PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

3 METODOLOGI PENELITIAN

INSENTIF FINANSIAL PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI DARI PERDAGANGAN KARBON SKEMA REDD+ RINA MUHAYAH NOOR PITRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa dan Karbon Hutan

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

Kebijakan Pelaksanaan REDD

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2010

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN TANAMAN INDUSTRI MELALUI MEKANISME SERTIFIKASI PHPL YUKI M.A. WARDHANA

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI SISTEM SILVIKULTUR TPTII DALAM KERANGKA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

PENATAAN RUANG BERBASIS EKOSISTEM DAN PELUANG PENERAPAN EU RED (SATU KAJIAN HUKUM)

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Kajian Hukum Penataan Ruang Berbasiskan Ekosistem dan Peluang Penerapan EU RED (EU Renewable Energy Source Directive)

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA UPACARA BENDERA PERINGATAN HARI BAKTI RIMBAWAN TAHUN Jakarta, Senin, 18 Maret 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia

GUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR. KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

Transkripsi:

21 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro 1992 telah disepakati beberapa komitmen, salah satunya adalah menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim melalui konvensi PBB untuk perubahan iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change - UNFCCC). Pertemuan UNFCCC pada COP III tahun 1997 menghasilkan Protokol Kyoto yang mengatur perdagangan karbon sebagai mekanisme pasar yang diperuntukkan untuk menanggulangi pemanasan global. Pada COP XIII tahun 2007 dihasilkan Bali Road Map dan salah satu kesepakatannya adalah memasukkan pengelolaan hutan lestari menjadi salah satu mekanisme pengurangan emisi karbon dalam skema REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation Plus). Hutan berfungsi sebagai sumber emisi khususnya CO2, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penyerap karbon (Ari wibowo dan Rufii 2009). Menurut IPCC (2007), deforestasi dan degradasi hutan menyumbang 12% - 20% emisi karbon dunia. Praktek pengelolaan hutan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi laju peningkatan karbondioksida di atmosfer (Brown et al. 1996; Watson et al. 1996), yaitu (1) pengelolaan untuk mengkonservasi karbon (2) pengelolaan untuk pengambilan dan penyimpanan karbon (3) pengelolaan untuk mencari substitusi karbon. Strategi yang dapat dilakukan agar pengelolaan hutan dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim sebagai strategi penyerapan CO 2 dari udara melalui: (1) penanaman hutan yang baru pada lahan yang sebelumnya tidak berhutan; (2) penerapan manajemen tegakan yang dapat menambah karbon (3) menghasilkan produksi dan penggunaan produksi kayu yang lebih awet (Maness 2007). Menurut Imai et al. (2009), hutan yang dikelola secara lestari dapat mempertahankan sumberdaya kayunya untuk kontinuitas produksi dan juga dapat menjaga kelestarian cadangan karbon hutan dibandingkan dengan hutan yang dikelola secara tidak lestari. Praktek-praktek kehutanan yang dilaksanakan pada hutan bersertifikat (sebagai pendekatan pengelolaan hutan lestari) dari FSC dapat mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan hutan tidak bersertifikat dan besarnya pengurangan emisi tersebut sekurang-kurangnya 10% (Putz et al. 2008). Pengelolaan hutan alam produksi lestari memperhatikan keseimbangan fungsi produksi, ekologi dan sosial (Bahruni 2011). Manfaat dari

22 pengelolaan hutan lestari cukup banyak, namun tantangan yang dihadapi untuk mencapai pengelolaan hutan lestari juga cukup besar. Luas kawasan hutan di Indonesia berdasarkan data Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2009 sebesar 133.453.366 hektar dan luas hutan alam produksi yang dibebani hak (IUPHHK_HA) seluas 25.770.887 hektar. Hutan alam produksi di Indonesia yang memiliki sertifikat dari FSC hanya 5 unit manajemen dengan luas 632.345 hektar atau 2,45% dari total luas hutan alam produksi (FSC 2011). Hutan alam produksi yang memiliki sertifikat dari LEI (3 unit; 2 unit diantaranya juga memiliki sertifikat FSC) seluas 502.000 hektar (LEI 2011) dan sertifikat dari Departemen Kehutanan (48 unit) seluas 6.517.489 hektar. Jumlah keseluruhan areal hutan yang memiliki sertifikat lestari seluas 7.904.962 hektar atau mewakili 29,69% dari total hutan alam produksi. Rendahnya persentase luas hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari di Indonesia mengindikasikan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil studi Bahruni (2011) menyatakan bahwa kendala yang menyebabkan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor tata kelola dan regulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilaku pengusahaan hutan yang baik, serta birokrasi yang belum efisien (2) ketidakpastian lahan (3) faktor kemampuan manajerial yang mencakup aspek teknis, manajemen dan finansial yang masih rendah (4) faktor motif ekonomi yang tidak disertai dengan kemauan untuk dapat mempertahankan ketersediaan hutan dalam jangka waktu yang panjang. Hasil studi Darusman dan Bahruni (2004) menyatakan bahwa biaya produksi hutan lestari lebih tinggi dari hutan tidak lestari. Besar kenaikan biaya produksi hutan lestari berkisar antara IDR 26.000-44.000/m 3 atau sekitar 4-6,5% dari biaya produksi hutan tidak lestari. Perdagangan karbon melalui skema REDD+ pada hutan produksi yang dikelola secara lestari merupakan suatu bentuk keikutsertaan sektor kehutanan dalam upaya pengurangan emisi karbon. Contoh program yang dapat diterapkan dalam pengelolaan hutan lestari adalah perubahan dari sistem penebangan konvensional menjadi pembalakan berdampak rendah/reduced Impact Logging (VCS 2010, di acu dalam Solichin 2010). Kesepakatan COP XIII tentang pengurangan emisi karbon oleh hutan lestari mengarah pada peluang perolehan insentif dari REDD+ untuk pengelola

