BAB II TINJAUN PUSTAKA. skunder, psikologis dan pola identifikasi dari masa kanak-kanak ke dewasa, serta masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN TEORI

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERMASALAHANNYA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

PERKEMBANGAN AFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB II LANDASAN TEORI

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

EMOSI DAN SUASANA HATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. biasanya seseorang menjadi mahasiswa pada kisaran usia tahun. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL & PROSES ADAPTASI REMAJA. Asmika Madjri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

Transkripsi:

BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan suatu masa ketika individu mengalami perkembangan seksual skunder, psikologis dan pola identifikasi dari masa kanak-kanak ke dewasa, serta masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri. Masa tumbuh remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak dan masa dewasa, yang selalu dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak juga termasuk golongan dewasa (Agung, 2015). Remaja secara psikologis merupakan suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar (Ali & Asrori, 2015). Masa remaja sering disebut masa bergelombang atau masa perpindahan dari masa anak ke masa remaja. Adapun perubahan tanda-tanda psikologi dari perkembangan remaja yaitu sering merasa gelisah, resah dan mengalami konflik batin terhadap orang tua, minat yang meluas, pergaulan, dan mulai berkelompok tetapi sering mengalami perasaan yang asing, dan mulai mengenal lawan jenis atau pacaran dan akan mengalami prestasi dalam sekolah mulai tidak stabil (Widyatun, 2009). 10

11 2.1.2 Ciri Kejiwaan dan Psikososial Teori perkembangan psikososial menurut Erikson (dalam Wong, 2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Perkembanggan psikososial pada remaja menurut Erikson (dalam Wong, 2009) dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu: 1. Usia Remaja Muda (12-15 Tahun) a. Sikap protes terhadap orang tua. Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orang tuanya, sehingga sering menunjukan sikap protes terhadap orang tua. Mereka berusaha mencari identitas diri dan disertai dengan menjauhkan diri dari orang tuanya. Dalam uapaya pencarian identitas diri, remaja cenderung melihat kepada tokohtokoh diluar lingkungan keluarganya, yaitu : guru, figur ideal yang terdapat di film, atau tokoh idola. b. Preokuptasi dengan badan sendiri. Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat sekali. Perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja. c. Kesetiakawanan dengan kelompok seusia. Para remaja pada kelompok umur ini merasakan keterikatan dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok senasip. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial. d. Kemampuan berpikir secara abstrak. Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembangn dan di manifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan diri.

12 e. Perilaku yang labil dan berubah-ubah Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada suwaktu-waktu tampak tanggung jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Remaja merasa cemas akan perubahan dalam dirinya. Perilaku demikian menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang memerlukan pengertian dan penanganan yang bijaksana. 2. Usia Remaja Penuh (16-19 Tahun) Sarwono (2010) Remaja akan berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Remaja mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak ke masa dewasa dan akan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh ke dalam keadaan yang lebih mandiri. Pada tahap remaja usia penuh pada umumnya remaja mengalami hal-hal sebagai berikut : a. Kebebasan dari orang tua. Dorongan untuk menjauhkan diri dari orang tua menjadi realitas bagi remaja. Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil. b. Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas. Seringkali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita-cita masa depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi atau langsung bekerja untuk mencari nafkah. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap,

13 remaja akan memulai menyusun nilai-nilai moral dan etis yang sesuai dengan cita-citanya. c. Pengembangan hubungan pribadi yang labil. Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan terbentuknya kestabilan diri remaja. Penghargaan kembali yang akan di berikan kepada orang tua dalam kedudukan yang sejajar (Krori, 2011). 3. Masa Transisi Remaja Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan di alami. Masa transisi tersebut menurut gunarsa (1978) dalam disertai PKBI (2000) adalah sebagai berikut: a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh. Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten (Santrock, 2003) b. Transisi dalam kehidupan emosi. Perubahan hormonal dalam tubuh dalam remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun dan sedih, tetapi dilain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah (Santrock, 2003) c. Transisi dalam kehidupan sosial. Lingkungan sosial anak semakin bergeser keluar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan

14 pada teman sebaya merupakan upaya remaja untk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga) (Santrock, 2003). d. Transisi dalam nilai-nilai moral. Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang di anutnya dan menuju nilai-nilai yang di anut orang dewasa. Saat ini remaja mulai merugikan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri (Bertens, 2007). e. Transisi dalam pemahaman. Remaja mengalami perkembangn kognitif yang besar sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak (Santrock, 2003). Masa remaja menurut Wong dan Hockenberry (2003) dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Fase remaja awal (Early Adolescent) pada Usia 11-14 tahun. Remaja dikarakteristikan sebagai awal perubahan pada pubertas dan mengalami perubahan respon atau perilaku. Seorang remaja pada tahap ini masih terheran heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti orang dewasa (Sarwono, 2006). 2. Fase remaja pertengahan (Middle adolescent) pada usia 15-17 tahun. Remaja dikarakteristikan dengan transisi atau peralihan yang berorientasi atau lebih

