupa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menunjukkan vitalitasnya dengan usianya yang lebih dari 60 tahun. Dengan begitu menolak pendapat para pakar Barat itu. Sekalipun ada pihak-pihak yang menginginkan Indonesia berakhir eksistensinya, pertama penjajah Belanda dengan dukungan berbagai pihak luar negeri dan banyak orang Indonesia, namun terbukti RI yang merdeka tetap survive dan tidak ada indikasi akan berakhir eksistensinya. Indonesia terdiri dari banyak entitas dengan budayanya masing-masing, yaitu Indonesia merupakan kesatuan dalam kemajemukan. Perjuangan kebangsaan telah berhasil karena didukung semboyan Bhinneka Tunggal Ika atau Kesatuan dalam Perbedaan yang dicanangkan semua pihak yang ingin Indonesia menjadi negara dan bangsa yang merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa Pluralisme mengandung kebenaran bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi Pluralisme tidak dapat dan tidak boleh berdiri sendiri kalau Indonesia hendak hidup sepanjang zaman. Di samping Pluralisme harus selalu ada paham Kebersamaan. Keberhasilan meruntuhkan penjajahan Belanda menunjukkan sikap Kebersamaan dari semua unsur bangsa yang majemuk sebagai implementasi dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa didampingi paham Kebersamaan Pluralisme dapat menimbulkan niat, gerak dan usaha yang aneka ragam arahnya dan tujuannya. Hal itu telah dimanfaatkan penjajah Belanda ketika membentuk berbagai negara untuk setiap satuan etnik, seperti Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan, dan lainnya. Usaha Belanda itu bermaksud merangsang ambisi setiap etnik, sehingga tidak terbentuk usaha kebersamaan. Sekali gus hal itu digunakan untuk merongrong Semangat Kebangsaan yang digelorakan para pejuang yang berhasil membentuk Republik Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun, di sisi lain, perlu disadari bahwa aspek pluralitas tersebut menjadikan bangsa ini juga rentan terhadap ancaman disintegrasi bangsa. Berbagai bentuk gejala dan fenomena disintegrasi sosial dan disintegrasi bangsa semakin tampak di permukaan. Apakah sesungguhnya hakikat pluralitas tersebut beserta implikasi yang menyertainya? Tulisan ini mengkaji pandangan Islam tentang pluralism dan kontribusi pendidikan Islam dalam memperkokoh integrasi bangsa. 2. Islam dan Pluralisme Kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Kata ini diduga berasal dari bahasa Latin, plures, yang berarti beberapa dengan implikasi perbedaan. Dari asal-usul kata ini diketahui bahwa pluralisme agama tidak menghendaki keseragaman bentuk agama. Sebab, ketika keseragaman sudah terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama (religious plurality). Keseragaman itu sesuatu yang mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya Tuhanmu berkehendak niscaya kalian akan dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak identik dengan model beragama secara eklektik, yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam suatu agama dan membuang sebagiannya untuk 78 Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh

SEMINAR PROCEEDINGS 1 st Annual International Seminar on Education 2015 kemudian mengambil bagian yang lain dalam agama lain dan membuang bagian yang tak relevan dari agama yang lain itu. Pluralisme agama tidak hendak menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Frans Magnismemandang pluralitas agama sebagai kemungkaran yang harus dibasmi. Dinyatakan secara optimis, karena kemajemukan agama itu sesungguhnya sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan kebaikan di bumi. Suseno (2010) berpendapat bahwa menghormati Dalam hubungannya dengan pluralitas agama orang lain tidak ada hubungannya dengan agama, Islam menetapkan prinsip saling ucapan bahwa semua agama adalah sama. Agamaagama jelas berbeda-beda satu sama lain. Perbedaanperbedaan syariat yang menyertai agama-agama menunjukkan bahwa agama tidaklah sama. Setiap agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri sehingga tak mungkin semua agama menjadi sebangun dan sama persis. Yang dikehendaki dari menghormati dan saling mengakui eksistensi masing-masing.