BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi terjadi dimana-mana; di rumah, di kampus, di kantor, dan



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan remaja terjadi dalam konteks sosial yang meliputi keluarga,

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

I. PENDAHULUAN. seharusnya dicapai melalui proses pendidikan dan latihan. mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik guna

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

SUYUT ADIN FEBRIANTO NPM

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB XII PEMINATAN PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP NEGERI 3 KANDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik dan menerima semua

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

Sigit Sanyata

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan merupakan anugerah Allah Subhanahuwatallah yang tidak ternilai

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

1 Universitas Indonesia

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. metode penelitian dan lokasi serta sampel penelitian. Adapun uraiannya sebagai. mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak dan semakin menguat pada masa remaja.hurlock (1980:235) kesatuan membentuk apa yang disebut sebagai konsep diri.

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dana pembangunan sektor ekonomi, yang satu dan

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

maupun kelompok. Didalam menghadapi lingkungan, individu akan bersifat aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

ARIS RAHMAD F

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

Pengertian Bimbingan dan Konseling? Bimbingan dan Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing kepada semua siswa baik secara perorang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi terjadi dimana-mana; di rumah, di kampus, di kantor, dan bahkan di masjid. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 70% waktu bangun manusia digunakan untuk berkomunikasi (Rahmat, 2007). Komunikasi merupakan kata kunci dan tindakan penting. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Komunikasi bisa dikatakan sangat menentukan berlangsungnya proses kehidupan manusia, karena tanpa komunikasi mungkin kehidupan manusia tidak akan ada karena komunikasi sebagai sarana untuk berhubungan antar sesama manusia. Bahkan Everett Kleinjan menyebut komunikasi merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup, ia perlu berkomunikasi (Cangara, 1998:1). Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Seorang pakar Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat 1

2 maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Cangara, 1998:1-2). Begitu penting, begitu meluas sehingga upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi terus-menerus mengalami perkembangan, baik berbasis teknologi maupun dengan hati (by heart). Perkembangan tersebut sekarang sudah mulai berkembang dalam dunia pendidikan. Belajar jarak jauh melalui satelit telah dilaksanakan beberapa tahun terakhir ini oleh 13 universitas negeri di wilayah Indonesia Timur. Dosen tidak perlu membuang waktu dan uang untuk mengunjungi semua mahasiswanya. Cukup ia menekan tombol yang tersedia di Institut Pertanian Bogor atau Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, maka secara simultan 13 kelas di 13 universitas negeri di Indonesia bagian Timur dapat menerima kuliah dari seorang dosen dengan materi yang sama dan juga pada waktu yang sama (Cangara, 1998:8) Para siswa di setiap jenjangnya pun dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi. Harjanto (Kompas, 2011:24) menegaskan Feedback dari para alumni dan sejumlah perusahaan mengungkapkan bahwa hard skill (kemampuan akademis) belum cukup. Dibutuhkan soft skill (kemampuan non-akademis) yang salah satunya kemampuan berkomunikasi untuk mendukung kesuksesan dalam pekerjaan. Bahkan di dalam jenjang pendidikan formal sejumlah institusi pendidikan mulai memasukkan soft skill (kemampuan berkomunikasi) ke dalam kurikulumnya. Menurut Daniel Goleman (1999) menegaskan pengaruh intelektual (IQ) untuk mengantarkan orang sukses hanya 20% saja. Selebihnya ditentukan oleh kecerdasan lain, yakni EQ (Emosional Question).

3 Pendidikan merupakan langkah yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu khususnya memiliki kemampuan berkomunikasi. Tidak hanya menempuh pendidikan formal, tetapi juga pendidikan non-formal. Pendidikan formal (sekolah) dengan menempuh jurusan komunikasi, atau jurusan yang di dalamnya membahas komunikasi, misalnya jurusan bimbingan dan konseling; sedangkan pendidikan non formal dapat ditempuh melalui seminar atau pelatihan tentang meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan sesama manusia, disamping itu juga dapat ditempuh melalui membaca buku-buku, majalah, internet, serta media cetak. Dalam pendidikan terjadi proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efesien. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi perkembangan prakarsa dan kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat serta perkembangan fisik dan psikologisnya. Dalam Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditetapkan bahwa standar proses merupakan salah satu standar yang harus dikembangkan. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi siswa.