15 dominan terhadap kawan atau pekerjaan rumah seperti bermusik, cara menggunakan pakaian, berbahasa dan perilaku pada seseorang. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senag kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narastic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis (Sarwono, 2012). 3. Fase remaja akhir (Late adolescent) pada usia 18-20 tahun. Remaja juga dikarakteristikan dengan perubahan menuju kedewasaan untuk mendapatkan peran, memulai pekerjaan, dan perkembangan seperti orang dewasa. Pada tahap ini, remaja ditandai dengan mencapai beberapa hal seperti: 1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya ( private self ) dan masyarakat umum (the public ).

16 2.1.3 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja. Deskripsi tugas perkembangan berisi harapan lingkungan yang merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja antara lain : 1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas- tugas tersebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukkan pada hal ini adalah bahwa remaja muda akan meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku (Hurlock, 2001) 2. Mencapai peran sosial pria dan wanita Perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat sebagai akibat perubahan usia kematangan yang menjadi delapan belas tahun, menyebabkan banyak tekanan yang menganggu para remaja (Desmita, 2008) 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanakkanak mereka telah mengagungkan konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk

17 mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Desmita, 2013) 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah mempunyai banyak kesulitan bagi laki-laki; mereka telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanakkanak. Tetapi halnya berbeda bagi anak perempuan. Sebagai anak-anak, mereka diperbolehkan bahkan didorong untuk memainkan peran sederajat, sehingga usaha untuk mempelajari peran feminin dewasa yang diakui masyarakat dan menerima peran tersebut, seringkali merupakan tugas pokok yang memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun (Santrock, 2007). 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain merupakan tugas perkembangan yang mudah. Namun, kemandirian emosi tidaklah sama dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya tidak meyakinkan atau yang kurang memiliki hubungan yang akrab dengan anggota kelompok (Santrock, 2003). 6. Mempersiapkan karier ekonomi Kemandirian ekonomi tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Kalau remaja memilih pekerjaan yang memerlukan periode pelatihan yang lama, tidak ada jaminan untuk memperoleh

18 kemandirian ekonomi bilamana mereka secara resmi menjadi dewasa nantinya. Secara ekonomi mereka masih harus tergantung selama beberapa tahun sampai pelatihan yang diperlukan untuk bekerja selesai dijalani (Ali & Asrori, 2009) 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga Kecenderungan perkawinan muda menyebabkan persiapan perkawinan merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun- tahun remaja. Meskipun tabu sosial mengenai perilaku seksual yang berangsur-ansur mengendur dapat mempermudah persiapan perkawinan dalam aspek seksual, tetapi aspek perkawinan yang lain hanya sedikit yang dipersiapkan. Kurangnya persiapan ini merupakan salah satu penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh remaja dibawa ke masa remaja (Hurlock, 2001) 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi Sekolah dan pendidikan tinggi mencoba untuk membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai dewasa, orang tua berperan banyak dalam perkembangan ini. Namun bila nilai-nilai dewasa bertentangan dengan teman sebaya, masa remaja harus memilih yang terakhir bila mengharap dukungan teman-teman yang menentukan kehidupan sosial mereka. Sebagian remaja ingin diterima oleh teman-temannya, tetapi hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak bertanggung jawab (Krori, 2011).

19 2.1.4 Tujuan Perkembangan Remaja Dalam membahas tujuan tugas perkembangan remaja, ada pengklasifikasikannya ke dalam beberapa kategori, yaitu perkembangan pribadi, fisik remaja, kognitif, dan moral. Penjelasan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perkembangan Pribadi Perkembangan pribadi diantaranya terkait dengan 1) keterampilan kognitif dan non kognitif yang dibutuhkan agar dapat mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu, 2) kecakapan dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah pribadi secara efektif, 3) kecakapan-kecakapan sebagai seorang pengguna kekayaan kultural dan peradapan bangsa, dan 4) kecakapan untuk dapat terikat dalam suatu keterlibatan yang intensif pada suatu kegiatan. 2. Perkembangan Fisik Perubahan fisik yang terjadi pada remaja ditandai dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas (Potter & Perry, 2007). Pada periode pubertas terjadi beberapa perubahan, perubahan yang paling nyata yaitu tanda tanda kematangan seksual serta peningkatan tinggi dan berat badan (Santrock, 2011). Pada remaja perempuan terjadi peningkatan tinggi badan 5 20 cm dan peningkatan berat badan sekitar 7 27,5 kg sedangkan pada laki laki mengalami peningkatan tinggi badan sekitar 10 30 cm dan peningkatan berat badan 7 32,5 kg (Dacey & Traves, 2004 ). Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon gonadotrophins atau gonadotrophin hormones yang berhubungan dengan pertumbuhan Folicle stimulation hormone ( FSH ) dan leteunizing hormone ( LH ). Pada remaja wanita, kedua hormon tersebut merangsang perkembangan dua jenis

