BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. konsekuensi bahaya atas tindakan yang dilakukan. Individu yang memiliki kontrol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan. Dari tahun ketahun menikah memiliki mode, misal saja di zaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa sekarang ini pendidikan memegang peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

Transkripsi:

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Masa remaja disebut juga sebagai masa Adolescene. Adolescene berasal dari kata adolescere yang artinya: tumbuh, atau tumbuh menjadi dewasa untuk mencapai kematangan, kematangan adolescene mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, seksual dan fisik (Hurlock 1999). Pada masa adolescene ini adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja menuju dewasa. Masa remaja akhir pada umumnya dimulai pada usia 18-21 tahun (Desmita, 2005:190). Piaget (dalam Hurlock 1999) mengatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah, terutama jika individu tersebut berada dalam fase perkembangan usia remaja. Hal ini didukung dengan pernyataan Hall (dalam Santrok, 2007) bahwa masa remaja adalah masa yang diwarnai pergolakan (strom and stress) yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati. Hurlock (1999) juga menyebutkan bahwa masa remaja adalah usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak, masalahnya sebagian besar diselesaikan oleh guru dan orangtua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah. Asmani (2012:90-91), juga menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh tantangan dan tidak sedikit diantara tantangan-tantangan itu yang bersifat negatif, sehingga banyak remaja yang tergelincir dalam perbuatan-perbuatan negatif. Hal tersebut disebabkan pada umumnya mereka belum bisa mengendalikan diri atau mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang negatif. Aroma (2012) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja juga menyatakan hasil yang sama, yakni juga terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Unayah (2015) juga menyebutkan selain dari faktor ekternal, segala penyimpangan yang terjadi diakibatkan 1

oleh beberapa faktor, diantaranya adalah krisis identitas dalam dirinya dan kontrol diri yang lemah. Hal yang sama juga telah dikemukakan Goldfied (dalam Ghufron, 2012) bahwa kontrol diri yang lemah pada individu mengarahkan dirinya pada konsekuensi negatif, yang akan merugikan dirinya dan individu lain. Remaja yang memiliki kontrol diri kuat akan mampu mengolah seluruh dorongan yang muncul dari dalam dirinya dengan mempertimbangkan berbagai nilai yang ada di masyarakat seperti hukum, norma, dan agama. Hal ini didukung oleh pernyataan menurut Berk (dalam Gunarsa, 2004), kontrol diri adalah kemampuan individu utuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Remaja yang demikian cenderung memikirkan cara untuk lebih mengembangkan kemampuan diri dan mencoba agar dirinya dapat diterima oleh lingkungan masyarakat yang lebih luas. Gufron (2012) menjelaskan individu dengan tingkat kontrol diri yang tinggi akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi dimana individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan sosial yang kemudian menimbulkan kesan lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat, dan terbuka Pada nyatanya, beberapa kasus menunjukkan hal yang sebaliknya. Badan Pusat Statistik Surabaya (2017) mengungkap bahwa selama periode tahun 2014 2016, jumlah kejadian kejahatan atau tindak kriminalitas (kejahatan terhadap nyawa, kejahatan terhadap fisik/badan, kejahatan terhadap kesusilaan, kejahatan terhadap kemerdekaan orang, kejahatan terhadap hak milik/barang dengan atau tanpa menggunakan kekerasan, kejahatan terkait narkotika, penipuan, penggelapan, dan korupsi, serta kejahatan terhadap ketertiban umum), di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 2014, jumlah kejadian kejahatan terjadi sebanyak 325.317 kasus, pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebanyak 27.619 kasus dan menjadi 352.936 kasus, angka tersebut terus meningkat pada tahun 2016 dan menjadi 357.197 kasus. Sebagian dari kasus tersebut pelakunya adalah usia remaja. 2

Kabid pengembangan kapasitas Satpol PP Surabaya, Deny C. Tupamahu (dalam Surabaya.co.id, 2016) juga menuturkan, mulai Januari hingga 22 November 2016, total kenakalan remaja yang dijumpai tim satpol PP sebanyak 793 kasus. Rinciannya, 597 laki-laki dan 196 perempuan. Angka ini mengalami peningkatan jika dibanding tahun lalu sebanyak 675 kasus. Mesina & Messina (dalam Gunarsa, 2004) menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi yaitu: membatasi perhatian individu terhadap orang lain, membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya, membatasi individu untuk bertingkah laku negatif, membantu individu untuk memenuhi kebutuhan individu secara seimbang. Kazdin (dalam Gufron 2012:23) juga menyebutkan bahwa kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan mengatasi berbagai hal merugikan yang mungkin terjadi yang berasal dari luar. Secara lebih jelas Calhoun dan Acoccela (dalam Gufron, 2012:23), mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara kontinu; pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu orang lain; kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standart yang lebih baik bagi dirinya agar dalam usahanya untuk memenuhi tuntutan, dalam proses pencapaian standart tersebut individu tidak melakukan hal yang menyimpang. Selain itu Gufron (2012:21) mengungkapkan bahwa kontrol diri merupakan potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan sekitarnya Dalam penelitian Tangney, baumeister, & Boone (2004) ditunjukan bahwa kontrol diri yang tinggi juga memiliki keterkaitan dengan penyesuaian diri yang lebih baik (diantaranya berkurangnya psikopatologi, dan meningkatnya self esteem), berkontribusi terhadap keberhasilan dibidang akademis, mengurangi makan yang berlebihan dan mengurangi penyalahgunaan alkohol, memiliki hubungan yang 3