4 Tujuan pendidikan tidak hanya pencapaian standar kemampuan akademis, tetapi peserta didik juga diharapkan mampu mengembangkan dirinya. Maka di sekolah diperlukan kerjasama yang harmonis antara pengelola dan pelaksanaan manajemen pendidikan, pengajaran dan kurikuler, serta pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). Pendidikan yang mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya akan menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan dan kematangan dalam aspek psikososiospiritual, termasuk di dalamnya minimnya kemampuan berkomunikasi yang dimiliki siswa. Konsep bimbingan sebagai suatu proses perkembangan menekankan pemberian bantuannya kepada semua peserta didik dan meliputi semua bidang pada semua tahap dan rentang kehidupan. Penekanan layanan adalah melibatkan kerjasama (team work) semua pihak yaitu konselor, guru, administrator atau kepala sekolah, staf, serta orang tua siswa. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bertujuan agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan sosial, dan merencanakan karir atau masa depan. Tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Menemukan pribadi adalah agar siswa mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan lebih lanjut. 2. Mengenal lingkungan sosial adalah agar siswa mengenal secara objektif lingkungan sosialnya, ekonomi dan lingkungan budaya dengan nilai dan

5 norma maupun lingkungan fisik dan menerima semua kondisi lingkungan (lingkungan keluaraga,sekolah dan masyarakat) secara positif. 3. Merencanakan masa depan adalah agar siswa mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan sendiri, baik yang menyangkut pendidikan, karir dan keluarga. Dalam tujuan bimbingan dan konseling di atas siswa diharapkan dan dituntut memiliki kemampuan komunikasi interpersonal dengan manusia lain. Dengan berkomunikasi siswa mendapat persfektif baru tentang dirinya sendiri serta mampu memahami lebih dalam tentang sikap dan perilaku dirinya dan orang lain. Selain itu, siswa dapat memahami lingkungannya secara baik. Siswa akan terisolisasi jika kurang mampu berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks. Siswa merupakan bagian dari masyarakat yang dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain di lingkungan sekolah. Kebutuhan siswa dalam perlakuan sosialnya disebabkan karena para siswa dituntut untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi tertentu. Dengan demikian sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan harus dapat menerapkan, menciptakan, dan memberikan suasana psikologis yang dapat mendorong perilaku sosial yang memadai, sehingga kebutuhan sosial yang diharapkan dapat terpenuhi. Havigurst (1961:5) mengemukakan bahwa sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa dalam mencapai tugas perkembangannya, dan sekolah seyogyanya berupaya menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang memfasilitasi siswa dalam mencapai tugas

6 perkembanganya yang menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan personal dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai aspek perkembangan tersebut, siswa harus dapat menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkanya secara efektif, mencapai kemandirian emosional, serta mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang perlu bagi kompetensinya. Proses kemandirian individu tidak lepas dari adanya komunikasi dalam proses sosialisasi di lingkungan tempat individu tersebut berada. Komunikasi ini sangat berperan dalam pembentukan kepribadian individu. Penelitian Susan Curtis (Fajar, 2009:3) menunjukkan bahwa komunikasi amat esensial buat pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu sosial telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Dengan komunikasi individu dapat melangsungkan hidupnya baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Di lingkungan sekolah siswa dituntut mampu berkomunikasi dengan baik dengan warga sekolah yakni guru, staf tata usaha, teman sebaya maupun personil sekolah lainnya. Siswa yang memiliki perilaku komunikasi antarpribadi yang baik akan mudah bersosialisasi dan lancar dalam memperoleh pemahaman dari guru dan sumber belajar di sekolah. Belajar bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar merupakan proses tak henti-hentinya dalam kehidupan individu. Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada pada tahap perkembangan remaja. Remaja adalah masa peralihan anak-anak yang yang penuh

7 ketergantungan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Perubahan yang terjadi pada masa remaja akan mempengaruhi perilaku individu. Hal tersebut tergantung pada kemampuan dan kemauan individu pada masa remaja untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasanya kepada orang lain, sehingga ia dapat memperoleh pandangan yang baru dan lebih baik. Siswa merupakan individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam proses perkembanganya sehingga memerlukan bantuan dalam mengadakan komunikasi interpersonal yang positif di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Siswa yang kurang mampu berkomunikasi akan mengalami hambatan dalam pembentukan kepribadian dan aktualisasi diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi di sekolah. Efektivitas reaksi terhadap perubahan siswa terutama ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi, yakni cara untuk mengatasi kecemasan yang selalu disertai tekanan (Dumbar dalam Hurlock, 1998:192) Hasil pengamatan dan informasi dari guru-guru mata pelajaran di SMK Taruna Bhakti Depok menunjukkan bahwa gejala-gejala siswa dapat berkomunikasi dengan baik tetapi masih banyak pula siswa yang mengalami kesulitan komunikasi interpersonal. Banyak siswa yang cenderung diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya serta ada perilaku komunikasi interpersonal siswa yang kurang baik dengan teman sekelasnya dan kelas lainya. Selain itu masih banyak siswa yang kurang terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada guru bimbingan dan konseling, karena ada perasaan sungkan, malu, dan