20 hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progesteron. Sedangkan pada laki laki, pada masa remaja gonadotrophin hormones mulai ada dalam air seni. Hormon inilah yang yang bertanggung jawab pada pertumbuhan tanda tanda seksual dan pertanggung jawab penuh dalam produksi sel sel telur dan spermatozoa. Perkembangan yang secara cepat dari hormon hormon tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sistem biologi pada anak remaja. Pada anak perempuan, perubahan yang pertama terjadi adalah terbentuknya payudarah kemudian diikuti tumbuhnya rambut pubis dan ketiak dan menarke yaitu periode menstruasi pertama (Potter & Perry, 2005). Menstruasi merupakan pertanda bahwa sistem reproduksi sudah matang pada remaja putri. Selain perubahan fisik yang dapat diamati langsung, terdapat bagian tubuh dari remaja yang juga mengalami perkembangan. Bagian tubuh tersebut adalah otak. Bersamaan dengan seluruh tubuh, otak berubah selama masa remaja. bagian otak yang mengalami perubahan selama masa remaja yaitu bagian korpus kalosum, korteks prefrontal dan amigdala. Korpus kalosum merupakan serat serat yang menghubungkan belahan otak kiri dan kanan, dimana pada masa remaja serat serat tersebut mengalami penebalan dan perubahan tersebut meningkatkan kemampuan remaja memproses informasi atau stimulus (Santrock, 2011). Amigdala merupakan pusat pengaturan emosi, area ini berkembang secara cepat sebelum area lainnya yang membantu untuk mengontrolnya sedangkan kortek prefrontal merupakan wilayah yang terlibat dalam penalaran, pengambilan keputusan dan pengendalian diri.

21 3. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif remaja berada pada tahap operasional formal. Tahap ini merupakan tahap yang paling tinggi dalam perkembangan kognitif individu, dimana remaja mempunyai kemampuan untuk memanipulasi informasi dan mempunyai pemikiran yang luas. Pada masa remaja, proses pembentukan gambaran tubuh sudah diikuti dengan proses kognisi. Proses kognisi tersebut berupa pemikiran dan keinginan untuk mengidentifikasi diri sesuai dengan tokoh idolanya. Proses pembentukan gambaran tubuh pada masa remaja ke dalam diri merupakan bagian dari tugas perkembangan yang sangat penting. Perubahan kognitif yang paling penting pada masa remaja adalah peningkatan perfunsian eksekutif yang melibatkan aktivitas kognitif tingkat tinggi seperti penalaran, pengambilan keputusan, dan pemantauan berpikir kritis (Kuhn, 2009). Menurut dalam Jahja, 2012), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif me reka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru (Piaget dalam Santrock, 2001). Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin abstrak (remaja

22 berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tent ang apa yang mungkin. Mereka berpikir tentang ciri- ciri ideal diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; sert a cenderung menginterpretas ikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002). 4. Perkembangan Moral Menurut Bertens (2007) Moral adalah keadaan nilai-nilai moral dalam hubungan dengan kelompok sosial. Moral sendiri berasal dari kata latin yaitu Mores yang berarti tata cara dalam kehidupan, ajaran tentang baik atau buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta sesuatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku. Pesatnya pertumbuhan remaja ini berbanding lurus dengan permasalahan yang terjadi pada remaja. Fenomena perilaku remaja yang bersifat negatif banyak ditemui di lingkungan masyarakat. Hal ini dapat didukung dengan munculnya isu moral yang terjadi pada remaja di kehidupan masyarakat.banyak sekali pelanggaran moral yang dilakukan oleh remaja telah mengganggu keharmonisan di kehidpuan masyarakat disekitarnya seperti penganiayaan, pencurian, penipuan, pengeroyokan,

