I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi petani kakao. Sentra penanaman budidaya kakao di Indonesia diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan Negara dan Swasta serta Perkebunan Rakyat. Daerah yang memiliki potensi terhadap komoditas kakao terletak di Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I. Yogyakarta. D.I. Yogyakarta terdiri dari satu kota dan empat kabupaten, daerah ini memiliki curah hujan rata-rata 27,2 o C dengan kelembaban rata-rata 24,7%. Adapun wilayah di D.I. Yogyakarta yang berpotensi terhadap komoditas kakao dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Wilayah Potensi Komoditi Kakao di D.I. Yogyakarta. Nama Daerah Luas Lahan (Ha) Kabupaten Bantul 28 Kabupaten Gunungkidul 1.216 Kabupaten Kulonprogo 3.522 Kabupaten Sleman 44 Sumber Data: DI Yogyakarta Dalam Angka 2013, BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah yang memiliki luas lahan paling besar untuk komoditas kakao, yaitu seluas 3.522 Ha. Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan yang merupakan salah satu dari lima daerah otonom di provinsi D.I Yogyakarta, terletak paling barat. Hamparan wilayah kabupaten Kulon Progo menurut ketinggian tanahnya adalah 17,58 % berada pada ketinggian <7 m diatas permukaan laut (dpl). Daerah ini merupakan salah satu sentra produksi biji kakao di D.I. Yogyakarta. Pekerjaan pokok penduduk yang tinggal di daerah ini adalah petani. Berikut ini merupakan data luas tanaman kakao, beserta jumlah tanaman yang menghasilkan dan produksi tanaman kakao di setiap kecamatan yang berada di Kabupaten Kulon Progo. 1
Tabel 1.2 Luas Tanaman Kakao, Tanaman yang Telah Menghasilkan dan Produksi Tanaman Kakao Per Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2013. Tanaman Kakao No Kecamatan Luas Tanam Tanaman yang Produksi (Ha) menghasilkan (Ha) (Ton) 1 Temon 74,20 39,80 8,90 2 Wates 9,75 4,75 3,41 3 Panjatan 5,55 1,98 0,23 4 Galur 0 0 0 5 Lendah 0 0 0 6 Sentolo 12,08 0 0 7 Pengasih 200,00 75,00 21,20 8 Kokap 1.218,00 800,02 355,21 9 Ginimulyo 647,11 471,95 73,55 10 Nanggulan 55,90 6,50 7,58 11 Kalibawang 1.063,00 754,45 392,61 12 Samigaluh 321,50 191,30 181,18 Kulon Progo 2013 3.607,09 2.345,75 1.469,08 Sumber Data : Bidang Perkebunan Dinas Pertanian & Kehutanan Kabupaten KulonProgo, 2013 Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa hampir di setiap kecamatan terdapat budidaya tanaman kakao, kecuali Kecamatan Galur dan Lendah. Kecamatan yang memiliki luas tanam paling besar adalah Kecamatan Kokap seluas 1.218 Ha dan Kecamatan Kalibawang seluas 1.063. Sepuluh kecamatan lainnya memiliki luas tanaman dibawah 1.000 Ha. Apabila melihat data tanaman yang menghasilkan, sembilan kecamatan mampu menghasilkan tanaman kakao. Kecamatan Kokap dan Kecamatan Kalibawang merupakan kecamatan paling luas untuk tanaman kakao menghasilkan, sehingga jumlah produksi kakao yang dihasilkan dari kecamatan tersebut pun besar. Akan tetapi, kecamatan lainnya juga mampu menghasilkan tanaman kakao dan produk kakao, dengan jumlah yang berbeda-beda. Indonesia memiliki potensi produksi yang besar di sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan untuk mengisi pasar ekspor, contoh : Kabupaten Kulon Progo memiliki komoditas tanaman perkebunan yaitu kakao. Komoditas kakao menjadi komoditas unggulan yang berperan sebagai salah satu komoditas yang menopang kehidupan masyarakat sekitar. Kualitas kakao yang dihasilkan di 2
Kabupaten Kulonprogo tidak kalah baik dari kakao daerah lain bahkan luar negri. Kemampuan penetrasi pasar, selain ditentukan kualitas barang yang memiliki tingkat kompetitif yang tinggi, juga membutuhkan pemasaran yang baik. Banyak produk pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan namun kurang dikenal masyarakat, dan negara luar karena minimnya pemasaran sehingga akhirnya tetap menjadi komoditas terpinggirkan. Pemasaran produk pertanian, perikanan dan kehutanan di Indonesia selain perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitas yang memenuhi standart/ketentuan internasional juga perlu dipromosikan. Hal ini dikarenakan peluang ekspor komoditas pertanian Indonesia, baik produk olahan maupun segar masih sangat terbuka. Harga-harga komoditas pertanian di pasar internasional juga sedang menarik, karena harganya mengalami lonjakan yang sangat signifikan akibat perubahan iklim, seperti misalnya biji kakao yang mencapai US$ 3 per kilogram. Kondisi ini merupakan saat yang tepat bagi Indonesia untuk mengisi pasar ekspor di negara-negara yang selama ini memang menjadi tujuan pasar produk pertanian nasional, termasuk pasar negara lain yang masih terbuka. Oleh karena itu, pentingnya upaya pemasaran yang efisien, dan didukung promosi serta pemasokan yang efektif untuk pemenuhan kebutuhan komoditi negara importir. Jika hal itu tidak terjadi, maka negara importir akan beralih atau memilih negara eksportir lain, sehingga sulit bagi Indonesia untuk kembali mengisi peluang tersebut. Pemasaran pada dasarnya adalah upaya dalam posisi tawar menawar produsen terhadap pedagang, pedagang terhadap konsumen, dan sebaliknya. Pemasaran dilakukan agar produk yang dihasilkan laku terjual dan diminati oleh masyarakat, serta semua pihak memperoleh keuntungan sesuai kepentingannya masing-masing. Di dalam pemasaran terdapat persaingan memperebutkan keuntungan baik pada pasar domestik maupun Internasioanl secara adil dan transparan yang bebas dan kompetitif. Jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir disebut saluran pemasaran. Jenis dan kerumitan saluran pemasaran berbeda-beda sesuai dengan komoditinya. Semakin panjang saluran pemasaran akan memberikan pengaruh yang besar dalam penentuan harga. Bila saluran pemasaran semakin panjang maka nilai marjin yang terbentuk akan semakin besar, sehingga keuntungan yang diterima oleh 3
petani akan semakin kecil. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya biaya yang harus dikeluarkan (Downey & Erickson, 1992) Oleh karena itu, keberhasilan dalam pemasaran akan memberikan dampak multifungsi terhadap pembangunan pertanian. Contohnya adalah sebagai penghela bagi peningkatan produksi, produktifitas dan kualitas produk pertanian, memperluas kesempatan kerja, dan yang menjadi kunci utama adalah meningkatkan pendapatan petani. Dengan demikian, perlunya pemasaran yang baik untuk produk hasil pertanian agar dapat memanfaatkan peluang pasar secara optimal. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, dapat dilihat bahwa pemasaran biji kakao memerlukan pola distribusi yang baik. Adanya pola distribusi tersebut terjadi perubahan harga dari produsen ke konsumen akhir melalui lembaga-lembaga pemasaran. Di Kabupaten Kulon Progo saluran pemasaran berakhir di PT. Pagilaran dan pedagang pengumpul besar. Terjadinya perubahan harga tersebut menyebabkan adanya ketidakadilan bagi petani dalam hal keuntungan. Kabupaten Kulon Progo sebagai salah satu sentra produksi kakao memerlukan adanya kajian mengenai keadaan sistem pemasaran biji kakao. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi serta keuntungan pemasaran bagi petani. Beberapa hal yang dapat dikaji dalam pemasaran biji kakao adalah saluran pemasaran yang digunakan, marjin pemasaran, faktor-faktor yang mempengaruhi marjin tersebut, besarnya farmer s share, tingkat monopoli masing-masing lembaga pemasaran, dan efisiensi pemasaran. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan kajian tentang analisis saluran pemasaran dengan masalah yang dikemukakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana saluran pemasaran dan marjin pemasaran biji kakao yang terjadi pada petani di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi marjin pemasaran biji kakao di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo? 4
3. Berapa farmer s share pada masing-masing saluran pemasaran di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo? 4. Bagaimana tingkat monopoli pada setiap lembaga pemasaran biji kakao di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo? 5. Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran biji kakao di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui saluran pemasaran dan besarnya marjin pemasaran biji kakao di 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran biji kakao di 3. Mengetahui farmer s share pada masing-masing saluran pemasaran yang ada di 4. Mengetahui tingkat monopoli pada setiap lembaga pemasaran biji kakao di 5. Mengetahui efisiensi pemasaran biji kakao di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo. 4. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai pengembangan pola pikir dan sebagai prasyarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi petani, dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk lebih meningkatkan pengelolaan usahataninya. 3. Bagi pelaku pemasaran, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai saluran pemasaran yang dilakukan. 4. Bagi pembaca, dapat digunakan sebagai referensi yang bermanfaat untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. 5