(abdullah Idi & Toto Suharto: 2006) Ketika kita membicarakan toleransi dan pluralisme dalam Islam, ada satu rujukan tradisi Islam klasik yang patut kita jadikan studi. Yaitu yang kita kenal dengan Piagam Madinah, meskipun dalam bentuk yang sederhana, tetapi piagam tersebut telah gagasan pluralisme agama adalah adanya menjamin sebuah kebebasan kepada pemeluk pengakuan secara aktif terhadap agama lain. Agama lain ada sebagaimana keberadaan agama yang dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya hak hidup. Nurcholish Madjid menegaskan, pluralisme agama berbeda untuk menjalankan keyakinannya sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing (M. Imdadun Rahmat: 2003). Untuk menuju Indonesia masa depan dengan semakin kompleksnya pluralitas dalam berbagai tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia aspek kehidupan berbangsa, Islam perlu mengakui hak kelompok agama lain untuk ada, melainkan juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar dikembangkan sebagai agama rahmatan lil alamin (yang mendatangkan rahmat bagi alam semesta). Melalui kehadirannya sebagai rahmatan lil alamin, perdamaian dan saling menghormati. Allah pluralitas agama dapat dikembangkan menjadi berfirman, Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi dalam urusan agama dan bagian dari proses pengayaan spiritual dan penguatan moralitas universal. Tanpa kesediaan umat Islam untuk menerima pluralitas keagamaan, tidak pula mengusir kamu dari negerimu. konflik dan pertentangan internal maupun Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang eksternal sangat mudah muncul. berlaku adil.(qs. al-mumtahanah [60]: ayat 8). Paparan di atas menyampaikan pada suatu pengertian sederhana bahwa pluralisme agama 3. Pluralitas Agama di Indonesia Keanekaragaman (pluralitas) agama yang adalah suatu sistem nilai yang memandang hidup di Indonesia, termasuk di dalamnya keberagaman atau kemajemukan agama secara positif sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai keanekaragaman paham keagamaan yang ada di dalam tubuh intern umat beragama adalah kenyataan (sunnatullâh) dan berupaya untuk berbuat merupakan kenyataan yang tidak dapat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu. disangkal oleh siapa pun. Proses munculnya Dikatakan secara positif, agar umat beragama tidak pluralitas agama di Indonesia dapat diamati Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh 79

1 st Annual International Seminar on Education 2015 SEMINAR PROCEEDINGS secara empiris historis. Secara kronologis dapat disebutkan bahwa dalam wilayah kepulauan nusantara, hanya agama Hindu dan Budha yang dahulu dipeluk oleh masyarakat, terutama di pulau Jawa. Candi Prambanan dan candi Borobudur adalah saksi sejarah yang paling otentik. Kenyataan demikian tidak menepikan tumbuh berkembangnya budaya animisme dan dinamisme, baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa. Ketika penyebaran agama Islam lewat jalan perdagangan sampai di kepulauan Nusantara, maka proses perubahan pemelukan (conversi) agama secara bertahap berlangsung. Proses penyebaran dan pemelukan agama Islam di kepulauan Nusantara yang berlangsung secara massif dan dengan jalan damai tersebut sempat dicatat oleh Marshall Hudgson sebagai prestasi sejarah dan budaya yang amat sangat mengagumkan (M. Amin Abdullah: 2004). Islam bukannya agama terakhir yang masuk di wilayah kepulauan Nusantara. Ketika kepulauan Nusantara memasuki era penjajahan Eropa, terutama penjajahan Belanda, sekitar abad 16, agama Kristen Protestan dan agama Kristen Katolik juga ikut menyebar secara luas. Semula penyebaran itu berpusat di wilayah nusantara di luar pulau Jawa, dan baru abad ke 18 mulai ke wilayah pulau Jawa secara lebih luas. Dalam sensus Nasional, tercatat hanya ada lima agama besar dunia, yaitu agama Hindu, Budha, Islam, Kristen Protestan dan Kristen katolik, yang tumbuh subur berkembang di Indonesia (M. Amin Abdullah: 2004). Indonesia sebagai Negara bekas jajahan Belanda selama (secara bervariasi) 350 tahun, tetap dapat mempertahankan budaya tanpa sedikit pun kehilangan identitas, meskipun ada unsur-unsur budaya Barat yang ikut memperkaya. Dalam perjalanan sejarah yang dialami bangsa Indonesia terutama dalam pembinaan moral bangsa, perlu dilakukan deteksi budaya Islam yang ikut membina