BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan. RSUD Kota Yogyakarta

PRINSIP DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

Esti Nurwanti, S.Gz., Dietisien., MPH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

Definisi Diabetes Melitus

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM

PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA

LAPORAN KASUS PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA DI PUSKESMAS JELAMBAR 1. Edwin

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

DIABETES MELLITUS. DYAH UMIYARNI P, SKM,M.Si

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tanya-Jawab seputar. Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DATA DAN ANALISA. mendukung Tugas Akhir ini, seperti : Literatur berupa media cetak yang berasal dari buku-buku referensi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELITUS TIPE II PADA IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGETAHUAN YANG KURANG TENTANG DIABETES DAN AKTIVITAS FISIK KURANG TERATUR

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Discharge Planning. menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mitos dan Fakta Kolesterol

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengertian a. Diabetes Mellitus Menurut Hartono (2013:519) diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah meningkat yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. b. Ulkus Diabeticum Pedis Komplikasi ulkus adalah kondisi ekstremitas bawah yang khas terjadi pada diabetes mellitus. Kondisi ini merupakan komplikasi yang kerap berkembang pada penderita diabetes mellitus terutama pada pasien yang telah menderita diabetes mellitus selama lebih dari 10 tahun dan dengan kontrol glikemik yang buruk. Ulkus adalah luka atau rusaknya barrier kulit sampai ke seluruh lapisan dermis dan proses penyembuhan cenderung lambat. Arterosklerosis pada pembuluh darah dapat menurunkan aliran darah dan oksigen ke jaringan sehingga menyebabkan kematian jaringan. Ulkus diabeticum disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemik (gangguan pembuluh darah), 11

12 neuropati dan infeksi. Neuropati pada pasien diabetes dapat bermanifestasi pada komponen motoric, autonomic menyebabkan penurunan fungsi kelenjar keringat dan minyak. Kemampuan kulit untuk melembabkan akan menurun dan kulit kaki akan menjadi kering dan pecah-pecah yang akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri. Neuropati sensorik akan mengakibatkan hilangnya sensasi, perubahan pada kulit dan otot yang mempermudah terjadinya ulkus. Keadaan dan pekembangan ulkus secara umum dilihat berdasarkan ukuran, kedalaman, tampilan dan lokasinya.terdapat beberapa sistem klasifikasi dan tahapan perkembangan ulkus, tapi tidak ada yang diterima secara universal. Salah satu sistem tersebut adalah Perfusion, Extent, Depth, Infection, Sensation (PEDIS) dan Wagner Ulcer Classification System. Klasifikasi berdasarkan PEDIS menilai perfusi, luas/ukuran, kedalaman, infeksi dan sensasi, sementara klasifikasi Wagner menilai kedalaman luka dan luas jaringan nekrosis

13 Tabel 1. Sistem klasifikasi PEDIS No Tanda Klasik Keparahan Infeksi 1 Tidak ada tanda-tanda infeksi. Tanpa infeksi 1 2 Terdapat 2 tanda inflamasi Ringan 2 (purulen/eritema, nyeri hangat/indurasi); selulitis/eritema 2 cm di sekitar ulkus terbatas pada kulit atau jaringan subkutan. 3 Infeksi ringan dan terdapat 1 tanda: Sedang 3 Selulitis >2 cm, limfangitis, lebih dalam dari subkutan, abses, gangren, melibatkan otot, tendon, sendi atau tulang. 4 Infeksi dengan toksisitas sistemik Berat 4 atau ketidakstabilan metabolik (demam, takikardi, hipotensi, muntah, leukositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia). Sumber: Clayton W, Elasy TA. A Review of the Pathophysiology, Classification, and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Volume 27, Number 2, 2009 Clinical Diabetes. 2. Pemeriksaan Diabetes Mellitus Menurut Purnamasari (2014:2323) pemeriksaan diabetes mellitus dilakukan di laboratorium klinik dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Tapi, dapat juga menggunakan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler dengan memperhatikan kriteia-kriteria menurut WHO.

14 Tabel 2. Kriteria DM Kriteria diabetes menurut ADA (GDP) dan WHO (G2PP). (1 mmol/l=18 mg/dl) Sampel darah Plasma Kapiler Whole GDP (mmol/l) Normal <6.1 <5.6 <5.6 Glikemia puasa terganggu 6.1-6.9 5.6-6.0 5.6-6.0 Diabetes Mellitus 7.0 6.9 6.1 GD2PP (mmol/l) Normal <7.8 <7.8 <6.7 Glikemia puasa terganggu 7.8-11.0 7.8-11.0 6.9-9.9 Diabetes 11.0 11.0 10.0 Mellitus Sumber: Handbook of Diabetes, 4th edition. By Rudy Bilous & Richard Donnelly. Published 2010 by Blackwell Publishing Ltd. Menurut Purnamasari (2014:2324) pemeriksaan glukosa darah abnormal dan disertai dengan gejala khas maka sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Namun, jika tidak ditemukan gejala khas maka diperlukan pemeriksaan glukosa darah abnormal dua kali. Poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab adalah gejala khas diabetes mellitus, sedangkan lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita adalah gelaja tidak khas.

15 3. Klasifikasi Diabetes Melitus a. Diabetes Mellitus Tipe I Menurut Wahyuningsih (2013:141) diabetes mellitus tipe I adalah kondisi dimana sel-β dalam kelenjar langerhans tidak dapat menghasilkan insulin dengan cukup. Pada tahap ini, insulin tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan cepat sehingga kadar glukosa darah akan semakin tinggi sebagai akibat dari hilangnya fungsi lain insulin yakni fungsi menghentikan produksi glucagon saat glukosa darah tinggi. b. Diabetes Mellitus Tipe II Menurut Wahyuningsih (2013:142) diabetes mellitus tipe II ini sel-β dalam kelenjar langerhans masih dapat memproduksi insulin, tapi insulin yang dihasilkan tidak dapat memberikan efek atau reaksi terhadap sel tubuh untuk mengurangi kadar glukosa darah. c. Diabetes Mellitus Gestasional Menurut Wahyuningsih (2013:142) diabetes mellitus gestasional adalah hiperglikemia yang tejadi selama masa kehamilan. Diabetes mellitus tipe ini biasanya terjadi pada perempuan yang tidak menderita diabetes sebelum hamil dan sesudah melahirkan kadar glukosa darah akan kembali normal.

16 4. Skrining Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014:8) proses asuhan gizi terstandar (PAGT) dilakukan pada pasien yang memiliki risiko masalah gizi yang dapat diketahui melalui skrining gizi. Skrining dilakukan setelah pasien masuk rumah sakit dan diulang setelah 7 hari pada pasien rawat inap menggunakan form skrining sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien diabetes mellitus dapat menggunakan form skrining NRS-2002 untuk pasien dewasa, semakin besar skor skrining maka semakin berisiko malnutrisi. 5. Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Menurut Wahyuningsih (2013:144) tujuan penatalaksanaan diet penderita diabetes mellitus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi/menghilangkan keluhan diabetes mellitus, dan mengurangi risiko komplikasi. Tujuan jangka panjang mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati, dan tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas akibat diabetes mellitus. Prinsip pengaturan makan penderita diabetes mellitus yaitu makanan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penderita diabetes mellitus perlu ditekankan mengenai pentingnya 3J (jadwal makan yang teratur, jenis dan jumlah kandungan kalori).

17 a) Tujuan diet pada penderita diabetes mellitus dilakukan untuk mendapatkan control metabolik yang lebih dengan cara: 1) Mempertahankan glukosa darah agar mendekati normal dengan memberikan asupan yang seimbang 2) Mencapai dan mempertahankan kadar lipid 3) Memberi energi yang cukup 4) Meningkatkan derajat kesehatan melalui gizi b) Syarat diet penderita diabetes mellitus 1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan basal yang besarnya 25-30 kkal/kgbb, ditambah factor aktivitas dan keadaan khusus seperti kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi. 2) Kebutuhan protein 10-20% dari total kebutuhan energi. 3) Kebutuhan lemak 20-25% dari total kebutuhan energi, energi terdiri dari lemak jenuh <10% kebutuhan, lemak tak jenuh ganda <10% kebutuhan dan sisanya lemak tak jenuh tunggal, kolesterol dianjurkan 300 mg/hari. 4) Kebutuhan karbohidrat 60-70% dari total kebutuhan energi. 5) Pembatasan penggunaan gula murni sampai 5% dari total kebutuhan energi jika kadar glukosa sudah terkendali. Jika kadar glukosa belum terkendali maka penggunaan gula