23 pengerusakan, pemerasan, sampai dengan pelanggaran moral seperti pornografi, narkoba dan sebagainya. Perkembangan dalam aspek moralitas sangat penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya terhadap sosial, mengembangkan hubungan personal yang harmonis dan menghindari konflikkonflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi.penalaran moral bukan suatu yang baik atau buruk melainkan bagaimana seseorang sampai pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk (Yuniarrahmah & Rachmah, 2014). Proses perkembangan penalaran moral merupakan sebuah proses alih peran, yaitu proses perkembangan yang menuju ke arah struktur yang lebih komprehensif, perkembangan ini didasarkan pada urutan perubahan dengan pertumbuhan intelektual anak, khususnya tahap yang dicirikan dengan munculnya berpikir logis (Bertens, 2007). Menurut Piaget (dalam Ibda, 2011) menyatakan bahwa perkembangan moral sejajar dengan perkembangan kognitif, perkembangan penalaran moral terjadi perubahan pada kemampuan anak untuk mengindentifikasi moral. Piaget (dalam Ibda, 2011) memberikan dua tahap dari teori perkembangan moral yaitu perkembangan moralitas heteronomi dan autonomi. Perkembangan moralitas heteronomi yang muncul dari interaksi yang tidak seimbang antara anak dan orang dewasa. Pada saat anak memasuki masa remaja muncul tahap baru dalam perkembangan moral yang disebut dengan moralitas autonomi yaitu interaksi status yang seimbang dalam hubungan diantara teman sebaya. Hubungan dengan teman sebaya, anak memperoleh pengertian tentang keadilan dan perhatian terhadap orang lain disekitarnya.

24 Moralitas autonomi ini digambarkan sebagai moralitas atas dasar persamaan dan demokrasi yang dinamakan dengan moralitas kerjasama. Keterbatasan moral pada tahap heteronomi antara usia 7 sampai 11 tahun yang berhubungan erat dengan kemampuan berpikir pra-operasional dan konkrit operasional di mana pada tahap pra-operasional ini kemampuan berpikir anak masih bersifat subyektif sedang pada tahap konkrit operasional mulai berkembang kemampuan menerima dunia luar menurut adanya objektif. Lebih lanjut piaget mengidentifikasikan dua faktor yang mendasari keterbatasan penalaran moral pada tahap heteronomy. Tahap praoperasional anak lebih terpusat pada egosentris, mereka tidak dapat mendesentralisasi pandangannya dan menerima dunia dari perspektif orang lain. Sedangkan usia 11 tahun anak akan memasuki tahap operasional formal, anak memandang moralitas lebih fleksibel dan berorientasi sosial. Pada tahap ini anak mampu mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan konseptualisasi.lebih terdiferensiasi dan lebih seimbang dibandingkan dengan struktur sebelumnya.melihat pentingnya perkembangan penalaran moral dalam kehidupan manusia, maka berbagai penelitian psikologi di bidang ini dilakukan. Lawrence Kohlberg, memperluas penelitian Piaget tentang penalaran aturan konvensi sosial, menjadi tiga tingkat penalaran moral yang terdiri dari prakonvensional, konvensional, dan pasca konvensional. Kohlberg menemukan bahwa perkembangan moral seorang anak ada enam tahap. Akan tetapi tidaklah setiap anak mengalami perkembangan yang cepat, sehingga tahap-tahapan ini tidak pasti untuk dikaitkan dengan umur-umur tertentu, bisa jadi seorang anak akan mengalami fiksasi dalam suatu tahap dan tidak akan berkembang lagi. Menurut penelitian kholberg Ada

25 enam tahapan perkembangan moral yang berlangsung secara universal dan dalam urutan tertentu (Sunarto, 2008). Tahap-tahap perkembangan penalaran moral dibagi menjadi 3 tingkat, Tiga tingkat tersebut kemudian dibagi dalam beberapa tahap, yaitu: 1) Tingkat Prakonvensional Dimana Pada tingkat yang pertama ini seorang individu akan sangat responsif terhadap norma-norma budaya ataupun simbol-simbol kebudayaan lainnya, seperti halnya yang berkaitan dengan baik, buruk, benar, salah dan lain sebagainya. Walupun demikian biasanya individu akan mempresentasikan norma-norma tersebut sesuai konsekuensi atau hasil akhir dari tindakannya hal ini dapat berupa hukuman dan berbagai balasan lainnya. Selain daripada itu pada tahap ini individu juga cenderung untuk menginterpretasikan normanorma tersebut berdasarkan kekuatan fisik dari mereka yang menerapkan norma tersebut. Sehingga dapat dikatakan dalam kondisi ini berlaku prinsip Might means right Dalam tingkat pra konvensional ini terdapat 2 tahapan, yaitu Orientasi hukuman kepatuhan dan Orientasi relativis instrumental a) Tahap pertama (0-7 tahun) Orientasi hukuman dan kepatuhan, yang pada umumnya pada tahap ini Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Dinilai sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas, segala

