4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Bahan baku surfaktan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

A. LATAR BELAKANG MASALAH

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUHSUHU ADSORPSI DAN JUMLAH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP KECERAHAN SURFAKTAN DECYL POLIGLIKOSIDA DARI D-GLUKOSA DAN DEKANOL SKRIPSI

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

PEMBAHASAN. I. Definisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

39 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

Air adalah wahana kehidupan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M )

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

PENINGKATAN KECERAHAN PADA PROSES SINTESIS SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis surfaktan APG Salah satu jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan sebagai bahan dalam formulasi produk-produk perawatan diri (personal care products), kosmetik, pemucatan kain tekstil dan herbisida adalah Alkil Poliglikosida (APG). Wuest et al. (1992) telah mematenkan sintesis surfaktan APG dengan reaksi dua tahap berbahan baku pati. Tahap pertama (tahap butanolisis) yang mereaksikan pati:butanol:air:katalis dengan ratio mol 1:8.5:8:0.018 pada suhu 140-150 0 C dengan tekanan 4.7-6 bar selama 30 menit dan tahap kedua (tahap transasetalisasi) direaksikan dengan alkohol lemak rantai lebih panjang yaitu C 10 dan C pada ratio mol 4.7 mol/bobot mol pati dengan suhu 110-0 0 C selama 2 jam pada kondisi vakum. Rosen (2004), mengatakan pada umumnya produk-produk komersial yang berupa produk-produk perawatan diri ataupun detergen menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C 10 dan C, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik. Setelah tahap transasetalisasi, kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Schmitt (1993) mengatakan bahwa proses pemucatan merupakan suatu tahap pemurnian surfaktan APG, yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan bau yang tidak diinginkan. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H 2 O 2 dan logam alkali yang dilakukan pada suhu 80-90 0 C selama 40-60 menit pada tekanan normal (Hill et al. 2000). McCurry et al. (1994) menyatakan proses pemucatan dapat dilakukan dengan penambahan logam alkali seperti natrium hidroksida (NaOH) dan magnesium oksida (MgO) yang bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang tidak diinginkan pada produk surfaktan APG, dimana penggunaan logam alkali NaOH dan MgO sebagai bahan aktivator serta penambahan H 2 O 2 akan menghasilkan surfaktan APG berwarna lebih jernih. Konsentrasi NaOH dan MgO yang efektif digunakan sekitar 500-700 ppm. Sabun cuci tangan cair merupakan salah satu produk perawatan diri yang penggunaannya sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Sabun cuci tangan cair adalah bahan pencuci dan pembersih cair yang digunakan untuk mencuci tangan (Paul et al. 2003). Somasundaran et al. (2007) menyatakan bahwa surfaktan

34 berbasis pati (gula) memiliki sifat pembusaan yang baik, tidak beracun pada permukaan kulit terutama pada pemakaian untuk tangan serta dapat mengurangi efek iritasi karena pengaruh pemakaian surfaktan jenis lain. Rendemen Rendemen surfaktan APG merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui jumlah surfaktan APG yang dihasilkan pada proses sintesis. Rendemen dihitung dengan membandingkan bobot APG murni yang dihasilkan dibandingkan total bobot bahan baku. Rata-rata rendemen yang dihasilkan berkisar antara 37.44-46.88% (Lampiran 7 a). Hasil analisis statistik terhadap nilai rata-rata rendemen yang dihasilkan pada sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Lampiran 7 b. Hasil menunjukkan bahwa alkohol lemak (fatty alcohol) berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan, namun bahan aktivator dan konsentrasi bahan aktivator tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen surfaktan APG yang dihasilkan. Secara umum, rendemen surfaktan APG yang diperoleh pada penelitian ini, tidak jauh berbeda dengan rendemen surfaktan APG yang telah dihasilkan oleh peneliti sebelumnya. Sukkary et al. (2007) telah melakukan sintesis surfaktan APG, dimana rendemen yang diperoleh dari alkohol lemak C 8 dan C 14 berkisar antara 35-45%. McCurry et al. (1996) juga telah melakukan sintesis surfaktan APG, dimana rendemen yang diperoleh sebesar 35.7%. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin panjang rantai atom karbon maka semakin tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena semakin panjang rantai atom karbon, maka semakin tinggi pula berat molekulnya. Pada proses sintesis surfaktan APG dengan menggunakan ratio mol yang sama, maka surfaktan APG yang dihasilkan dari alkohol lemak C (A2) akan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol lemak C 10 (A1). Viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen surfaktan yang dihasilkan (Johansson dan Svensson 2001). Alkohol lemak C memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol lemak C 10 pada kondisi normal. Semakin tinggi viskositas maka interaksi antar molekul semakin besar, sehingga hal ini diduga yang menyebabkan rendemen dari alkohol lemak C menjadi lebih tinggi.

35 50 40 Rendemen (%) 30 20 10 0 Kombinasi perlakuan A (jenis alkohol lemak) ; A1 = alkohol lemak C 10 ; A2 = alkohol lemak C B (bahan aktivator) ; B1 = NaOH ; B2 = MgO C (konsentrasi bahan aktivator) ; C1 = 500 ppm ; C2 = 700 ppm Gambar 5 Rata-rata rendemen APG hasil sintesis. 4.2 Karakteristik surfaktan APG Kejernihan Kejernihan surfaktan APG yang dihasilkan, dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer pada λ = 470 nm. Surfaktan APG yang dihasilkan menunjukkan warna coklat kehitaman sampai kuning muda dengan nilai kejernihan (% transmisi) berkisar antara.99-55.91% (Lampiran 8 a). Hasil analisis ragam (Lampiran 8 b) menunjukkan bahwa jenis alkohol lemak dan bahan aktivator berpengaruh nyata terhadap kejernihan surfaktan APG yang dihasilkan, namun konsentrasi bahan aktivator tidak berpengaruh nyata terhadap kejernihan surfaktan APG yang dihasilkan. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa, kejernihan (% T) surfaktan APG dari alkohol lemak C (A2) menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan alkohol lemak C 10 (A1). Penggunaan suhu yang tinggi (> 0 0 C) dan kondisi asam selain menyebabkan pemutusan ikatan glikosida pada pati, juga terjadi dehidrasi pada gula-gula sederhana yang merupakan hasil hidrolisis pati. McCurry (1990) juga mengatakan bahwa, tingginya suhu (> 0 0 C) yang digunakan selama proses sintesis surfaktan APG akan mengakibatkan semakin meningkatnya pembentukan produk sekunder (by-product) dibanding produk primer yang mengakibatkan terbentuknya warna gelap pada produk surfaktan APG. Semakin

36 gelap produk yang diperoleh pada tahap butanolisis, maka produk surfaktan APG yang dihasilkan pada tahap selanjutnya juga akan semakin gelap. Semakin rendah nilai kejernihan (% transmisi) produk surfaktan APG, maka semakin gelap produk yang dihasilkan. 60 Kejernihan (% transmisi) 50 40 30 20 10 0 Kombinasi perlakuan A (jenis alkohol lemak) ; A1 = alkohol lemak C 10 ; A2 = alkohol lemak C B (bahan aktivator) ; B1 = NaOH ; B2 = MgO C (konsentrasi bahan aktivator) ; C1 = 500 ppm ; C2 = 700 ppm Gambar 6 Kejernihan surfaktan APG hasil sintesis. Hasil penelitian dengan menggunakan bahan aktivator MgO pada tahap pemurnian (proses pemucatan) lebih jernih dibanding dengan NaOH. McCurry (1995) menyatakan bahwa penggunaan MgO pada proses pemucatan akan meningkatkan efisiensi warna dari surfaktan APG dibanding dengan NaOH, dimana hasil analisis warna dengan metode Klett terjadi peningkatan dari 10 menjadi 15, setelah penambahan MgO. Buchanan dan Wood (2000) memperoleh surfaktan APG yang berwarna hitam dengan menggunakan NaOH. 4.3 Kinerja surfaktan APG 4.3.1 Stabilitas Emulsi Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula

37 dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi. Kemampuan meningkatkan stabilitas emulsi merupakan salah satu karakteristik yang penting bagi suatu surfaktan. Emulsi yang stabil ditunjukkan oleh proses pemisahan antar fasa yang berjalan lambat, sehingga proses tersebut tidak dapat teramati selama waktu yang diinginkan (Kamel 1991). Hasil sintesis surfaktan APG diperoleh rata-rata stabilitas emulsi antara air dan xilena dengan penambahan konsentrasi surfaktan APG sebesar 0.1, 0.2 dan 0.3% pada pengamatan 300 menit berkisar antara 65.24-80.49% (Lampiran 9 a). Bila dibandingkan dengan penambahan surfaktan APG komersial (Plantacare ) pada konsentrasi dan waktu pengamatan yang sama, didapat rata-rata stabilitas emulsi berkisar antara 66.46-70.73%. Hasil analisis ragam (Lampiran 9 b), menunjukkan bahwa jenis alkohol lemak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi yang dihasilkan, namun bahan aktivator dan konsentrasi bahan aktivator menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi surfaktan APG yang dihasilkan. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa, surfaktan dari jenis alkohol lemak C (A2) memiliki kemampuan meningkatkan stabilitas emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol lemak C 10 (A1). Gugus hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan APG akan mempengaruhi karakteristik dari surfaktan APG tersebut diantaranya stabilitas emulsi. Semakin panjang gugus hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan APG, maka kelarutan surfaktan dalam larutan nonpolar akan lebih stabil. Hasil penelitian yang diperoleh Sukkary et al. (2007), stabilitas emulsi (pemisahan 90%) surfaktan APG dari alkohol lemak C 10 terjadi pada menit ke-15, sedangkan pada surfaktan APG dari alkohol lemak C memiliki stabilitas emulsi yang lebih lama yaitu 210 menit. Stabilitas emulsi akan mencapai maksimum apabila gaya tolak antara globula-globula fase terdispersi mencapai maksimum, sebaliknya gaya tarik-menarik akan mencapai minimum dimana gaya tarik menarik berasal dari gaya Van der Waals (Schick 1998).

38 85 Stabilitas emulsi (%) 80 75 70 65 60 55 50 Kombinasi perlakuan A (jenis alkohol lemak) ; A1 = alkohol lemak C 10 ; A2 = alkohol lemak C B (bahan aktivator) ; B1 = NaOH ; B2 = MgO C (konsentrasi bahan aktivator) ; C1 = 500 ppm ; C2 = 700 ppm Gambar 7 Stabilitas emulsi surfaktan APG hasil sintesis. Secara umum kestabilan emulsi yang diperoleh pada hasil sintesis surfaktan APG dari alkohol lemak C 10 jauh lebih lama dibanding dengan hasil yang diperoleh dari penelitian oleh Sukkary et al. (2007). Begitu pula dengan kestabilan emulsi yang terjadi pada hasil sintesis surfaktan APG dari jenis alkohol lemak C, juga memiliki kestabilan emulsi yang juga lebih lama. 4.3.2 Kemampuan menurunkan tegangan permukaan Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang umumnya digunakan untuk menurunkan energi pembatas dari dua cairan dengan perbedaan kelarutan. Kemampuan ini disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan, sehingga surfaktan dapat meningkatkan gaya adhesi dan menurunkan gaya kohesi. Permukaan merupakan antarmuka dari satu fase yang mengalami kontak dengan gas (biasanya udara). Surfaktan APG yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan air, dimana kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dengan penambahan surfaktan APG hasil sintesis lebih baik dibandingkan dengan APG komersial. Surfaktan APG hasil sintesis mampu menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara 59.90-64.10%, sedangkan APG komersial (Plantacare ) memiliki

39 kemampuan menurunkan tegangan permukaan air sebesar 55.97% (Lampiran 10 a). Hasil dari uji kemampuan menurunkan tegangan permukaan air dari surfaktan APG yang dihasilkan menunjukkan kinerja yang baik, dimana nilai tegangan permukaan air diperoleh sebesar 72 dyne/cm sebagaimana juga dilaporkan oleh Moecthar (1989). Perhitungan kemampuan menurunkan tegangan permukaan surfaktan APG, dilakukan pada konsentrasi 0.1, 0.2 dan 0.3%. Pada konsentrasi surfaktan APG yang rendah, molekul surfaktan dalam larutan teradsorpsi pada permukaan udara atau air. Jika konsentrasi surfaktan APG semakin tinggi maka surfaktan APG akan teradsorbsi pada permukaan hingga mencapai kejenuhan, sehingga kemampuan menurunkan tegangan permukaan cairan dari surfaktan APG menjadi konstan dan terbentuk misel. Misel terbentuk ketika surfaktan mencapai konsentrasi tertentu yang disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Hasil analisis ragam (Lampiran 10 b), menunjukkan bahwa jenis alkohol lemak dan bahan aktivator yang digunakan berpengaruh nyata terhadap kemampuan menurunkan tegangan permukaan surfaktan APG yang dihasilkan, namun konsentrasi bahan aktivator menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan menurunkan tegangan permukaan surfaktan APG yang dihasilkan. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin panjang rantai atom karbon maka semakin besar kemampuan menurunkan tegangan permukaannya. Hal ini dikarenakan semakin panjang rantai atom karbon, semakin bersifat non polar sehingga mampu berikatan dengan gugus hidrofobik dari surfaktan APG sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan kemampuan surfaktan APG untuk menurunkan tegangan permukaan cairan. Peningkatan kemampuan menurunkan tegangan permukaan, akan menyebabkan meningkatnya kekuatan tolak-menolak molekul karena perbedaan polaritas. Secara umum ada dua kekuatan yang mempengaruhi molekul surfaktan dalam air yaitu 1) gaya tolak-menolak antara bagian hidrofobik dari molekul surfaktan dan 2) gaya tarik-menarik antara air dari molekul surfaktan.

40 Kemampuan menurunkan tegangan permukaan (%) 68 66 64 62 60 58 56 54 52 50 Kombinasi perlakuan A (jenis alkohol lemak) ; A1 = alkohol lemak C 10 ; A2 = alkohol lemak C B (bahan aktivator) ; B1 = NaOH ; B2 = MgO C (konsentrasi bahan aktivator) ; C1 = 500 ppm ; C2 = 700 ppm Gambar 8 Kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari surfaktan APG hasil sintesis. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang diperoleh pada surfaktan APG hasil sintesis dari alkohol lemak C 10 tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh Sukkary et al. (2007) yaitu berkisar antara 61%. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang diperoleh pada surfaktan APG hasil sintesis dari alkohol lemak C lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Sukkary et al. (2007) yaitu sekitar 62%. 4.3.3 Kemampuan menurunkan tegangan antarmuka Tegangan antarmuka adalah gaya per satuan panjang dari dua fase cair yang tidak dapat tercampur. Antarmuka merupakan bagian dari dua fase yang saling bertemu atau kontak. Pada aplikasinya kemampuan menurunkan tegangan antarmuka berhubungan erat dengan kemampuan menurunkan tegangan permukaan, kestabilan emulsi serta kemampuan daya bersih dari suatu surfaktan (Rybinski et al. 1998). Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan menurunkan tegangan antarmuka surfaktan APG hasil sintesis lebih baik dibandingkan dengan surfaktan APG komersial. Surfaktan APG hasil sintesis memiliki kemampuan menurunkan tegangan antarmuka berkisar antara 90.69-94.25%, sedangkan surfaktan APG

41 komersial (Plantacare ) memiliki nilai kemampuan menurunkan tegangan antarmuka sebesar 91.63% (Lampiran 11 a). Hasil analisis ragam (Lampiran 11 b) menunjukkan bahwa jenis alkohol lemak dan bahan aktivator yang digunakan berpengaruh nyata terhadap kemampuan menurunkan tegangan antarmuka surfaktan APG yang dihasilkan, namun konsentrasi bahan aktivator menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan menurunkan tegangan antarmuka surfaktan APG yang dihasilkan. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin panjang rantai atom karbon maka semakin besar kemampuan menurunkan tegangan antarmukanya. Kemampuan menurunkan tegangan antarmuka sebanding dengan kemampuan menurunkan tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama (Moechtar 1989). Sifat kepolaran dari surfaktan APG mempengaruhi kinerja dari surfaktan APG tersebut. Surfaktan APG memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik, dimana gugus hidrofilik pada surfaktan APG akan ditarik oleh air untuk masuk ke dalam cairan sedangkan gugus hidrofobik akan naik pada antarmuka cairan. 95 Kemampuan menurunkan tegangan antarmuka (%) 94 93 92 91 90 89 88 Kombinasi perlakuan A (jenis alkohol lemak) ; A1 = alkohol lemak C 10 ; A2 = alkohol lemak C B (bahan aktivator) ; B1 = NaOH ; B2 = MgO C (konsentrasi bahan aktivator) ; C1 = 500 ppm ; C2 = 700 ppm Gambar 9 Kemampuan menurunkan tegangan antarmuka dari surfaktan APG hasil sintesis Semakin tinggi gugus hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan, maka akan semakin tinggi pula kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka. Semakin tinggi kemampuan menurunkan tegangan antarmuka, maka akan semakin tinggi pula

42 kemampuan air untuk membasahi benda. Nilai kemampuan menurunkan tegangan antarmuka yang diperoleh pada surfaktan APG hasil sintesis dari alkohol lemak C 10 dan C tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh Sukkary et al. (2007) yaitu berkisar antara 90-93%. Surfaktan APG memiliki kinerja yang dapat meningkatkan kestabilan emulsi, mampu menurunkan tegangan permukaan serta mampu menurunkan tegangan antarmuka. Adapun kesimpulan dari kinerja surfaktan APG pada penelitian ini, dipilih dari surfaktan APG yang dihasilkan dari alkohol lemak C (A2) dengan bahan aktivator MgO (B2) pada konsentrasi 500 ppm (C1) sebagai surfaktan yang terbaik, yang memiliki kejernihan (% T) 55.91%, stabilitas emulsi pada konsentrasi 0.1-0.3% berkisar antara 77.44-80.49% hingga pengamatan 300 menit, mampu menurunkan tegangan permukaan sebesar 64.10-% serta mampu menurunkan tegangan antarmuka sebesar 94.25%. 4.3.4 HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance ) HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) merupakan nilai yang ditentukan dari perbandingan antara gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Perhitungan nilai HLB dilakukan dengan mencari persamaan linier dari jenis surfaktan yang telah diketahui nilainya. Moechtar (1989) menyatakan bahwa nilai HLB dari Tween 80 adalah 15.0, Span 20 adalah 8.6 dan asam oleat (pa) sebesar 1. Nilai HLB surfaktan yang telah diketahui ini, digunakan sebagai kurva standar. Rosen (2004) mengatakan bahwa penggunaan surfaktan sebagai formulasi bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent) adalah yang dapat meningkatkan kestabilan emulsi, meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan serta meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan antarmuka antara fasa minyak dan fasa air. Nilai HLB surfaktan APG hasil sintesis terbaik, dibandingkan dengan nilai HLB surfaktan APG komersial. Hasil perhitungan nilai HLB surfaktan APG hasil sintesis terbaik dan APG komersial dapat dilihat pada Lampiran. Surfaktan APG memiliki kinerja yang dapat meningkatkan kestabilan emulsi, mampu menurunkan tegangan permukaan serta mampu menurunkan tegangan antarmuka. Pada hasil analisis diperoleh surfaktan dari jenis alkohol lemak C (A2) dengan bahan aktivator MgO (B2) pada konsentrasi 500 ppm (C1)

43 memiliki karakteristik yang terbaik. Surfaktan APG hasil sintesis terbaik memiliki HLB sebesar 8.498, sedangkan nilai HLB dari surfaktan APG komersial memiliki nilai HLB sebesar 8.058. Nilai HLB surfaktan APG hasil sintesis terbaik yang diperoleh, maka dapat dikategorikan sebagai bahan pembasah dan pengemulsi dalam sistem O/W (oil in water) (Holmbert et al. 2003). Kinerja dari surfaktan diperoleh dari molekulnya yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik, dimana gugus hidrofilik dapat berikatan dengan air sedangkan gugus hidrofobik berikatan dengan minyak. Jika surfaktan lebih larut dengan air (polar), maka terjadi dispersi minyak dalam air yang disebut dengan emulsi minyak dalam air (oil in water). Sebaliknya jika surfaktan lebih larut dalam minyak (non polar), maka terjadi emulsi air dalam minyak (water in oil). 4.3.5 Konfirmasi Struktur Gugus Fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) FTIR (Fourier Transform Infrared) Spectroscopy merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsi dari suatu senyawa dengan spektrum inframerah dari senyawa organik yang mempunyai sifat fisik yang khas, sehingga kemungkinan dua buah senyawa mempunyai spektrum yang sama adalah kecil. Energi radiasi infra merah akan diadsorpsi oleh senyawa organik, sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi. Ikatan kimia yang berbeda seperti C-C, C-H, C=O, O-H dan sebagainya akan mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda. Pada data analisis spektra gugus fungsi FTIR surfaktan APG komersial dan surfaktan APG hasil sintesis terbaik memiliki jumlah gelombang yang hampir sama, baik itu jumlah gelombang pada gugus fungsi eter maupun pada gugus fungsi hidroksil. Terbentuknya gugus eter (C-O-C) menandakan bahwa sintesis antara gugus hidroksil dari pati dengan alkohol lemak telah terbentuk, yang berarti struktur gugus hidrofobik dari surfaktan APG juga telah terbentuk. Gugus OH menandakan gugus hidrofilik dari surfaktan APG telah terbentuk. Jumlah gelombang yang sama, juga dihasilkan dari penelitian Sukkary et al. (2007) sebagaimana tercantum dalam Tabel 8. Hasil spektra gugus fungsi FTIR surfaktan APG komersial dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan hasil spektra gugus fungsi FTIR surfaktan APG hasil sintesis dapat dilihat pada Gambar 11.

44 Tabel 8 Karakteristik jumlah gelombang surfaktan APG dari jenis alkohol lemak C Gugus fungsi -1 Jumlah gelombang (cm ) Sukkary et al. (2007) APG komersial APG hasil sintesis O-H 3 200-3 400 3 395.15 3 396.18 C-O-C 1 0-1 170 1 153.02 1 152.15 CH 2 720 717.98 711.28 CH3 2 865 2 854.69 2 855.30 Gambar 10 Hasil spektra gugus fungsi FTIR surfaktan APG komersial. Gambar 11 Hasil spektra gugus fungsi FTIR gugus fungsi APG hasil sintesis terbaik.

45 4.4 Aplikasi Sabun Cuci Tangan Cair 4.4.1 Karakteristik sabun cuci tangan cair Surfaktan APG hasil sintesis terbaik, diaplikasikan pada pembuatan produk sabun cuci tangan cair. Sabun cuci tangan cair yang dihasilkan, kemudian dilakukan analisis mutu berupa ph, bobot jenis, uji cemaran mikroba. Karakteristik mutu sabun cuci tangan cair berbasis surfaktan APG hasil sintesis terbaik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik mutu sabun cuci tangan cair berbasis surfaktan APG hasil sintesis terbaik dan sabun cuci tangan cair komersial serta SNI (1996) Jenis uji Satuan Nilai Sabun SNI* Komersial Hasil sintesis APG komersial Organoleptik Bentuk - Homogen Homogen Homogen Homogen Bau - Khas Khas Khas Khas Warna - Khas Khas Khas Khas ph - 6-8 7.03 6.98 7.95 Bobot jenis (25 0 C) g/ml 1.01-1.10 1.027 1.024 1.096 Cemaran mikroba Koloni/g 5 Maks 1x10 0 0 0 Daya bersih FTU turbidity - 192 8 176 SNI (06-4085-1996) Data pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa sabun cuci tangan cair dari surfaktan APG hasil sintesis terbaik memiliki karakteristik yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 1996) namun daya bersih yang dihasilkan masih lebih kecil dibandingkan dengan sabun cuci tangan cair dengan formula surfaktan APG komersial dan sabun cuci tangan cair komersial. Hal ini kemungkinan disebabkan karena komposisi surfaktan APG yang digunakan sebagai formula sabun cuci tangan cair merupakan jumlah yang minimal yaitu 35% (Tabel 6). Paul et al. (2003) mengatakan bahwa formula surfaktan pada pembuatan sabun cuci tangan cair berkisar antara 35-70% (Tabel 4). Selain itu sabun cuci tangan cair yang dihasilkan dari surfaktan APG komersial (Plantacare ) mengandung beberapa jenis alkohol lemak yaitu C 8 (0-3%), C 10 (0-4%), C (67-75%), C 14 (23-30%) dan C 16 (0-2%). Showell (2006) mengatakan bahwa semakin panjang rantai atom C, maka semakin tinggi daya bersih yang dihasilkan. Pada umumnya rantai atom karbon C 14 -C 20 diaplikasikan untuk pembuatan deterjen dan membersihkan permukaan yang keras (hard surface cleaners).

46 4.4.2 Karakteristik fungsional/uji organoleptik Sabun cuci tangan cair yang dihasilkan, dilakukan pengujian organoleptik dengan 33 orang panelis semi terlatih. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun cuci tangan cair yang dihasilkan. Pada uji organoleptik ini, panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan tentang tingkat kesukaannya terhadap produk sabun cuci tangan cair yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan berupa uji kesukaan terhadap aroma, kesan setelah pemakaian sabun cuci tangan cair, banyaknya busa, kekentalan, serta warna kemudian dibandingkan dengan sabun cuci tangan cair komersial. Skala numerik yang digunakan adalah 7, yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka dan 7 = sangat suka. Uji organoleptik terhadap aroma sabun cuci tangan cair, menunjukkan bahwa umumnya panelis yang memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair hasil sintesis sebanyak 96.97%, sedangkan pada sabun cuci tangan cair komersial sebanyak 90.91% (Lampiran 13 a). Kesan yang tertinggal di kulit setelah pemakaian sabun cuci tangan cair, menunjukkan bahwa umumnya panelis yang memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair hasil sintesis sebanyak 93.94%, sedangkan yang memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair komersial sebanyak 84.85% (Lampiran 14 a). Warna pada sabun cuci tangan cair, umumnya panelis memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair hasil sintesis sebanyak 93.94%, sedangkan pada sabun cuci tangan cair komersial sebanyak 87.88% (Lampiran 15 a). Pada banyaknya busa sabun cuci tangan cair, semua panelis memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair komersial yaitu sebanyak 100%, namun respon panelis terhadap busa sabun cuci tangan cair hasil sintesis sebanyak 93.94% (Lampiran 16 a). Pada kekentalan sabun cuci tangan cair, yang memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair hasil sintesis sebanyak 75.76%, sedangkan pada sabun cuci tangan cair komersial sebanyak 81.82% (Lampiran 17 a). Tabel 10 merupakan nilai rata-rata hasil uji organoleptik panelis terhadap sabun cuci tangan cair komersial dan hasil sintesis.

47 Tabel 10 Rata-rata hasil uji organoleptik panelis terhadap sabun cuci tangan cair komersial dan sabun cuci tangan cair hasil sintesis Sabun cuci tangan cair Parameter Komersial APG hasil sintesis Aroma 4.97 5.21 Kesan setelah pemakaian 4.36 4.94 Warna 5.36 5.64 Banyaknya busa 5.36 5.09 Kekentalan 4.85 5.27 Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa 33 panelis yang melakukan uji organoleptik terhadap aroma, kesan yang tertinggal di kulit setelah pemakaian sabun cuci tangan cair, warna, banyaknya busa, rata-rata memberikan penilaian angka > 4. Hal ini menyatakan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh berada pada nilai lebih besar dari nilai netral, yang berarti sabun cuci tangan cair hasil sintesis tidak ada perberbedaan dengan sabun cuci tangan cair komersial merk D. Pada uji Friedman (α=0.05) menunjukkan bahwa aroma dan kesan yang tertinggal dikulit setelah pemakaian sabun cuci tangan hasil sintesis berbeda dengan sabun cuci tangan cair komersial (Lampiran 13 c dan Lampiran 14 c), sedangkan pada warna, banyaknya busa serta kekentalan menunjukkan bahwa sabun cuci tangan cair hasil sintesis tidak ada perbedaan dengan sabun cuci tangan cair komersial (Lampiran 15 c, Lampiran 16 c dan Lampiran 17 c). Dengan demikian, sabun cuci tangan cair yang dihasilkan dari surfaktan APG hasil sintesis terbaik mempunyai kinerja yang baik dan dapat di terima serta disukai oleh konsumen.