8 takut. Satu-satunya tempat atau orang yang bisa diajak bicara dalam menyampaikan segala permasalahanya adalah teman sebayanya di sekolah. Teman sebaya dianggap sebagai orang yang mau mengerti dan paling peduli terhadap permasalahan yang sedang dihadapi tanpa harus menggurui atau memarahi. Teman sebaya juga dianggap sebagai sahabat yang dapat menjadi tempat yang paling aman. Mereka punya bahasa yang sama dalam berkomunikasi sehingga siswa dapat menyampaikan masalahnya dan tidak harus belajar bagaimana belajar bicara yang sopan dan resmi seperti kalau hendak berbicara dengan guru. Hasil penelitian Nickerson & Nagle (2005 : 240) menemukan bahwa pada masa remaja komunikasi dengan kepercayaan terhadap orang tua berkurang dan beralih kepada teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan akan kelekatan (attachment). Dari penelitian ini tampak bahwa teman sebaya merupakan salah satu sumber utama bagi persahabatan dan dukungan emosi para remaja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Boulton (1999) menemukan bahwa anak dan remaja yang memiliki sahabat karib yang saling mengisi (reciprocated) lebih aman dan lebih terlindungi dari tindakan-tindakan agresif atau penolakan sosial dari kelompok sebayanya. Miller (dalam Fritz, 1999:516) melaporkan bahwa klien-khen yang memanfaatkan layanan konseling sebaya (peer counseling) mampu melakukan identifikasi diri dengan teman sebaya mereka, dan para klien menganggap bahwa "konselor" sebaya memiliki kemauan membangun jembatan komunikasi

9 Dengan kecenderungan di atas guru bimbingan dan konseling harus mampu menangkap potensi siswa yang harus diberdayakan, yaitu teman sebayanya atau teman sekelasnya untuk dijadikan tempat sebayanya menyampaikan permasalahan. Namun, mereka perlu mempunyai ketrampilan mendengarkan dan memberi solusi yang tepat dan bertanggungjawab, agar mereka dapat dijadikan mitra guru bimbingan dan konseling serta menjadi alternatif bagi siswa dalam menyelesaikan masalahnya. Pembimbing sebaya ini juga dapat membantu tugas guru bimbingan dan konseling sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya sebagai siswa. Guru bimbingan dan konseling berkewajiban memberikan bekal pengetahuan kepada siswa, agar siswa-siswi tersebut dapat berperan aktif dalam tugasnya sebagai pembimbing sebaya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apabila pembimbing sebaya yang ada di sekolah dapat diberdayakan, maka layanan bimbingan dan konseling akan dapat berjalan dengan maksimal dan siswa dapat memperoleh akses yang proporsional sesuai dengan kebutuhannya. Informasi dan data yang mendukung untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling juga akan semakin lengkap dan akurat. Siswa yang ditunjuk sebagai pembimbing sebaya juga dapat mengambil manfaat yang berguna bagi perkembangan dirinya di masa sekarang dan yang akan datang. Dengan menjadi pembimbing sebaya baik langsung maupun tidak langsung, mereka akan memperoleh tambahan ilmu serta belajar bertanggung jawab kepada dirinya sendiri serta kepada guru dan sekolah di tempat dia belajar dan menuntut ilmu.

10 Kegiatan bimbingan teman sebaya ini dipandang efektif dan tepat dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa, karena dalam kegiatan tersebut bentuk interaksi dan dinamika kelompok yang akan memberikan warna kehidupan dalam kelompok tersebut. Disamping itu dalam bimbingan teman sebaya, individu atau anggota kelompok akan memperoleh dan merasakan adanya interaksi interpersonal dan hubungan dengan orang lain. Tujuan pemberian bimbingan melalui teman sebaya ini adalah untuk membantu para siswa agar dapat memahami diri sendiri dan lingkunganya sehingga mampu mengembangkan potensi dirinya seoptimal dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif (Natawijaya, 1987:33). Berdasarkan pengamatan para guru SMK Taruna Bhakti Depok, masih ditemukan adanya anak-anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi atau sulit mengungkapkan pendapat saat proses belajar mengajar (PBM) di kelas sedang berlangsung, dan siswa-siswi masih banyak yang enggan untuk menyampaikan hal ini kepada guru bimbingan dan konseling. Hasil pengamatan yang penulis lakukan menunjukkan bahwa pada umumnya siswa mengalami permasalahan dalam berkomunikasi dengan lingkungan kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang tidak berani bertanya kepada guru mata pelajaran di kelas. Dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan penelitian Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas XI di SMK Taruna Bhakti Depok, Jawa Barat.

11 B. Rumusan Masalah Berangkat dari fenomena yang telah dijelaskan dalam latar belakang, ternyata siswa SMK Taruna Bhakti Depok, masih rentan terhadap kondisi kegiatan belajar mengajar di kelas terutama pada faktor keaktifan dalam berkomunikasi. Keluhan yang paling banyak dari guru mata pelajaran adalah siswa tidak aktif bertanya atau tidak berani mengungkapkan pendapatnya kepada guru saat proses belajar mengajar berlangsung. Permasalahan kedua, guru pembimbing di sekolah kurang dapat memberikan layanan yang maksimal karena hanya diberikan satu jam pelajaran dalam seminggu, sedangkan ruang bimbingan dan konseling belum ideal, sehingga tidak dapat digunakan untuk melaksanakan bimbingan secara kelompok. Kondisi seperti inilah yang menghambat layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan kurang aktifnya siswa dan kurang maksimalnya guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan secara klasikal, yang akhirnya guru pembimbing di sekolah dapat memanfaatkan konselor teman sebaya dalam meningkatkan pemberian layanan kepada siswa di sekolah. Berdasarkan penjelasan di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah Apakah Bimbingan Teman Sebaya efektif dalam Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Siswa SMK Taruna Bhakti Depok Jawa Barat? Secara khusus, rumusan masalah penelitian ini dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kemampuan komunikasi interpersonal siswa di SMK Taruna Bhakti Depok sebelum diberikan bimbingan teman sebaya?

12 2. Bagaimana kemampuan komunikasi interpersonal siswa di SMK Taruna Bhakti Depok sesudah diberikan bimbingan teman sebaya? 3. Apakah bimbingan teman sebaya efektif dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi interpersonal siswa SMK Taruna Bhakti Depok? C. Tujuan Penelitian Tujuan pokok penelitian ini adalah menguji efektivitas dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa SMK Taruna Bhakti Depok. Secara khusus tujuan penelitian ini memperoleh data tentang : 1. Gambaran kemampuan komunikasi interpersonal siswa di SMK Taruna Bhakti Depok sebelum dan sesudah diberikan bimbingan teman sebaya. 2. Efektivitas bimbingan teman sebaya dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa di SMK Taruna Bhakti Depok D. Asumsi Konselor sebaya merupakan salah satu tempat untuk mengemukakan pikiran dan perasaan serta pesan-pesan yang dapat disampaikan secara terbuka kepada orang lain khususnya teman sebayanya. Penelitian Pallen (1976:134) menunjukkan bahwa penggunaan teman sebaya dapat memperbaiki prestasi dan harga diri. Kebutuhan akan teman sebaya juga merupakan hal yang paling menjadi perhatian anak dan remaja. Melalui interaksi-interaksi dan komunikasi interpersonal yang terjadi antara konselor teman sebaya dengan konseli teman sebaya secara terprogram dirancang oleh konselor ahli, keterampilan-keterampilan komunikasi interpersonal

13 dapat dialihkan. Proses pemodelan konseli dapat meniru dan menginternalisasi sikap yang diajarkan secara langsung pada saat konseli mengemukakan perasaannya tentang suatu masalah. Melalui cara-cara yang demikian, komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan. E. Hipotesis Hipotesis penelitian adalah bimbingan teman sebaya efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa SMK Taruna Bhakti Depok. F. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode Eksperimen. Metode eksperimental merupakan pendekatan penelitian kuantitatif yang paling penuh, dalam arti memenuhi semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab akibat (Nana Syaodih, 2010:194) Metode eksperimen yang digunakan Pre-Eksperimental Designs/nondesigns bentuk designnya yang digunakan adalah One-Group Pretest-Posttest Designs (Sugiyono, 2010:110), dimana disain yang digunakan adalah membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah perlakuan tanpa dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam pengumpulan data, teknik penelitian yang digunakan adalah angket, wawancara, dan studi dokumentasi. G. Populasi dan Sampel Lokasi penelitian dilakukan di SMK Taruna Bhakti, jalan Pekapuran Kec.Curug, Kel.Cimanggis Depok Jawa Barat. Dengan populasi penelitian siswa kelas XI yang berjumlah 5 kelas, penelitian ini tidak melibatkan semua siswa

14 sebagai sumber data. Pengambilan sampel atau sumber data dalam penelitian ini dilakukan secara purposif yaitu teknik penentuan sampel bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan atau pertimbangan tertentu, misalnya keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak mengambil sampel yang besar (Arikunto, 2006:139). Oleh karena itu penulis menetapkan kelas XI TKJ 1 dengan jumlah siswa 40 siswa dan XI TKJ 2 berjumlah 40 siswa ditetapkan sebagai subyek penelitian.