26 keputusan dari otoritas dipandang sebagai refleksi dari tertib moral. Sehingga kalimat yang paling pas untuk mencerminkan tindakan ini adalah You do what you re told b) Tahap kedua (usia 8-10 tahun) adalah Orientasi relativis-instrumental. Dalam tahapan ini tindakan yang benar dibatasi sebagai tindakan yang mampu mempu memberikan berbagai macam kepuasan kepada diri sendiri (Bertens, 2007) sehingga tidaklah mengherankan jika tahapan ini juga biasa disebut Hedonistic Orientation. Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang- kadang juga kebutuhan orang lain. 2) Tingkat Konvensional Individu pada tingkat konvensional menemukan pemikiran-pemikiran moral pada masyarakat. Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu ditengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Keluarga, masyarakat, bangsa dinilai memiliki kebenarannya sendiri, karena jika menyimpang dari kelompok ini akan terisolasi. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan seseorang tanpa harus terikat dengan akibat-akibat yang mungkin muncul, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Sikap seseorang bukanlah satu-satunya yang harus disesuaikan dengan harapan-harapan pribadi dan tertib sosial yang berlaku, akan tetapi hal yang sama dituntut pula dari loyalitas seseorang. Oleh karena itu, kecenderungan individu pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan dirirnya terhadap kelompok sosialnya.sedangkan pada

27 tingkat prakonvensional perasaan dominan adalah malu. Biasanya tingkat ini berkisar usia 10 sampai 13 tahun. Tingkat konvensional ini memiliki dua tahapa yaitu : a) Tahap ketiga (usia 13 tahun) dalam tingkatan ialah Orientasi kesepakatan antara pribadi/ orientasi Anak Manis dimana perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh anak. Terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau alamiah. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan dia bermaksud baik untuk pertamakalinya menjadi penting. Dalam tingkatan ini yang dimaksud dengan tindakan ataupun prilaku bermoral adalah setiap prilaku ataupun tindakan yang dapat diterima dan diakui oleh orang lain. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi baik tergantung penilaian dari teman, keluarga dan masyarakat. Konsep seperti kesetiaan, kepercayaan dan rasa terima kasih haruslah digunakan. Individu mulai mengisi peran sosial yang diharapkan masyarakatnya. Sesuatu dikata-kan benar jika memenuhi harapan masyarakat dan dikatakan buruk jika melanggar aturan sosial. b) Tahap keempat (usia 16 tahun) ialah Orientasi hukum dan ketertiban dimana pada tahap ini, individu dapat melihat sistem sosial secara keseluruhan. Aturan dalam masyarakat merupakan dasar baik atau buruk, melaksanakankewajiban dan memperlihatkan penghargaan terhadap otoritas adalah hal yang penting. Alasan mematuhi peraturan bukan merupakan ketakutan terhadap hukuman atau kebutuhan individu,

28 melainkan kepercayaan bahwa hukum dan aturan harus dipatuhi untuk mempertahankan tatanan dan fungsi sosial. Perilaku yang baik adalah semata-matamelakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri. Dengan demikian tingkah laku yang dianggap bermoral sebagian dibatasi sebagai tingkah laku yang dibatasi sebagai tingkahlaku yang diarahkan untuk pemenuhan kewajiban seseorang, penghormatan terhadap suatu otoritas, dan pemeliharaan tertib sosial yang diakui sebagai satusatunya tertib sosial yang ada 3) Tingkat Pasca-konvensional Tingkat ini disebut juga moralitas yang berprinsip (principled morality). Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Baik atau buruk didefinisikan pada keadilan yang lebih besar, bukan pada aturan masyarakat yang tertulis atau kewenangan tokoh otoritas. Biasanya tahap inisudah dimulai dari remaja awal sampai seterusnya. Pada tahap ini sudah ada suatu usaha yang jelas bagi seorang anak untuk kemudian menentukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang memiliki validitas dan diwujudkan tanpa harus dikaitkan dengan kelompok-kelompok yang disebutkan di atas. Ada dua tahap pada tingkat ini yakni Orientasi kontrak sosial legalistis dan Orientasi prinsip etika universal.

29 a) Tahap kelima (usia 20 tahun) yakni Orientasi kontrak sosial legalistis, Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Pada tahap kelima ini dalam skema Kohlberg boleh dikatakan sudah merupakan tingkataan moral yang tinggi. b) Tahap keenam (usia dewasa) Orientasi prinsip etika universal dimana hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip- prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Dibanding aturan-aturan moral yang kongkrit, prinsip-prinsip ini dipandang lebih baik, lebih luas, dan lebih abstrak dan bisa pula mencangkup prinsip-prinsip umum tentang keadilan, resiproritas, persamaan hak-hak manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia sebagai individu. Ketiga tahapan tersebut tidak didasarkan pada apa yang menjadi keputusan moral tetapi lebih pada penalaran yang digunakan untuk sampai pada keputusan yang dibuat. Tiap tahapan ini menggambarkan pola ciri yang berbeda dari hubungan antara diri sendiri dan aturan-aturan masyarakat. Perkembangan moral setiap individu ini mengkitu pola urutan yang tidak dapat dilompati sehingga bila terdapat perbedaan disebabkan masing-masing individu mempunyai kesempatan yang tidak sama dalam mencapai tahap tertentu (Ibda, 2011).

