BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan barang atau jasa pada tanggal tertentu. Hutang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi dan Pengklasifikasian Hutang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang penting pada sebagian besar perusahaan besar yakni potensi UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era globalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB II LANDASAN TEORITIS. pemilik menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa demi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang

Penelitian tentang Pengaruh Aliran Kas Bebas Dan Keputusan. Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham Dengan Set Kesempatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perusahaan dicerminkan dari Laporan Keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi dan deviden terhadap nilai pemegang saham. Kajian teorinya sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup suatu perusahaan di era globalisasi sekarang ini.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% di BEI adalah industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh perseorangan atau

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian dari struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. Dana yang diperoleh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kepentingan masing-masing. Pada teori agensi ( agency theory ) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur kepemilikan adalah perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keagenan antara principal dengan agent. Menurut Jensen dan Meckling

BAB I PENDAHULUAN UKDW. maka para investor atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori mengenai kebijakan hutang dan pendanaan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan perusahaan adalah untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Menurut Munawir (2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

II. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap entitas bisnis (perusahaan) dalam operasinya tentu memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. manajer dalam memilih kebijakan akuntansi yang mempengaruhi laba untuk

lokal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder. Kartika

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Namun pihak. diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengenai struktur kepemilikan, struktur modal, corporate

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pemulihan salah satu di bidang industri manufaktur asing. Pasar modal

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Marcella Fransisca Santosa dan Paskah Ika Nugroho (2014)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang merupakan organisasi bisnis umumnya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang meningkat dalam suatu periode, menuntut pihak

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan meskipun mereka memiliki kepemilikan saham di perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham dan akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Free Cash Flow Free Cash Flow merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada asset, Ross et al,(2000) yang dikutip dalam tesis Faisal (2004). Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasi lagi pada proyek proyek yang dapat menghasilkan keuntungan, karena akan meningkatkan insentif yang diterimanya. Di sisi lain, pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan menambah kesejahteraan mereka. Hipotesis Jensen (1986) mengenai free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham atau risiko akan kehilangan kendali terhadap perusahaan. Menurut Jensen (1986) free cash flow adalah kelebihan kas yang diperlukan untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value positif setelah membagi dividen. Free cash flow dihitung dengan menggunakan rumus Ross et al. ( 2000), yaitu : FCF it = AKO it PM it NWC it 11

FCF it = Free Cash Flow AKO it = Aliran kas operasi perusahaan I pada tahun tfc PM it = Pengeluaran modal perusahaan I pada tahun t NWC it = Modal kerja bersih perusahaan I pada tahun t Aliran kas operasi adalah kas berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Pengeluaran modal adalah pengeluaran bersih pada asset tetap yaitu asset tetap bersih akhir periode dikurangi asset tetap bersih pada awal periode. Sedangkan modal kerja bersih adalah selisih antara jumlah asset lancar dengan utang lancar pada tahun yang sama. Pengaruh free cash flow terhadap hutang berbeda antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Permasalahan free cash flow akan lebih nyata untuk perusahaan besar, karena akan memerlukan mekanisme tersendiri yang terbaik bagi para pemegang saham. Free cash flow yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain, para manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku opportunistik yang lain karena mereka menerima manfaat yang penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menanggung risiko dari biaya yang dikeluarkan. Dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu pemegang saham juga akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya misalnya, jika perusahaan menerbitkan hutang baru dan 12

manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi hutang ini, secara simultan mengurangi jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Dengan adanya hutang ini, manajemen akan bekerja lebih efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi agency cost free cash flow (biaya agensi arus kas bebas). 2.1.2 Return On Equity Return on equity (ROE) atau sering disebut juga dengan Return On Common Equity. Investor yang akan membeli saham akan tertarik dengan ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas yang bisa dialokasikan ke pemegang saham. Seperti diketahui, pemegang saham mempunyai klaim residual (sisa) atas keuntungan yang diperoleh. Keuntungan yang diperoleh perusahaan pertama akan dipakai untuk membayar hutang bunga, kemudian saham preferen, baru kemudian (kalau ada sisa) diberikan kepada pemegang saham biasa. Hasil pengembalian ekuitas atau Return On Equity (ROE) menurut Kasmir (2012: 204) merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian juga sebaliknya. Rumus dari Return on equity (ROE) yaitu sebagai berikut: Return On Equity = Laba Bersih Rata rata Modal (Equity) 13

