BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah penyatuan dua sifat atau kepribadian yang unik dengan membawa watak masing-masing berdasarkan latar belakang budaya serta pengalamannya. Hal ini menjadikan pernikahan bukanlah cuma sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem yang baru (Santrock, 2009). Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral dan dapat menentukan kemana arah tujuan hidup seseorang, sehingga sepasang pria dan wanita yang memutuskan untuk menikah harus siap secara mental dan juga fisik. Sepasang suami dan istri memiliki pribadi yang berbeda sehingga perbedaan tersebut membuat pasangan suami istri harus mampu beradaptasi satu sama lain demi menghindari permasalahan keluarga yang dapat menimbulkan perpisahan (Mansur & Budiarti, 2014). Namun tidak semua pasangan menikah menjalani pernikahannya secara berdekatan atau dengan kata lain pasangan suami istri tinggal di dua daerah yang berbeda (Fikri &Oktavinur, 2017). Pernikahan yang berlangsung antara suami dan istri yang tinggal di dua daerah yang berbeda itu disebut dengan pernikahan jarak jauh. Di Indonesia diadakan survei yang telah melibatkan 123 responden hubungan jarak jauh yang dilakukan oleh Wolipop secara online, diperoleh data bahwa 49% responden berhasil menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya, 38% responden tidak berhasil menjalani hubungan jarak jauh karena 1
2 perselingkuhan, 5% responden menjalani hubungan jarak jauh disertai dengan keraguan atau ketidakpastian dan putus asa terhadap pasangannya dimasa depan, maka dalam hal ini dapat mempengaruhi adanya penurunan tingkat kepercayaan pasangan, sedangkan 10% sisanya berharap hubungan jarak jauh yang dijalaninya akan berhasil (Survei 49% pasangan berhasil menjalani pacaran jarak jauh, 2012). Menjalani pernikahan jarak jauh tidaklah mudah terutama bagi wanita. Beberapa studi menemukan bahwa wanita menunjukkan dan mengungkapkan komitmen dalam hubungan daripada laki-laki (Aminpour, dkk, 2016). Menyadari bahwa pria dan wanita memiliki banyak perbedaan sangatlah penting untuk menyadarkan bahwa perbedaan tersebut memberikan problem dalam berkomunikasi, yang dapat menimbulkan masalah rumah tangga (Liwidjaja, Kuntaraf & Kuntaraf, 2013). Salah satu penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga adalah masalah keefektifan komunikasi pada pasangan, karena komunikasi merupakan syarat penting dalam menjalin hubungan (Soyomukti, 2010). Banyak pasutri yang tetap rukun dan harmonis kendati tinggal berjauhan, namun tidak sedikit juga yang rumah tangganya goyah bahkan berujung perpisahan. Memang harus diakui, tidaklah mudah meneguhkan cinta saat sedang berjauhan (Bachtiar 2014). Adapun suami istri yang tidak dapat mengatasi konflik dalam perkawinan, sehingga memutuskan untuk menempuh jalan perceraian (Dariyo, 2004). Data yang tercatat sepanjang Januari hingga September 2016, kasus perceraian di Indonesia mencapai 46.920 kasus. Adapun faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian, antara lain karena sudah tidak akur sebanyak 22.590 kasus atau sebesar 48%, akibat ditinggal pasangan bekerja di
3 luar kota sebanyak 10.412 kasus atau sebesar 22,2%, kondisi ekonomi keluarga yang buruk 7.204 atau sebesar 15% untuk tahun ini, selanjutnya karena KDRT mencapai 2.240 atau sebesar 4,8% (Yusepi, 2016). Menurut Savitri (2011) perceraian yang ada di Indonesia disebabkan karena tidak ada kecocokan antar pasangan suami istri. Sedangkan secara khusus, disebabkan kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, poligami, masalah ekonomi, mabuk dan minum obat-obatan terlarang, menikah dibawah tangan, jarak suami istri yang terlalu jauh misal menjadi TKI, terganggunya komunikasi. Masalah yang muncul pada kehidupan rumah tangga diiringi dengan konflik perubahan perilaku yang negatif, dan pada akhirnya pasangan suami istri tidak mampu berkomunikasi dengan baik akan memicu terjadinya perceraian. Kebahagiaan dan kepuasan hidup dirasakan lebih besar ketika individu mengalami pengalaman membina hubungan dengan orang lain dan merasa menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu, dapat menerima dirinya sendiri, dan memiliki makna dan tujuan hidup yang mereka jalani (Ryff dan Singer dalam Steger, Kashdan & Oishi, 2008). Orang yang memiliki mental yang sehat ditandai dengan kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989). Psychological well-being adalah hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang yang memiliki psychological well-being yang baik akan merasa yaman, dan bahagia serta dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia secara positif. Kesejahteraan psikologi atau psychological well being merupakan kondisi individu yang mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupanya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupanya dengan mengandalkan kemampuan yang