moral bangsa Indonesia. Seperti halnya bangsa Mikronesia, Polenesia, dan Melanesia yang pada awal pertama pertumbuhannya memeluk agama veteisme, animisme, dinamisme, dan politheisme, bangsa Indonesia merupakan contoh evolusi budaya yang patut digali secara cermat karena Indonesia pernah mengalami zaman Hindu-Budha yang kemudian diisi dengan Islam serta dilanda dengan arus missie dan zondig di zaman penjajahan. Yang menarik, unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan tersingkir dengan sendirinya, sedangkan yang baik yang mengandung unsurunsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara berdampingan yaitu, hidup secara unity in diversity (M. Abdul Karim: 2007). Hal di atas didasarkan pada pandangan bahwa Islam merupakan agama universal dan fitrah yang memuliakan seluruh manusia. Mengenai pluralisme kebenaran, Zuly Qodir (2006) mengutip pendapat Madjid, berpendapat bahwa cita-cita keislaman di Indonesia adalah sama dengan cita-cita manusia Indonesia secara keseluruhan. Hal ini sangat sesuai dengan cita-cita universal Islam. Sebab itu, sistem politik yang sebaiknya diterapkan di Indonesia adalah sistem yang tidak mengabaikan umat di luar Islam, tetapi harus memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sikap memberikan kebaikan kepada semua orang merupakan watak inklusif Islam. Kenyataan bahwa sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam merupakan suatu dukungan, karena Islam adalah agama yang pengalamannya dalam melaksanakan toleransi dan pluralisme adalah unik dalam sejarah 80 Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh

SEMINAR PROCEEDINGS 1 st Annual International Seminar on Education 2015 agama-agama. Sampai sekarang bukti hal ini tampak jelas dan nyata dalam berbagai masyarakat dunia; di mana agama Islam merupakan anutan mayoritas, agama-agama lain tidak mengalami kesulitan berarti; namun sebaliknya jika dalam sebuah negeri, di mana umat Islam menjadi minoritas, maka umat Islam senantiasa mengalami yang tidak kecil, kecuali Negara-negara demokratis Barat. Di sana umat Islam sejauh ini masih memperoleh kebebasan beragama yang menjadi hak mereka. Sebagai agama yang berwatak inklusif, Islam pada asalnya merupakan umat penengah, sehingga sebagai mayoritas Islam menghargai umat minoritas, sebagaimana ditunjukkan dalam kitab suci tentang penghormatannya pada Yahudi dan Nasrani. Cirri-ciri inklusivitas dalam teologi Islam ditunjukkan dengan adanya ajaran Islam yang bersifat terbuka (open religious). Dengan prinsip ini sebenarnya Islam menolak ekslusivisme dan absolutism, sehingga sangat jelas memberikan apresiasi yang tinggi terhadap pluralisme (Zuly Qodir: 2006). Dengan memegang prinsip teologi inklusif, sesungguhnya yang hendak disuguhkan kepada kita adalah sikap toleransi dari Islam kepada agamaagama di luar Islam. Islam sangat menghormati adanya kebebasan beragama. Hal ini ditunjukkan dalam doktrin kitab suci tentang adanya larangan pemaksaan dalam beragama. Dalam hal toleransi agama yang ditunjukkan Islam, Zuly Qodir (2006) mengutip pendapat Madjid, berpendapat: Tanpa mengurangi keyakinan seorang muslim akan kebenaran agamanya (hal yang dengan sendirinya menjadi tuntutan dan kemestian seorang pemeluk agama suatu sistem keyakinan), sikap-sikap unik Islam dalam hubungan antaragama itu adalah toleransi, kebebasan, keterbukaan, kewajaran, keadilan, dan kejujuran (fairness). Prinsip-prinsip itu tampak jelas pada sikap dasar sebagian besar umat Islam sampai sekarang, namun lebih-lebih lagi sangat fenomenal pada generasi kaum muslim klasik. Pandangan Madjid tentang pluralisme agama dan toleransi, sangat jelas disandarkan pada kebenaran ajaran kitab suci dan pengalamanpengalaman generasi klasik Islam. Adanya kaum minoritas dalam sebuah negeri yang mayoritas Islam dan mereka bebas beribadah, bebas memeluk agamanya, adalah wujud dari toleransi yang ada dalam Islam dan harus dihadirkan oleh umat Islam sebagai mediator, sebagai umat penengah dan terbuka, sesuai prinsip teologi inklusif. Kebebasan beragama dalam pandangan Madjid merupakan kebebasan paling fundamental dalam urusan sosiopolitik kehidupan umat manusia. Ajaran agama sesungguhnya adalah ajaran yang paling benar, namun dalam hal ini mungkin tidak dapat dipaksakan kepada seseorang. Nabi Muhammad Saw sendiri selalu diingatkan bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan pesan-pesan Allah SWT dan tidak berhak memaksa seseorang untuk beriman dan mengikutinya. Kerukunan umat beragama di Negara Indonesia yang selama sedang berjalan dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia, sedang menjadi kajian serta telaah, bahkan kekaguman, bagi para pengamat dari mancanegara dan belahan dunia lainnya. Sehingga apa yang telah kita capai saat ini perlu terus dijaga dengan sebaik mungkin sehingga pluralitas agama di Indonesia tetap berjalan seperti yang diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pada akhirnya umat beragama tidak memandang pluralitas agama sebagai kemungkaran yang harus dibasmi, karena kemajemukan agama itu sesungguhnya sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan kebaikan di bumi. Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh 81

1 st Annual International Seminar on Education 2015 SEMINAR PROCEEDINGS Ada tiga ukhuwah yang patut kita cermati dalam hal pluralitas agama dan integrasi Bangsa. Pertama, ukhuwah ubudiah yaitu persaudaraan internal umat Islam. Kedua, ukhuwah basyariah atau insaniah, yaitu persaudaraan antar-sesama manusia. Ketiga, ukhuwah wathaniah yaitu ukhuwah yang berlandaskan kebangsaan. Ketiga macam ukhuwah ini tidak bisa dipertentangkan antara yang satu dan yang lain, karena ketiga-tiganya harus mengiringi kehidupan dalam berbangsa. Mencermati hubungan internal umat Islam, ada konsep yang harus diperhatikan, yaitu konsep syahadat. Umat Islam yang benar-benar meyakini kalimat syahadat dan kalimat tauhid La Ilaha Illallah harus yakin bahwa hanya satu hakikat Yang Mutlak, Yang Maha Benar, Yang Maha Bijak, dan Yang Maha Tinggi, yaitu Allah Ta ala. Akan tetapi, konsep Syahadat harus mempunyai implikasi sosial. Artinya bahwa selain Allah SWT tidak ada kebenaran Mutlak. Dengan demikian, orang lain pun punya potensi untuk benar, dan punya cara tertentu untuk memperoleh kebenaran. Artinya bahwa hakikat keimanan seseorang juga harus diejawantahkan dalam kehidupan sosial. Dalam beragama yang kita perlukan adalah kesadaran beragama bukan hanya dari orang tua saja atau pun pemaksaan, tetapi kita sadar betul bahwa ada sebuah cara untuk mengekspresikan ajaran kita. Kalau memang kita meyakini Islam ini memang benar, mari kita jalankan Islam ini secara Kaffah. Seyogyanya umat Islam harus memahami konsep syahadah atau konsep tauhid, jangan hanya beriman kepada Allah SWT, tetapi mengesampingkan persoalan-persoalan sosial. 4. Pendidikan Islam dan Integrasi Bangsa Tidak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme dan agama di masyarakat kita masih termasuk dalam agenda kegiatan kegiatan nasional yang menyita banyak energi. Agenda tersebut memang menjadi kenyataan fundamental perihal keberagaman di era global, yang kemudian menjadi melatari hubungan baru antara doktrin keagamaan dan doktrin nasionalisme. Masalah tersebut semakin mengkristal ketika dikaitkan dengan fenomena meletusnya berbagai kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam beberapa tahun semenjak 1996. Padahal, nasionalisme dipandang sebagai pemersatu pluralitas latar belakang kultural dan agama agar terbentuk suatu mozaik yang indah. Keberagamaan yang ada tampak sudah menjadi realitas yang tidak dapat ditolak. Salah satu cara untuk menopang kelestarian nasionalisme adalah perlunya pengembangan budaya inklusivisme dalam berbagai agama. Melalui paham itu, di satu sisi, seseorang diharapkan dapat meyakini bahwa agama yang dianutnya yang paling benar, dan disisi lain, secara bersamaan dapat bersikap toleran dan bersahabat dengan pemeluk agama lain. Melalui pemeliharaan nasionalisme bangsa yang demikian itu, integrasi bangsa dapat dipertahankan (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Integrasi bangsa adalah hal yang berbeda dari integrasi sosial. Integrasi bangsa menunjuk pada keutuhan bangsa dalam konteks hubungannya dengan bangsa atau Negara lain; sedangkan integrasi sosial merupakan keutuhan internal masyarakat dalam suatu Negara. Meskipun demikian, kedua corak integrasi tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Integrasi bangsa hanya aka nada bila integrasi sosial telah tercipta lebih dahulu. Berbagai peristiwa sosial politik yang dialami bangsa Indonesia pada dekade terakhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 merupakan permasalahan keduanya, yakni masalah integrasi bangsa dan integrasi sosial. Praktik Pendidikan Islam di tanah air pada dasarnya memiliki andil besar dalam penguatan 82 Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh

SEMINAR PROCEEDINGS 1 st Annual International Seminar on Education 2015 integrasi bangsa. Untuk memahami peran pendidikan Islam di Indonesia dalam memperkokoh integrasi bangsa di masa depan, perlu kiranya melihat prestasi dan kondisi pada masa sebelumnya. Adalah suatu sikap arif bahwa selain melihat sisi kelebihan dan keberhasilan, perlu pula diungkapkan kelemahan dan kegagalan pendidikan nasional maupun pendidikan Islam (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Ada sejumlah kegagalan yang dialami pendidikan nasional maupun pendidikan Islam, yakni sebagai berikut: Pertama, Kegagalan dalam menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas. Dalam laporan UNDP mengenai Human Development Index (HDI) 1998 dan 1999, Indonesia berada pada urutan ke- 109, sedangkan pada periode sebelumnya Indonesia berada pada urutan ke- 105. Rangking HDI Indonesia tersebut diperkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan mengingat hingga saat ini Indonesia belum keluar dari krisis. Padahal tanpa tersedianya SDM yang berkualitas, maka suatu bangsa akan mengalami kesulitan untuk mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu banyaknya di bumi Pertiwi ini demi kemakmuran masyarakatnya. Kedua, kegagalan pendidikan dalam menghindari ancaman disintegrasi bangsa. Kerusuhan sosial SARA telah terjadi di berbagai daerah, seperti Aceh, Maluku, Poso dan masih banyak lagi. Jika dikaji lebih seksama, kasus-kasus tersebut sebenarnya dapat dipandang sebagai kegagalan pendidikan untuk mengaplikasikan tujuan filosofisnya ke dalam realitas masyarakat plural. Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa penyebab utama dari konflik atau kerusuhan sosial tersebut terkait erat dengan kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik di tengah masyarakat. Hal itu sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari pembagian kekuasaan yang timpang antara Jakarta dan luar Jakarta, antara Jawa dan luar Jawa. Ketiga, kegagalan pendidikan dalam menghasilkan warga Negara yang berakhlak. Keempat, kegagalan untuk mendorong tingkat partisipasi pendidikan, dan yang kelima, kegagalan menekan secara signifikan tingkat pengangguran, termasuk di dalamnya pengangguran terdidik, muncul sebagai dampak krisis ekonomi yang melemahkan kurs rupiah terhadap dollar AS. Akibatnya banyak perusahaan dan pabrik yang tutup dan bank-bank yang dilikuidasi. Bertolak dari realitas sosial sebagai indikasi kegagalan pendidikan nasional dan pendidikan Islam di atas, maka prioritas yang harus dilakukan ke depan adalah perlunya lebih memfokuskan pengelolaan pendidikan nasional tanpa mengesampingkan sektor-sektor lainnya- secara terencana, terprogram, dan profesional. Di samping itu, pendidikan Islam perlu menyiapkan diri dan proaktif merespons gejala perkembangan zaman agar dapat memberikan output berkualitas yang memiliki pengetahuan, teknologi, dan sains agama, serta mampu berkompetisi dengan bangsa lain dalam era perdagangan bebas (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Upaya untuk memperkokoh integrasi bangsa melalui sumbangan pendidikan Islam perlu dimulai dari pemahaman konteks normatif-teoritis maupun aplikatif-realistis. Maksudnya, konsep normative pendidikan Islam yang sangat menjunjung tinggi pluralism harus diwujudkan dalam konteks praktis, aplikatif, dan realistis. Atau setidaknya, kesenjangan antara tataran konseptual (normatif-teoritis) dan tataran aplikatif-praktis jangan sampai terlalu signifikan. Pasalnya, jika realitas kehidupan di masyarakat kurang kondusif, maka integrasi bangsa yang diharapkan muskil untuk diwujudkan. Oleh karena itu, dengan berpijak pada kondisi realitas masyarakat Indonesia yang hingga kini belum keluar dari multi-krisis, maka upaya pembenahan pendidikan nasional maupun pendidikan Islam perlu menjadi prioritas (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006). Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh 83