2.1.3 Manajerial manajerial adalah persentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Dengan kata lain, kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh hutang dan ekuitas saja tetapi juga ditentukan oleh presentase kepemilikan saham oleh manajemen dan institusi, Purba (2011). saham perusahaan oleh manajer berkaitan erat dengan kontrol dan monitoring atas perilaku manajemen, sebagai konsekuensi dari adanya konflik keagenan. Jika tingkat kepemilikan manajemen rendah, berarti manajemen mempunyai pengaruh dan voting power terbatas, sedangkan investor eksternal mempunyai kuasa untuk memonitor dan membatasi perilaku oportunistik manajer, sehingga mengurangi konflik keagenan. Konsekuensinya, kedua pihak mempunyai pengaruh positif terhadap managerial incentive problems, yakni mengurangi perilaku oportunistik manajer, Faisal (2004). Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan opportunistik mereka. Hal ini dapat dilihat melalui pemilihan proyekproyek beresiko tinggi. Ini akan menyebabkan meningkatnya beban bunga perusahaan karena resiko kebangkrutan semakin tinggi, sehingga biaya agensi hutang semakin tinggi. Peningkatan biaya keagenan tersebut akan berpengaruh 14

pada penurunan nilai perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah terutama keputusan mengenai hutang. Dengan demikian manajer ikut memiliki perusahaan sehingga manajer tidak mungkin bertindak oppurtunistik lagi dan semakin hati hati dalam menggunakan hutang dan berusaha meminimumkan biaya keagenan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. manajerial dalam kaitannya dengan kebijakan hutang mempunyai peranan penting, yaitu sebagai pengendali kebijakan keuangan perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham ( Magginson,2003). Keinginan pemegang saham untuk menyamakan kepentingan dengan manajemen melalui program program yang mengikat kekayaan pribadi manajemen ke dalam kekayaan perusahaan. saham manajerial yang tinggi akan meningkatkan risiko hutang yang non- diversiviable, sehingga manajer akan semakin hati hati dalam menggunakan hutang. Hal ini menyebabkan rasio hutang menurun jika tingkat kepemilikan saham oleh manajerial meningkat (Moh d et al,1998) yang dikutip dalam tesis Kurniati (2007). Hasil penelitian Gusti (2013) juga menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan dan negarif terhadap kebijakan hutang. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan. 15

2.1.4 Kebijakan hutang Kebijakan hutang adalah keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana merupakan kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal internal dan modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik atau pengambil bagian didalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan hutang perusahaan. Perusahaan dinilai beresiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam stuktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Yulianto, 2010). Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan hutang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga 16

yang akan menyebabkan semakin meningkatmya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa. Tingkat penggunaan hutang dari suatu perusahaan dapat ditunjukkan oleh salah satunya menggunakan rasio hutang terhadap ekuitas (DER), yaitu rasio jumlah hutang terhadap jumlah modal sendiri. Phitaloka (2009). Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Menurut Jensen dan Meckling (1976), kebijakan hutang merupakan proksi dari resiko yang dihadapi oleh pemegang saham dan menjadi biaya keagenan dalam konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajemen, sehingga pengaruh hutang terhadap kepemilikan manajerial adalah positif. Myers (1977) dan Myers yang dikutip oleh Faisal (2004) menjelaskan keterkaitan antara kebijakan hutang dengan profitabilitas perusahaan menyatakan bahwa perusahan yang lebih menguntungkan akan menurunkan hutangnya karena memiliki sumber dana internal yang lebih besar dari laba untuk membiayai kegiatan investasinya. Perusahaan menggunakan hutang untuk mendanai sebagian besar aktiva. Kebijakan hutang berhubungan positif dengan resiko sehingga peningkatan hutang akan meningkatkan resiko keuangan. Peningkatan resiko keuangan berarti menimbulkan konflik sehingga diperlukan pengaturan terhadap penggunaan hutang untuk meminimalkan konflik keagenan. 17

