I. PENDAHULUAN. demokrasi dimana rakyat memiliki hak untuk dapat memilih secara langsung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut ( Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN TEGAL Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. peran-peran pihak terkait, dengan prosedur yang telah ditentukan dalam. dewan perwakilan rakyat daerah (Mashudi, 1993:23).

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

- 2 - MEMUTUSKAN : mencakup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK NOMOR : 07/Kpts/KPU-Kab /2012 TENTANG

Pengantar Ketua KPU. Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status)

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

Draft Peraturan KPU tentang Pencalonan Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2008/59, TLN 4844]

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah suatu sarana yang berfungsi sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak tersebut oleh

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

PANDUAN TEKNIS PENDAFTARAN PEMANTAU PEMILU. 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Penanggung Jawab Pembuatan atau Penerbitan informasi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA. Oleh RANGGA Kamis, 19 Juni :56

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Pembaruan Parpol Lewat UU

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi dimana rakyat memiliki hak untuk dapat memilih secara langsung wakilnya baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sejalan dengan undang-undang tersebut Rodee (2011: 218) menyatakan ukuran demokrasi yang paling jelas ialah hak pilih universal, hak setiap warga untuk memilih. Pemilihan Umum atau Pemilu yang dilakukan secara teratur dan berkala merupakan cara atau sarana yang tersedia bagi rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk dalam badan pemerintahan guna menjalankan kedaulatan rakyat. Pemilu merupakan salah satu kegiatan politik yang menunjukkan bahwa rakyat mempunyai peran strategis dalam kekuasaan politik. Pemilu tersebut diselenggarakan untuk memilih dan menentukan wakil rakyat untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sejarah mencatat Indonesia sebagai

2 salah satu negara demokrasi telah melaksanakan sepuluh kali pemilihan umum, yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Berdasarkan pemilu yang telah dilaksanakan tersebut, partisipasi masyarakat merupakan indikator keberhasilan pemilu. Budiardjo (2010: 368) menyatakan partisipasi politik tiap orang berbeda-beda. Tingginya partisipasi politik menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik. Seseorang semakin sadar bahwa dirinya berada di bawah kekuasaan negara, kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui berbagai kegiatan politik. Mereka yang ikut berpartisipasi terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya dapat diperhatikan dan bahwa mereka sedikit banyak dapat memengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan-keputusan yang mengikat. Mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek (political efficacy). Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah mengindikasikan seseorang tidak memiliki perhatian terhadap masalah kenegaraan. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan pemimpin negara menjadi kurang tanggap terhadap kebutuhan aspirasi masyarakat. Partisipasi yang rendah dianggap menunjukkan legitimasi yang rendah pula. Huntington (1994: 226) mengungkapkan partisipasi politik merupakan komponen penting dari pembangunan nasional. Adanya Pemilu diharapkan dapat melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang amanah, bertanggung jawab, dan tanggap atas kondisi rakyat. Tetapi, pada pelaksanaannya banyak

3 hambatan dan tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah perilaku tidak memilih masyarakat yang sering disebut fenomena golongan putih. Putra dalam Arianto (2011: 53) menyatakan istilah golput muncul pertama kali menjelang pemilu pertama zaman orde baru tahun 1971. Pemakarsa sikap untuk tidak memilih itu antara lain Arief Budiman, Julius Usman dan Imam Malujo Sumali. Langkah mereka didasari pada pandangan bahwa aturan main berdemokrasi tidak ditegakkan dan cenderung diinjak-injak. Sedangkan Sanit dalam Arianto (2011: 53) mengatakan bahwa golput adalah gerakan protes politik yang didasarkan pada segenap problem kebangsaan, sasaran protes dari gerakan golput adalah penyelenggaraan pemilu. Mengenai golput, Abdurrahaman Wahid pernah mengatakan kalau tidak ada yang bisa di percaya, ngapain repot-repot ke kotak suara? Daripada nanti kecewa. Fenomena golput akan selalu hadir dalam pemilihan langsung sepanjang massa. Jumlah golput dari pemilu ke pemilu terus meningkat bila dilihat dari jumlah tingkat partisipasi pemilih. Namun, di setiap periode pemilu, golput memiliki motivasi yang berbeda-beda. Gerakan golput yang dilakukan oleh Arief Budiman bukanlah kejadian pertama di Indonesia. Lebih lanjut Arianto (2011: 51) memaparkan fenomena golput sudah terjadi sejak diselenggarakan pemilu pertama tahun 1955, mereka tidak datang ke tempat pemungutan suara akibat ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang penyelenggaraan pemilu. Sedangkan di era orde baru, golput lebih diartikan sebagai gerakan moral untuk memprotes penerapan sistem pemilu yang tidak demokratis oleh penguasa.

4 Setelah orde baru, golput telah menjadi hal yang biasa terjadi pada setiap pemilu karena pada saat itu memilih bukan lagi menjadi kewajiban melainkan hak sebagai warga negara. Tingkat partisipasi masyarakat pemilih dalam pemilu legislatif sepanjang empat kali pemilu pasca reformasi, ternyata cenderung menurun. Kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah golput terus meningkat. Efriza (2012: 555) memaparkan data tingkat partisipasi pemilih pada pemilu tahun 1999 sebanyak 89,85 persen; tahun 2004 sebanyak 76,66 persen dan tahun 2009 diikuti 60,78 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah golput dari pemilu ke pemilu pasca reformasi mengalami kenaikan. Pada Pemilu 1999 golput sekitar 10,15 persen; tahun 2004 naik menjadi 23,34 persen dan tahun 2009 melonjak menjadi 39,22 persen. Golput dalam data tersebut adalah para pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya ditambah dengan suara yang tidak sah karena golput bukan hanya pemilih yang tidak menggunakan hak pilih, tetapi juga pemilih yang secara sengaja atau tidak sengaja membuat kertas suaranya tidak sah. Secara lebih terperinci data partisipasi pemilu tiap periode tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik berikut:

Persentase 5 Tabel 1. Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu di Indonesia Pemilu Pemilih (tahun) Terdaftar Suara Sah Golput 1955 43.104.464 37.875.299 87,87% 5.229.165 12,13% 1971 58.558.542 54.669.509 93,36% 3.889.033 6, 64% 1977 70.378.750 63.998.304 90,93% 6.380.446 9,07% 1982 82.134.195 75.126.306 91,47% 7.007.889 8,53% 1987 93.737.633 85.869.816 91,61% 7.867.817 8,39% 1992 107.565.569 97.789.534 90,91% 9.776.035 9,09% 1997 124.740.987 112.991.150 90,58% 11.749.837 9,42% 1999 117.738.000 105.786.000 89,85% 11.952.000 10,15% 2004 148.000.369 113.462.414 76,66% 34.537.955 23,34% 2009 171.265.442 104.099.785 60,78% 67.165.657 39,22% Sumber: Efriza (2012: 555) dan KPU 35,00% 30,00% 25,00% Golput pada Pemilu di Indonesia 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 1955 1971 1977 1982 1987 1992 1997 1999 2004 2009 Gambar 1. Golput pada Pemilu di Indonesia Data di atas menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap calon anggota legislatif dan partai politik menurun dari tahun ke tahun. Hal ini dipercaya merupakan akibat dari tidak adanya kemajuan yang dilakukan oleh legislatif. Meningkatnya angka golput membuat pemerintah khususnya pihak yang terkait tidak tinggal diam. Hal tersebut dapat dilihat dari strategi

6 sosialisasi dan pendidikan politik yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui berbagai kegiatan. Pihak akademisi pun turut melakukan seminar dan survei di berbagai daerah di Indonesia dengan tujuan yang sama, yaitu meningkatkan angka partisipasi masyarakat. Menurut data KPU, pada pemilu 2014 dari jumlah 188 juta orang yang termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), diperkirakan terdapat sekira 22 juta orang yang akan mengikuti pemilu pertama kalinya. Sedangkan jumlah pemilih pada usia 17-23 tahun sekitar 30 juta orang. Mayoritas pemilih pemula dan pemilih muda adalah pelajar (SMA), mahasiswa dan pekerja muda yang baru masuk kerja, sehingga totalnya sekitar 52 juta orang (www.okezone.com diakses pada 15 Februari 2014 pukul 09.34) Mahasiswa ikut berperan dalam pelaksanaan pemilu baik secara langsung maupun tidak langsung. Juliantara dalam Silahi (2004: 4) menyatakan mahasiswa memiliki pemikiran kritis dengan pola pikir yang lebih terbuka dalam memandang suatu fenomena yang ada dalam masyarakat. Mahasiswa sebagai salah satu variabel penting dalam proses pemilu, mempunyai persepsi tersendiri dimana persepsi tersebut merupakan bagian integral dari pembentukan sistem politik di masa mendatang. Perilaku politik mahasiswa sangat menarik untuk dicermati karena mereka juga turut ambil bagian dalam pelaksanaan pemilu yang akan diselenggarakan. Suara mahasiswa juga ikut menentukan keberlangsungan negara dalam jangka waktu lima tahun kedepan. Keberadaan mereka sangat potensial untuk menentukan pemimpin yang akan terpilih.

7 Pada pemilu 2004 lalu, ada sekitar 50 juta orang pemilih pemula dari jumlah 147 orang pemilih. Jumlah itu mencapai 34 persen dari keseluruhan pemilih dalam pemilu. Penelitian yang dilakukan Bakti (2012) mencatat pemilih pemula mencapai 19 persen atau 36 jutaan dari 189 juta penduduk yang memiliki hak pilih. Potensi suara pemilih pemula tersebut tetap lebih besar dibandingkan perolehan suara partai politik terbesar saat itu, yakni Partai Demokrat yang memperoleh 21,6 juta suara. Di sisi lain, yang patut dicermati adalah rendahnya tingkat patisipasi pemilih pemula. Dari dua pemilu sebelumnya, ternyata malah cenderung menurun. Pada tahun 1999 partisipasinya sebesar 92,7 persen. Tahun 2004 sebesar 84,07 persen, dan tahun 2009 sebesar 71 persen (www.okezone.com diakses pada15 Februari 2014 pukul 09.34) Mahasiswa sebagai kelompok sosial yang sering diistimewakan oleh masyarakat karena dianggap sebagai pihak netral dan memiliki idealisme tinggi pada kenyataannya tingkat kesadaran dalam menggunakan hak suara dan ketertarikan untuk ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan pemilu masih rendah. Data KPU Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebutkan bahwa hanya ada 3.849 pemilih dari belasan ribu kalangan mahasiswa yang berasal dari luar daerah yang akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014. Hal itu membuat belasan ribu mahasiswa dipastikan golput pada Pileg 2014 (http://m.liputan6.com/indonesia-baru/read/2034110/belasan-ribu-mahasiswadi-diy-jadi-golput diakses pada 10 April 2014 pukul 13.08). Data tersebut menunjukkan rendahnya antusiasme mahasiswa dalam menggunakan hak pilihnya pada Pileg 2014. Hal tersebut juga berlangsung di Provinsi Lampung. Sikap apatis juga dialami mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Berdasarkan pra riset yang dilakukan peneliti, beberapa mahasiswa memilih untuk tidak menyumbangkan hak suaranya pada pemilu legislatif 2014. Seperti yang dinyatakan salah satu mahasiswa: Kayaknya gak

8 bakal milih deh, kampungku jauh, udah gitu cuman satu hari pula. (Sumber: Hasil wawancara dengan Betty D. Sirait, IP 2010 tanggal 28 Maret 2014). Peneliti mengambil obyek mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung khususnya Jurusan Ilmu Pemerintahan dikarenakan para mahasiswa tersebut telah diajarkan konsep dan teori tentang politik maupun pemerintahan pada masa perkuliahan serta ikut berperan dalam kegiatan politik baik di tingkat organisasi yang diikuti, jurusan, fakultas, dan universitas sehingga penulis merasa mahasiswa tersebut memiliki bekal pengetahuan yang cukup dari segi formal maupun non formal serta tingkat rasionalitas yang melebihi masyarakat pada umumnya. Terkait pemaparan-pemaparan tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai Fenomena Golongan Putih di Kalangan Mahasiswa pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung khususnya Jurusan Ilmu Pemerintahan merupakan salah satu perguruan tinggi formal dan memiliki mahasiswa yang sebagian besar termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada pemilihan umum legislatif 2014 yang pada dasarnya telah diajarkan teori dan praktek dasar politik serta pendidikan politik yang didapat dari bangku perkuliahan maupun organisasi yang mereka ikuti dapat dijadikan gambaran fenomena golput di kalangan mahasiswa.

9 B. Rumusan Masalah: Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana fenomena golongan putih yang terjadi di kalangan mahasiswa pada pemilu legislatif tahun 2014 (Studi pada Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung)? C. Tujuan Penelitian: Sesuai dengan permasalahan yang diungkapkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui fenomena golongan putih di kalangan mahasiswa pada pemilu legislatif tahun 2014 (Studi pada Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung) D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan salah satu kajian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang diharapkan mampu membantu pemahaman khususnya mengenai golongan putih pada pemilu legislatif di kalangan mahasiswa. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang terkait dalam meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya mahasiswa dalam penyelenggaraan pemilu-pemilu mendatang.