BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,


GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan isi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

MENCERMATI BONUS DEMOGRAFI DENGAN MEMBANGUN KESADARAN NEGARA UNTUK MENUTUP RUANG PERKAWINAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempertahankan keluarga (Biresaw, 2014). Pernikahan dapat terjadi pada usia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mental dan fisik. Persiapan mental seseorang dilihat dari faktor usia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak bawah lima tahun (balita) merupakan masa golden period,

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Masalah kemiskinan telah menyebabkan masalah lain muncul, salah

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB II KONVENSI HAK ANAK SEBAGAI HUKUM INTERNASIONAL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

BAB I PENDAHULUAN. pada fisik dan mental, bila di lihat dari segi fisik remaja belum kuat untuk hamil karena

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring

PENDUDUK LANJUT USIA

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang tidak semua orang ambil pusing untuk mengatasi fenomena tersebut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Children's Emergency Fund (WHO dan UNICEF 2004), berat badan lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada era globalisasi saat ini banyak isu-isu seputar politik dan keamanan mulai beralih ke masalah yang menyangkut lingkungan hidup, permasalahan ekonomi, hak asasi manusia, dan juga buruh. Permasalahan mengenai hak asasi manusia mulai berkembang seperti masalah pernikahan anak di bawah umur. Pernikahan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia. Hukum hak asasi manusia mengamanatkan bahwa pernikahan seharusnya hanya melibatkan kemitraan formal yang mengikat antara orang dewasa. The Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak Anak) mendefinisikan anak sebagai setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun sehingga pernikahan (perkawinan) yang dilakukan oleh seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun tersebut secara internasional dikategorikan sebagai pernikahan anak. Pernikahan anak (child marriage) didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik, fisiologis, dan psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut (Eddy Fadlyana, Agustus 2009). Anak dengan usia di bawah 18 tahun masih belum pantas dinikahi dan belum dapat memenuhi persyaratan untuk menikah baik secara fisik maupun moral. Di usia yang bisa dibilang masih sangat dini yakni kurang dari 18 tahun, mereka seharusnya duduk di bangku sekolah dengan gelar pelajar bukan dengan gelar istri atau suami (Sagade, 2005). Pernikahan anak merupakan pelanggaran dasar terhadap hak asasi anak dan melanggar Convention On The Rights of The Child (Konvensi Hak Anak/KHA) dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). KHA mendefinisikan setiap orang di bawah usia 18 tahun sebagai anak dan berhak atas semua perlindungan anak. Pernikahan anak melanggar sejumlah hak asasi manusia yang dijamin oleh KHA yang 1

di antaranya sebagai berikut (UNICEF, Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia, 2016) : 1. Hak atas pendidikan : Pernikahan anak mengingkari hak anak untuk memperoleh pendidikan, bermain, dan memenuhi potensi mereka karena dapat mengganggu atau mengakhiri pendidikan mereka. 2. Hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan (termasuk kekerasan seksual) : Pernikahan anak meningkatkan kerentanan anak perempuan terhadap kekerasan fisik, seksual, dan mental. 3. Hak atas kesehatan : Pernikahan anak dapat meningkatkan risiko anak perempuan terhadap penyakit dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan dini. Selanjutnya, Pernikahan anak membatasi kontrol anak perempuan atas tubuh mereka sendiri, termasuk kemampuan seksual dan reproduksi mereka. 4. Hak untuk dilindungi dari eksploitasi : Pernikahan anak seringkali terjadi tanpa persetujuan anak atau melibatkan pemaksaan yang menghasilkan keputusan yang ditujukan untuk mengambil keuntungan dari mereka atau merugikan mereka daripada memastikan bahwa kepentingan terbaik mereka terpenuhi. 5. Hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua mereka (dipisahkan dari orang tua bertentangan dengan keinginan mereka) : pernikahan anak memisahkan anak perempuan dari keluarga mereka dan menempatkan mereka dalam hubungan dan lingkungan yang asing dimana mereka mungkin tidak dirawat atau dilindungi, dan dimana mereka tidak memiliki suara atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan atas kehidupan mereka sendiri. Dalam hukum internasional, pernikahan anak ditetapkan sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya sebagaimana tercantum dalam pasal 16 (2) pada Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai. 2

Praktek pernikahan anak dapat ditemukan di sejumlah wilayah di dunia. Menurut data UNICEF tahun 2016 melalui Girls Not Brides: The Global Partnership to End Child Marriage, menunjukan bahwa presentase perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun berkisar 45% terjadi di Asia Selatan, 39% terdapat di Sub-Sahara Afrika, 23% terdapat di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia, dan 18% terdapat di Timur Tengah dan Afrika Utara (Brides, 2017). Gambar 1. Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun yang Menikah Sebelum Usia 18 Tahun di Asia Selatan, Sub-Sahara Afrika, Amerika Latin dan Kepulauan Karibia, Timur Tengah dan Afrika Utara. Sumber: UNICEF, The State of the World s Children, 2016. Pernikahan anak terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan, tetapi anak perempuan memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dari pada anak laki-laki. Di seluruh dunia, lebih dari 650 juta wanita yang hidup hari ini menikah sebagai anak-anak. Diperkirakan 12 juta anak perempuan di bawah 18 tahun menikah setiap tahunnya (UNICEF, 2018). Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun cenderung tidak bersekolah dan berpotensi besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Anak perempuan juga berpotensi meninggal karena kehamilan dan persalinan dibandingkan dengan perempuan di usia 20-an; bayi mereka lebih mungkin lahir mati atau meninggal di bulan pertama setelah kelahiran. 3

Gambar 2. Persentase Perempuan Berusia 20 Hingga 24 Tahun yang Pertama Kali Menikah Sebelum Usia 15 Tahun dan Sebelum Usia 18 Tahun Menurut Kawasan. Sumber: UNICEF global databases, 2018, based on DHS, MICS and other national surveys, 2010-2017. Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah masalah pernikahan anak yang masih marak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2013 Indonesia menduduki peringkat ke-103 dari 152 negara di seluruh dunia dalam Indeks Pembangunan Gender Program Pembangunan PBB dengan masalah pernikahan anak. Prevalensi pernikahan anak di Indonesia telah mengalami penurunan lebih dari dua kali lipat dalam tiga dekade terakhir tetapi masih merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Timur dan Pasifik (UNICEF, 2016). Menurut data UNICEF State of the World's Children tahun 2017 melalui Girls Not Brides: The Global Partnership to End Child Marriage, Indonesia berada di peringkat ke-8 dari 20 negara dengan angka mutlak tertinggi dari pernikahan anak. Sebanyak 1.408.000 perempuan berusia 20 hingga 24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun (Watkins, 2016). 4

Persentase perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 16 tahun lebih sedikit, tetapi setelah mencapai usia 16 tahun hingga sebelum usia 18 tahun, persentasenya semakin besar. Peningkatan pernikahan setelah anak perempuan mencapai usia 16 tahun menunjukkan bahwa pernikahan anak perempuan usia 16 dan 17 tahun masih marak di Indonesia. Analisis data Susenas menunjukkan bahwa terdapat penurunan pernikahan anak sebelum usia 16 tahun di antara tahun 2008 dan 2010, yaitu dari 7,2% menjadi 5,9%. Kemudian penurunan lebih lanjut terjadi pada tahun 2012 yaitu menjadi sebesar 5,4%. Sementara itu pernikahan anak sebelum usia 18 tahun menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dan mengalami sedikit kenaikan, dari 24,5% pada tahun 2010 menjadi 25,0% pada tahun 2012. Dalam rentang waktu 20132015, persentase penurunan prevalensi pernikahan sebelum usia 16, yaitu dari 4,8% menjadi 3,5%. Sedangkan untuk pernikahan anak sebelum usia 18 tahun mengalami penurunan yang cukup tinggi dari 24,2% pada tahun 2013 kemudian menjadi 22,8% pada tahun 2015 (UNICEF, 2016). Gambar 3. Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun yang Menikah Sebelum Usia 15, 16, atau 18 Tahun di Indonesia. Sumber: Analisis Sekunder SUSENAS tahun 2008-2012, 2013 dan 2015 Menurut data prevalensi pernikahan anak yang tersedia di tingkat provinsi, pada tahun 2015 persentase perempuan berusia 20 sampai 24 yang menikah sebelum usia 18 yang paling tinggi berada di Sulawesi Barat dengan persentase 34,2% dan Kalimantan Selatan dengan persentase 33,7% (UNICEF, 2016). Rata-rata selama tujuh tahun dari 5