Debt to Equity Ratio yang rendah diharapkan mengurangi resiko kebangkrutan dan financial distress. Terjadinya financial distress juga akan menimbulkan konflik keagenan diantaranya melalui asset substitution dan under investment, sehingga kepemilikan manajerial dengan resiko kebangkrutan yang disebabkan oleh hutang. Pemegang saham akan melakukan pengawasan terhadap manajemen, namun bila biaya monitoring tersebut tinggi, maka mereka akan menggunakan pihak ketiga untuk membantu melakukan pengawasan. Pihak ketiga tersebut dengan sendirinya akan berusaha untuk melakukan tindak pengawasan terhadap penggunaan dana tersebut ( Easterbrook, 1984 ) dalam tesis Kurniati (2007). Perusahaan-perusahaan seperti perusahaan bank dan pembiayaan adalah contoh perusahaan yang mempunyai rasio hutang yang cukup tinggi. Apabila perusahaan berbentuk limited liability company maka kemungkinan terjadinya debt agency problems akan lebih besar. Semakin terkonsentrasi kepemilikan perusahaan, semakin besar kemungkinan terjadinya debt agency problems, maka sebab itulah para akan mensyaratkan berbagai covenant untuk melindungi kredit mereka yang mereka berikan. Ketentuan ketentuan tersebut misalnya mempertahankan rasio likuiditas minimal tertentu, membatasi pembagian dividen maksimum dalam persentase tertentu dan sebagaimya. Teori keuangan juga menjelaskan bahwa memaksimumkan nilai perusahaan dapat dilakukan atas biaya (pengorbanan) pihak kreditur. Agar agency problem tidak merugikan pihak pemilik perusahaan, 18

mekanisme yang sering ditempuh adalah dengan meningkatkan monitoring dan control terhadap keputusan keputusan yang diambil manajemen. Dari sisi kreditor, transparansi manajemen akan mengurangi debt agency problem. Dengan pertimbangan bahwa perusahaan-perusahaan multinasional mempunyai monitoring dan kontrol yang lebih baik terhadap manajemen dan juga lebih transparan, maka diharapkan perilaku manajemen mereka akan sesuai dengan kepentingan perusahaan. Dengan demikian maka keputusan pendanaan yang diambil tidak akan merugikan perusahaan dan juga kreditornya ( Suad Husnan, 2001 ). 2.1.5 Teori Keagenan Agency Theory mulai berkembang berawal dari adanya penelitian oleh Jensen dan Meckling (1976) yang mengacu pada pemenuhan tujuan utama dari manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan disebut principal. Maksimalisasi kekayaan principal akan diserahkan kepada pihak pihak yang dianggap professional untuk mengelola perusahaan. Pihak professional tersebut dalam perusahaan disebut manajemen, yang dalam teori keagenan disebut agent. Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh principal, maka agent akan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh laba yang sebesarbesarnya dengan biaya yang kecil,karena manajemen tidak menyukai adanya resiko. Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency conflict akan terjadi jika proporsi kepemilikan manajemen atas saham perusahaan kurang dari 100%. Kondisi ini akan menimbulkan kecenderungnan manajemen untuk bertindak 19

mementingkan kepentingan sendiri dan tidak berdasarkan maksimalisasi kemakmuran principal lagi. Konflik kepentingan, dapat mendasari orang bertindak untuk memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan orang lain. Hal ini juga berlaku dalam manajemen perusahaan. Agency theory awalnya mulai berkembang pada tahun 1960an, dimana pada saat itu penekanan utama para ekonom adalah mengeksplorasi pembagian risiko (risk sharing) pada sejumlah individu atau kelompok yang berkepentingan dengan kegiatan ekonomi. Permasalahan yang muncul pada pembagian risiko tersebut adalah perbedaan sikap atas risiko itu sendiri dari sejumlah pihak yang berkepentingan. Permasalahan agency muncul ketika terjadi konflik antara principal dan agensi yang berkaitan dengan tujuan perusahaan, dan ketika principal mengalami kesulitan memverifikasi pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh agensi. Sedangkan permasalahan pembagian risiko muncul ketika principal dan agensi memiliki perbedaan cara pandang yang berbeda atas risiko itu sendiri. Penyebab lain terjadinya agency conflict menurut Fama (1980) dalam Purba (2011) adalah bagian substantif dari kekayaan manajemen didalam specific human capital perusahaan, yang membuat manajemen non diversifiable dan manajer akan terancam reputasinya apabila kemampuan menghasilkan earning yang negative dan atau bahkan menuju arah kebangkrutan perusahaan. Pengertian agency cost menurut Jensen dan Meckling (1976) merupakan tindakan tindakan yang menjadi cost bagi principal untuk melakukan monitoring dan pengawasan positif termasuk biaya perilaku pada agent, 20

