BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan menyediakan/memproduksi barang-barang publik. Tujuan organisasi sektor publik berbeda dengan organisasi sektor swasta. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Ulum, 2004). Organisasi sektor publik sering kali dikaitkan dengan pemerintahan atau badan usaha yang mayoritas kepemilikannya berada di tangan pemerintah. Organisasi sektor publik di Indonesia dalam praktiknya kini diwarnai dengan munculnya fenomena menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut, baik di pusat maupun di daerah. Akuntabilitas merupakan bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006). 1
2 Dalam konteks pemerintahan daerah, peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah mengamanatkan bahwa keuangan daerah agar dikelola secara tertib, taat pada aturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat (Febrian, 2015). Pemerintah adalah entitas pelapor (reporting entity) yang harus membuat laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawabannya karena: (a) pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang signifikan; (b) penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak luas terhadap kesejahteraan dan ekonomi rakyat; dan (c) terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan sumber-sumber tersebut (Partono, 2000). Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
3 Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Pemerintah harus mampu menyajikan laporan keuangan yang mengandung informasi keuangan yang berkualitas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dijelaskan bahwa laporan keuangan berkualitas itu memenuhi karakteristik relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Secara spesifik, laporan keuangan pemerintah memiliki tujuan menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang di percayakan. Oleh karena itu, informasi yang terdapat dalam laporan keuangan Kementerian/Lembaga harus bermanfaat sesuai dengan kebutuhan para penggunanya serta Kementerian/Lembaga juga harus memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan agar dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik. Governmental Accounting Standard Board (1999) dalam Concepts Statement No.1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus dilakukan berdasarkan tata kelola
4 kepemerintahan yang baik (good government governance), yaitu pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, yang memungkinkan para pemakai laporan keuangan untuk dapat mengakses informasi tentang hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah akan digunakan oleh beberapa pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan para pemakai. Huang et al. (1999) dalam Xu et al.(2003) menyatakan bahwa informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dapat mendukung pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setiap tahunnya mendapat penilaian berupa Opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Standar Profesional Akuntan Publik terdapat lima opini yang diberikan pemeriksa yaitu: Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan. Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP) Opini WTP-DPP dikeluarkan karena dalam keadaan
5 tertentu auditor harus menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporannya. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) adalah opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian. Opini Tidak Wajar (TW) opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan mengandung salah saji material, atau dengan kata lain laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Pernyataan Menolak memberi Opini atau Tidak Memberi Pendapat (TMP) Opini jenis ini diberikan jika auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak. Opini ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang dibatasi oleh perusahaan/pemerintah yang diaudit, misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun 2016 menunjukkan hasil yang sama seperti pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2015, bahkan menurut data yang telah diperoleh, sejak tahun 2012 menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Hasil pemeriksaan oleh BPK yang dipublikasikan melalui Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat ditunjukkan melalui Tabel 1.1
6 Tabel 1.1 Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat TAHUN OPINI 2012 Wajar Dengan Pengecualian 2013 Wajar Dengan Pengecualian 2014 Wajar Dengan Pengecualian 2015 Wajar Dengan Pengecualian 2016 Wajar Dengan Pengecualian Sumber: www.bpk.go.id Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2016. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksa Keuangan. Pemkab Bandung Barat mendapatkan opini WDP sejak di bawah kepemimpinan Abubakar-Ernawan pada 2012 yang dilanjutkan Abubakar-Yayat Soemitra sejak 2013. Penyebab gagalnya Pemkab meraih opini WTP pada LKPD tahun lalu masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni soal pengelolaan aset. Selain itu, masalah lainnya, yaitu pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah di tingkat SD dan
7 SMP serta piutang Pajak Bumi dan Bangunan. Berita tersebut dilansir oleh Cecep Wijaya di laman www.pikiranrakyat.com yang diakses pada tanggal 19 September 2017. Masih dari sumber yang sama, Direktur Pusat Kajian Politik, Ekonomi, dan Pembangunan KBB Kholid Nurjamil menilai, gagalnya Pemkab meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menunjukkan tidak adanya progres yang dilakukan Pemkab terhadap rekomendasi-rekomendasi BPK sebelumnya. Menurut Kholid, opini yang diberikan BPK terhadap Pemkab Bandung Barat menunjukkan pula bahwa Pemkab Bandung Barat tertinggal oleh Kabupaten Pangandaran yang merupakan daerah otonomi yang lebih muda. Kabupaten Pangandaran sudah mampu meraih opini WTP dari BPK. Dengan kondisi itu, Kholid meminta agar Pemerintah Kabupaten Bandung Barat meningkatkan terus kualitas sumber daya manusia, terutama dalam pembuatan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Dengan demikian, para pegawai pemerintahan, terutama yang bekerja pada bidang keuangan dan akuntansi akan mampu membuat laporan sesuai dengan kegiatan sesungguhnya, dan juga memiliki pemahaman terhadap peraturan, sehingga akan ada kepatuhan. Selain sumber daya manusia, pengawasan dan pengendalian internal juga perlu diperhatikan, karena dalam LHP TA 2016 Jawa Barat, Provinsi Jawa Barat sudah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian, akan tetapi BPK masih menemukan beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Meskipun hal tersebut tidak
8 mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan. Seperti Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan temuan terkait Kepatuhan terhadap Perundang-undangan. Temuan SPI diantaranya adalah temuan atas penatausahaan Barang Milik Daerah (BMD) yang masih belum sepenuhnya memadai. Karena pencatatan dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) tidak lengkap dan adanya pemanfaatan tanah oleh pihak lain tanpa izin. Selain itu, adanya kurang salur dana BOS Pusat dikarenakan pengajuannya yang terlambat kepada Tim Manajemen BOS Pusat. (Humas Kota Bogor, http://kotabogor.go.id/ diakses tanggal 19 September 2017). Dari fenomena tersebut bisa dinyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung Barat masih memiliki kekurangan untuk menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang baik serta masih memiliki kekurangan dalam sistem pengendalian internal, sehingga belum bisa mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Faktor yang mempengaruhi kualitas penyajian informasi akuntansi menurut Mc Leod (2008) yaitu faktor internal yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan sebagai informasi akuntansi antara lain adalah tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, dalam hal memiliki pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai, data akuntansi, dan sistem informasi akuntansi. Keberadaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan aset yang berharga bagi organisasi itu sendiri. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan dari kualitas
9 orang-orang yang berada di dalamnya. SDM akan bekerja secara optimal jika organisasi dapat mendukung kemajuan karir mereka dengan melihat apa sebenarnya kompetensi mereka. Biasanya, pengembangan SDM berbasis kompetensi akan mempertinggi produktivitas karyawan sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan berujung pada puasnya pelanggan dan organisasi akan diuntungkan (Iftitah, 2013). Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2008). Sistem Pengendalian Internal (SPI) memiliki fungsi untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam proses akuntansi terutama dalam menciptakan keandalan laporan keuangan. Oleh karena itu, penerapan sistem pengendalian internal mampu meningkatkan reliabilitas, objektivitas informasi, dan mencegah inkonsistensi dan memudahkan proses audit laporan keuangan. Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian internal berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis serta kepatuhan terhadap hukum dan regulasi (Anggraeni, 2014). Ada lima komponen dalam membangun pengendalian internal yaitu (a) lingkungan pengendalian, (b) penilaian risiko, (c) aktivitas pengendalian, (d) informasi dan
10 komunikasi, (e) monitoring (Bodnar dan Hopwood, 2000; PP Nomor 60 Tahun 2008; Arens et al, 2012). Sejumlah penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2015) hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kompetensi sumber daya manusia, sistem akuntansi instansi dan sistem pengendalian internal pemerintah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Secara parsial kompetensi sumber daya manusia, dan implementasi sistem akuntansi instansi tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan, sedangkan sistem pengendalian internal pemerintah memiliki pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Iftitah (2015) hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2017) hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah akan tetapi sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan dari beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN SISTEM
11 PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAH TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada 8 Dinas Pemerintah Kabupaten Bandung Barat) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 2. Apakah terdapat pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 3. Apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan penulis, dapat diketahui tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat.
12 2. Apakah terdapat pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 3. Apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi: 1. Bagi Penulis Pengetahuan dan wawasan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dan memahami perbandingan antara konsep dengan penerapannya langsung di instansi pemerintah. 2. Bagi Pemerintah/Instansi Bahan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dalam mengambil kebijaksanaan untuk terus menngkatkan dan mengembangkan daerahnya di masa yang akan datang. 3. Bagi Pihak Lain
13 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama. 1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada delapan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berada di daerah Kabupaten Bandung Barat, kedelapan SKPD tersebut adalah Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Perikanan dan Pertanian, Dinas Perhubungan, Dinas Kepemudaan dan Olahraga, serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2017.