30 2.2 Konsep Pengetahuan 2.2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu hasil dari tahu seseorang dalam menjawab sebuah pertanyaan dari beberapa objek yang telah diamati atau dialami (Notoatmodjo, 2012). Menurut Efendi & Makhfudli (2009), pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh dari pengindraan seperti pendengaran, perasa, penglihatan, penciuman, dan peraba sehingga dapat membentuk tindakan seseorang (overt behavior). 2.2.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (know). Dimana mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari atau objek yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan dalam menjelaskan dan mampu mengintepretasikan objek atau materi yang telah dialami dengan benar. 3. Aplikasi (application), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan objek atau materi yang telah dipahami dalam situasi atau kondisi nyata. 4. Analisis (analysis), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam beberapa komponen, tetapi masih dalam satu kaitannya dengan yang lain. 5. Sintesis (sinthesis), yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk yang baru.

31 6. Evaluasi (evaluation), dimana kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarak (2007), dalam pengetahuan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang : 1. Pendidikan, adalah suatu bimbingan yang diberikan seseorang terhadap orang lain tentang suatu hal agar mereka dapat mengerti dan paham. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka dalam menerima atau memahami informasi dan materi sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak, sedangkan semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan mereka dalam memperoleh informasi dan materi yang baru. 2. Pekerjaan, dalam lingkungan pekerjaan seseorang mampu memperoleh pengalaman atau pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 3. Umur, semakin muda usia individu maka kemampuan mengingat akan semakin tinggi termasuk kemampuan untuk mengingat informasi yang diterima. Individu yang telah mengalami penuaan akan mengalami penurunan fisiologis tubuh yang akan mempengaruhi kemampuan untuk mengingat informasi. 4. Minat, dengan rasa ingin tahu seseorang akan menimbulkan minat dalam mencoba hal baru untuk mendalami pengetahuan yang dimilikinya. 5. Kebudayaan lingkungan sekitar, ketika seseorang dibesarkan pada kebudayaan lingkungan sekitar maka lingkungan tersebut akan berpengaruh besar terhadap sikap pribadi atau sikap seseorang itu sendiri.

32 2.2.4 Perkembangan Pengetahuan Remaja Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melaksanakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni panca indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagiani besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.tingkat pengetahuan seseorang dapat berpengaruh pada perilaku perkembangan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Menurut Soetjiningsih (2010) salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilalui adalah berfikir secara lebih dewasa dan rasional, serta memiliki pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan masalah.mereka harus mampu mengembangkan standart moral dan kognitif yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan menjamin konsistensi dalam membuat keputusan bertindak. Dengan kata lain remaja harus memiliki kemampuan intelektual serta konsepsi yang di butuhkan untuk menjadi remaja yang baik, perkembangan cara berpikir merupakan satu hal yang cukup menarik untuk dicermati karena pada fase ini cara berpikir konkrit yang ditunjukkan paada masa kanakkanak sudah ditinggalkan. Perkembangan cara berpikir ini ternyata tidak terlepas dari kehidupan emosinya yang naik turun yang di alami oleh remaja. Penentangan dan pemberontakan yang ditunjukkan dengan selalu melancarkan banyak kritik, bersikap sangat kritis pada setiap masalah, menentang peraturan sekolah maupun rumah menjadi suatu ciri mulai meningkatnya kemampuan berpikir dengan sudut pandang yang meluas pada remaja (Soetjiningsih, 2010).

33 Perkembangan remaja pada masa ini mengalami pertumbuhan fisik dan seksual dengan cepat.identitas remaja difokuskan pada perubahan fisik dan perhatian dalam keadaan normal. Remaja pada dasarnya mempunyai rasa penasaran yang sangat tinggi, remaja berpikir lebih dengan cara yang abstrak, logis, dan idealistik.menurut Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya.tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis. Perkembangan kehidupan sosial remaja awal juga ditandai dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka sebagaian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka (Desmita 2013). Berbeda dengan masa kanak-kanak, hubungan teman sebaya remaja awal lebih didasarkan pada hubungan persahabatan. Desmita (2013) menyebutkan fungsi positif teman sebaya yaitu, memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen, meningkatkan harga diri, meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan nalar, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih matang. Menurut Manggel, Maramis & Engkeng (2016) Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku atau tindakan seseorang, karena perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sedangkan menurut Verdian (2013) Pengetahuan remaja tentang perilaku penggunaan minuman keras mempunyai