18 murni pada makanan dan minuman tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. 6) Asupan serat 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan dengan mengutamakan serat larut air yang terdapat dalam sayur dan buah. 7) Pasien diabetes mellitus dengan tekanan darah normal boleh mengonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat sebesar 3000mg/hari. 8) Cukup vitamin dan mineral. c) Perhitungan kebutuhan penderita diabetes mellitus BMR laki-laki BMR wanita Energi = 30 x BBI = 25 x BBI = (BMR + faktor aktivitas) faktor umur Menurut PERKENI (2011) faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik/ pekerjaan, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi, dan berat badan. 1) Jenis kelamin Menurut Wahyuningsih (2013:144) kebutuhan basal wanita lebih sedikit daripada pria. Oleh karena itu, kebutuhan basal wanita sebesar 25kkal/kg BB sedangkan kebutuhan basal pria 30kkal/kg BB.

19 2) Umur Kebutuhan energi penderita diabetes mellitus berkurang seiring bertambahnya umur. Tabel 3. Pengurangan Kebutuhan Berdasarkan Umur Kategori Keterangan 0-40 th 0% BMR 40-59 th 5% BMR 60-69 th 10% BMR 70 th 15% BMR Sumber: Soelistijo S., dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. E-book. Jakarta: Pb. PERKENI 3) Aktivitas fisik Jenis aktivitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Menurut Soelistijo (2015) aktivitas dikategorikan menjadi 4 yaitu bedrest, ringan, sedang dan berat. Tabel 4. Penambahan kebutuhan Menurut Aktivitas Fisik Kategori Keterangan Bedrest 10% BMR Ringan 20% BMR Sedang 30% BMR berat 40% BMR Sumber: Soelistijo S., dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. E-book. Jakarta: Pb. PERKENI 4) Stress metabolik Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis, operasi, trauma).

20 5) Kehamilan/laktasi Menurut Wahyuningsih (2013:144) kehamilan pada trimester I diperlukan penambahan kalori sebesar 150kkal/hr sedangkan pada trimester II dan III ditambah 350 kkal/hr. Pada keadaan laktasi kebutuhan kalori harus ditambahn 550kkal/hr. 6) Komplikasi Menurut Wahyuningsih (2013:144) infeksi, trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk setiap kenaikan 1 derajat celcius. 7) Berat badan Menurut Wahyuningsih (2013:145) pada penderita diabetes mellitus yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan, sedangkan untuk penderita diabetes mellitus yang kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria. Makanan yang dianjurkan pangan sumber karbohidrat seperti beras, ubi, singkong, kentang, roti tawar, tepung terigu, sagu, dan tepung singkong; pangan sumber protein hewani seperti daging sapi,

21 ayam, ikan, telur, susu, dan hasil olahannya; sayur rendah kalium; buah rendah kalium; dan semua jenis bumbu selain gula. Makanan yang dibatasi bagi penderita diabetes mellitus adalah pangan sumber karbohidrat tinggi natrium seperti cake, sumber protein hewani yang diawetkan, sumber protein nabati, sayuran tinggi kalium (seperti tomat, kol, bayam, buncis, kembang kol, dll), buah tinggi kalium, berbagai minuman bersoda dan beralkohol, serta semua jenis gula murni dan madu. 6. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) Menurut Wahyuningsih (2013:4) proses asuhan gizi terstandar (PAGT) adalah suatu metode pemecahan masalah yang sistematis yang harus dilakukan secara berurutan dimulai dari langkah assesment, diagnosis, intervensi dan monitoring dan evaluasi gizi (ADIME). Langkah-langkah dalam PAGT saling berkaitan satu dengan lainnya dan merupakan siklus yang berulang terus sesuai respon/perkembangan pasien. Apabila tujuan tercapai maka proses akan dihentikan, namun bila tujuan tidak tercapai atau tujuan awal tercapai tetapi terdapat masalah gizi baru maka proses berulang kembali mulai dari assesment gizi. Langkah-langkah PAGT: a. Assesment (Pengkajian) Menurut Kusumohartono dan Hartono (2014) Pengkajian gizi dilakukan untuk mengidentifikasi masalah gizi yang terkait

