EXECUTIVE SUMMARY. UNFPA UNFPA Indonesia Monograph Series: Series: No.2. Youth in in Indonesia



dokumen-dokumen yang mirip
PENDUDUK DAN TENAGA KERJA. Population and Worker

Advancing the health of Indonesia s poor and disadvantaged

CHAPTER XII COMPARISON BETWEEN REGENCIES/ CITIES BAB XII PERBANDINGAN ANTARA KABUPATEN/ KOTA

Investasi Sumber Daya Manusia

PENDUDUK DAN KETENAGAKERJAAN PIRAMIDA PENDUDUK KAB. KLUNGKUNG,

PEMBELAJARAN KEMAMPUAN GERAK DASAR

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN WANITA

ABSTRACT The Analysis of Rate of Return to Education in Nanggroe Aceh Darussalam Province

KATA PENGANTAR. Kedokteran FK Universitas Udayana. 3. Dr. dr. I. W. P. Sutirta Yasa, M.Si, ketua blok Elective Study serta dr.

RINGKASAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN TIM PASCA SARJANA HPTP (HIBAH PASCA) TAHUN I

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

Investing in human capital

STUDI TENTANG PEKERJA ANAK PADA INDUSTRI KONVEKSI DI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP PELAYANAN KESEHATAN Dl JAWA, SUMATERA, DAN KALIMANTAN

1. Penduduk. 1. Population

KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA NGANJUK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN DAN PENDAPATAN PETANI

ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK IAN UNY 2012 UTAMI DEWI

INTERNASIONAL DEFFERENCES IN THE INCOME DISTRIBUTION

KEBIJAKAN HARGA OBAT Dl INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN NEGARA-NEGARA LAIN

Penduduk dan Ketenagakerjaan

Pengangguran dan Tingkat Alamiahnya. Copyright 2004 South-Western

Penduduk dan Tenaga Kerja Population and Labour Force III

PEMETAAN BAHAYA GENANGAN PASANG AIR LAUT DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR. Dimas Musa Sulistio Aulia El Hadi

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERSONAL HYGIENE ORGAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI JALANAN DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015 NI MADE SETIARI

Inggang Perwangsa Nuralam, SE., MBA

44,5 In general, industrj_41 estate generated some advan-, 7.ece Ifts ode" /14# tages, so that it s.i.j.gg p stibl p be developed in any big as well

Population And Manpower

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Population And Manpower

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI

KAJIAN ASPEK RISIKO KEGAGALAN BANGUNAN PADA KELAYAKAN PROYEK PRIVATISASI INFRASTRUKTUR TESIS MAGISTER OLEH : ADI TISNA RAYADI

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

Population and Manpower

IDEAS CONDESCENDING WOMEN STATUS FOUND IN CAMPURSARI SONGS A THESIS

CHAPTER XI POVERTY BAB XI KEMISKINAN

Analisis Pemasaran Karet Rakyat di Kabupaten Sijunjung. Oleh : Lismarwati. (Di bawah bimbingan Yonariza dan Rusda Khairati) RINGKASAN

v Universitas Kristen Maranatha

Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan

Trade. PERDAGANGAN Trade

GAMBARAN DEPRESI PERIMENOPAUSE KARYAWATI DI PT PELABUHAN INDONESIA 1(PERSERO) MEDAN

DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MERAUKE TESIS MAGISTER. Oleh ROMANUS MBARAKA NIM

Trade. PERDAGANGAN Trade

PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS. oleh. Putu Gede Suranata

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Surakarta, 01 Oktober 2011 Ketua Tim Peneliti. Nurhadiantomo. iii

Melihat hasil penelitian seperti di atas maka ada beberapa saran yang diberikan untuk peningkatan komitmen organsiasi di PT Telkom Tbk Kantor Divre V

5. The removed-treatment design with pretest & posttest Design: O 1 X O 2 O 3 X O 4 Problem: O 2 - O 3 not thesame with O 3 - O 4 construct validity o

ABSTRACT. Keywords: Economic families and teen behavior

Population Structures observed by Small-areas in Indonesia

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI TAHUN ANGGARAN 2013

KEBIJAKAN DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA KEMATIAN BAYI Dl 5 KABUPATEN/KOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

mikm-detail-tesis-perpustakaan-print-abstrak-158.html MIKM UNDIP Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha

Sistem Informasi. Soal Dengan 2 Bahasa: Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris

PENERAPAN SISTEM PEMBIAYAAN BERBASIS AKTIVITAS PADA PEMBUATAN SEGMEN PRECAST JEMBATAN DAN JALAN LAYANG PASUPATI

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU MENGENAI HIV / AIDS PADA SISWA SISWI KELAS DUA DAN TIGA SALAH SATU SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG TAHUN 2006

EFFECT OF A CLIMBING LANE ON SPEED, FLOW AND VEHICLE OPERATING COST

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR DITINJAU DARI STATUS EKONOMI KELUARGA PADA MAHASISWA Oleh : Meriam Yuliana Mahasiswi jurusan Psikologi Fakultas Psikologi U

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy

FOR IMMEDIATE RELEASE

ABSTRAK. Kata Kunci: antrian, layanan, model antrian. vi Universitas Kristen Maranatha

GAMBARAN PENULARAN DAN STIGMA PADA PEREMPUAN DENGAN

Idham: Kajian kritis pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan dalam perspektif otonomi..., USU e-repository 2008

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ILMU ADMINISTRASI NEGARA

MORT ALIT AS DAN MORBIDITAS CEDERA PADA ANAK Dl KABUPATEN PROBOLINGGO DAN TULUNGAGUNG-JAWA TIMUR 2005

ABSTRAK. Kata Kunci : secondary questions, akuisisi tacit knowledge, transfer tacit knowledge, pengembangan pelatihan, assessor assessment center.

ABSTRAK. Kata kunci : Program Wajib Belajar 12 Tahun, Kampanye. vii Universitas Kristen Maranatha

PERANCANGAN SISTEM PELAYANAN RESTORAN CEPAT SAJI DENGAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

Universitas Kristen Maranatha

STUDI KARAKTERISTIK PELAKU PERGERAKAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SUKABUMI

KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA SERTA PENGGUNAAN GARAM BERIODIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR BARAT

LAPORAN PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN WISATA KULINER: STUDI KASUS DI SOLO. Oleh: Edy Purwo Saputro, SE, MSi Fatchan Achyani, SE, MSi

PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK SIRKULER DI DESA JAYASARI KECAMATAN LANGKAP LANCAR KABUPATEN PANGANDARAN

HUBUNGAN PERAN GANDA DENGAN PENGEMBANGAN KARIER WANITA (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

ABSTRAK PROMOSI PARIWISATA DI PULAU BANGKA UNTUK KALANGAN DEWASA MUDA DI KOTA BESAR WILAYAH PULAU JAWA. Oleh : Stepvanie NRP

Pengantar Diskusi: Ideologi, Rasionalisme Pragmatisme dalam penetapan agenda kebijakan pembiayaan kesehatan di Indonesia

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA JALANAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015

Preliminary Results Client Survey, West Java

SCALING SOLUTION OF LAND USE CHALLENGES. Musdhalifah Machmud Deputy to Coordinating Minister for Food and Agriculture

Kata Kunci: Penerapan, Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan, Pekerja, Perusahaan.

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK SEBAGAI PEKERJA RUMAH TANGGA

Pola Komposisi Penduduk Komposisi, struktur, distribusi : Proporsi : Pola Komposisi Penduduk : Age Structural Sex Composition Marital Status Families

Pemrograman Lanjut. Interface

Population And Manpower

STRATEGI PEMASARAN KREDIT PT. BANK " X " SEBAGAI BANK RETAIL DIMASA KRISIS EKONOMI

KADIN INDONESIA. Bidang Telekomunikasi, Teknologi Informasi & Media

PENGETAHUAN DOKTER MUDA (Co-Ass) TENTANG PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK RADIOLOGI FOTO TORAKS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2010

Pendapatan Regional dan Pengeluaran

Hubungan Kondisi Sosial... Isrokiyah

IRGSC Analysis No 005/2014 Research and analysis from the Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC)

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha

*LGBT. Medic & Psychological View. Dr.Anggia Hapsari, SpKJ

DUKUNGAN WHO INDONESIA TERHADAP STANDARISASI KURIKULUM PELATIHAN GIZI OLEH: SUGENG EKO IRIANTO

PENGEMBANSAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng)

mikm-detail-tesis-perpustakaan-print-abstrak-152.html MIKM UNDIP Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

Regional Revenue. PENDAPATAN REGIONAL Regional Revenue

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i PERSYARATAN GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii

Transkripsi:

EXECUTIVE SUMMARY UNFPA UNFPA Indonesia Monograph Series: Series: No.2 Youth in in Indonesia

Contributors Co authored by: Professor Sri Moertiningsih Adioetomo (University of Indonesia), Mr. Horst Posselt (UNFPA) Dr. Ariane Utomo (Australian National University) Edited by: Professor Peter McDonald (Australian National University) Disclaimer The findings, interpretations and conclusions presented in this document are those of the authors and do not reflect the policies, views and positions of the Government of Indonesia and UNFPA. 1

Executive Summary UNFPA Indonesia Monograph Series: No. 2: Youth in Indonesia The primary objective of this monograph is to provide policy makers, planners and other stakeholders with a contemporary view of the situations and challenges facing the current cohort of Indonesian youth. Indicators derived from the 2010 Population Census and other complementary sources highlight the characteristics of youth by life stage and key aspects of the demographic, economic, and social context in which their lives are being shaped and how their circumstances are changing over time. The diverse range of indicators obtained from authoritative sources of data also provide a valuable set of benchmarks against which future changes in the circumstances of youth may be evaluated and assessed. Selected findings Size, share, and growth of the youth population The 2010 Population Census indicated that there were 62 million youth aged 15-29 in Indonesia, accounting for about 26 percent of the Indonesian population. Over time, the size of the youth population has been increasing and is projected to reach 70 million in 2035. While the youth population continues to grow in absolute terms, its proportion within the total population in 2010 had declined relative to the level recorded in 2000. The share of youth in the population is expected to continue to decline in the next 25 years, falling from 26 to 23 percent between 2010 and 2035. Distribution and migration More youth aged 15-29 in Indonesia live in urban areas (about 33 million) than in rural areas (29 million) and are over-represented in urban areas compared to other age groups. Of all age groups youth have the highest rates of internal migration in Indonesia and the evidence suggests the main flows are from rural to urban settings where education and work opportunities are greater. Youth with high levels of educational attainment were more likely to move to another district than those whose education was low. 2

Education In 2010, 84 percent of children in the 13-15 year age group (junior secondary school age), were attending school: among those aged 16-18 years (senior secondary school age), the proportion at school was 53 percent. Only 15 percent of youth aged 19 to 24 (the tertiary education age level) participated in education. There was no substantial gender gap in education participation in 2010. However, substantial disparities remain in the progression of children to higher levels of schooling depending on their socio-economic background. In 2009, when ranked by household expenditure, only 71 percent of children aged 13-15 from the poorest 20% of households had progressed through to the end of junior secondary school compared to 94 percent of those from the richest 20 percent of households. Labour Force Youth are less likely to work in the still prominent agriculture sector and in informal sector jobs, but instead are more likely to seek work in urban areas and in a range of service and non-agricultural production industries, where formal sector jobs that typically provide regular wages and salaries are more common. There were also some 4.3 million male youth (14% of male youth) who were effectively idle, that is, neither studying nor working. While higher proportions of female youth reported that they were neither studying nor working relative to their male counterparts many were already married housewives with children requiring care. Family Formation Indicators of family formation reveal a long term trend of delayed marriage and parenthood. However, more recent data indicates that both the age at first marriage and fertility rates have stabilised over the past decade. Among young women, those living in rural areas and those with lower levels of education are experiencing relatively faster transitions to leaving the parental home, to marriage, and to parenthood. The prevalence of teenage motherhood was most common among those with a low level of education in rural areas and from relatively from poor backgrounds. 3

5.1 Implications of findings for policy development On the demographic window of opportunity There is a limited window of opportunity to harness the demographic bonus. Policy discussions should be geared to re-assess whether policies and programmes in favour of youth development can be improved and expanded to help develop their skills, productivity and overall wellbeing as they become the drivers of Indonesia s future prosperity. On the age definition of youth The age typology of youth needs to be refined. The current legal age-based definition of youth is 16-30 years of age. Adopting more refined age-based classifications such as those used in this monograph, namely the age groups 15-19, 20-24 and 20-29, would assist in formulating policies that are specifically targeted to youth in different stages of transition. On regional distribution and youth rural-urban migration Policies on education and employment need to consider the needs of urban and rural youth, as well as those who transit between the two categories via migration and urbanisation. Rural to urban migration also presents challenges for youth in adapting to a new environment. For example, while many initially live with family members who live in the city, some will have problems finding housing that is safe, secure and hygienic. Some will get jobs with unsuitable employers who are exploitive and a small minority will engage in crime. On the other hand, in rural areas, urbanisation and the migration of rural youth to urban areas has meant that youth have become underrepresented in the agricultural sector. Research needs to be undertaken on the future agricultural labour supply in the context of ever-new technologies. Another important issue is that, with the migration of youth to urban areas, older people in rural areas may be left without family support in a social and policy environment where alternative forms of support are inadequate. 4

On education Policy focus is needed on improving the accessibility, quality, and extending the duration of secondary schooling, as well as expanding the enrolment and completion of higher education. Indonesia s future social and economic development will be greatly shaped by the educational attainment of today s children and youth and on how the education system is working to improve their education. The educational level of the population is still very low, while large gaps in education levels among different groups in society still persist. On the supply side, education facilities at both the junior and senior levels of high school, are inadequate when compared with the increasing demand from youth. Most critical, is that the quality of education is still low and is in urgent need of attention. Government responses should be geared to address the question of why many young people do not continue from primary school to enroll in junior secondary school. It is widely recognized that youth in many developing countries are unable to continue to secondary education because of economic pressures. On starting a productive working life Following investment in education, policy attention should be given to prepare youth to enter the labour market. Many young people are struggling to find employment, and they spend a considerable amount of time in search of their first job. High rates of unemployment among youth may have adverse consequences not only for the welfare and wellbeing of the young individuals themselves, but also for the community as a whole. Failure to harness the productive potential of a large cohort of young people may induce a range of social issues, including crime and conflict. Apart from ensuring higher completion rates of secondary schooling, the relevance of education and human capital to the needs of the labour force must also be considered by policy makers. Key strategies to help young people in starting a productive working life should include creating equal opportunities and meaningful employment in labour market for young men and women, and fostering entrepreneurship. Aside from the wealthy, who are able to afford domestic assistance, for married women with children in urban areas, employment is highly constrained by the need to care for their children. Family support policies like early childhood education and care would facilitate their employment while preparing their children for school. 5

On reproductive health, early marriage and parenthood Persistent early marriage and the trend of delayed marriage both pose policy concerns related to reproductive health. Childbearing in the teenage years poses risks to the health of both mother and baby. In addition, those who marry and have children early are very likely to be disadvantaged in the labour market and to have ended their education prematurely. Their opportunities to return to education are also almost non-existent. Young women who marry as minors are more likely to come from poor households and rural areas and to have relatively few years of schooling. Child marriage is a serious issue that should raise concern among policy makers and program implementers. At the same time, many more young Indonesians are choosing to delay marriage in order to pursue higher education or employment opportunities. A policy shift is needed to reflect this change in attitudes, such as ensuring that the minimum ages at marriage are strictly enforced. This will reduce the prevalence of early marriages, which bear a high cost to women s and children s health and resulting in a low potential for the future human capital. However, delayed marriage also means a longer waiting time from puberty to marriage which increases problems of sexual and reproductive health among youth. Behaviours that young people adopt have critical implications for their future health and mortality. Unprotected sex is one of the riskiest behaviours that young people can undertake, particularly given the risk of HIV/AIDS infection. However, the greatest risk is early unintended pregnancy and the great difficulties that this potentially involves primarily for single teenage girls. In Indonesia, the need for reproductive health services for youth must be addressed in a way that is sensitive to the predominant culture that holds that sexual relations and childbearing should only occur within marriage. The public health system needs to be improved in order to better reach and serve young people. Policymakers are faced with a serious challenge in deciding how to reduce the incidence of early marriage while at the same time resolving the need for reproductive health services for unmarried youth. The secondary school education system has a potentially important role to play in this regard especially since participation in education helps to delay early entry in marriage and since it provides a potentially effective means of providing authoritative information to young people about matters of sexual and reproductive health in ways that are considered and culturally sensitive. 6

RINGKASAN EKSEKUTIF UNFPA UNFPA Monograf Indonesia UNFPA Monograph Indonesia Series: Series: No.2 Youth Pemuda in in di Indonesia

Contributors Co authored by: Professor Sri Moertiningsih Adioetomo (University of Indonesia), Mr. Horst Posselt (UNFPA) Dr. Ariane Utomo (Australian National University) Edited by: Professor Peter McDonald (Australian National University) Disclaimer The findings, interpretations and conclusions presented in this document are those of the authors and do not reflect the policies, views and positions of the Government of Indonesia and UNFPA. 1

Ringkasan Eksekutif Monograf UNFPA Indonesia Seri No. 2: Pemuda di Indonesia Tujuan utama monograf ini adalah menyediakan bagi para pembuat kebijakan, perencana dan pemangku kepentingan lainnya sebuah pandangan mutakhir atas situasi dan tantangan yang dihadapi saat ini oleh angkatan muda Indonesia. Indikator-indikator yang berasal dari Sensus Penduduk 2010 dan sumber-sumber data pelengkap lainnya menyoroti berbagai karakteristik pemuda menurut tahapan kehidupan dan aspek-aspek penting dari konteks demografi, ekonomi, dan sosial yang penting dalam pembentukan kehidupan mereka dan bagaimana aspek-aspek tersebut berubah dari waktu ke waktu. Berbagai indikator yang diperoleh dari sumber-sumber data terpercaya juga menyediakan seperangkat tolak ukur (benchmark) berharga yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi dan menilai berbagai perubahan dalam situasi kepemudaan di masa depan. Temuan pilihan Ukuran, proporsi, dan pertumbuhan populasi pemuda Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa ada 62 juta pemuda usia 15-29 di Indonesia, mewakili sekitar 26 persen dari penduduk Indonesia. Seiring waktu, ukuran populasi pemuda akan meningkat dan diproyeksikan mencapai 70 juta pada 2035. Sementara populasi pemuda terus bertambah secara absolut, proporsinya terhadap total populasi pada tahun 2010 telah menurun secara relatif terhadap tingkat yang dicatat pada tahun 2000. Pangsa pemuda dalam populasi diperkirakan akan terus menurun dalam 25 tahun ke depan, merosot dari 26 ke 23 persen antara tahun 2010 dan 2035. Distribusi dan migrasi Lebih banyak pemuda usia 15-29 di Indonesia tinggal di daerah perkotaan (sekitar 33 juta) dibandingkan di daerah pedesaan (29 juta) dan lebih besar proporsinya di daerah perkotaan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Dari semua kelompok usia, pemuda memiliki tingkat migrasi internal tertinggi di Indonesia dan bukti-bukti menunjukkan arus utamanya adalah dari desa ke kota di mana pendidikan dan kesempatan kerja lebih besar. Pemuda dengan tingkat tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih cenderung untuk pindah ke kabupaten lain daripada mereka yang pendidikannya rendah. 2

Pendidikan Pada tahun 2010, 84 persen anak-anak dalam kelompok usia 13-15 tahun (usia SLTP), bersekolah: di antara mereka yang berusia 16-18 tahun (usia sekolah menengah atas), proporsi bersekolah adalah 53 persen. Hanya 15 persen remaja berusia 19 sampai 24 tahun (tingkat usia pendidikan tinggi) yang berpartisipasi dalam pendidikan. Tidak ada kesenjangan gender yang substansial dalam partisipasi pendidikan pada tahun 2010. Namun, perbedaan substansial tetap ada dalam keberlanjutan anak-anak ke jenjang sekolah yang lebih tinggi tergantung pada latar belakang sosial-ekonomi mereka. Pada tahun 2009, bila diperingkatkan menurut pengeluaran rumah tangga, hanya 71 persen anak usia 13-15 tahun dari 20% rumah tangga termiskin yang melanjutkan sampai akhir sekolah menengah pertama dibandingkan dengan 94 persen dari mereka yang berasal dari 20 persen rumah tangga terkaya. Angkatan kerja Pemuda cenderung tidak bekerja di sektor pertanian dan di sektor informal yang masih menonjol, tetapi cenderung untuk mencari pekerjaan di daerah perkotaan dan di berbagai industri jasa dan produksi non-pertanian, di mana terdapat lebih banyak pekerjaan sektor formal yang biasanya memberikan upah dan gaji tetap. Juga terdapat sekitar 4,3 juta pemuda laki-laki (14% dari pemuda laki-laki) yang pada hakikatnya menganggur, yaitu, tidak bersekolah atau bekerja. Sementara proporsi yang lebih tinggi dari pemuda perempuan, yang melaporkan bahwa mereka tidak bersekolah atau bekerja dibandingkan rekan-rekan laki-laki, sudah menikah sebagai ibu rumah tangga dan membesarkan anak-anak. Pembentukan Keluarga Indikator pembentukan keluarga mengungkapkan tren jangka panjang dalam hal penundaan menikah dan menjadi orang tua. Namun, data yang lebih baru menunjukkan bahwa baik usia saat menikah pertama maupun angka fertilitas tidak banyak berubah dalam dekade terakhir. Di antara pemuda perempuan, mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah mengalami transisi yang relatif lebih cepat untuk meninggalkan rumah orangtua, menikah, dan menjadi orang tua. Prevalensi ibu remaja paling umum di kalangan mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah di daerah pedesaan dan dari latar belakang penduduk miskin. 3

5.1 Implikasi temuan-temuan terhadap pengembangan kebijakan Pada jendela peluang demografis Ada jendela peluang yang terbatas untuk memanfaatkan bonus demografi. Diskusi kebijakan harus diarahkan untuk meninjau ulang apakah kebijakan dan program yang mendukung pembangunan kepemudaan dapat ditingkatkan dan diperluas untuk membantu mengembangkan keterampilan, produktivitas dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan karena mereka akan menjadi pendorong kemakmuran Indonesia di masa depan. Pada definisi usia pemuda Tipologi usia pemuda perlu disempurnakan. Definisi pemuda berbasis usia menurut hukum saat ini adalah 16-30 tahun. Menerapkan klasifikasi berdasarkan usia yang lebih rinci seperti yang digunakan dalam risalah ini, yaitu kelompok usia 15-19, 20-24 dan 20-29, akan membantu dalam perumusan kebijakan-kebijakan yang secara khusus ditujukan kepada kaum muda di tahap-tahap transisi yang berbeda. Pada distribusi wilayah dan migrasi pemuda dari desa ke kota Kebijakan bidang pendidikan dan lapangan kerja perlu mempertimbangkan kebutuhan pemuda kota dan desa, serta mereka yang transit di antara kedua kategori melalui migrasi dan urbanisasi. Migrasi desa ke kota juga memberikan tantangan bagi pemuda dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebagai contoh, meskipun pada awalnya banyak yang menumpang anggota keluarga yang tinggal di kota, beberapa orang memiliki masalah untuk mendapatkan tempat tinggal yang aman, nyaman dan higienis. Beberapa orang akan mendapatkan pekerjaan dari majikan tidak layak yang eksploitatif dan sebagian kecil akan terlibat dalam kejahatan. Di sisi lain, di daerah pedesaan, urbanisasi dan migrasi pemuda dari desa ke kota berarti bahwa proporsi pemuda menjadi berkurang di sektor pertanian. Penelitian perlu dilakukan terhadap pasokan tenaga kerja pertanian di masa depan dalam konteks teknologi yang semakin canggih. Isu penting lainnya adalah bahwa, dengan migrasi pemuda ke kota, orang tua di daerah pedesaan dapat ditinggalkan tanpa dukungan keluarga dalam lingkungan sosial dan kebijakan di mana bentuk-bentuk dukungan alternatif tidak memadai. 4

Pada pendidikan Fokus kebijakan diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas, kualitas, dan perpanjangan durasi sekolah menengah, serta memperluas pendaftaran dan penyelesaian pendidikan di perguruan tinggi. Pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia di masa depan akan sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan anak-anak dan pemuda saat ini dan bagaimana sistem pendidikan bekerja untuk meningkatkan pendidikan mereka. Tingkat pendidikan penduduk masih sangat rendah, sementara masih terdapat kesenjangan besar dalam tingkat pendidikan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Di sisi penyediaan, fasilitas pendidikan baik di tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, tidak memadai bila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan dari pemuda. Hal paling penting yang membutuhkan perhatian, adalah bahwa kualitas pendidikan masih rendah dan perlu perhatian segera. Tanggapan pemerintah harus diarahkan untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa banyak anak muda yang tidak melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama. Diakui secara luas bahwa anak muda di banyak negara berkembang tidak dapat melanjutkan ke pendidikan menengah karena tekanan ekonomi. Pada permulaan kehidupan kerja yang produktif Setelah investasi dalam pendidikan, arah kebijakan harus ditujukan untuk mempersiapkan kaum muda untuk memasuki pasar kerja. Banyak pemuda yang kesulitan menemukan pekerjaan, dan mereka menghabiskan banyak waktu untuk mencari pekerjaan pertama mereka. Tingginya tingkat pengangguran di kalangan pemuda mungkin memiliki konsekuensi yang merugikan tidak hanya bagi kemakmuran dan kesejahteraan individu pemuda sendiri, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Kegagalan untuk memanfaatkan potensi produktif dari angkatan muda yang besar dapat menyebabkan berbagai masalah sosial, termasuk kejahatan dan konflik. Selain memastikan tingkat tamat sekolah menengah yang lebih tinggi, relevansi pendidikan dan modal manusia untuk kebutuhan angkatan kerja juga harus dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan. Strategi kunci untuk membantu kaum muda dalam memulai kehidupan kerja yang produktif harus mencakup penciptaan peluang kerja yang merta dan pekerjaan yang bermakna dalam pasar tenaga kerja untuk pemuda laki-laki dan perempuan, dan mendorong kewirausahaan. Selain kelompok kaya, yang mampu menggaji pembantu rumah tangga, bagi perempuan menikah dan mempunyai anak-anak di daerah perkotaan, pekerjaan sangat dibatasi oleh kebutuhan untuk merawat anak-anak mereka. Kebijakan dukungan keluarga seperti pendidikan dan pengasuhan anak usia dini akan memudahkan mereka bekerja sembari mempersiapkan anak-anak mereka bersekolah. 5

Pada kesehatan reproduksi, pernikahan dini dan menjadi orangtua Pernikahan dini dan tren penundaan perkawinan yang terus berlanjut sama-sama menimbulkan pertanyaan atas kebijakan yang berkenaan dengan kesehatan reproduksi. Melahirkan anak pada usia remaja beresiko terhadap kesehatan ibu dan bayi. Selain itu, mereka yang menikah dan memiliki anak sejak dini sangat mungkin dirugikan di pasar tenaga kerja dan mengakhiri pendidikan mereka sebelum waktunya. Kesempatan mereka untuk kembali ke bangku pendidikan juga nyaris tidak ada. Perempuan muda yang menikah sebagai anak di bawah umur lebih cenderung berasal dari keluarga miskin dan daerah pedesaan dan memiliki tahun bersekolah yang relatif sedikit. Pernikahan anak adalah masalah serius yang harus menggunggah perhatian di kalangan pembuat kebijakan dan pelaksana program. Pada saat yang sama, banyak kaum muda Indonesia yang memilih untuk menunda perkawinan untuk mengejar pendidikan tinggi atau kesempatan kerja. Pergeseran kebijakan diperlukan untuk mencerminkan perubahan dalam sikap, seperti memastikan usia minimum perkawinan yang ketat. Hal ini akan mengurangi prevalensi pernikahan dini, yang menimbulkan biaya yang besar untuk kesehatan perempuan dan anak-anak dan mengakibatkan potensi modal manusia yang rendah di masa mendatang. Namun, penundaan perkawinan juga berarti waktu menunggu yang lebih lama dari pubertas ke perkawinan, yang meningkatkan masalah kesehatan seksual dan reproduksi di kalangan kaum muda. Perilaku yang diterapkan oleh orang-orang muda memiliki implikasi penting bagi kesehatan masa depan dan angka kematian mereka.. Hubungan seks tanpa pelindung adalah salah satu perilaku yang paling berisiko yang dilakukan oleh kaum muda, terutama mengingat risiko infeksi HIV. Namun, risiko terbesar adalah kehamilan yang tidak direncanakan pada usia muda dan kesulitan besar yang berpotensi timbul terutama bagi remaja putri yang belum menikah. Di Indonesia, kebutuhan atas pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja harus ditangani secara sensitif terhadap budaya dominan yang menyatakan bahwa hubungan seksual dan melahirkan anak hanya harus terjadi di dalam pernikahan. Sistem kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka untuk lebih menjangkau dan melayani orang-orang muda. Para pembuat kebijakan dihadapkan pada tantangan serius dalam memutuskan cara-cara untuk mengurangi insiden perkawinan dini sementara di saat yang sama memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang belum menikah. Sistem pendidikan sekolah menengah memiliki peran potensial penting yang dapat dimainkan dalam hal ini terutama karena partisipasi dalam pendidikan membantu untuk menunda usia masuk perkawinan dan karena menyediakan sarana yang berpotensi efektif untuk memberikan informasi yang akurat berdasarkan data/bukti kepada anak-anak muda tentang masalah-masalah kesehatan seksual dan reproduksi dengan cara yang tepat dan peka budaya. 6