BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di UU No.32 Tahun 2004. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah (Halim, 2009). Kebijakan pemerintah tentang Otonomi Daerah ini, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Desentralisasi fiskal sebagai salah satu implementasi pelaksanaan otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengelola dan mengembangkan potensi daerah sendiri secara maksimal. Dampak langsung atas 1
implementasi otonomi daerah dan desentralisasi adalah kebutuhan dana yang cukup besar sebagai penopang menuju kemandirian pemerintah daerah. Sumber dana utama pemerintah daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dipakai untuk membiayai belanjanya. Namun sumber pembiayaan daerah tidak hanya berasal dari PAD saja, pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan, yang dimaksudkan untuk mengatasi fiscal gap dan perbedaan kemampuan setiap daerah. Diantara dana perimbangan lainnya seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil, DAU dianggap lebih fleksibel dan lebih besar dalam penggunaannya sehingga dengan penggunaan yang tepat seharusnya pemanfaatan DAU yang optimal benar-benar dapat menjadi salah satu pendorong perekonomian daerah. Salah satu komponen dari belanja langsung adalah belanja modal. Menurut Abdul Halim (2002:72) Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin, seperi biaya operasi dan biaya pemeliharaan dan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tujuan otonomi daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, hal ini menyimpulkan bahwa belanja modal itu sangat penting karena membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Permasalahan kemudian yang timbul adalah pemerintah daerah terlalu menggantungkan transfer pemerintah untuk membiayai belanja daerah termasuk belanja modal tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh daerah. Di saat transfer DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah berusaha agar pada 2
periode berikutnya DAU yang diperoleh tetap besar. Padahal daerah diharapkan mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif sehingga dapat mendorong peningkatan investasi di daerah dan meningkatkan respon pemerintah kepada masyarakat dan meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan yang disediakan seperti tujuan dari desentralisasi itu sendiri. Yang kemudian memunculkan efek dalam peningkatan kontribusi publik terhadap PAD seperti dalam bentuk pajak yang juga meningkatnya kapasitas fiskal daerah, sehingga tanggungan pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. Dengan arti lain pemberian DAU yang seharusnya menjadi pendorong peningkatan kemandirian daerah, justru direspon berbeda oleh daerah. Daerah tidak lebih mandiri, malah semakin bergantung pada pemerintah pusat. Hal inilah yang dapat memicu timbulnya flypaper effect yang merupakan fenomena utama dalam penelitian ini. Flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja modal) lebih banyak/boros dengan menggunakan dana transfer yang diproksikan dengan DAU daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD. Beberapa peneliti menemukan respon pemeritah daerah berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Oates (1999) menyatakan bahwa ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer daripada pendapatannya sendiri, maka disebut flypaper effect (Halim, 2002). 3
Abdul Halim dan Sukriy Abdullah (2002) melakukan pengujian adanya flypaper effect pada belanja daerah pemerintah kabupaten/kota di pulau Jawa dan Bali pada tahun 2001. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa flypaper effect terjadi pada DAU periode t-1 terhadap Belanja Daerah periode t. Namun hasil penelitian tersebut tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh wilayah Indonesia. Karena menurut Halim (2002) pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Menanggapi hal tersebut, Maimunah (2006) melakukan penelitian yang sama pada pemerintah daerah kabupaten/kota di pulau Sumatera pada tahun 2003 dan 2004. Hasil yang diperoleh konsisten dengan penelitian Abdul Halim dan Sukriy Abdullah (2002) yaitu DAU periode t-1 memiliki pengaruh lebih besar dari pada PAD periode t-1 terhadap Belanja Daerah periode t. Namun ketika diuji pengaruh DAUt dan PADt secara bersama-sama terhadap Belanja Daerah t, hasilnya PAD tidak signifikan dan DAU berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengangkat penelitian ini berjudul Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013. 4
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang diajukan adalah: 1. Apakah DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara? 2. Apakah terjadi flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk memberikan bukti empiris mengenai Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, memberikan masukan dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang berkaitan dalam hal DAU, PAD, dan Belanja Modal yang terdapat di dalam APBD. 5
2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan dengan flypaper effect pada DAU dan PAD terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan dan masukan dalam melakukan penilitian pada bidang yang sejenis. 6