22 dengan asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis, dan aspek lingkungan serta penyebabnya yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis data. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) terdapat lima komponen dalam pengkajian gizi, diantaranya riwayat gizi/makanan, data antropometri, data biokimia, pemeriksaan klinis, dan riwayat pasien. 1) Data Antropometri Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013:17) data antropometri diketahui dengan metode pengukuran fisik pada pasien. Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya penimbangan berat badan (BB), pengukuran tinggi badan (TB), sedangkan pada pasien diabetes mellitus yang tidak dapat berdiri, maka dapat dilakukan estimasi tinggi badan menurut tinggi lutut (TL) atau tinggi badan menurut ULNA. Pengukuran lain seperti lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk estimasi berat badan. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan dapat digunakan untuk menentukan indeks massa tubuh (IMT) untuk mengetahui status gizi pasien. 2) Data Biokimia Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014:16) data biokimia dapat diketahui dengan uji laboratorium. Data ini meliputi keseimbangan asam basa, profil elektrolit dan

23 ginjal, profil asam lemak esensial, profil gastrointestinal, profil glukosa/endokrin, profil inflamasi, profil laju metabolik, profil mineral, profil anemia gizi, profil protein, profil urine dan profil vitamin. Pada penderita diabetes mellitus data biokimia yang umum digunakan meliputi kadar glukosa puasa, kadar 2 jam PP, profil lipid (HDL, LDL dan kolesterol), kadar keton dalam urin dan plasma, kadar ureum, kadar kreatinin darah dan profil elektrolit (K +, Na, CI -, Ca ++, Mg ++ ). Tabel 5. Nilai Laboratorium Pemeriksaan Nilai Normal Kadar glukosa puasa <110 mg/dl Kadar glukosa 2 jam PP <145 mg/dl HDL 35-55 mg/dl LDL <130 mg/dl Kolesterol <200 mg/dl Ureum 10-50 mg/dl Kreatinin <1,5 mg/dl Kalium 3,5 5,0 meq/l Natrium 135 145 meq/l Klorida 95 105 meq/l Kalsium 9 11 meq/l Sumber: Anggraeni. 2012. Asuhan Gizi: Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu 3) Data Fisik/Klinis Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014:16) pemeriksaan fisik/klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang berkaitan dengan masalah gizi. Hasil pemeriksaan fisik/klinis pada penderita meliputi tekanan darah, suhu, nadi, respirasi dan data keluhan pasien.

24 Tabel 6. Pemeriksaan Fisi-Klinis Pemeriksaan Nilai Normal Tekanan darah Systol: 120 mmhg Dyastol: 80 mmhg Nadi 60-100 kali/menit Respirasi 20 30 kali/menit Suhu 36 37 C Sumber: Anggraeni. 2012. Asuhan Gizi: Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu 4) Data Riwayat Makan Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013:16) data riwayat makan meliputi asupan makan termasuk komposisi, pola makan, diet yang sedang dijalani dan data lain yang terkait. Selain itu diperlukan juga data mengenai aktivitas fisik dan olahraga, kepedulian pasien mengenai gizi dan kesehatan, dan ketersediaan makanan di lingkungan pasien. Gambaran asupan makan dapat diketahui melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif. Anamnesis secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan pasien berdasarkan frekuensi penggunaan bahan sehari-hari dilakukan dengan metode FFQ. Anamnesis secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui asupan zat gizi sehari yang dilakukan dengan metode recall dan Comstock. Klasifikasi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sebagai berikut (WNPG, 2004) : 1) Baik : 80 110 % AKG 2) Kurang : <80%AKG 3) Lebih : >110% AKG

25 5) Data Pasien/klien Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014:16) riwayat klien meliputi riwayat personal, riwayat medis/kesehatan, dan riwayat sosial. a) Riwayat personal yaitu menggali informasi umum seperti usia, jenis kelamin, etnis, pekerjaan, merokok, cacat fisik. b) Riwayat medis/kesehatan pasien yaitu menggali penyakit atau kondisi pada klien atau keluarga dan terapi medis atau terapi pembedahan yang berdampak pada status gizi. c) Riwayat sosial yaitu menggali mengenai faktor sosioekonomi klien, situasi tempat tinggal, kejadian bencana yang dialami, agama, dukungan kesehatan dan lain-lain. b. Diagnosis Gizi Menurut Wahyuningsih (2013:5) diagnosis gizi merupakan kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi yang berisiko menyebabkan masalah gizi. Berbeda dengan diagnosis medis, diagnosis gizi diharapkan dapat terpecahkan melalui intervensi gizi. Terkait dengan intervensi gizi, diagnosis gizi dapat berubah sesuai dengan respon pasien.

26 Menurut Kusumohartono dan Hartono (2014) diagnosis gizi ditulis dengan PES (Problem-Etiologi- Signs/Symtomp). Problem atau permasalahan dipilih dengan melihat acuan pada buku Nutrition Diagnosis, terdapat tiga domain terkait dengan masalah gizi yaitu asupan, klinis, dan perilaku/lingkungan. Etiologi didapatkan dengan melihat hasil pengkajian, yang dituliskan mengikuti istilah diagnostik gizi dengan dihubungkan oleh kata yang berhubungan/berkaitan dengan. Selanjutnya, pada bagian akhir adalah signs/symtomp atau tanda-tanda dan gejala yang dituliskan dengan dihubungkan oleh kata yang dibuktikan/ditandai oleh. Semua ini harus dinyatakan dengan istilah yang terukur sehingga dapat dimonitor untuk menilai kemajuan dalam mencapai tujuan.

27 Tabel 7. Parameter Diagnosis Gizi untuk Diabetes Mellitus Parameter Uraian Kode Riwayat Kebiasaan mengonsumsi NI-1.5, NI-2.2 makan makanan tinggi gula dan lemak Biokimia kadar glukosa puasa, kadar 2 jam PP, profil lipid (HDL, LDL dan kolesterol), kadar keton dalam urin dan plasma, kadar ureum, kadar kreatinin darah dan profil elektrolit (K +, Na, CI -, Ca ++, Mg ++ ) NC-2.2 Antropometri Berat badan (riwayat dan NC-3.3 Pemeriksaan fisik-klinis tanda-tanda obesitas) Pengukuran tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi NC-2.2 Riwayat personal Riwayat penyakit pasien dan keluarga NB-1.3, NB- 1.5 Sumber: Wahyuningsih. 2013. Piñatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu c. Intervensi Gizi Menurut Kusumohartono dan Hartono (2014) intervensi gizi adalah suatu tindakan terencana untuk mengatasi etiologi dalam problem gizi atau mengurangi tanda-tanda dan gejala dalam masalah gizi. Intervensi gizi terdiri dari dua tahap yaitu perencanaan dan implementasi. Tahap perencanaan dimulai dengan menentukan prioritas diagnosis gizi berdasarkan derajat kegawatan masalah untuk menghilangkan penyebab (etiologi dari problem), bila etiologi tidak dapat ditangani oleh ahli gizi maka intervensi direncanakan untuk mengurangi tanda dan gejala masalah

28 (signs/simptoms). Dilanjutkan dengan penentuan tujuan diet yang sesuai dengan kondisi pasien, membuat strategi intervensi dilanjutkan dengan menyusun preskripsi diet. Langkah selanjutnya yaitu implementasi rencana intervensi kepada pasien. 1) Pemberian diet Penyampaian makanan atau zat gizi pasien diabetes mellitus meliputi pemberian makan pasien diabetes mellitus dan camilan (makan utama diberikan 3 kali dan camilan 2-3 kali per hari dengan interval waktu 3 jam), rute pemberian diet melalui oral dan pengobatan terkait diabetes mellitus. 2) Edukasi Menurut Kementerian Kesehatan RI. (2014) edukasi adalah memberi informasi untuk meningkatkan pengetahuan yang membantu pasien untuk mengelola atau memodifikasi diet dan perubahan perilaku untuk menjaga atau meningkatkan kesehatan. 3) Konseling Menurut Kementerian Kesehatan RI. (2014) konseling gizi adalah proses pemberian dukungan pada pasien dalam menentukan prioritas, tujuan dan membimbing kemandirian pasien dalam merawat diri sesuai kondisi dan menjaga kesehatan.