lebih baik dan memiliki keterampilan interpersonal yang baik. Hal ini sejalan dengan salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja, yakni mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam seperti hukuman yang dialami ketika anak-anak (Gufron, 2012:28). Selain itu Harvigurst (dalam Monk,1999) juga menyatakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja ialah bertanggung jawab sebagai warga negara, mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab sosial, serta berkembang dalam pemaknaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu, kemampuan mengkontrol diri sangat diperlukan untuk dimiliki seorang remaja, terutama pada fase akhir masa remajanya. Saarni, dkk (dalam Santrock 2007) juga mengungkapkan bahwa di masa remaja, individu cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya. Meskipun begitu, banyak remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif (Santrock, 2007). Sebagai akibatnya, mereka rentan mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, atau gangguan makan (Santrock, 2007). Hal tersebut juga sesuai dengan senyatanya di atas yang berkaitan dengan banyaknya kenakalan remaja dan sejenisnya, serta hubungannya dengan kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang untuk dapat mengelola emosinya. Menurut Goleman (2002:45) kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, dan berempati. Secara lebih jelas, Goleman (2002:45) mengatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain. 4

Masih menurut Goleman (2002:45) remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu mengenal dan mengkontrol emosinya tersebut. Mereka juga lebih memahami bahwa kemampuan mengkomunikasikan emosi-emosinya secara konstruktif dapat meningkatkan kualitas relasi mereka. Mereka juga dapat memahami emosi orang lain, serta dapat memotivasi diri yang dapat ditelusuri dengan cara mengendalikan dorongan hati, derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang, kekuatan berfikir positif, optimisme, dan keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek (Goleman, 2002). Ghufron & Rinaswati (2012:23) menyatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengelola emosinya serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif (Hurlock, (dalam Gufron 2012:24)). Namun, reaksi positif saja tidaklah cukup karenanya perlu diperhatikan kriteria lain, yaitu efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap kondisi fisik dan psikis dimana kontrol emosi seharusnya tidak membahayakan fisik dan psikis individu yang artinya dengan mengontrol emosi kondisi fisik dan psikis individu harus membaik (Gufron 2012:24). Hurlock (dalam Gufron, 2012:24) menyebutkan tiga keriteria emosi, yakni dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial, dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat, dan dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut. Penelitian sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Ariesta (2014) pada peserta didik di kelas VII SMP Muhammadiyah 6 Padang, mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara kecerdasan emosi dengan tingkat kontrol diri pada peserta didik di kelas VII SMP Muhammadiyah 6 Padang dengan kategori cukup kuat. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi pula kontrol 5

diri yang dimiliki. Hurlock (dalam Gufron, 2012:28) mengungkapkan bahwa pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir remajanya tidak meledak emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima, serta dapat menyesuaikan perilakunya dengan norma dan ketentuan yang ada. Dalam hal ini peneliti ingin menguji hubungan antara kecerdasan emosional dengan tingkat kontrol diri pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKWMS. Hal ini dikarenakan di Fakultas Psikologi UKWMS ditemukan beberapa perilaku-perilaku yang juga melanggar aturan, seperti kejadian titip absen, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan banyaknya mahasiswa datang terlambat lebih dari 15 menit, perilaku membolos hingga munculnya daftar tilang yang pada dasarnya merugikan dirinya sendiri karena harus mengulang mata kuliah yang sama. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk meneliti apakah ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kontol diri pada remaja akhir yang berusia 18 21 tahun di Fakultas Psikologi UKWMS, yang secara usia, remaja akhir lebih matang dari pada remaja awal dengan pengendalian emosi dan diri yang seharusnya juga lebih baik. 1.2. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini, dikemukakan sebagai berikut: a. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kontrol diri. Kontrol diri didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif (Goldfried dan Merbaum (dalam Gufron, 2012)). b. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi pada penelitian ini merujuk pada kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan 6

kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, dan berempati (Goleman, 2002:45). c. Batasan subjek pada penelitian ini adalah individu yang sedang berada pada tahap remaja akhir yang berusia 18-21 tahun (Desmita, 2005:190). Serta berstatus mahasiswa aktif di Fakultas Psikologi UKWMS. d. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi hubungan antara kecerdasan emosi dengan kontrol diri pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKWMS. 1.3. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kontrol diri pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKWMS? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kontrol diri pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKWMS 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis, sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan disiplin ilmu psikologi klinis terkait dalam hal pengelolaan emosi dan pengendalian diri pada tahap usia remaja akhir atau sering disebut adolensense guna mengantisipasi kecenderungan prilaku maladaptive akibat kekurangan mampuan individu dalam mengelola emosinya dan juga mengendalikan dirinya. Selain itu, diharapkan juga dapat mengembangkan disiplin ilmu psikologi perkembangan anak dan remaja yang memiliki perhatian 7

terhadap masalah kontrol diri yang berkaitan dengan kecerdasan emosi individu tersebut. b. Manfaat Praktis Manfaat praktis pada penelitian ini adalah 1. Bagi subjek penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keterkaitan antara kecerdasan emosi dan kontrol diri individu guna memperkaya studi hubungan yang telah ada. 2. Bagi masyarakat Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat meninjau kembali apakah kecerdasan emosi dan kontrol diri yang dimiliki telah terasah sesuai dengan yang seharusnya ataukah belum. Hal ini bertujuan guna pembentukkan pribadi yang lebih baik dan yang semestinya. 3. Bagi Fakultas/Universitas Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pihak fakultas/universitas dapat memperoleh gambaran mengenai keterkaitan antara kecerdasan emosi dan kontrol diri pada individu yang sedang dalam tahap perkembangan remaja akhir 4. Peneliti selanjutnya Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi informasi kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian sejenis khususnya bidang psikologi klinisperkembangan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi dan kontrol diri remaja. 8