34 pengetahuan yang kurang baik yang mempengaruhi pengetahuan seseorang untuk mengkonsumsi minuman keras. Tingkat pendidikan mempunyai peranan besar dalam menunjang pengetahuan remaja tentang perilaku minuman keras. 2.2.5 Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Adapun beberapa tingkatan kedalaman pengetahuan, yaitu: 1. Pengetahuan baik, apabila responden berpengetahuan 76%-100% 2. Pengetahuan cukup, apabila responden berpengetahuan 60%-75% 3. Pengetahuan kurang, apabila responden berpengetahuan < 60% (Notoadmojo, 2007) Jika disejajarkan dengan penelitian mengenai pengetahuan tentang dampak negatif mengkonsumsi miras, dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu dampak fisik, dampak neurology dan dampak psychology serta dampak sosial (Darmawan, 2010): 1. Dampak Fisik Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan kebiasaan mengkonsumsi miras antara lain serosis hati, kanker, penyakit jantung dan syaraf. Sebagian besar kasus serosis hati (liver cirrhosis) dialami oleh peminum berat yang kronis, sebuah studi memperkirakan bahwa konsumsi 210 gram miras atau setara dengan sepertiga botol setiap hari selama 25 tahun akan mengakibatkan serosis hati.

35 Untuk kanker terdapat bukti yang konsisten bahwa alcohol meningkatkan resiko kanker di beberapa bagian tubuh tertentu, termasuk: mulut, kerongkongan, tenggorokan, larynx dan hati. Alcohol memicu teradinya kanker melalui berbagai mekanisme. Salah satunya alcohol mengaktifkan enzim-enzim tertentu yang mampu memproduksi senyawa penyebab kanker. Alcohol dapat pula merusak DNA sehingga sel akan berlipat ganda secara terkendali (Tarwoto, dkk: 2010). Peminum miras cenderung memiliki tekanan darah yang relative tinggi dibandingkan non premium demikian pula mereka lebih beresiko mengalami stroke dan serangan jantung. Peminum kronis dapat pula mengalami berbagai gangguan syaraf mulai dari gangguan kecerdasan, bingung, kesulitan beralan dan kehilangan memori. Diduga konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menimbulkan defisiensi thiamin yaitu komponen vitamin B komplek berbentuk Kristal yang esensial bagi berfungsinya sistem syaraf. 2. Dampak Psikoneurologis Pengaruh addictive, imsonia, depresi, gangguan kejiwaaan, serta dapat merusak jaringan otak secara permanen sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar, dan gangguan neurosis lainnya (Sarwono, 2011). 3. Dampak Sosial Gangguan sosial yang berpengaruh bagi orang lain, di mana perasaan pengguna alkohol sangat labil, mudah tersinggung, perhatian terhadap lingkungan menjadi terganggu. Kondisi ini menekan pusat pengendalian diri sehingga pengguna menjadi agresif, bila tidak terkontrol akan menimbulkan tindakan yang

36 melanggar norma bahkan memicu tindakan kriminal serta meningkatkan resiko kecelakaan (Sarwono, 2011) Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator yang dapat digunakan dalam pengetahuan adalah: 1. Pengetahuan yang baik mengenai dampak negative dari mengkonsumsi miras meliputi dampak fisik, dampak neurology dan dampak psychology serta dampak sosial 2. Pengetahuan yang cukup mengenai dampak negative dari mengkonsumsi miras meliputi dampak fisik, dampak neurology dan dampak psychology serta dampak sosial 3. Pengetahuan yang kurang mengenai dampak negative dari mengkonsumsi miras meliputi dampak fisik, dampak neurology dan dampak psychology serta dampak sosial 2.3 Konsep Perilaku 2.3.1 Definisi Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku (Notoatmodjo, 2012). Perilaku adalah respons individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat di amati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak, perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak di sadari bahwa interaksi tersebut sangat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu sangat

37 penting untuk dapat menelaah alasan di balik perilaku yang dimiliki individu, sebelum individu tersebut mampu mengubah perilaku (Notoatmodjo, 2010). 2.3.2 Proses Perilaku Menurut Manenggel, Maramis & Engkeng (2016) secara teori, perubahan perilaku memiliki proses perubahan dan proses itu adalah pengetahuan, sikap dan praktik. Namun penelitian lainnya jugamenyatakan bahwa proses yang dialami tidak harus berdasarkan proses yang diatas, bahkan ada yang berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negative. Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, sikap menggambarkansuka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau bisa juga dari orang lain. Sikap positif tidak selalu terwujud dengan suatu tindakan nyata. Sikap akan terwujud dengan tindakan nyata itu tergantung pada situasi yang dialami, sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada pengalaman orang lain dan sikap juga dapat diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Menurut Pratama (2013) Sikap yang baik dari para remaja yang sering mengadakan pengajian umum untuk para remaja dan faktor tenaga kesehatan yang sudah mengadakan sosialisasi tentang dampak dan bahaya minuman keras. Menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, dan orang lain yang dianggap penting, media massa, serta faktor emosi dalam diri individu. Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap, yaitu suatu perasaan baik yang positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek. Selain itu, perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimiliki seseorang tersebut. Jika kepercayaan tersebut positif, maka akan muncul perilaku