23 hutan alam produksi lestari. Pengelolaan hutan alam produksi lestari diharapkan mampu mengurangi emisi dan mempertahankan simpanan karbon yang lebih besar dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Informasi yang penting untuk diketahui dan menjadi pertimbangan bagi pengelola hutan alam produksi lestari untuk ikut serta dalam mekanisme perdagangan karbon skema REDD+ adalah perbedaan simpanan karbon dan biaya yang diperlukan untuk memperoleh manfaat finansial. 1.2. Perumusan Masalah Pengelolaan hutan alam produksi mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan simpanan karbon hutannya. Perbedaan tersebut salah satunya disebabkan oleh perbedaan praktek pengelolaan hutan seperti kegiatan pemanenan, penanaman dan perlindungan hutan. Kegiatan pemanenan yang dilakukan pada hutan alam produksi menyebabkan kerusakan pada tegakan tinggal. Besarnya kerusakan tersebut dipengaruhi oleh sistem pemanenan yang diterapkan oleh pengelola hutan produksi. Kegiatan lain seperti kegiatan penanaman juga mempengaruhi stok karbon hutan karena perbedaan jumlah tanaman atau luas areal penanaman. Kegiatan perlindungan hutan seperti perlindungan terhadap kebakaran dan perambahan mempengaruhi laju degradasi hutan dan simpanan karbon pada hutan alam produksi. Pengelolaan hutan alam produksi dapat dikelompokkan menjadi pengelolaan hutan alam produksi lestari dan pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari. Pengelolaan hutan alam produksi lestari merupakan hutan alam produksi yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan asas-asas kelestarian dengan memperhatikan kelestarian fungsi produksi, ekologi dan sosial. Pengelolaan hutan lestari merupakan proses mengelola hutan untuk mencapai satu atau beberapa tujuan untuk menghasilkan barang atau jasa hutan secara berkelanjutan, tanpa mengurangi nilai dan produktivitas hutan dimasa yang akan dating dan tanpa adanya dampak yang tidak diharapkan terhadap lingkungan dan sosial. Pendekatan terhadap pengelolaan hutan alam produksi lestari dapat ditentukan berdasarkan pada sertifikat lestari yang diperoleh dari lembaga sertifikasi sebagai suatu bukti bahwa unit manajemen telah memenuhi standarstandar yang ditentukan oleh lembaga sertifikasi.

24 Hutan produksi yang dikelola secara lestari mempunyai potensi untuk ikut serta dalam REDD+. Pengelolaan hutan alam produksi lestari diharapkan mampu mereduksi emisi karbon dan mempertahankan simpanan tegakan atau karbon yang lebih besar daripada pengelolaan hutan tidak lestari karena perbedaan dalam pengelolaannya. Indikator kelestarian hutan alam produksi lestari di antaranya ditunjukkan oleh tingkat kerusakan tegakan tinggal yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan hutan produksi yang dikelola secara tidak lestari. Kegiatan perlindungan hutan yang dilaksanakan hutan produksi lestari relatif lebih intensif bila dibandingkan dengan hutan produksi tidak lestari. Keterbatasan kajian tentang hubungan antara simpanan karbon pengelolaan hutan alam produksi lestari dan insentif REDD+ menyebabkan perolehan manfaat finansial REDD+ bagi pengelola hutan lestari belum dapat diprediksi. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pendugaan simpanan karbon dan biaya untuk memperoleh insentif REDD+ pada hutan alam produksi lestari. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini: apakah skema REDD+ dapat memberikan tambahan insentif atau manfaat finansial yang memadai bagi pengelolaan hutan alam produksi lestari? 1.3. Tujuan Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui peluang insentif finansial dari REDD+ sebagai pendorong pelaku usaha IUPHHK-HA melakukan pengelolaan hutan alam produksi lestari. 1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mereduksi emisi karbon dibandingkan dengan pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari (2) biaya yang ditanggung pengelola hutan untuk melakukan pengurangan emisi lebih besar dari insentif yang ditawarkan dalam skema REDD+. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik dari sisi akademis maupun pengelola hutan produksi dalam hal berikut: 1. Memberikan informasi berupa data empirik dampak pengelolaan hutan terhadap emisi karbon dan simpanan karbon di hutan alam produksi.

25 2. Memberikan informasi tentang peluang mengikuti perdagangan karbon skema REDD+ dan manfaat finansial yang dapat diperoleh dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Perhitungan reduksi emisi karbon dalam penelitian ini difokuskan pada kegiatan produksi, perlindungan hutan dan penanaman di hutan alam produksi. Reduksi emisi karbon pada tegakan tinggal dan kegiatan penanaman tidak memperhitungkan pertumbuhan yang terjadi.