BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000) Gangguan jiwa dapat memengaruhi fungsi kehidupan seseorang. Aktivitas penderita, kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa apa pun harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita keluarga, dan masyarakat (http://lkpkindonesia.blogspot.com, di ambil tanggal 4 november 2010) Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), dr H Syafii Ahmad MPH, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. 1
Menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga, data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 %. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan 14,1% penduduk mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat, kondisi ini diperberat melalui aneka bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah indonesia. Data jumlah pasien gangguan jiwa di indonesia terus bertambah, data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) diseluruh indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang, kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa terjadi di sejumlah kota besar. Pada umumnya gambaran utama individu yang mengalami perilaku kekerasan yaitu individu kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup, serta gagal menerima tanggung jawab untuk dirinya sendiri. Ia akan tergantung pada orang lain dan gagal mengembangkan kemampuan sendiri. Selain itu ia juga banyak menuntut diri sendiri karena ideal diri yang ditetapkan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dicapai. 2
Pada daerah jawa tengah sendiri menurut Direktur RSJD Amino Gondohutomo, Semarang, dr.sri Widiya Yati SPPK Mkes mengatakan angka kejadian penderita gangguan jiwa di jawa tengah berkisar 3300 orang hingga 9300 orang angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah terdiagnosa. Diantara penderita gangguan jiwa tersebut salah satunya adalah perilaku kekerasan. Rata rata perilaku kekerasan dialami oleh pasien usia 25-60 tahun dengan permasalahan umumnya adalah masalah perekonomian keluarga dan masalah rumah tangga dengan prosentase 90%. Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera ditanggulangi sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat sepserti bunuh diri dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Menurut studi pendahuluan pada bulan Desember 2010 di ruang VI (Gatotkoco) RSJD Dr. Aminogondohutomo dari 25 klien, yang mengalami halusinasi 10 atau 40%, perilaku kekerasan orang 7 atau 28%, harga diri rendah mencapai 5 orang atau 20%, menarik diri 3 orang atau 12%. Ratarata dari mereka berkisar antara usia 25-40 tahun. Tanda-tanda perilaku kekerasan yang ditemukan pada klien diantaranya rasa khawatir pada diri sendiri, menarik diri dari realitas serta gangguan berhubungan yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga. Dalam hal ini kenapa penulis mengambil kasus perilaku kekerasan di karenakan masalah-masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius dimulai dari resiko perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan juga dapat memberi 3
gambaran bagaimana seseorang mengalami gangguan resiko perilaku kekerasan dan dampaknya yang komplek seperti resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, resiko bunuh diri. Atas dasar fenomena diatas penulis tertarik menganggkat judul asuhan keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan. B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Untuk menggambarkan asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan, serta penulis dapat memberikan asuhan keperwatan jiwa secara optimal. 2. Tujuan khusus a) Penulis dapat mendiskripsikan pengkajian pada klien dengan resiko perilaku kekerasan b) Penulis dapat mendiskripsikan masalah keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan c) Penulis dapat mendiskripsikan perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah resiko perilaku kekerasan. d) Penulis dapat mendiskripsikan implementasi pada klien dengan resiko perilaku kekerasan. e) Penulis dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan. 4
f) Penulis dapat mengidentifikasi hambatan dalam perawatan pasien dengan resiko perilaku kekerasan. C. Metode Penulisan Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses keperawatan jiwa yang terdiri dari: pengkajian, diagnosa keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi, Deskriptif merupakan gambaran kasus yang dikelola dengan cara pengumpulan data yang di peroleh dengan cara pengumpulan data yang diperoleh saat pengkajian sampai dengan evaluasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Wawancara Mengadakan tanya jawab dengan pihak yang terkait pasien, keluarga, maupun tim kesehatan mengenai data pasien perilaku kekerasan, wawancara dilakukan selama proses keperawatan berlangsung. 2. Observasi Yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien serta melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dengan timbulnya perubahan klinis selama observasi. 5
3. Dokumentasi Dokementasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan perawatan, maupun pengobatan, serta dokumen lainnya untuk membandingkan dengan data yang ada. 4. Studi kapustakan Menggunakan dan mempelajari literatur-literatur medis maupun perawatan yang menunjang sebagai pedoman toritis untuk menegakkan diagnosa dan perencanaan yang berhubungan dengan perilaku kekeasan. D. Sistematika penulisan Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini ditulis dalam lima bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab yaitu : BAB I Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan teori meliputi pengertian, rentang respon, penyebab, tanda dan gejala, mekanisme koping, faktor predisposisi, 6
faktor presipitasi, masalah keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan. BAB III Tinjauan kasus meliputi pengkajian, analisa data, pohon masalah, diagnosa keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. BAB IV Pembahasan BAB V Penutup meliputi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA 7