38 positif dan sebaliknya, kepercayaan dan sikap akan sangat mendasari perilaku seseorang. 2.3.3 Bentuk Perilaku Perilaku merupakan bentuk respon ataupun reaksi terhadap stimulus dari diri sendiri maupun orang lain yang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu perilaku tertutup (convert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavoir) (Notoatmodjo, 2012): 1. Perilaku Tertutup Respons seseorang terhadap stimulus yang hanya terbatas pada perhatian, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang lain dan masih belum dapat diamati secara jelas seperti seorang ibu hamil yang pentingnya memeriksa kehamilannya (Maulana, 2007). Notoadmojo (2012) mengatakan bahwa perilaku tertutup reaksi terhadap stimulus masih terbatas pada perhatian dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus yang disebut covert bahavior. 2. Perilaku Terbuka Respons terhadap stimulus yang bersifat terbuka dalam bentuk tindakan nyata dan dengan mudah dapat diamati orang lain seperti membaca buku pelajaran, berhenti merokok. operant respons dapat digunakan untuk membentuk jenis perilaku terbuka diciptakan adanya kondisi tertentu. Pembentukan perilaku terbuka menurut skiner seperti melakukan identifikasi tentang reiforce yang berupa hadiah, melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil, dan melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun (Notoatmodjo, 2012).

39 3. Perilaku Maladaptif Istilah perilaku maladaptif ini memliki arti luas meliputi perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi individu dan masyarakat.perilaku maladaptive dapat dikatakan perbuatan dari individu yang tidak mampu menyesuaikan diri atau beradptasi dengan keadaan sekeliling secara wajar.perilaku maladaptif ini sering menimbulkan konflik, pertengkaran, tindakan kekerasan dan perilaku antisosial lainnya terhadap orang-orang sekelilingnya dan akan menimbulkan keresahan pada masyarakat (Rumini & Hastomo, 2008). 4. Perilaku Adaptif Perilaku adaptif merupakan penyesuain diri seseorang pada kehidupan sosial dimana seseorang bertempat tinggal.perilaku adaptif ini menunjukkan bahwa seseorang mampu menyesuaikan diri secara efektif dan sesuai dengan norma-norma sosial atau lingkungan yang ditempati.perilaku adaptif sangat dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungannya.bentuk-bentuk perilaku adaptif yang sering dilakukan oleh seseorang adalah mampu menyesuaikan diri pada lingkungan terutama dalam hal komunikasi dalam masyarakat (Rahayu, 2010). 2.3.4 Faktor-Faktor Perilaku Faktor yang mempengaruhi terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya perilaku pada seorang diantaranya : 1. Faktor internal Kumpulan dari unsur-unsur kepribadian yang secara langsung mempengaruhi perilaku manusia. Faktor dari dalam diri seseorang, berhubungan dengan karakteristik orang yang bersangkutan, bersifat bawaan (given) dan menentukkan

40 seseorang itu memberikan reaksi terhadap stimulus dari luar, seperti : perhatian, motivasi, persepsi, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, usia, dan sebagainya (Kulsum & Jauhar, 2014). Menurut Mahmuda dkk (2016) tentang faktorfator yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja menjelaskan bahwa semakin dini usia pubertas, maka semakin cepat remaja mengalami krisis identitas dan segala kebingungan yang terjadi karena perubahan fisik yang terjadi semakin membuat remaja ingin mencari tahu dan ingin mencoba apa yang belum diketahuinya, selain faktor usia jenis kelamin juga akan berpengaruh terhadap perilaku menyimpang sebagian besar terjadi pada remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini memungkinkan laki-laki memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan perilaku menyimpang dibandingan dengan perempuan. 2. Faktor Eksternal Faktor-faktor yang berasal dari luar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi perilaku seseorang tersebut. Faktor yang mempengaruhi dari luar diri seseorang tersebut, yakni keadaan lingkungan, baik fisik maupun non fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya yang kurang baik (Rori, 2015). 2.3.5 Domain Perilaku Perilaku manusia menurut Notoatmodjo, (2010) dapat dibagi menjadi tiga domain yaitu : 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melaluii indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

41 pengetahuan tesebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Ada 6 (enam) tingkat pengetahuan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

42 e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. 2. Sikap (Attitude) Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang, tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).salah seorang ahli psikologi menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi (tertutup). Menurut allport (1954) menjelaskan ada 3 sikap komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.