makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

PEMANFAATAN LENGKUAS (Alpinia galanga) DALAM MENGAWETKAN BAKSO

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53,

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

I. PENDAHULUAN. peternakan mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau mencegah tumbuhnya mikroorganisme, sehingga tidak terjadi proses

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat.

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

PENDAHULUAN. kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food).

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

MENGENAL BAHAYA FORMALIN, BORAK DAN PEWARNA BERBAHAYA DALAM MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

BAB 1 PENDAHULUAN. ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami proses. pembusukan (perishable food). Pembusukan ikan terjadi setelah ikan

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Abraham Maslow membentuk suatu teori mengenai kebutuhan dasar manusia yang dikenal dengan teori hierarki kebutuhan manusia. Teori ini terdiri dari lima tingkat dimana pada tingkatan paling dasar yang harus dipenuhi adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Hal ini menjelaskan mengapa makanan begitu penting bagi kehidupan manusia (Maulana, 2009). Berdasarkan definisi dari WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2006). Makanan menjadi begitu penting karena fungsi pokoknya bagi kehidupan manusia, yaitu : 1). Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak. 2). Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari. 3). Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain. 4). Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003 dalam Mulia, 2005). Menurut Mulia (2005), kualitas makanan harus diperhatikan agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zatzat (gizi) yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.

Makanan merupakan suatu produk yang mudah membusuk. Proses pembusukan ini dipengaruhi oleh dua penyebab utama yaitu faktor kimia (enzim) dan faktor biologi (mikroorganisme). Gangguan pada enzim yang terdapat di dalam makanan dan kontaminasi oleh mikroorganisme dapat mengakibatkan kejadian keracunan makanan pada individu yang mengkonsumsi makanan tersebut (Koren, 2003). Demi mendapatkan makanan dengan bentuk dan aroma yang menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet, maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan bahan tambahan makanan (BTM) yang disebut zat adiktif kimia (food additiva) (Widyaningsih, 2006). Bahan tambahan makanan adalah segala bahan atau campuran bahan di luar bahan makanan pokok yang ditambahkan selama produksi, penyimpanan atau pengemasan makanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk mengawetkan, mengemulsi, memperkuat rasa, memperkuat warna dan meningkatkan nilai gizi pada makanan (Koren, 2003). Menurut Widyaningsih (2006), pemakaian bahan tambahan makanan ini memberikan keuntungan besar bagi industri makanan sebab makanan jadi tidak cepat rusak atau busuk karena makanan menjadi lebih awet. Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1). GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami sehingga aman dikonsumsi. 2). ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya untuk melindungi kesehatan konsumen. 3). Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan.

Banyaknya penggunaan zat pengawet berbahaya saat ini menjadi masalah kesehatan yang cukup serius yang sering kita temui. Pada tahun 2006, Badan POM melakukan pengujian pada Jajanan Anak Sekolah di sekolah dasar di seluruh ibukota provinsi di Indonesia. Hasilnya terdapat 5,76 % mi yang mengandung formalin (434 sampel per parameter) dan 2,53 % bakso yang mengandung formalin (474 sampel per parameter) (Anonim, 2007 dalam Ginting, 2010). Hal serupa juga ditemukan oleh Dinas Kesehatan Ciamis pada tahun 2012. Mereka menemukan formalin pada udang laut sebanyak 0,1 mililiter, dan 0,25 mililiter pada mie. Selain itu mereka juga menemukan kandungan boraks pada bakso sebanyak 0,50 mililiter. Hasil pemeriksaan formalin yang dilakukan Ginting (2010) pada bakso yang dijual di Sekolah Dasar di Kota Medan menunjukkan bahwa dari dua puluh satu sampel yang dianalisis berasal dari dua puluh satu Sekolah Dasar yang tersebar di dua puluh satu kecamatan di kota Medan terdapat tujuh sampel positif mengandung formalin dengan kadar berkisar 20,71 mcg/g hingga 49,44 mcg/g. Sementara itu pemeriksaan yang dilakukan Panjaitan (2010) pada bakso yang dijual di Kota Medan menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang dianalisis berasal dari sepuluh tempat yang berbeda di kota Medan terdapat delapan sampel yang mengandung boraks dengan kadar 0,08 % hingga 0,29 %. Formalin yang berada di dalam makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala antara lain : sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, depresi susunan syaraf dan gangguan peredaran darah. Injeksi formalin (suntikan) dengan dosis 100 gram dapat menyebabkan kematian dalam

waktu 3 jam. Penggunaan formalin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kanker karena zat ini bersifat karsinogenik (Anonim, 2008). Boraks merupakan antiseptik sehingga dapat dijadikan bahan pengawet namun penggunaan dalam makanan dapat menimbulkan efek buruk pada manusia. Bila mengkonsumsi boraks secara terus-menerus akan menimbulkan efek seperti pusing, badan malas, depresi, delirium, muntah, diare, kram, kejang, koma, kollaps dan sianosis (Khamid, 2006 dalam Panjaitan, 2010). Peningkatan penggunaan bahan pengawet berbahaya pada makanan membuat banyak pihak mulai mencari bahan altenatif pengganti bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi makanan tersebut. Bahan alternatif ini hendaknya merupakan bahan yang aman, bersifat alami, mudah diperoleh, dan harganya terjangkau sehingga para produsen makanan tidak akan menggunakan bahan berbahaya lagi bagi kesehatan. Bahan alternatif ini disesuaikan dengan jenis makanannya. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai bahan alternatif adalah Sodium Tri Poly Phosphate (STPP) maksimal sebanyak 0,3 % untuk bakso dan mi basah, gliserin atau gliserol maksimal 1 % untuk mi basah, Carboxy Methyl Cellolose (CMC) maksimal 0,5-1 % untuk mi basah, garam dapur maksimal 1 % untuk ikan asin dan perendam tahu. Cuka digunakan untuk perendam tahu maksimal sebanyak 0,3 % dan bumbu dapur (bawang putih, kunyit, lengkuas, dan ketumbar) untuk pengolahan ikan (Widyaningsih, 2006). Lengkuas merupakan tumbuhan rempah-rempah yang sangat populer di Indonesia dimana penggunaannya sudah menjadi resep turun temurun Nusantara. Lengkuas banyak digunakan sebagai penyedap masakan maupun sebagai obat

tradisional. Penggunaan bubuk lengkuas sebagai bahan bumbu utama pada masakan rendang yang berasal dari Padang membuat makanan ini memiliki daya tahan hingga tiga sampai empat hari (Udjiana, 2008). Di dalam lengkuas terdapat minyak atsiri yang bersifat antimikroba dan antifungi. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan minyak atsiri pada rimpang lengkuas mengandung senyawa eugenol, sineol, dan metil sinamat (Buchbaufr, 2003 dalam Luftana, 2009). Menurut Silvina (2006), senyawa eugenol dan diterpene pada ekstrak rimpang lengkuas terbukti bersifat antifungi terhadap Candida albicans. Minyak atsiri pada lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, tapi mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter daerah hambatan 7 mm. Konsentrasi minyak atsiri pada 1000 ppm dapat menghambat pertumbuhan kedua bakteri yang diuji yaitu bakteri E. coli dan S. aureus dengan diameter daerah hambatan masing-masing 9 mm dan 7 mm (Parwata, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999) menunjukkan bahwa lengkuas merah yang muda memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi dengan daya hambat rata-rata 38,3 %. Penelitian terhadap ikan kembung terbukti dapat memperpanjang masa simpan ikan tersebut pada suhu 4 o C dari 5 hari menjadi 7 hari dengan menggunakan bubuk lengkuas 2,5 % yang dikombinasikan dengan penambahan garam 5 %. Pamungkas (2010) melakukan percobaan pada pengawetan ikan kembung dengan melumuri ikan kembung tersebut dengan pati lengkuas yang berasal dari 200 gram lengkuas dan hasilnya ikan kembung tersebut dapat bertahan lebih dari ± 36 jam.

Ketika dilakukan pengujian pada perubahan rasa didapatkan bahwa ikan yang diawetkan memiliki rasa lengkuas agak getir pada bagian kulit namun saat diuji pada bagian daging, rasa ikan kembung tersebut justru lebih gurih daripada ikan kembung yang tidak dilumuri dengan pati lengkuas. Oleh karena lengkuas mengandung senyawa yang antimikroba, maka penulis melakukan penelitian mengenai pemanfaatan lengkuas (Alpinia galanga) dalam mengawetkan bakso. 1.2. Rumusan Masalah Bakso merupakan salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia yang memiliki waktu simpan yang cukup singkat. Untuk mengatasi masalah tersebut, para produsen maupun pedagang bakso menggunakan bahan pengawet berbahaya yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan masyarakat yang gemar makan bakso. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan pengawet makanan yang berasal dari bahan alami. Lengkuas (Alpinia galanga) yang merupakan tumbuhan rempah-rempah yang cukup populer di Indonesia mengandung senyawa minyak atsiri yang terbukti bersifat antimikroba sehingga diduga dapat dijadikan bahan alternatif sebagai bahan pengawet yang aman bagi makanan. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan lengkuas (Alpinia galanga) dalam mengawetkan bakso. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kemampuan lengkuas (Alpinia galanga) dalam memperpanjang waktu simpan bakso.

1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui waktu simpan bakso yang direbus dengan 0 gr, 100 gr, 200 gr, 300 gr lengkuas terhadap 250 gr adonan bakso dalam 3 l air dengan melihat ciri fisik bakso yaitu tekstur, bau, warna dan rasa. 2. Untuk mengetahui penambahan lengkuas yang paling efektif pada proses perebusan bakso dalam memperpanjang waktu simpan bakso. 3. Untuk mengetahui proses perubahan fisik pada bakso yang direbus dengan 0 gr, 100 gr, 200 gr, 300 gr lengkuas terhadap 250 gr adonan bakso dalam 3 l air. 1.4. Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan informasi bagi produsen dan pedagang makanan seperti bakso, bahwa lengkuas dapat dijadikan sebagai pengawet alami yang dapat dijadikan bahan alternatif pengganti formalin. b. Sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi civitas akademika.