4 ada dalam dirinya dan menjalakan fungi psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut merasakan adanya kesejahteraan batin dalam hidupnya. Terutama pada seorang pria, karena biasanya pria paling tidak bisa untuk menahan keinginanya untuk berhubungan seksual dengan istrinya, dan biasanya pria tidak memikirkan efek yang akan ditimbulkan dari perilaku mereka. Berbeda dengan wanita yang bisa menahan hasrat untuk berhubungan secara biologis dengan suaminya dengan cara mengalihkan pada kegiatan yang positif, dan biasanya kebanyakan pada wanita selalu berfikir efek yang akan ditimbulkan dari perilakunya. (Harry Theozard Fikri & Saktia ssacice Oktavianur, 2017). Psychological well-being ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff & Keyes, 1995). Sebagaimana hal itu, kesejahteraan diantara pasangan sangatlah diperlukan untuk selalu menjaga keharmonisan rumah tangga dan juga memberikan rasa percaya terhadap pasanganya. Berbicara mengenai kesejahteraan bagi pasangan yang sudah menikah menjadi suatu kewajiban mensejahterakan antar pasangan satu sama lainya. Di dalam teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1994) yang menyebutkan kebahagian adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Hasil penelitian Gracia dkk (2014) menjelaskan sebanyak 47-66% individu yang dominan dalam kehidupan jarak jauh dijelaskan oleh berbagai dimensi kesejahteraan psikologi di dalam empat akfektif profil. Secara khusus harmoni dalam harmoni kehidupan diprediksi secara signifikan oleh lingkungan penguasaan dan penerimaan diri di semua profil afektif.
5 Peneliti telah mengambil data wawancara awal pada dua subjek yang bertempat tinggal di kecamatan Masaran, dari hasil wawancara dapat disimpulkan. Hasil wawancara dengan subjek I menyatakan bahwa kesejahteraan dalam pernikahan jarak jauh yaitu lancarnya komunikasi, kesehatan dan juga kepercayaan antara istri dan suami. Lalu kesulitan yang dialami oleh subjek sendiri adalah perasaan kawatir dengan suami dan juga sulit dalam menyesuaikan diri dengan keadaan berjauhan. Hasil wawancara dengan R bahwa suka duka yang dialami adalah ketika mengalami masalah sulit dalam menyelesaikannya, namun subjek sudah terbiasa jauh dari orang tua sehingga ketika jauh dari suami subjek juga merasa terbiasa. Meskipun awalnya masih ada rasa khawatir. Subjek sendiri merasa sejahtera ketika bisa berkomunikasi lancar dengan suaminya dan juga kebutuhan pokok yang terpenuhi. Berdasarkan dari fenomena-fenomena di atas serta penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti menemukan rumusan masalah yang akan diajukan yakni Bagaimana kesejahteran psikologis istri yang menjalani pernikahan jarak jauh?. Dengan uraian tersebut, maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul Kesejahteraan psikologis pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesejahteraan psikologis pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh.
6 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian tentang pernikahan jarak jauh (long distance marriage) ini diharapkan dapat menambah informasi dalam bidang Psikologi Sosial tentang kesejahteraan pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian tentang pernikahan jarak jauh ini diharapkan mampu menjadi acuan pasangan yang menjalani pernikahan jarak jauh namun tetap memiliki tingkat kesejahteraan yang kuat antar pasangan sehingga tetap dapat mempertahankan pernikahannya. a. Bagi istri yang menjalani pernikahan jarak jauh Diharapkan istri dapat meningkatkan cinta dan keharmonisan di dalam pernikahan jarak jauh. b. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan sebagai bahan acuan atau bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait kesejahteraan psikologi pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh