BAB I PENDAHULUAN. transport, pengobatan, dan kebutuhan lainnya. 2 Bagi perkerja, Upah

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR SUMATERA BARAT

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

BAB I PENDAHULUAN. negara tidak dapat dipisahkan dari peran para tenaga kerja itu sendiri. Pekerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk

SURAT PERJANJIAN KERJA

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

KEPMEN NO. 231 TH 2003

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

BAB III TINJAUAN TEORI

copyright by Elok Hikmawati 1

Pemutusan Hubungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja. Pengertian ini mengimplikasikan bahwa istilah Upah terlepas dari jenis pekerjaan dan denominasinya. 1 Pada beberapa negara, Upah dibayarkan sebagian dalam bentuk uang dan sebagian dalam jenis lain seperti beras, transport, pengobatan, dan kebutuhan lainnya. 2 Bagi perkerja, Upah mencerminkan kesejahteraan pekerja, maka dari itu pekerja selalu mengharapkan dan berusaha untuk memperoleh kenaikan Upah. namun Sebaliknya, bagi Pengusaha, Upah mencerminkan biaya dan oleh sebab itu Pengusaha cenderung untuk menekan Upah atau menghindari biaya-biaya untuk pekerja. Upah dapat diberikan baik dalam bentuk tunai maupun natura 3. Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya dibentuk berdasarkan kepada fungsi dasar Upah, yaitu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang, dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktifitas kerja. 1 Hasnan, S., Manajemen Personalia, (Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002). 2Andi Fariana, Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012), hlm 42. 3 Definisi natura menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ. 23/1984 adalah setiap balasan jasa yang diterima pegawai, karyawan atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari Pemberi kerja.

Dalam sistem pengupahan sering dinyatakan prinsip No work, no pay atau tanpa bekerja tidak ada Upah. Kenyataannya setiap orang atau pekerja selalu mempunyai keterbatasan, tidak mungkin melakukan pekerjaan secara terus menerus. Setiap pekerja memerlukan waktu atau jam istirahat, hari-hari istirahat, bahkan cuti beberapa hari untuk kurun waktu tertentu. Setiap pekerja diluar kehendak dan kemampuannya juga pernah mengalami sakit. Sebagai anggota keluarga dan warga sosial, setiap pekerja perlu terlibat sehingga mengganggu waktu bekerjanya, misalkan bila anggota keluarga melahirkan, menikah atau meninggal dunia. Demikian juga sebagai warga negara, terkadang harus terganggu bekerja karena misalnya diminta menjadi saksi di pengadilan dan menggunakan hak pilihannya. Dengan demikian, perlindungan Upah dimaksudkan untuk, menjamin setiap pekerja memperoleh Upah yang sesuai dengan kontribusi atau jasa kerja yang diberikan kepada perusahaan dan kedua, menjamin setiap pekerja memperoleh pendapatan karena hal-hal tertentu tidak melaksanakan pekerjaan. Penelitian mengenai kajian hukum terhadap Pemotongan Upah buruh secara sepihak Oleh Pengusaha menjadi penting disebabkan karena : pertama sering terjadi pemotongan Upah secara sepihak yang dilakukan oleh Pengusaha kepada pekerja di karenakan kurangnya pengetahuan pekerja mengenai hal ini, yang kedua ingin mengetahui bagaimana cara

mempertahankan hak yang dimiliki oleh kaum pekerja mengenai Upah yang wajib didapatkan sesuai dengan jasa yang telah di berikan buruh kepada Pengusaha. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pekerja terhadap haknya dalam hal ini Upah yang sesuai diberikan oleh Pengusaha atas jasa yang diberikan oleh pekerja, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka sudah sepantasnya disambut dengan perasaan lega, namun yang lebih penting adalah antisipasi dalam pelaksanaannya di lapangan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu Perjanjian kerja atara Pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun untuk keluarganya. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pengusaha memiliki kewenangan untuk melakukan pemotongan Upah Pekerja secara sepihak? 2. Bagaimana upaya hukum Pekerja yang mengalami pemotongan Upah? 1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum yang mengatur tentang kewenangan Pengusaha melakukan pemotongan Upah secara sepihak. 2. Untuk mengetahui upaya hukum bagi Pekerja yang mengalami pemotongan Upah secara sepihak oleh Pengusaha. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1. Bagi Pengusaha Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman hukum bagi Pengusaha agar tidak sewenang wenang melakukan pemotongan Upah Pekerja. 2. Bagi Pekerja Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman hukum bagi Pekerja tentang perlindungan Upah, hak dan kewajiban Pekerja. 3. Bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dalam memberikan advokasi bagi Pekerja yang terkena pemotongan Upah secara sepihak oleh Pengusaha. 1.5 KERANGKA TEORI DAN KONSEP Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) dinyatakan bahwa pegawai merupakan pekerja, karyawan. Pekerja memiliki hak dan kewajiban, hak dari Pekerja adalah mendapatkan kompensasi, mendapatkan perlindungan baik secara fisik maupun secara hukum dari instansi yang bersangkutan, memiliki jaminan kesehatan dan kesalamatan dalam bekerja. Sedangkan untuk kewajiban pegawai yaitu menjalankan tugas pokok dari

Pengusaha, mentaati segala peraturan, serta memiliki jiwa pegawai yang berkualitas. Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak disini adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah sesuatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Upah sendiri memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang pekerja untuk melakukan pekerjaan pada orang lain dan badan hukum ataupun satu perusahaan. Upah merupakan salah satu hak normatif buruh. Hak untuk menerima Upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha di dalam menetapkan Upah tidak boleh mengadakan diskriminatif antara pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan untuk jenis pekerjaan yang sama. 4 Upah yang diterima oleh pekerja merupakan bentuk prestasi dari Pengusaha ketika dari pekerja itu sendiri telah memberikan prestasi pula kepada Pengusaha yakni suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Karena merupakan hak normatif maka peraturan perundangundangan yang mengatur masalah pengupahan memuat pula sanksi pidana bagi Pengusaha yang mengabaikan peraturan perundangan terkait dengan masalah pengupahan dan perlindungan Upah. Bila hal tersebut terjadi maka 4 Andi Fariana, Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012), hlm 42.

tindakan Pengusaha yang demikian ini termasuk dalam tindak pidana kejahatan. Bab I Pasal 1 angka 30 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan: "Upah adalah Hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pengusaha atau Pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau perturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan". 5 Penghasilan Pekerja adalah jumlah penghasilan Pekerja dalam satuan waktu tertentu termasuk didalamnya gaji pokok, tunjangan-tunjangan, premi-premi, catu, Upah lembur, THR, bonus dan fasilitas-fasilitas. Tujuan pemerintah mengatur Upah dan pengupahan Pekerja/Buruh adalah untuk melindungi pekerja dari kesewenang-wenangan Pengusaha dalam pemberian Upah. setiap Pekerja/Buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerja menerima Upah dari Pemberi kerja dan dilindungi undang-undang. Peran pemerintah dalam hal ini adalah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi Pekerja/Buruh agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerja maupun keluarganya. Bentuk perlindungan Upah itu berupa pengaturan tentang Upah dan pengupahan yang diatur dalam Pasal 88 s/d Pasal 98 Undang Undang 5 Indonesia, Undang Undang Nomor Tentang Ketenagakerjaan, UU No.13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279.

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hal-hal penting yang terkandung dalam Pasal ini adalah: 1. Penetapan Upah minimum 2. Upah kerja lembur 3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan 4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya 5. Upah menjalankan hak dan waktu istirahat kerjanya 6. Bentuk dan cara pembayaran Upah 7. Denda dan pemotongan Upah 8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah 9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional 10. Upah untuk pembayaran pesangon 11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan 6 Namun ketika kita berbicara mengenai Upah kita juga perlu membahas perjanjian. Diberikan atau di potongnya Upah terjadi karena ada perjanjian yang dilakukan pekerja dengan Pengusaha. Pengertian perjanjian itu sendiri terdapat dalam Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 7 1.6 DEFINISI OPERASIONAL 1. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Upah atau imbalan dalam bentuk lain 8. 6 Indonesia, Undang Undang Tentang Ketenagakerjaan, Undang Undang Nomor 13 tahun 2003, Pasal 88 s/d Pasal 98. 7 R. Soebekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet : 40, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2009), hlm. 338. 8 Indonesia, Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU No.13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279, Pasal 1 Angka 3.

2. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar Upah atau imbalan dalam bentuk lain 9. 3. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh berdasarkan Perjanjian Kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, Upah, dan perintah. 10 4. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Upah atau imbalan dalam bentuk lain. 11 5. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan pengusaha. 12 6. Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi Putusan terhadap Perselisihan hubungan industrial. 13 7. Pengusaha adalah: 9Ibid., Pasal 1 Angka 4. 10 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit., pasal 1 angka 15 11 Ibid, pasal 1 angka 3 12 Ibid, pasal 1 angka 25 13 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial, Op.Cit., pasal 1 angka 17

a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 14 8. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat -syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 15 9. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan pengusaha atau Pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 16 10. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 17 14 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit., Pasal 1 angka 5 15 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit., pasal 1 angka 20 16 Ibid, pasal 1 angka 14 17 Ibid, pasal 1 angka 21

11. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 18 12. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenal pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. 19 13. Perundingan Bipartit adalah perundingan antara Pekerja/Buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan Perselisihan hubungan industrial. 20 14. Perusahaan adalah : a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan Pekerja/Buruh dengan membayar Upah atau imbalan dalam bentuk lain; 18 Ibid, pasal 1 angka 22 19 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial, Op.Cit., pasal 1 angka 1 20 Ibid, pasal 1 angka 10

b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar Upah atau imbalan dalam bentuk lain. 21 15. Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk Pekerja/Buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan Pekerja/Buruh serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh dan keluarganya. 22 16. Upah adalah hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau Pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu Perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan 23. 17. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mempunyai melakukan pekerjaan guna menghasilakan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 18. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan Tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, sesudah masa bekerja. 21 Indonesia, Undang Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU No.13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279, Pasal 1 ayat (1-6). 22 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit, pasal 1 angka 17 23Ibid., Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, PP No.78 Tahun 2015, LN. No. 237 Tahun 2015, TLN No. 5747, Pasal 1 Angka 30.

19. Pemberi pekerjaan adalah orang perseorangan, Pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar Upah atau imbalan dalam bentuk lain. 1.7 METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif. Metode Penelitian Normatif adalah bentuk penelitian dengan melihat studi perpustakaan juga disebut penelitian doktrin, penelitian kepustakaan atau studi dokumen seperti undang undang, buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dipaparkan dalam skripsi ini. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif ( menggambarkan ) karena penulis mengkaji dan menguraikan mengenai penerapan hukum terhadap pemotongan Upah buruh secara sepihak yang di lakukan oleh Pengusaha, dengan memberikan dan menguraikan gambaran yang jelas terhadap permasalahan tersebut. 3. Data penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat sedangkan data sekunder merupakan data yang sudah jadi. Dapat di peroleh dari bahan pustaka/literatur yang terdiri atas : a. Bahan hukum primer. Berupa Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. b. Bahan hukum sekunder. Berupa contoh kasus, sebagai berikut :

4. Teknis Analisa Data Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisa dengan metode deduktif, yaitu cara berfikir yang menggunakan dalil dalil yang bersifat umum kemudian diambil faktor faktor khusus sehingga dapat diambil kesimpulan yang bersifat umum. 1.8 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan skripsi dibagi menjadi : Bab I Pendahuluan Bab ini mengemukakan apa saja yang menjadi latar belakang penulisan skripsi yang berjudul Kajian Hukum Terhadap Pemotongan Upah Pekerja Secara Sepihak Oleh Pengusaha Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka Perlindungan Upah Bab ini membahas tentang Teori Perjanjian, Syarat sahnya Perjanjian dan asas-asas Perjanjian, hubungan kausalitas antara Perjanjian kerja dengan Hubungan kerja, Ciri-ciri Hubungan kerja, Pengertian tentang Perlindungan Upah, Pengertian tentang Upah, Komponen Upah dan Komponen Non Upah, Upah Minimum Provinsi, Lembaga yang berwenang menetapkan Upah Minimum Provinsi. Tujuan Pembentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 khususnya tentang perlindungan Upah Pekerja

Bab III Dasar Hukum Perlindungan Upah Bab ini membahas tentang kronologis peraturan perundangan yang mengatur tentang Pengupahan di Indonesia, undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal-pasal terkait dengan perlindungan Upah, Prinsip No Work No Pay, Hak Pengusaha melakukan pemotongan Upah, Syarat dan Ketentuan Pemotongan Upah, secara sepihak oleh Pengusaha, apakah sanksi hukum bagi Pengusaha yang melakukan Pemotongan Upah secara melawan hukum. Bab IV Kajian Hukum Tentang Kewenangan Pengusaha Melakukan Pemotongan Upah Dalam bab ini menguraikan tentang Hak dan Kewajiban Pengusaha serta Hak dan Kewajiban Pekerja dalam perspektif Hukum Positip maupun dalam implementasi Perjanjian kerja. Kewajiban Pengusaha dalam perlindungan Upah Pekerja. Hak Pengusaha melakukan pemotongan Upah, Syarat dan Ketentuan Pemotongan Upah Pekerja, apakah sanksi hukum bagi Pengusaha yang melakukan Pemotongan Upah secara sepihak melawan hukum. Bagaimana upaya Hukum bagi Pekerja yang mengalami pemotongan Upah secara sepihak melawan hukum baik penyelesaian hak di luar Pengadilan Hubungan Industrial. Apakah Pekerja dapat menuntut haknya di Pengadilan Umum. BAB V Penutup Bab ini menguraikan tentang Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini dan saran Penulis terkait dengan perlindungan Upah.