periode 2008 hingga 2015 (tidak termasuk 2014), D.I. Yogyakarta dan DKI Jakarta memiliki prevalensi terendah dengan persentase 13,3% dan 13,7% sementara Sulawesi Barat dan Kalimantan Tengah memiliki prevalensi tertinggi presentase masing-masing yaitu 36,2% dan 35,5% (UNICEF, 2016). Penyebab terjadinya kasus-kasus penikahan anak di Indonesia, yang utama adalah Pasal 7 Undang-Undang Pernikahan Indonesia tahun 1974 tentang usia minimum pernikahan telah menimbulkan perdebatan yang intensif di Indonesia. Menurut UndangUndang Pernikahan saat ini, persetujuan orang tua dapat diajukan untuk mendukung semua pernikahan di bawah usia 21 tahun. Dengan persetujuan orang tua, perempuan dapat menikah secara sah pada usia 16 tahun dan laki-laki pada usia 19 tahun. Bahkan, orang tua anak perempuan yang berusia di bawah 16 tahun dapat menikahkan anak perempuan mereka walau masih sangat muda dengan mengajukan permohonan kepada petugas pernikahan atau pengadilan negeri agama untuk memberikan dispensasi. Lebih dari 90 persen permintaan dispensasi diterima dan jumlah permohonan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Burn, 2014). Undang Undang Pernikahan bertentangan dengan Undang-Undang Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengharuskan orang tua untuk mencegah pernikahan anak (Pasal 26, 1c) dan mendefinisikan anak sebagai setiap orang di bawah usia 18 tahun (Pasal 1 ayat 1). Undang-Undang Pernikahan juga menetapkan usia pernikahan yang lebih rendah untuk anak perempuan daripada anak laki-laki. Oleh karena itu, anak perempuan lebih rentan terhadap akibat buruk dari pernikahan anak daripada anak lakilaki. Usia minimum yang berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki juga mencerminkan pandangan diskriminatif dan merugikan karena anak perempuan boleh menikah dengan usia yang lebih rendah daripada anak laki-laki didorong oleh peranperan yang diharapkan dari mereka dalam keluarga dan masyarakat (UNICEF, 2016) Pernikahan anak yang terjadi di Indonesia juga disebabkan karena faktor ekonomi. keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi akan cenderung menikahkan anaknya pada usia muda untuk melakukan pernikahan dini. Pernikahan ini diharapkan menjadi solusi bagi kesulitan ekonomi keluarga, dengan menikah diharapkan akan mengurangi beban ekonomi keluarga, sehingga akan sedikit dapat mengatasi kesulitan 6

ekonomi. Riset terakhir International Center for Research on Women di Indonesia menunjukkan bahwa anak-anak perempuan miskin dan terpinggirkan di Indonesia menghadapi risiko paling tinggi terhadap pernikahan anak. Beberapa orang tua menikahkan anak perempuan mereka sebagai strategi untuk mendukung kelangsungan hidup ketika mengalami kesulitan ekonomi. Orang tua juga menikahkan anak perempuan mereka lebih cepat karena mereka percaya bahwa ini merupakan cara terbaik secara ekonomi bagi anak dan keluarga mereka. Disamping itu, masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan tidak mampu membiayai membiayai pendidikan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggung jawab orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya (UNICEF, 2006). Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan dan usia saat menikah, semakin tinggi usia anak saat menikah maka pendidikan anak relatif lebih tinggi dan demikian pula sebaliknya. Kasus pernikahan anak yang terjadi di Indonesia berdampak pada pendidikan, kesehatan, penghasilan, keselamatan, kemampuan anak, dan membatasi status dan peran anak tersebut. Anak yang mengalami pernikahan terpaksa berhenti sekolah atau tidak dapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Anak perempuan akan hamil di usia yang begitu belia dan sangat berisiko karena organ-organ tubuhnya belum siap. Selain itu, mengasuh anak butuh kematangan secara fisik maupun mental. Sementara seorang anak perempuan di usianya yang masih anak-anak sudah harus mengasuh anaknya sendiri. Hari-harinya akan dipenuhi kesibukan merawat dan mengasuh anak dan tidak lagi memiliki kesempatan mengembangkan diri sesuai bakat dan potensi yang dimilikinya. Bahkan berpotensi kehilangan kesempatan bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah pernikahan anak, diantaranya Indonesia bekerjasama dengan salah satu organisasi internasional dibawah naungan PBB yaitu UNICEF (United Nation 7

Children s Fund) untuk mengurangi angka pernikahan anak di Indonesia. UNICEF mencatat bahwa masalah pernikahan anak yang tercapai di Indonesia menyangkut hakhak anak cukup tinggi untuk menarik minat pihak luar negeri untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan bantuan kesejahteraan anak-anak di Indonesia. UNICEF melaksanakan peranannya berlandaskan Konvensi CEDAW. UNICEF bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa setiap anak yang lahir di Indonesia mendapatkan awal yang terbaik dalam hidup, berkembang dan untuk mengembangkan potensi penuhnya. UNICEF bekerja di Indonesia untuk melindungi semua hak anak di Indonesia, ini berarti hak untuk setiap anak yang tinggal di Indonesia. Program bantuan yang diberikan oleh UNICEF berkaitan erat dengan hak anak seperti layanan kesehatan, layanan pendidikan, program perlindungan anak. Program tersebut diberikan pada dasarnya disesuaikan dengan program yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. UNICEF memiliki beberapa langkah dalam membahas kasus pernikahan anak di Indonesia diantaranya yang berhubungan dengan perlindungan anak (child protection), dan mempertegas Hak Asasi seorang anak (children rights). I.2 RUMUSAN MASALAH Menikah di usia kurang dari 18 tahun merupakan realita yang harus dihadapi sebagian anak di seluruh dunia, terutama di Indonesia. Meskipun Deklarasi Hak Asasi Manusia secara eksplisit menentang pernikahan anak, namun ironisnya, praktek pernikahan usia di bawah umur 18 tahun masih terus berlangsung dan hal ini merefleksikan perlindungan hak asasi kelompok usia muda yang terabaikan. Peraturan seperti The Prohibition of Child Marriage Act, 2006 (PCMA, 2006) seringkali tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu kelompok masyarakat. Hal tersebut menjadi perhatian organisasi internasional The United Nations Children s Fund (UNICEF) sebagai organisasi internasional yang mempunyai misi melindungi Hak Asasi Anak dan Perempuan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam menanggulangi pernikahan anak yang terjadi di Indonesia. 8

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana peran UNICEF dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia periode 2014-2017? Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai penelitian ini dan untuk menghindari penyimpangan dari permasalahan yang diangkat, maka diperlukan suatu batasan dalam membahas permasalahan yang dikemukakan. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah penulis hanya memfokuskan Kabupaten Indramayu untuk menjawab rumusan masalah diatas. I.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui penyebab terjadi tingginya masalah pernikahan anak di Indonesia. 2. Untuk memahami kebijakan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia. 3. Untuk menganalisis peran UNICEF sebagai organisasi internasional yang mempunyai misi untuk melindungi hak asasi anak dan perempuan dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia. I.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang diberikan dari penelitian ini sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Secara teoritis dapat menambah wawasan ilmu Hubungan Internasional yang berkaitan dengan bahan yang diteliti, khususnya peran organisasi Internasional (UNICEF) dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia. b. Manfaat Praktis 9

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai peran UNICEF dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia. 2. Dapat dijadikan informasi bagi pihak terkait dengan masalah yang diteliti serta bagi masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai peran UNICEF dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia. I.5 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan terdiri dari lima bab, setiap bab terdiri dari sub bab yang disesuaikan dengan pembahasan yang dilakukan. Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Pada Bab I, penulis akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Pada Bab II, penulis akan membahas mengenai literature review, kerangka pemikiran yang terdiri dari teori teori dan konseptual, alur pemikiran dan asumsi / hipotesis. BAB III : Metode Penelitian Pada Bab III, penulis akan membahas mengenai jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data serta waktu dan lokasi penelitian. BAB IV : Pernikahan Anak di Indonesia. Pada Bab IV penulis akan menjelaskan mengenai masalah pernikahan anak di Indonesia, faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan anak di Indonesia, dampakdampak yang terjadi pada pernikahan anak di Indonesia, kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani masalah pernikahan anak di Indonesia. 10

BAB V : Peran The United Nations Children s Emergency Fund (UNICEF) dalam Menanggulangi Masalah Pernikahan Anak di Indonesia Periode 2014 2017 Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai tinjauan umum UNICEF, peran UNICEF di Indonesia, menganalisa peran UNICEF dalam menanggulangi masalah pernikahan anak di Indonesia, kemudian membahas mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi UNICEF dalam menangani penanggulangan masalah pernikahan anak di Indonesia. BAB VI : Kesimpulan dan Saran Pada bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian dan saran guna masukan terkait akan permasalahan yang diangkat oleh penulis. 11