HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Kandang Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Kondisi cuaca sekitar tempat pemeliharaan ternak seperti panas sinar matahari dan curah hujan yang tinggi dapat diantisipasi agar ayam tetap nyaman. Pada penelitian ini hasil performa ayam broiler selama pemeliharaan salah satunya sangat dipengaruhi oleh lingkungan khususnya suhu lingkungann kandang. Suhu lingkungan kandang dipengaruhi oleh keadaan angin, penyinaran cahaya matahari, curah hujan, dan suhu tubuh ternak. Menurut Jayanto (2009), bahwa sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan temperatur saat starterr berkisar antara 25 o C-32 o C dan finisher 23 o C-25 o C, kelembaban berkisar antara 60%-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengann umur ayam. Gambar 7. Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban Kandang Suhu saat penelitian selama 28 hari dapat diketahui dengan meletakkan ermometer di dalam kandang (Gambar 7), sehingga besarnya nilai pada alat ukur tersebut merupakan suhu kandang. Rataan suhu pagi hari bersuhu antara 24 o C-26 o C C, siang hari bersuhu antara 30 o C-34 o C, dan malam hari bersuhu antara 23 o C-25 o C C dengan rataan kelembaban kandang 74% %-85%. Data BMKG Dramaga Bogor (2010), pada bulan Agustus 2010 rataan suhu harian 25 o C-26 o C dengan kelembaban 83%-85%. Walaupun suhu kandang bukan merupakan peubah yang diamati dalan penelitian ini, tetapi suhu sangat berpengaruh untuk kelangsungan ternak bertahan hidup dan berproduksi secara optimum. Suhu kandang selama penelitian dipengaruhi 23
oleh suhu di luar kandang, pencahayaan, ventilasi sebagai pertukaran udara, keadaan angin dan suhu tubuh ternak. Kelembaban udara di kandang juga dipengaruhi kelembaban alas litter karena kotoran ternak dan tumpahan air minum. Performa Nilai sidik ragam pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape terhadap performa meliputi konsumsi pakan, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan (PBB), bobot akhir, dan konversi pakan periode starter dan finisher (Tabel 8 dan Tabel 9). Tabel 8. Hasil Performa Ayam Broiler Periode Starter (Umur 7-21 Hari) Peubah Ragi Tape Tepung Ubi (%) (%) 3,0 (U 3,0 ) 6,0 (U 6,0 ) Rataan 0,5 (R 0,5 ) 2152,67 ± 75,45 2107,67 ± 73,45 2130,17 ± 31,18 Konsumsi Air 1,0 (R 1,0 ) 2161,00 ± 22,870 2179,33 ± 137,70 2170,17 ± 12,96 Minum (ml/ekor) 1,5 (R 1,5 ) 2167,00 ± 105,83 2122,33 ± 40,07 2144,67 ± 31,59 Rataan 2160,22 ± 7,19 2136,44 ± 37,86 2148,33 ± 20,25 0,5 (R 0,5 ) 850,00 ± 9,17 850,00 ± 8,23 850,00 ± 0,67 Konsumsi Pakan 1,0 (R 1,0 ) 850,00 ± 5,92 850,00 ± 8,86 850,00 ± 2,08 (g/ekor) 1,5 (R 1,5 ) 850,00 ± 12,76 850,00 ± 4,34 850,00 ± 5,96 Rataan 850,00 ± 3,42 850,00 ± 2,45 850,00 ± 1,97 0,5 (R 0,5 ) 658,60 ± 11,37 629,93 ± 14,88 644,27 ± 20,27 PBB (g/ekor) 1,0 (R 1,0 ) 661,17 ± 9,26 622,17 ± 28,02 641,67 ± 27,58 1,5 (R 1,5 ) 658,87 ± 1,43 603,67 ± 12,91 631,27 ± 39,03 Rataan 659,54 B ± 1,41 618,59 A ± 13,49 639,07 ± 6,88 0,5 (R 0,5 ) 810,13 ± 5,06 785,23 ± 19,09 797,68 ± 32,95 Bobot Badan 1,0 (R 1,0 ) 799,57 ± 9,77 773,90 ± 19,38 786,74 ± 18,15 Akhir (g/ekor) 1,5 (R 1,5 ) 812,07 ± 12,14 765,47 ± 18,87 788,77 ± 32,95 Rataan 807,26 B ± 6,73 774,87 A ± 9,92 791,06 ± 5,82 0,5 (R 0,5 ) 1,33 ± 0,04 1,40 ± 0,03 1,37 ± 1,05 Konversi Pakan 1,0 (R 1,0 ) 1,31 ± 0,03 1,45 ± 0,07 1,38 ± 0,09 1,5 (R 1,5 ) 1,33 ± 0,01 1,48 ± 0,01 1,41 ± 0,11 Rataan 1,32 A ± 0,01 1,44 B ± 0,04 1,38 ± 0,02 Keterangan : superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) 24
Tabel 9. Hasil Performa Ayam Broiler Periode Finisher (Umur 22-34 Hari) Peubah Ragi Tape Tepung Ubi (%) (%) 1,5 (U 1,5 ) 3,0 (U 3,0 ) Rataan Konsumsi Air 0,25 (R 0,25 ) 4516,83 ± 283,95 4315,67 ± 68,59 4416,25 ± 142,24 Minum 0,50 (R 0,50 ) 4346,00 ± 196,85 4348,00 ± 293,77 4347,00 ± 1,42 (ml/ekor) 0,75 (R 0,75 ) 4427,00 ± 109,12 4393,07 ± 427,07 4410,04 ± 23,99 Rataan 4429,94 ± 85,453 4352,25 ± 1,414 4391,09 ± 38,31 Konsumsi 0,25 (R 0,25 ) 1610,52 b ± 56,60 1535,67 ab ± 35,45 1572,79 ± 53,35 Pakan 0,50 (R 0,50 ) 1531,23 ab ± 28,81 1532,33 a ± 30,71 1531,78 ± 0,78 (g/ekor) 0,75 (R 0,75 ) 1506,93 a ± 13,28 1600,34 ab ± 89,67 1553,64 ± 66,05 Rataan 1549,56 ± 54,17 1555,91± 38,49 1551,74 ± 20,52 0,25 (R 0,25 ) 794,26 ± 102,25 774,73 ± 44,24 784,49 ± 13,81 PBB (g/ekor) 0,50 (R 0,50 ) 722,43 ± 41,57 777,43 ± 54,38 749,93 ± 38,89 0,75 (R 0,75 ) 736,23 ± 