29 Pada pasien diabetes mellitus konseling penting untuk meningkatkan motivasi pelaksanaan dan penerimaan diet yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi pasien, sehingga asupan pasien meningkat dan risiko malnutrisi berkurang. 4) Koordinasi asuhan gizi Koordinasi asuhan gizi merupakan upaya untu melakukan konsultasi, rujukan atau kolaborasi, koordinasi pemberian asuhan gizi dengan tenaga kesehatan/institusi/ dietisien lain yang dapat membantu dalam mengelola masalah yang berkaitan dengan gizi. d. Monitoring dan Evaluasi Menurut Kusumohartono dan Hartono (2014) monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengukur kemajuan kearah tujuan dan mengetahui apakah masalah gizi sudah diperbaiki atau dipecahkan. Tahap pertama dalam monitoring adalah memastikan rencana intervensi gizi dapat terimplementasi dengan baik. Tahap kedua adalah mengukur hasil akhir, dengan membandingkan kondisi setelah diberikan intervensi dengan hasil pengkajian yang sudah tercantum dalam tujuan intervensi gizi.

30 Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) komponen monitoring dan evaluasi: 1) Monitoring Perkembangan a) Memantau kepatuhan pasien terhadap intervensi gizi. b) Memantau apakah intervensi yang diimplementasikan sesuai dengan preskripsi gizi yang telah ditetapkan. c) Memberikan bukti bahwa intervensi gizi telah atau belum merubah perilaku atau status gizi pasien. d) Mengindentifikasi hasil asuhan gizi yang positif maupun negatif. e) Mencari informasi yang menyebabkan tujuan asuhan tidak tercapai. f) Menyimpulkan hasil monitoring. 2) Mengukur Hasil a) Menentukan tujuan asuhan gizi untuk mengukur hasil yang diinginkan b) Menggunakan tujuan asuhan yang terstandar untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas pengukuran perubahan. 3) Evaluasi Dampak a) Membandingkan data yang di monitoring dengan tujuan preskripsi gizi atau standar rujukan untuk mengkaji perkembangan dan menentukan tindakan selanjutnya

31 b) Melakukan evaluasi dampak dari keseluruhan intervensi terhadap hasil kesehatan pasien secara menyeluruh. STOP (Rencana Tindak Lanjut) Gambar 1. Alur dan Proses Asuhan Gizi Pada Pasien Rawat Inap Sumber: Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. B. Landasan Teori Menurut WHO (2016) diabetes mellitus dibagi menjadi 2 kategori yaitu diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2, selain itu ada diabetes mellitus gestasional yaitu diabetes mellitus yang terjadi saat kehamilan. Diabetes mellitus didiagnosis dengan uji laboratorium dengan bahan plasma darah. Kadar glukosa penderita diabetes mellitus pada pemeriksaan GDP 126 mg/dl, pemeriksaan GDS 200 mg/dl dengan keluhan, keluhan penderita diabetes mellitus berupa 3P (polifagi, poliuria, dan polidipsi). Prinsip pengaturan makan penderita diabetes mellitus yaitu makanan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

32 masing-masing individu. Penderita diabetes mellitus perlu ditekankan mengenai pentingnya 3J (jadwal makan yang teratur, jenis dan jumlah kandungan kalori). Soelistijo et al (2015:23) jumlah kebutuhan kalori penderita diabetes mellitus antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kkal/kgbb ideal dengan memperhatikan beberapa faktor. Menurut Soelistijo et al (2015:20) komposisi zat gizi penting bagi penderita diabetes mellitus terdiri dari karbohidrat 45-65% total asupan energi, lemak 20-25% total asupan energi, protein 10-20% total asupan energi, dan serat 20-35gram/hari. C. Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana hasil skrining pasien Ulkus Diabetic Pedis Sinistra III rawat inap di RSUD Dr. Moewardi? b. Bagaimana hasil assesment pada pasien rawat inap Ulkus Diabetic Pedis Sinistra III di RSUD Dr. Moewardi? c. Bagaimana hasil diagnosis pada pasien rawat inap Ulkus Diabetic Pedis Sinistra IIIdi RSUD Dr. Moewardi? d. Bagaimana hasil intervensi gizi pada pasien rawat inap Ulkus Diabetic Pedis Sinistra III di RSUD Dr. Moewardi? e. Bagaimana hasil edukasi gizi pada pasien rawat inap Ulkus Diabetic Pedis Sinistra III di RSUD Dr. Moewardi? f. Bagaimana hasil monitoring dan evaluasi pada pasien rawat inap Ulkus Diabetic Pedis Sinistra III di RSUD Dr. Moewardi?