pengeluaran atas adanya perikatan dengan agent, dan sisa kerugian residual dari adanya perikatan tersebut. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan kedua pihak, dalam hal ini manajemen dan pemegang saham. Namun dengan munculnya mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi agent cost yaitu, pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, hal tersebut akan membuat manajer merasakan langsung akibat dari kebijakan yang dibuat. oleh manajer ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan demikian kepemilikan oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan memanfaatkan hutang secara maksimal. Kedua, dengan meningkatkan dividend payout ratio, hal ini akan menurunkan tingkat free cash flow, sehingga manajemen akan mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Ketiga, meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Disamping itu, hutang juga akan menurunkan tingkat free cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan oleh manajemen. Keempat, investor institutional sebagai monitoring agent. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan 21

shareholder dispersion dapat mengurangi agency cost, karena kepemilikan mewakili satu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan secara optimal terhadap kinerja manajemen. 2.1.5 Laporan Keuangan 2.1.5.1 Definisi Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan cara utama dengan format - format standar untuk mengomunikasikan informasi keuangan kepada pihak luar perusahaan. Akuntansi keuangan adalah sebuah proses yang berpuncak pada penyiapan laporan keuangan yang menyangkut perusahaan secara keseluruhan untuk digunakan terutama oleh pihak eksternal. Laporan keuangan umumnya terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Berdasarkan SAK 2014 ( PSAK No.1 2013), laporan keuangan adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.. 2.1.5.2 Tujuan Laporan Keuangan Berdasarkan SAK 2014 (PSAK No.1 2013), tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang 22

dipercayakan kepada mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik serta arus kas. 2.1.5.3 Komponen Laporan Keuangan Menurut SAK 2014 ( PSAK No.1 2013), laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen komponen berikut ini: 1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode; 2. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode 3. Laporan perubahan ekuitas selama periode 4. Laporan arus kas selama periode 5. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain 6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos laporan keuangannya. 2.1.5.4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Laporan keuangan berisikan informasi keuangan yang ada pada hakekatnya adalah informasi kuantitatif. Agar informasi tersebut berguna bagi pemakai informasi tersebut harus memenuhi karakteristik kualitatif. Dengan karakteristik kualitatif tersebut, informasi kuantitatif dalam laporan keuangan 23

dapat memenuhi kebutuhan pemakai. Menurut SAP (PP No.71 Tahun 2010) berdasarkan KSAP ada empat karakteristik kualitatif pokok yaitu : 1. Dapat dipahami Laporan keuangan harus dapat dipahami oleh para pemakai agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Untuk dapat dipahami, para pemakai laporan keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi, bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi. 2. Dapat dibandingkan Implikasi karakteristik kualitatif dapat dibandingkan adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dan perubahan istkebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. 3. Relevan Relevan berhubungan dengan kegunaan informasi tersebut dalam pengambilan keputusan. Informasi dikatakan relevan jika informasi tersebut memengaruhi keputusan ekonomi pemakai sehingga dapat membantu mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu. 4. Keandalan Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 24

2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu beserta dengan hasil pengujiannya dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel Penelitian Isrina Damayanti (2006) Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Saham terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia Kebijakan Hutang, Free Cash Flow, Manajerial. Hasil Penelitian Free cash flow berpengaruh signifikan dan positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan FCF yang tinggi mempunyai level hutang tinggi karena peningkatan hutang akan menurunkan pelanggaran dalam penggunaan FCF sehingga akan menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajer. Citra Ariani (2009) Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Free Cash Flow, Free Cash Flow tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang 25

Kebijakan Hutang dan Return Saham Manajerial dan Firm Size perusahaan. Tidak ada pengaruh signifikan antara kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang dengan return saham. Nina Diah (2009) Pengaruh Faktor- Faktor Intern Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Kebijakan Hutang, Manajerial, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan penjualan. Manajerial, Ukuran Perusahaan dan Pertumbuhan Penjualan berpengaruh signifikan secara bersama- sama terhadap Kebijakan Hutang Ari Hidayat Yulianto (2010) Pengaruh Institusional, Free Cash Flow Dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Kebijakan Utang, Institusional, Free cash flow, Kebijakan Dividen. institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Free cash flow berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan 26

utang perusahaan. Bertha Gusti (2013) Pengaruh Free Cash Flow Dan Sruktur Saham Terhadap Kebijakan Hutang Dengan Investment Opportunity Set Sebagai Variabel Moderating. Kebijakan Hutang, Free Cash Flow, Manajerial, Institusional, Investment Opportunity Set. Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap Kebijakan Hutang. Manajerial berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Hutang. Investment Opportunity Set memperlemah hubungan Free Cash Flow dengan Kebijakan Hutang dan memperkuat hubungan dengan Manajerial. 27

2.3 Kerangka Konseptual di bawah ini : Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar Free Cash Flow (X1) Return On Equity (X2) H1 H2 Kebijakan Hutang (Y) Manajerial (X3) H3 H4 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Menurut Erlina (2011) kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan variabel independen dan variabel dependen, demikian juga apabila ada variabel lain yang menyertainya, maka peran variabel tersebut harus dijelaskan. 28

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Kebijakan Hutang. Aliran kas adalah suatu hal yang dipakai dalam setiap kegiatan ekonomi. Hipotesis Jensen (1986) dalam Pawestri (2010) mengenai free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham. Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap dalam Tarjo dan Jogiyanto (2003). Dalam penelitian Gusti (2013) dijelaskan bahwa : Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel free cash flow atau aliran kas bebas mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan yang diproksikan dengan debt to equity ratio (DER). Selain itu free cash flow juga berpengaruh positif terhadap hutang perusahaan sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini berarti free cash flow berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang dengan nilai koefesien positif. Hasil penelitian sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Jensen (1986) yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan free cash flow yang besar akan meningkatkan level hutangnya untuk menurunkan agency cost of free cash flow. Para manajer cenderung untuk menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku oportunistik yang lain karena mereka 29

menerima manfaat penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menanggung risiko dari biaya yang dikeluarkan tersebut. Hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer dengan demikian dapat menghindari investasi yang sia-sia, karena ketika hutang meningkat maka manajer harus menyisihkan dana yang lebih besar untuk membayar bunga dan pokok pinjaman secara periodik sehingga dana yang tersisa menjadi kecil. Tingginya hutang perusahaan akan menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajer karena free cash flow juga harus dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Free cash flow berhubungan positif dengan level hutang dan dinilai signifikan secara statistik. Free cash flow mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pertimbangan pengambilan keputusan mengenai hutang. Semakin tinggi free cash flow maka perusahaan dapat menggunakan level hutang yang tinggi pula. Dengan kata lain perusahaan-perusahaan yang memiliki free cash flow yang besar akan memiliki level hutang yang tinggi karena memiliki kas lebih yang memadai sehingga perusahaan dinilai mempunyai kemampuan untuk dapat membayar semua bunga dan pokok pinjaman yang akan digunakan oleh perusahaan. Return On Equity (ROE) merupakan salah satu cara untuk menghitung efisiensi perusahaan dengan membandingkan antara laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut. Atau dengan kata lain, yaitu kemampuan perusahaan dengan modal 30

sendiri yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan keuntungan, laba yang diperhitungkan adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga dan pajak (earning after tax income). Sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah modal kerja (equity) yang bekerja dalam suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik dan berprospek baik. Tingkat profitabilitas yang tinggi merupakan harapan dari para pemegang saham, dimana keuntungan dibagikan sebagai dividen. Dalam Purba (2011) profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam seluruh aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Perusahaan yang mampu mendapatkan keuntungan yang tinggi (profitable) akan cenderung banyak memanfaatkan dana sendiri untuk keperluan investasi. Tingkat hutang perusahaan yang profitable dengan demikian akan semakin rendah. Dengan demikian terdapat hubungan negatif antara profitabilitas dengan kebijakan hutang. manajerial adalah presentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan komisaris). Dengan kata lain, kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaaan, atau manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan ( Gusti, 2013). 31

Dalam penelitian Pithaloka (2009) menjelaskan kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham tidak ingin perusahaan dalam keadaan kesulitan keuangan bahkan mengalami kebankrutan. Keadaan ini akan merugikan baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilangan return ataupun dana yang diinvestasikannya. manajerial dengan hutang memiliki hubungan timbal balik, berarti peningkatan persentase kepemilikan manajerial akan mengurangi penggunaan hutang dan sebaliknya penurunan kepemilikan manajerial akan meningkatkan penggunaan hutang. Penggunaan hutang pada tingkat tinggi menyebabkan beban perusahaan semakin tinggi menyebabkan risiko perusahaan semakin tinggi sehingga manajerial mengurangi kepemilikan saham untuk memperkecil risiko. manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Hal ini dikarenakan kepemilikan manajerial berhubungan dengan prilaku masing-masing manajer. Ariani (2009) menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial dari hasil regresi telah diperoleh bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Semakin rendah kepemilikan manajerial, debt ratio nya akan naik atau semakin tinggi kepemilikan manajerial, debt ratio nya akan rendah. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negative terhadap kebijakan hutang (DEBT). Hal ini terjadi 32

dikarenakan bahwa semakin besar kebijakan hutang perusahaan dengan presentase saham yang dimiliki oleh manajer rendah sehingga semakin rendah pula wewenang manajer dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga disebabkan adanya tuntutan dari pihak investor (non manajer)menginginkan pembayaran deviden yang lebih banyak, sehingga manajemen membutuhkan dana lebih untuk mengatasi hal tersebut pihak manajemen akan melakukan pinjaman dana dari kreditor. Dari hasil pengujian yang dilakukan Gusti (2013) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang namun arah hubungannya yang negatif sesuai dengan teori. Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Jensen dan Macling (1976) dalam Pawestri (2010) bahwa proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dengan kepentingan pemegang saham. manajerial akan membuat manajer sebagai pemegang saham akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung kerugian yang terjadi dalam perusahaan sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Sehingga manajer akan lebih berhati-hati untuk mengambil tindakan dari setiap keputusan termasuk keputusan mengenai penggunaan hutang dalam perusahaan. Kehati-hatian manajer diharapkan mampu mempengaruhi kebijakan hutang dengan mengurangi tingkat risiko kebangkrutan yang disebabkan oleh 33

hutang. manajerial yang tinggi tidak akan mempengaruhi kebijakan perusahaan untuk menurunkan penggunaan hutang. Hal yang menyebabkan hipotesis ditolak kemungkinan adalah kepemilikan saham oleh pihak manajerial dalam perusahaan masih rendah. saham oleh insider lebih kecil dibanding kelompok lain dalam perusahaan sehingga pihak manajer yang memiliki saham tidak dapat mengambil keputusan berdasarkan keinginan sendiri dan keputusan mengenai hutang tidak sepenuhnya dilakukan oleh pihak manajemen (Gusti, 2013). Selain itu menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), hal itu dikarenakan pihak manajemen tidak mempunyai kendali dalam menentukan kebijakan hutang karena banyak dikendalikan oleh pemilik mayoritas. Hasil penelitian menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang (DER) perusahaan dan arah hubungan ini sesuai dengan teori. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan persentase kepemilikan saham oleh manajerial diharapkan dapat menurunkan tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan sehingga risiko kebangkrutan perusahaan juga akan rendah. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau memprediksi norma-norma, Erlina (2011). Berdasarkan uraian teoritis dan 34

kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: H1 : Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. H2 : Return On Equity berpengaruh terhadap kebijakan hutang H3 : Manajerial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. H4 : Free Cash Flow, Return On Equity dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan hutang. 35