57,36 864,86 ± 88,96 800,56 ± 90,98 Rataan 750,97 ± 38,12 805,68 ± 51,29 778,33 ± 25,87 0,25 (R 0,25 ) 1604,39 ± 101,73 1559,97 ± 38,78 1582,18 ± 31,41 Bobot Badan 0,50 (R 0,50 ) 1522,00 ± 42,91 1551,33 ± 59,69 1536,67 ± 20,74 Akhir (g/ekor) 0,75 (R 0,75 ) 1548,30 ± 67,73 1630,35 ± 74,52 1589,33 ± 58,02 Rataan 1558,23 ± 42,08 1580,55 ± 43,34 1569,39 ± 28,56 0,25 (R 0,25 ) 2,10 ± 0,28 2,08 ± 0,17 2,09 ± 0,02 Konversi 0,50 (R 0,50 ) 2,34 ± 0,19 2,13 ± 0,21 2,24 ± 0,15 Pakan 0,75 (R 0,75 ) 2,23 ± 0,40 1,93 ± 0,38 2,08 ± 0,21 Rataan 2,22 ± 0,12 2,05 ± 0,10 2,14 ± 0,08 Keterangan : superskrip pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Konsumsi Air Minum Konsumsi minum ayam broiler hasil pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 8 menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi air minum ayam saat starter pada setiap perlakuan. Meskipun tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif nilai konsumsi air minum tertinggi 2179,33 ml/ekor pada U 6,0 R 1,0 dan terendah 2107,67 ml/ekor pada U 6,0 R 0,5. Nilai konsumsi yang berbeda antara ternak menunjukan jumlah kebutuhan setiap ternak tidak sama. 25
Pemberian tepung ubi dan ragi tape tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan saat finisher pada setiap perlakuan di Tabel 9. Meskipun tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif konsumsi air minum tertinggi 4516,83 ml/ekor pada U 1,5 R 0,25 dan terendah 4315,67 ml/ekor pada U 3,0 R 0,25 Nilai terendah saat finisher dipengaruhi saat starter dengan konsumsi air minum juga rendah dibandingkan perlakuan lain. Shaw et al. (2006) menjelaskan bahwa konsumsi air meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi pakan dan komposisi pakannya. Konsumsi air minum tidak berbeda antara perlakuan diduga lebih banyak dipengaruhi suhu lingkungan kandang selama pemeliharaan yang cukup panas, khususnya siang hari. Pada penelitian ini pengaruh suhu tampaknya menutupi pengaruh lainnya, karena suhu juga mempengaruhi konsumsi air minum. Konsumsi Pakan Pada ayam broiler periode starter umur 7-21 hari dengan perlakuan pemberian tepung ubi dan ragi tape tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan diantara perlakuan. Rataan konsumsi pakan pada Tabel 8 di setiap perlakuan berjumlah sama yaitu 850 g/ekor. Konsumsi setiap minggu yang berbeda saat starter disebabkan kecernaan pakan ternak yang berbeda namun dengan hasil kumulatif sama pada setiap perlakuan. Hal tersebut dipengaruhi suhu lingkungan berbeda setiap hari menyebabkan kebutuhan konsumsi pakan juga berbeda pada ternak. Nilai konsumsi pakan saat starter masih rendah dibandingkan standar performa broiler CP 707 dari Charoen Phokphand Jaya Farm sebesar 1071 g/ekor. Namun lebih tinggi dari penelitian Ehsani (2011) dengan nilai 779,94 g/ekor saat starter menggunakan sumber probiotik komersil mengandung Saccharomyces cerevisiae. Pemberian tepung ubi dan ragi tape pada Tabel 9 menunjukan bahwa berbeda nyata (p<0,05) terhadap konsumsi pakan saat finisher. Nilai konsumsi pakan saat finisher tertinggi 1610,52 g/ekor pada U 1,5 R 0,25 sedangkan terendah 1506,93 g/ekor pada U 1,5 R 0,75. Nilai konsumsi pakan berbeda setiap ternak pada tiap perlakuan. Pada U 1,5 R 0,75 memiliki nilai terendah mungkin disebabkan ketidakseimbangan antara serat kasar pada pakan yang dicerna dan jumlah mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Nilai pada U 1,5 R 0,25 dengan konsumsi tertinggi yang mungkin disebabkan mekanisme kerja prebiotik yang mendukung pertumbuhan dan 26
meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan saat starter dan mempertahankannya saat finisher dengan ransum perlakuan yang diberikan pada ayam broiler sampai umur 34 hari. Namun nilai konsumsi pakan saat finisher masih rendah dibandingkan standar konsumsi pakan broiler CP 707 dari Charoen Phokphand Jaya Farm sebesar 3282 g/ekor. Interaksi kombinasi antara tepung ubi jalar dan ragi tape sebagai sinbiotik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan saat periode finisher. Hubungan interaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Konsumsi Pakan Finisher (g/ekor) 1640 1620 1600 1580 1560 1540 1520 1500 1480 1460 1440 1420 1400 y = 130x + 1490. R² = 0.715 y = -207.1x + 1653. R² = 0.914 0 0.25 0.5 0.75 1 Taraf Ragi Tape (%) ubi taraf 1,5% ubi taraf 3% Gambar 8. Grafik Interaksi Pemberian Tepung Ubi Jalar dengan Ragi Tape terhadap Konsumsi Pakan Periode Finisher Kombinasi antara tepung ubi jalar dan ragi tape sebagai sinbiotik yang terbaik pada perlakuan U 1,5 R 0,25. Hal tersebut diduga taraf pemberian tepung ubi jalar seimbang dengan penambahan ragi tape sehingga konsumsi pakan tinggi, tetapi kecernaan dalam saluran pencernaan belum tentu terbaik. Hasil tersebut menunjukkan kinerja probiotik asal ragi tape akan bekerja optimal dengan penambahan prebiotik dari tepung ubi jalar untuk meningkatkan konsumsi pakan. Pemberian probiotik mengandung yeast menurut Widodo (2006) bahwa ditinjau dari konsumsi pakan, lebih baik dari pemberian antibiotik Sulfamix. Peningkatan jumlah bakteri dapat meningkatkan keseimbangan mikroba usus yang dapat memperbaiki kondisi saluran pencernaan dan meningkatkan nafsu makan 27
ternak. Hal tersebut sesuai pernyataan Ensminger et al. (1992), bahwa pengolahan pakan secara fisik, kimia, enzimatis maupun penambahan zat nutrisi lain dapat meningkatkan palatabilitas atau kecernaan dan memperbaiki komposisi pakan. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Pemberian tepung ubi jalar dan ragi menunjukan bahwa pemberian tepung ubi jalar berbeda nyata (P<0,01) terhadap PBB periode starter. Hasil pada Tabel 8 nilai rataan terbesar 659,54 g/ekor pada U 3,0 dengan nilai PBB tertinggi 661,17 g/ekor pada U 3,0 R 1,0 dan terendah 603,67 g/ekor pada U 6,0 R 1,5. Hasil penelitian memperlihatkan nilai pertambahan bobot badan yang berbeda menunjukan bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi langsung oleh konsumsi pakan sesuai Amrullah (2004). Perbedaan hasil PBB selama pemeliharaan sangat dipengaruhi konsumsi pakan dan taraf pemberian sumber probiotik dapat mempengaruhi daya cerna pakan. Pemberian tepung ubi jalar dan ragi pada ayam selama perlakuan di Tabel 9 tidak berbeda nyata terhadap PBB periode finisher. Meskipun tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif nilai pertambahan bobot badan tertinggi 864,48 g/ekor pada U 3,0 R 0,75 dan terendah 722,43 g/ekor pada U 1,5 R 0,5. Hasil tersebut menunjukkan peranan prebiotik dan probiotik meningkatkan kecernaan makanan sehingga pertambahan bobot badan dengan nilai yang tinggi dan nilai konsumsi pakan tertinggi. Mikroba lipolitik, selulolitik, lignolitik, dan mikroba asam lambung yang terkandung dalam probiotik diduga telah berperan aktif dalam meningkatkan kecernaan zat makanan terutama kandungan serat kasar yang terdapat pada tepung ubi jalar. Prebiotik juga menyediakan makanan untuk mikroorganisme sehingga dapat mempertahankan keseimbangan ekosistem mikroorganisme baik dalam usus. Nilai pertambahan bobot badan (PBB) baik periode starter maupun finisher setiap minggu selalu meningkat. Hal tersebut disebabkan kebutuhan zat makanan untuk tubuh yang semakin meningkat sehingga konsumsi pakan juga meningkat dan hasil bobot badan akhir tinggi. Hasil nilai PBB lebih besar dari standar PBB broiler CP 707 dari Charoen Phokphand Jaya Farm yaitu 637 g/ekor saat periode starter, namun lebih besar dari standar PBB broiler CP 707 dari Charoen Phokphand Jaya Farm 831 g/ekor saat periode finisher. 28
Bobot Badan Akhir Pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape menunjukan pemberian tepung ubi jalar berbeda nyata (P<0,01) terhadap nilai bobot badan akhir periode starter antara perlakuan. Hasil pada Tabel 8 nilai rataan terbesar 807,26 g/ekor pada U 3,0 dengan nilai bobot badan akhir tertinggi 812,07 g/ekor pada U 3,0 R 1,5 dan terendah 765,47 g/ekor pada U 6,0 R 1,5. Hal ini mungkin saat periode starter ayam masih dalam masa pertumbuhan sehingga mikroorganisme dalam saluran pencernaan belum banyak, maka bobot badan akhir pada U 6,0 R 1,5 nilainya rendah disebabkan pemberian 6% tepung ubi jalar tidak dapat tercerna dengan baik walaupun diberikan 1,5% ragi tape. Nilai tinggi pada U 3,0 R 1,5 mungkin keseimbangan antara serat kasar dalam tepung ubi yang diberikan dengan mikroorganisme dari tepung ragi yang mencerna zat makanan tersebut. Pemberian tepung ubi jalar dan ragi pada ayam selama perlakuan tidak berbeda nyata terhadap bobot badan akhir periode finisher. Meskipun tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif nilai bobot badan akhir pada Tabel 9 tertinggi 1630,35 g/ekor pada U 3,0 R 0,75 dan bobot badan akhir terendah 1522,00 g/ekor pada U 1,5 R 0,5. Hal tersebut seiring bertambahnya umur ternak yang dapat mentoleransi jumlah pemberian sumber prebiotik dengan probiotik sebagai mikroorganisme pencerna sehingga meningkatkan daya tahan ayam seperti yang dijelaskan Pusponegoro (2007). Ayam pada periode finisher memiliki mikroorganisme yang terbentuk ketika periode starter sehingga saat finisher hanya mempertahankan jenis mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Hal tersebut didukung oleh mekanisme kerja prebiotik yang mendorong jumlah bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan, fungsi bakteri tersebut yaitu meningkatkan keseimbangan mikroba usus yang dapat memperbaiki saluran pencernaan. Nilai bobot badan akhir baik periode starter maupun finisher setiap minggu selalu meningkat, hal ini disebabkan konsumsi pakan yang meningkat akan membuat PBB semakin tinggi sehingga hasil bobot badan akhir tinggi. Namun nilai bobot badan akhir besar dari standar yang diperoleh dari perhitungan bobot badan broiler CP 707 dari Charoen Phokphand Jaya Farm yaitu 757,00 g/ekor saat periode starter dan 1117,00 g/ekor saat periode finisher. 29
Konversi Pakan Nilai konversi pakan atau FCR (Feed Conversion Ratio) yang rendah mencerminkan keberhasilan dalam menyusun pakan yang berkualitas. Pada pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape menunjukan bahwa pemberian tepung ubi jalar berbeda nyata (P<0,01) terhadap konversi pakan saat starter antara perlakuan. Hasil pada Tabel 8 nilai rataan terbaik 1,32 pada U 3,0 dengan nilai konversi pakan tertinggi 1,48 pada U 6,0 R 1,5 dan terendah 1,31 pada U 3,0 R 1,0. Hal tersebut menunjukan ayam saat starter memiliki efisiensi pemanfaatan pakan baik sehingga kecernaan baik pada pemberian 3% tepung ubi jalar yang diimbangi 1% ragi tape dan pemberian 6% tepung ubi jalar dan 1,5% ragi tape menyebabkan efisiensi pemanfaatan pakan kurang baik sehingga konversi tinggi. Nilai konversi penelitian ini tidak berbeda jauh dari penggunaan probiotik komersil Ehsani (2011) saat starter yaitu 1,46. Penggunaan ekstrak oligosakarida dari ubi jalar sebagai prebiotik pada ayam pedaging oleh Haryati dan Supriati (2010) bahwa akan memberikan nilai konversi pakan yang baik sampai umur 3 minggu, penambahan pada level 0,1% akan memperbaiki penyerapan kalsium dan fosfor. Pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape menunjukan tidak berbeda nyata terhadap konversi pakan saat finisher. Meskipun tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif nilai konversi pakan pada Tabel 9 tertinggi 2,34 pada U 1,5 R 0,5 dan terendah 1,93 pada U 3,0 R 0,75. Hasil nilai konversi yang diperoleh menunjukan bahwa pemberian sumber prebiotik dan probiotik dapat memperbaiki nilai kecernaan pakan dengan memperbaiki kondisi saluran pencernaan yaitu meningkatkan mikroorganisme pencernaan sehingga zat makanan dapat dicerna dan diserap lebih baik. Namun berbeda denga periode starter, nilai konversi pada periode finisher lebih tinggi. Hal ini sesuai Wahju (2004) bahwa pada masa akhir setelah umur empat minggu, pertumbuhan ayam menjadi lambat dan mulai menurun sedangkan penggunaan ransum bertambah terus. Konversi pakan merupakan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dalam penggunaan ransum, semakin rendah konversi pakan maka semakin efisien penggunaan pakan dalam tubuh ternak untuk menghasilkan pertambahan bobot badan selama waktu tertentu. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh konsumsi dan PBB, kemungkinan nilai kecernaan yang berbeda dengan taraf penambahan ragi dan 30
tepung ubi jalar yang tinggi. Namun nilai konversi periode starter dan periode finisher berbeda dengan nilai standar konversi pakan broiler CP 707 dari PT. Charoen Phokphand Jaya Farm yaitu pada periode starter 1,25 dan finisher 1,6. Mortalitas Mortalitas atau angka kematian merupakan perbandingan antara jumlah keseluruhan ayam yang mati selama pemeliharaan dengan jumlah awal ayam yang dipelihara. Nilai rataan mortalitas ayam perlakuan dengan pemberian tepung ubi jalar (prebiotik) dan ragi tape (probiotik) tergolong rendah yaitu 5 ekor dari 180 ekor (2,78%) mortalitas pada penelitian selama pemeliharaan. Hal tersebut lebih baik dari hasil Daud (2005) bahwa mortalitas 8,33% dengan penggunaan sinbiotik dari daun katuk yang ditambahkan Bacillus sp. Mortalitas pada penelitian selama pemeliharaan terjadi di masa akhir pemeliharaan yaitu periode finisher yaitu umur pemeliharaan 22-34 hari. Pemberian taraf tertinggi tepung ubi jalar dan ragi tape pada (U 3,0 R 0,75 ) selama pemeliharaan memiliki mortalitas lebih tinggi yaitu 3 ekor dari 30 ekor ayam dibandingkan perlakuan dengan taraf terendah pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape (U 1,5 R 0,25 ) sebesar 2 ekor dari 30 ekor ayam. Kematian ayam pada penelitian ini mungkin disebabkan suhu lingkungan siang hari yang tinggi antara 30 0 C-34 0 C membuat ayam stres karena panas dan ditambah dengan hasil kotoran ayam lebih pekat dan lengket. Feses ayam lebih pekat dan lengket disebabkan pemberian tepung ubi jalar yang diimbangi dengan ragi tape membuat serat kasar dapat tercerna dengan baik dan menghasilkan feses dengan kandungan air lebih banyak. Hal tersebut membuat litter berupa sekam lebih cepat basah akan mempengaruhi kelembaban pada kandang ayam dan meningkatkan gas ammonia hasil dari dekomposisi feses yang terakumulasi pada litter. Mortalitas yang rendah mungkin disebabkan mikroorganisme ragi tape dapat mempertahankan bakteri baik untuk mencegah bakteri patogen dalam usus seperti yang dilansir dari Widodo (2006). Organ Pencernaan Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ pencernaan yang berperan dalam proses pencernaan secara mekanik maupun kimia. Penelitian ini mengamati saluran pencernaan dengan pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape pada 31
beberapa taraf berbeda dalam ransum. Adapun saluran pencernaan yang diukur dan diamati meliputi usus halus, colon, dan sekum. Usus halus terbagi atas tiga bagian yaitu : bagian duodenum, bagian jejunum dan bagian ileum. Pengamatan pada usus halus meliputi bobot usus, panjang usus dan tebal usus. Duodenum Usus halus bagian duodenum adalah bagian pertama usus halus yang melakukan pencernaan dan penyerapan zat makanan. Zat makanan lemak sebagian besat tercerna di usus halus bagian duodenum oleh enzim lipase pankreas. Zat makanan lainnya dicerna dan diserap pada bagian usus jejunum dan ileum karena aktifitas enzim pepsin terhambat saat makanan memasuki duodenum (Ardiansyah, 2011). Nilai persentase bobot duodenum dan panjang relatif duodenum ayam broiler umur 34 hari terdapat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase Bobot dan Panjang Relatif Usus Halus Duodenum Umur 34 Hari Tepung Ubi Jalar (% ransum) Ragi Tape Peubah 3,0 (U 3,0 ) / 6,0 (U 6,0 ) / Rataan (% ransum) 1,5 (U 1,5 ) 3,0 (U 3,0 ) 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,507 ± 0,024 0,395 ± 0,034 0,451 ± 0,079 Bobot 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,422 ± 0,061 0,388 ± 0,059 0,405 ± 0,024 (%) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,456 ± 0,123 0,382 ± 0,009 0,419 ± 0,052 Rataan 0,462 b ± 0,043 0,388 a ± 0,007 0,425 ± 0,024 Panjang 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 1,635 ab ± 0,174 1,600 a ± 0,120 1,618 ± 0,025 (cm/100g 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 1,519 a ± 0,090 1,855 b ± 0,185 1,687 ± 0,238 bobot hidup) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 1,691 ab ± 0,117 1,570 a ± 0,058 1,631 ± 0,086 Rataan 1,615 ± 0,088 1,675 ± 0,157 1,645 ± 0,037 Keterangan : superskrip pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dalam ransum sebagai prebiotik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot duodenum, tetapi pemberian ragi tape dalam ransum dan interaksi antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot duodenum. Selain itu hasil sidik ragam menunjukkan interaksi antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum sebagai sinbiotik berpengaruh nyata (P<0,05) 32
terhadap panjang duodenum, tetapi pemberian tepung ubi jalar atau ragi tape tidak berpengaruh nyata terhadap panjang duodenum. Hasil bobot duodenum pada Tabel 10 berbeda nyata dengan nilai rataan tertinggi 0,462 % pada U 3,0 /U 1,5 dan terendah 0,388 % pada U 6,0 / U 3,0. Hasil sidik ragam panjang duodenum dengan nilai tertinggi (U 6,0 R 1,0 / U 3,0 R 0,5 ) sebesar 1,855 cm/100g bobot hidup dan terendah 1,519 cm/100g bobot hidup (U 3,0 R 1,0 / U 1,5 R 0,5 ). Bobot duodenum yang tinggi tidak selalu diikuti dengan besarnya nilai panjang dan sebaliknya. Nilai bobot duodenum yang rendah pada pemberian tepung ubi 6% saat starter dan 3% saat finisher diduga pemberian prebiotik (tepung ubi jalar) dan probiotik (ragi tape) yang seimbang. Nilai yang rendah tersebut disebabkan serat kasar yang terkandung dalam tepung ubi jalar dapat dicerna oleh mikroflora saluran pencernaan usus halus duodenum. Serat kasar merupakan karbohidrat yang tidak larut dan sangat sulit dicerna oleh saluran pencernaan ternak unggas karena unggas tidak memiliki enzim selulolitik (Anggorodi, 1995). Peningkatan serat kasar dapat membuat kecernaan rendah sehingga duodenum akan bekerja lebih keras dalam memproduksi enzim pencernaan yang berfungsi dalam mencerna pakan. Namun kandungan serat kasar dari 6% tepung ubi jalar dapat tercerna karena jumlah mikroorganisme dari pemberian ragi tape seimbang dengan jumlah serat kasar pakan. Hal tersebut sesuai Selfert dan Gessler (1997), bahwa mekanisme probiotik yang diberikan akan memperbaiki saluran pencernaan serta merangsang produksi enzim usus halus. Enzim tersebut untuk mencerna pakan, yang menyebabkan proses pencernaan dalam usus menjadi semakin baik sehingga usus halus memperluas ukurannya karena usus halus memiliki kemampuan meregang dan mencerna ransum yang mengandung serat kasar tinggi. Hal ini dapat memperkirakan ketebalan duodenum lebih rendah, sehingga penyerapan lebih baik. Interaksi kombinasi antara tepung ubi jalar dan ragi tape sebagai sinbiotik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap panjang duodenum (Gambar 9). Panjang duodenum yang dihasilkan dipengaruhi oleh kombinasi taraf pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape selama pemeliharaan. Kombinasi antara tepung ubi jalar dan ragi tape sebagai sinbiotik yang terbaik pada perlakuan U 3,0 R 0,5 saat finisher. Hal tersebut diduga taraf pemberian tepung ubi 33
jalar seimbang dengan penambahan ragi tape sehingga kecernaan pakan dalam saluran pencernaan baik. Namun diduga pada perlakuan tersebut duodenum memiliki tingkat ketebalan yang tinggi karena hasil sidik ragam ukuran lebih panjang dan bobot yang rendah. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat penyerapan zat makanan yang tercerna, karena jika tingkat ketebalan tinggi maka proses penyerapan zat makanan lebih lama untuk terserap di tubuh. 2.000 Panjang Duodenum (cm/100 g bobot hidup) 1.875 1.750 1.625 1.500 1.375 1.250 y = -0,06x + 1,705 R² = 0,009 y = 0,112x + 1,559 R² = 0,101 3,0 (U3,0) / 1,5 (U1,5) 6,0 (U6,0) / 3,0 (U3,0) 1.125 1.000 0.0 0,5 / 1.0 0,25 1,0/ 2.00,5 01,53.0 / 0,75 4.0 Taraf Ragi Tape (%) Gambar 9. Grafik Interaksi Pemberian Tepung Ubi Jalar dengan Ragi Tape terhadap Panjang Duodenum Ayam Umur 34 Hari Jejunum Jejunum merupakan tempat pencernaan dan penyerapan zat makanan terbanyak, semakin bertambahnya umur ayam broiler bobot jejunum akan semakin menurun terhadap bobot total saluran pencernaan. Nilai persentase bobot jejunum, panjang relatif jejunum dan tebal jejunum ayam broiler umur 34 hari terdapat pada Tabel 11. Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dalam ransum atau pemberian ragi tape dalam ransum dan interaksi antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jejunum. Selain itu hasil sidik ragam menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dalam ransum dalam ransum sebagai prebiotik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap panjang dan tebal jejunum, tetapi pemberian ragi tape dalam ransum dan interaksi 34
antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap panjang dan tebal jejunum. Tabel 11. Persentase Bobot Panjang Relatif dan Tebal Usus Halus Jejunum Umur 34 Hari Peubah Tepung Ubi Jalar (% ransum) Ragi Tape 3,0 (U 3,0 ) / 6,0 (U 6,0 ) / (% ransum) 1,5 (U 1,5 ) 3,0 (U 3,0 ) Rataan 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,866 ± 0,077 0,840 ± 0,178 0,853 ± 0,018 Bobot 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,794 ± 0,149 0,856 ± 0,101 0,825 ± 0,044 (%) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,838 ± 0,166 0,863 ± 0,015 0,851 ± 0,018 Rataan 0,833 ± 0,036 0,853 ± 0,012 0,843 ± 0,016 Panjang 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 3,530 ± 0,400 3,872 ± 0,378 3,701 ± 0,242 (cm/100g 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 3,790 ± 0,463 4,257 ± 0,478 4,024 ± 0,330 bobot hidup) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 3,816 ± 0,207 4,213 ± 0,092 4,015 ± 0,281 Rataan 3,712 a ± 0,158 4,114 b ± 0,211 3,913 ± 0,184 Tebal 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,012 ± 0,001 0,011 a ± 0,003 0,012 ± 0,001 (mm/100g 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,013 ± 0,005 0,011 a ± 0,001 0,012 ± 0,002 bobot hidup) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,012 ± 0,001 0,008 a ± 0,001 0,010 ± 0,003 Rataan 0,012 b ± 0,001 0,010 a ± 0,002 0,011 ± 0,001 Keterangan : superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Meskipun secara statistik nilai bobot jejenum tidak berpengaruh nyata, tetapi secara kuantitatif bobot jejunum tertinggi (U 3,0 R 0,5 / U 1,5 R 0,25 ) sebesar 0,866% bobot hidup dan terendah 0,794% bobot hidup (U 3,0 R 1,0 / U 1,5 R 0,5 ). Hasil panjang jejunum pada Tabel 11 berbeda nyata dengan nilai rataan tertinggi 4,114 cm/100g bobot hidup pada U 6,0 /U 3,0 dan terendah 3,712 cm/100g bobot hidup pada U 3,0 / U 1,5. Hasil tebal jejunum pada Tabel 11 berbeda nyata dengan nilai rataan tertinggi 0,012 mm/100g bobot hidup pada U 3,0 / U 1,5 dan terendah 0,010 mm/100g bobot hidup pada U 6,0 / U 3,0. Nilai bobot jejenum rendah pada pemberian tepung ubi jalar diimbangi dengan ragi tape sebagai sumber probiotik membantu meningkatkan mikroorganisme sehingga meningkatkan kecernaan, selain itu memudahkan penyerapan zat makanan yang tercerna karena menurut Anggorodi (1995), kelarutan zat makanan di jejunum tinggi disebabkan kerja duodenum maksimal sehingga proses penyerapan di jejunum 35
lebih mudah. Pada pemberian tepung ubi jalar berkaitan erat antara panjang dan tebal jejunum yang dapat dilihat dengan penambahan taraf tertinggi ubi jalar akan membuat jejunum memiliki ukuran lebih panjang dan tingkat ketebalan rendah (tipis). Hal tesebut mungkin karena pakan mengandung serat kasar yang tinggi sehingga aktivitas jejunum bekerja keras untuk mencerna dan menyerap zat makanan, agar terserap maksimal maka saluran pencernaan usus jejunum akan memperpanjang dan mengurangi ketebalan. Hasil bobot dan panjang jejunum penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan pemberian taraf yang sama saat starter sampai finisher pada penelitian Dafi (2012). Hal tersebut menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dan ragi tape dengan taraf berbeda pada dua periode pemeliharaan lebih baik karena akan mempengaruhi kecernaan pakan di saluran pencernaan terutama usus halus. Ileum Ileum adalah bagian usus halus terakhir yang menghubungkan jejunum dengan colon dan berfungsi pengabsorpsi zat makanan mikro seperti asam amino, asam lemak, monosakarida, vitamin, dan mineral. Pada penelitian ini nilai persentase bobot dan panjang relatif ileum ayam broiler umur 34 hari terdapat pada Tabel 12. Tabel 12. Persentase Bobot dan Panjang Relatif Usus Halus Ileum Umur 34 Hari Tepung Ubi Jalar (% ransum) Ragi Tape Peubah 3,0 (U 3,0 ) / 6,0 (U 6,0 ) / Rataan (% ransum) 1,5 (U 1,5 ) 3,0 (U 3,0 ) 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,901 ± 0,159 0,770 ± 0,229 0,836 ± 0,093 Bobot 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,778 ± 0,147 0,850 ± 0,084 0,814 ± 0,051 (%) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,881 ± 0,237 0,798 ± 0,042 0,840 ± 0,059 Rataan 0,853 ± 0,066 0,806 ± 0,041 0,830 ± 0,014 Panjang 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 3,258 ± 0,635 3,535 ± 0,654 3,397 ± 0,196 (cm/100g 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 3,540 ± 0,292 4,020 ± 0,421 3,780 ± 0,339 bobot hidup) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 4,046 ± 0,239 3,811 ± 0,286 3,929 ± 0,166 Rataan 3,615 ± 0,399 3,789 ± 0,243 3,702 ± 0,275 Hasil sidik ragam pada Tabel 12 menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dalam ransum atau pemberian ragi tape dalam ransum dan interaksi antara pemberian 36
tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan panjang ileum. Meskipun secara statistik nilai bobot dan panjang ileum tidak berpengaruh nyata, tetapi secara kuantitatif bobot ileum tertinggi (U 3,0 R 0,5 / U 1,5 R 0,25 ) sebesar 0,901% bobot hidup dan terendah 0,770% bobot hidup (U 6,0 R 0,5 / U 3,0 R 0,25 ). Hasil sidik ragam panjang ileum dengan nilai tertinggi (U 3,0 R 1,5 / U 1,5 R 0,75 ) sebesar 4,046 cm/100g bobot hidup dan terendah 3,258 cm/100g bobot hidup (U 3,0 R 0,5 / U 1,5 R 0,25 ). Hal tersebut disebabkan pada ileum tidak terlalu banyak menyerap zat makanan karena pencernaan zat makanan terjadi di duodenum yang kemudian penyerapannya terbanyak pada jejunum. Colon Colon atau usus besar adalah organ yang menghubungkan usus halus dengan kloaka dan berfungsi untuk menyalurkan sisa makanan yang tidak tercerna dari usus halus ke kloaka. Pada organ pencernaan ini juga terjadi penyerapan air dari hasil proses pencernaan zat makanan dan pencernaan oleh bakteri proteolitik dan selulolitik dibantu oleh bakteri di sekum. Nilai persentase bobot colon ayam broiler umur 34 hari dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Persentase Bobot Colon Umur 34 Hari Tepung Ubi Jalar (% ransum) Ragi Tape 3,0 (U 3,0 ) / 6,0 (U 6,0 ) / Rataan (% ransum) 1,5 (U 1,5 ) 3,0 (U 3,0 ) 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,140 ± 0,047 0,138 ± 0,044 0,139 ± 0,001 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,139 ± 0,060 0,126 ± 0,029 0,133 ± 0,009 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,159 ± 0,053 0,081 ± 0,066 0,120 ± 0,055 Rataan 0,146 ± 0,011 0,115 ± 0,030 0,131 ± 0,009 Hasil sidik ragam pada Tabel 13 menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dalam ransum atau pemberian ragi tape dalam ransum dan interaksi antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot colon. Meskipun secara statistik nilai bobot colon tidak berpengaruh nyata, tetapi secara kuantitatif bobot colon tertinggi (U 3,0 R 1,5 / U 1,5 R 0,75 ) sebesar 0,159% bobot hidup dan terendah 0,081% bobot hidup (U 6,0 R 1,5 / U 3,0 R 0,75 ). 37
Bobot colon (usus besar) yang rendah menunjukkan, bahwa penambahan tepung ubi dan ragi dengan taraf yang tinggi membuat kinerja colon tidak terlalu berat dalam proses penyerapan zat makanan. Hal tersebut disebabkan mekanisme kerja probiotik dan prebiotik asal ragi tape dan ubi jalar dapat membantu proses penyerapan yang dilakukan oleh usus besar. Sekum Sekum adalah bagian organ pencernaan yang dapat mencerna zat makanan tidak tercerna pada organ sebelumnya, terutama serat kasar karena pada organ sekum terdapat bakteri yang membantu mencerna serat kasar yaitu selulolitik. Nilai persentase bobot dan panjang relatif sekum ayam broiler umur 34 hari dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Persentase Bobot dan Panjang Relatif Sekum Umur 34 Hari Tepung Ubi Jalar (% ransum) Ragi Tape Peubah 3,0 (U 3,0 ) / 6,0 (U 6,0 ) / Rataan (% ransum) 1,5 (U 1,5 ) 3,0 (U 3,0 ) 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,287 ± 0,011 0,273 ± 0,041 0,280 ± 0,009 Bobot 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,349 ± 0,112 0,240 ± 0,059 0,295 ± 0,077 (%) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,236 ± 0,050 0,239 ± 0,044 0,238 ± 0,002 Rataan 0,291 ± 0,057 0,251 ± 0,019 0,271 ± 0,029 Panjang 0,5 (R 0,5 ) / 0,25 (R 0,25 ) 0,720 ± 0,129 0,879 ± 0,099 0,800 ± 0,112 (cm/100g 1,0 (R 1,0 ) / 0,50 (R 0,50 ) 0,888 ± 0,113 0,895 ± 0,077 0,892 ± 0,005 bobot hidup) 1,5 (R 1,5 ) / 0,75 (R 0,75 ) 0,864 ± 0,039 0,899 ± 0,097 0,882 ± 0,025 Rataan 0,824 ± 0,091 0,891 ± 0,011 0,858 ± 0,050 Hasil sidik ragam pada Tabel 14 menunjukkan pemberian tepung ubi jalar dalam ransum atau pemberian ragi tape dalam ransum dan interaksi antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan panjang sekum. Meskipun secara statistik nilai bobot dan panjang sekum tidak berpengaruh nyata, tetapi secara kuantitatif bobot sekum tertinggi (U 3,0 R 1,0 / U 1,5 R 0,5 ) sebesar 0,349% bobot hidup dan terendah 0,236% bobot hidup (U 3,0 R 1,5 / U 1,5 R 0,75 ). Hasil sidik ragam panjang sekum tertinggi (U 6,0 R 1,5 / U 3,0 R 0,75 ) sebesar 38
0,899 cm/100g bobot hidup dan terendah 0,720 cm/100g bobot hidup (U 3,0 R 0,5 / U 1,5 R 0,25 ). Menurut Yuwanta (2008), panjang dan bobot sekum dipengaruhi oleh ukuran tubuh ayam, umur dan pakan yang dikonsumsi ayam. Pada bagian sekum pula pencernaan serat kasar dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar. Sekum berperan dalam pencernaan makanan yang tidak tercerna pada organ pencernaan sebelumnya terutama serat kasar dengan bantuan bakteri (fermentasi). Panjang seka dengan nilai tertinggi mungkin karena kandungan serat kasar yang lebih banyak pada ransum (U 6,0 R 1,5 / U 3,0 R 0,75 ) dibandingkan (U 3,0 R 0,5 / U 1,5 R 0,25 ) sehingga aktivitas kerja sekum meningkat dan meningkatkan panjang sekum juga. Hal ini kemungkinan penambahan ragi dapat mempertahankan bakteri fermentasi sehingga zat makanan dapat dicerna walaupun bobot sekum tidak besar dengan taraf ragi tertinggi. Pada penelitian ini kemungkinan sekum bekerja keras karena penambahan tepung ubi jalar taraf tertinggi mengandung tinggi serat maka memiliki sekum paling panjang. 39