1 st Annual International Seminar on Education 2015 SEMINAR PROCEEDINGS Memiliki suatu keyakinan dan harapan untuk dapat keluar dari kemelut multi-krisis merupakan suatu keharusan. Ali bin Abi Thalib RA (sahabat Rasulullah) memiliki suatu himbauan: didiklah anak-anak kalian tidak seperti yang dididikkan kepada kalian sendiri, sebab mereka adalah generasi yang hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kalian. Implikasi penting dari uraian itu adalah, ketika hendak menggagas masa depan pendidikan Islam maka setidaknya ada dua hal yang mesti menjadi kepedulian. Pertama, menyangkut permasalahan substantif-filosofis pendidikan Islam, yakni tujuan dilaksanakannya pendidikan Islam. Tujuan filosofis dari pendidikan nasional adalah untuk menciptakan manusia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan seperti itu memiliki relevansi yang sangat erat dan memiliki sejumlah persamaan dengan tujuan pendidikan Islam, yakni menciptakan manusia seutuhnya, (alinsan al-kamil). Tujuan pendidikan Islam memiliki dimensi yang luas dan tidak bersifat dikotomis terhadap pendidikan umum. Sains atau pengetahuan yang dimiliki umat manusia, selagi membawa kemaslahatan bersama, dapat dikatakan sebagai tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang universal dalam tataran aplikatif pada suatu kerangka kebijakan dan strategi yang jelas guna membentuk al-insan al-kamil. Kedua, perlunya peningkatan anggaran. jika dilihat dari persentase anggaran pendidikan terhadap total anggaran Negara, sangat beralasan jika tingkat SDM bangsa Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan SDM (Sumber Daya Manusia) Negara-negara tetangga. Di sisi lain, rendahnya anggaran pendidikan nasional sudah barang tentu menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan nasional. Oleh karena itu, pada tahuntahun mendatang, anggaran pendidikan nasional diharapkan dapat terus ditingkatkan, seiring dengan pembenahan aspek-aspek lain yang berkaitan dengannya, sehingga pendidikan nasional kita bisa bersaing dengan Negara-negara di Asia maupun dunia Internasional. 5. Penutup Pada prinsipnya, Islam secara normatifteoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal itu merupakan suatu modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia di mana Islam merupakan agama mayoritas. Meski demikian, dalam konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut harus pula dilihat secara realistis dari sisi aplikatifnya di tengah masyarakat. Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam memberi kontribusi bagi integrasi bangsa di masa depan. Mengingat persoalan integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan berbangsa, maka perhatian penting pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan kegagalan pendidikan Islam pada masa lalu perlu menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatifteoritik pendidikan Islam yang peduli pada pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat pada realitas-aktual kehidupan bangsa Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini. Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana diajarkan ajaran Islam. 84 Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh

SEMINAR PROCEEDINGS 1 st Annual International Seminar on Education 2015 Daftar Pustaka Abdullah, M. Amin (2004). Studi Agama Normativitas dan Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Idi, Abdullah dan Suharto, Toto (2006). Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. Karim,M. Abdul. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007 Qodir, Zuly (2006). Pembaharuan Pemikiran Islam Wacana dan Aksi Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahmat, M. Imdadun et. al. (2003), Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, Jakarta: Erlangga. Undang-undang Nomor: 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992 Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh 85

1 st Annual International Seminar on Education 2015 SEMINAR PROCEEDINGS 86 Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh