BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang kemudian. ekonominya tidak terkecuali di Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang kemudian terakhir diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Kebijakan desentralisasi merupakan suatu kebijakan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Kebijakan desentralisasi telah menjadi pilihan baik di Negara maju maupun negara berkembang dalam menjalankan kebijakan ekonominya tidak terkecuali di Indonesia. Berdasarkan UU No.32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit mungkin adanya campur tangan dari pemerintah pusat. UU No.32 tahun 2004 menjelaskan pula bahwa pemberian otonomi luas kepada pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut 1

2 asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah (Dodik, 2012). Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang dapat melakukan otonomi daerah, yaitu : 1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. 2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah ( PAD ) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar). Dengan kata lain, tujuan dari otonomi daerah adalah untuk menciptakan kemandirian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah (Dini, 2013). Salah satu upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah adalah dengan mengoptimalkan potensi pendapatan daerah yaitu dengan memberikan proporsi alokasi belanja modal yang lebih tinggi pada sektor-sektor yang dianggap produktif (Nugroho, 2012). Belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran dalam pencapaian asset tetap serta asset lainnya yang dapat memberikan dampak

3 positif lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas asset (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010). Dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), belanja modal terdiri dari 5 (lima) yang dikategori utama, diantaranya adalah: belanja modal tanah; belanja modal peralatan dan mesin; belanja modal gedung dan bangunan; belanja modal jalan, irigasi dan jaringan; dan belanja modal fisik lainnya. Belanja Modal didanai dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, salah satu asal pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah harus menggali potensi-potensi sumber pendapatan sehingga mampu meningkatkan PAD. PAD merupakan pendapatan yang bersumber dan dipungut Daerah didasarkan pada Peraturan Daerah yang berlaku. Tujuan daripada PAD yakni memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam pendanaan otonomi daerah yang disesuaikan dengan potensi Daerah masing-masing. Perbedaan kemampuan keuangan yang dimiliki setiap daerah dalam hal pendanaan kegiatan pemerintahannya dapat memicu terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah. Sebagai upaya menghadapi ketimpangan fiskal tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan pengalokasian dana yang

4 diperoleh dari APBN untuk pendanaan kebutuhan rumah tangga daerahnya dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum didefinisikan sebagai sumber pendapatan yang diperoleh dari pendapatan APBN yang dianggarkan untuk pemerataan alokasi keuangan antardaerah dalam pendanaan kelengkapan rumah tangga daerahnya. Tujuan dari Dana Alokasi Umum adalah untuk mengatasi ketimpangan fiscal antara pemerintah pusat dan ketimpangan horizontal antar Pemerintah Daerah karena ketidakmerataan sumberdaya yang ada pada masing-masing daerah. Penggunaan. DAU dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula DAU yang berdasarkan Celah Fiskal dengan proporsi pembagian DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota masing-masing sebesar 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen) dari besaran DAU secara nasional. Celah Fiskal merupakan selisih antara Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Kebutuhan Fiskal merupakan kebutuhan pendanaan daerah dalam rangka melaksanakan fungsi layanan dasar umum yang diukur melalui variabel: Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per-kapita. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus

5 yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Undangundang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan). DAK dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Kegiatan khusus tersebut sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan dan/atau pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Maka dengan tingginya DAK diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasana pelayanan dasar masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan parameter dari suatu kegiatan pembangunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat mengukur tingkat perkembangan aktivitas pada sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian (Hasan, 2012). Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kondisi kegiatan dalam perekonomian yang meyebabkan produksi barang dan jasa bertambah sehingga terjadinya peningkatan kemakmuran masyarakat. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah semakin meningkat, maka

6 pemerintah daerah akan meningkatkan belanja modalnya untuk memperbaiki dan melengkapi infrastruktur dan sarana prasarana dengan tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Putu Dwi Eka Rini Sugiarthi dan Ni Luh Supadmi (2014) menunjukan bahwa PAD, DAU, dan SiLPA berpengaruh positif dan signifikan pada belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Variabel moderasi (pertumbuhan ekonomi) mampu memoderasi variabel PAD dan DAU, namun tidak mampu memoderasi variabel SiLPA pada belanja modal. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sugiarthi dan Supadmi (2014) untuk mengetahui pengaruh PAD, DAU, dan SiLPA. Perbedaan penelitian ini dengan penelitan sebelumnya yaitu terletak pada variabel independennya dengan mengganti SiLPA menjadi DAK. Berdasarkan dari uraian di atas maka penelitian ini berjudul ANALISIS PENGARUH PAD, DAU DAN DAK TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBAGAI VARIABEL MODERASI PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah?

7 2. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah? 3. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. 4. Apakah Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel moderasi dapat memperkuat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah? 5. Apakah Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel moderasi dapat memperkuat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah? 6. Apakah Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel moderasi dapat memperkuat pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. 2. Menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. 3. Menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

8 4. Menganalisis Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel moderasi dapat memperkuat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. 5. Menganalisis Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel moderasi dapat memperkuat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. 6. Menganalisis Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel moderasi dapat memperkuat pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi penelitian pelanjutnya, sebagai sumber referensi dan informasi untuk memungkinkan penelitian selanjutnya tentang topik ini. 2. Bagi instansi pemerintahan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merealisasikan belanja modal, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada publik. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

9 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi pemaparan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah yang diteliti, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang pemaparan mengenai landasan teori yang digunakan sebagai dasar acuan penelitian, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran penelitian, dan hipotesis penelitian. BAB III METODA PENELITIAN Bab ini berisi pemaparan mengenai variabel penelitian dan definisi operasionalnya, subjek penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, serta alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi gambaran umum hasil penelitian, pengujian asumsi, hasil pengujian hipotesis serta pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP