BAB I PENDAHULUAN. solvensi yaitu perusahaan mampu membayar utang-utangnya, dan

dokumen-dokumen yang mirip
Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipastikan kapan akan terjadinya. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

Dosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E )

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

I. PENDAHULUAN. Setiap orang sering menderita kerugian akibat dari suatu peristiwa yang tidak

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut tidak lagi sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Terhadap kasus yang dihadapi oleh PT Metro Batavia dan International Lease

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kedudukan Tertanggung Setelah Perusahaaan Asuransi Dinyatakan Pailit

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UNDANG-UNDANG No. 37 TAHUN 2004 SKRIPSI

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 071/PUU-II/2004

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Hukum kepailitan mempunyai kekhasan sebagaimana hukum yang lain. Hukum kepailitan mempunyai cara dan prosedur tersendiri dalam mengatur

KESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I. tidak dipakai. Sangat sedikit kasus-kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan,

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut PKPU) pada umumnya dikaitkan dengan permasalahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penundaan kewajiban pembayaran utang

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval

BAB I PENDAHULUAN. atau jiwa seseorang dengan cara mengalihkan kerugian tersebut kepada perusahaan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan-kepentingan ekonomi maupun kepentingan sosial. mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa pihak tertanggung.

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

Heri Hartanto - FH UNS

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama keterpurukan negara Indonesia dewasa ini. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB I PENDAHULUAN. membayar ganti rugi atau disebut dengan penanggung. Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik atau wederkerig

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya pasti memiliki utang. Menurut kemampuan perusahaan dalam membayar utangnya, perusahaan terbagi menjadi dua yakni perusahaan yang solvensi yaitu perusahaan mampu membayar utang-utangnya, dan terdapat juga perusahaan yang insolvensi yaitu yang secara sederhana disebut sebagai perusahaan yang tidak mampu membayar utangutangnya. 5 Secara umum insolvensi diartikan sebagai keadaan suatu usaha dimana kondisi aktivanya lebih kecil daripada pasivanya, dengan kata lain bahwa utang perusahaan lebih besar daripada hartanya. 6 Perusahaan yang insolvensi memiliki dampak buruk terhadap pelaksanaan kegiatan usahanya sehingga kinerja perusahaan tersebut akan terus menurun dan akan sampai pada keadaan dimana perusahaan sebagai debitor berhenti membayar. 7 Pailit adalah keadaan dimana suatu perusahaan atau seseorang tidak dapat atau tidak sanggup untuk membayar utang-utang yang dimilikinya. Menurut Munir Fuady dalam bukunya, yang dimaksud 5 H.M.N. Purwosutjipto, 1988, Perwasitan, Kepailitan, dan Penundaan Pembayaran, Djambatan, Jakarta, hlm. 27. 6 Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, 2014, Laporan Penelitian: Penerapan Asas Solvabilitas dalam Penyelesaian Perkara Kepailitan, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, hlm. 41. 7 H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit.. 1

dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitur (badan hukum atau orang pribadi) yang mempunyai lebih dari 1 (satu) utang/kreditur di mana debitur dalam keadaan berhenti membayar utangutangnya, sehingga debitur membayar utang-utangnya tersebut. 8 Pengaturan mengenai kepailitan perusahaan diatur dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adanya pengaturan tentang kepailitan memiliki tujuan sebagai mekanisme pendistribusian aset perusahaan secara adil dan merata terhadap para kreditor berkaitan dengan keadaan ketidakmampuan debitor melaksanakan kewajiban pembayaran utang tersebut. 9 Pernyatan pailit dapat dijatuhkan kepada setiap orang maupun badan hukum, termasuk perusahaan asuransi jiwa yang memenuhi persyaratan pailit sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Salah satu perusahaan asuransi jiwa yang telah dinyatakan pailit ialah PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. 10 PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya merupakan salah satu perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah lama 8 Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 75. 9 Hukumpedia.com, Fungsi dan Tujuan Kepailitan, http://www.hukumpedia.com/bintangpartogi/fungsi-dan-tujuan-kepailitan, diakses pada tanggal 4 Maret 2017 pukul 18.00 WIB 10 Otoritas Jasa Keuangan, Pengumuman Pernyataan Pailit PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, http://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/pengumuman/pages/pengumuman-pernyataan-pailit- PT-Asuransi-Jiwa-Bumi-Asih-Jaya.aspx#sthash.9rustS4K.dpuf, diakses pada tanggal 4 Maret 2017 pukul 20.00 WIB. 2

melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi jiwa di Indonesia. Perusahaan ini didirikan sejak tahun 1967 oleh Karel Mompang Sinaga bersama dengan rekan-rekannya. 11 Namun seiring dengan meningkatnya persaingan ekonomi, PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya tidak dapat mengelola perusahaannya dengan baik dan tidak dapat memenuhi kriteria kesehatan keuangan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana telah ditetapkan. Melihat keadaan tersebut, pada Oktober 2013 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Perusahaan tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi jiwa dan diwajibkan menurunkan papan nama, serta menyelesaikan utang dan kewajiban. 12 Dalam rangka penyelesaian utangutangnya PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi dengan Putusan Nomor 408K/Pdt.Sus-Pailit/2015. 13 Pengaturan dan pelaksanaan permohonan penyataan pailit perusahaan asuransi jiwa memiliki perbedaan dengan permohonan pernyataan pailit perusahaan di sektor lain. Hal ini disebabkan karena apabila dilihat dari segi makro, bahwa dalam menjalankan perannya selaku lembaga keuangan non bank, perusahaan asuransi jiwa juga menjalankan fungsi utama bank dalam mengumpulkan dana jangka panjang masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada 11 Rozald Priadi Hatoguan Sihombing, 2007, Analisa Pengambilan Keputusan Investasi di PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dengan Pendekatan Good Corporate Governance dan SWOT, Tesis S-2 Magister Administrasi Bisnis, SBM ITB, Bandung, hlm. 1. 12 Otoritas Jasa Keuangan, Op.cit. 13 Mahkamah Agung RI, 2015, Putusan Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015, hal. 54. 3

masyarakat. Fungsi ini memiliki kaitan yang erat dengan kepercayaan masyarakat dalam menyalurkan dananya pada industri ini. Selain itu, perusahaan asuransi jiwa juga memiliki fungsi lain yang membedakannya dengan lembaga keuangan bank, yaitu dalam hal pemberian proteksi terhadap nilai ekonomi hidup masyarakat. 14 Pentingnya peran perusahaan asuransi jiwa dalam perekonomian dan kehidupan sosial menjadikan perusahaan asuransi jiwa sebagai salah satu industri jasa keuangan non bank yang perlu diawasi dan diatur secara khusus sebagaimana lembaga keuangan lainnya. Di Indonesia, kewenangan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan pada industri asuransi jiwa dimiliki oleh lembaga independen yang khusus menangani sektor jasa keuangan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan industri asuransi jiwa oleh OJK ialah kewenangan OJK dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi jiwa. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang menyatakan bahwa: Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 14 Radiks Purba, 1995, Memahami ASURANSI di Indonesia, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, hlm. 279. 4

Ketentuan mengenai permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi oleh OJK juga diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian yang dinyatakan sebagai berikut: Kreditor menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga. Namun ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian tersebut tidak sesuai dengan fakta dalam kasus permohonan pernyataan pailit Perusahaan Asuransi Jiwa PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Dalam kasus tersebut tidak terdapat kreditor yang melakukan permohonan pernyataan pailit PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya kepada OJK, akan tetapi OJK atas kehendaknya sendiri melakukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan tersebut. PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya selaku debitor dalam perkara permohonan pernyataan pailit beranggapan bahwa permohonan pernyataan pailit asuransi jiwa hanya dapat dilakukan apabila terdapat kreditor dari perusahaan asuransi jiwa yang mengajukan permohonan pernyataan pailit terlebih dahulu kepada OJK dan kemudian OJK menentukan persetujuan permohonan tersebut agar dapat diajukan ke Pengadilan Niaga, sebagaimana mengacu pada bunyi Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian. Pada pemeriksaan tingkat pertama perkara kepailitan ini, OJK beranggapan bahwa syarat permohonan pernyataan pailit telah terpenuhi dengan adanya kreditor lain yang merupakan para pemegang polis dan 5

terdapat pula utang yang telah jatuh tempo yang berupa klaim asuransi milik para pemegang polis yang belum terbayar oleh PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh OJK. Pertimbangan penolakan permohonan tersebut didasarkan pada tidak dapat dibuktikannya klaim asuransi pemegang polis sebagai utang yang dapat digunakan sebagai syarat permohonan pernyataan pailit. 15 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU maupun Undang-Undang Perasuransian tidak mengatur hal-hal yang menjadi dasar bahwa permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan oleh OJK atas kehendaknya sendiri tanpa adanya permohonan pernyataan pailit dari kreditor perusahaan asuransi jiwa kepada OJK sebelumnya. Hal ini bertentangan dengan fakta dalam perkara kepailitan ini dan menimbulkan ketidakpastian hukum, bahwa permohonan pernyataan pailit yang dimohonkan oleh OJK terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya ternyata dikabulkan oleh Mahkamah Agung. 16 Perihal lain yang menjadi permasalahan dalam perkara kepailitan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya ialah adanya ketidakpastian hukum terkait dalil OJK yang menyatakan bahwa klaim asuransi para pemegang polis PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dapat dikategorikan sebagai utang dan dapat menjadi dasar pemenuhan syarat permohonan pernyataan pailit. 15 Ibid., hal. 102 103. 16 Mahkamah Agung RI, Op.cit. 6

Menurut PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, klaim asuransi tidak dapat dikategorikan sebagai utang dan para pemegang polis bukan merupakan kreditor sebagaimana dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Hal ini didasarkan pada tidak adanya ketentuan perundangundangan yang menyatakan bahwa klaim manfaat asuransi yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih adalah utang. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas mengenai permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi jiwa PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana telah diputus dalam Putusan Mahkamah Agung No 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Apa dasar hukum yang menjadikan OJK tetap dapat melakukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya meskipun tidak terdapat permohonan pernyataan pailit dari kreditor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perasuransian? b. Bagaimana klaim asuransi para pemegang polis yang telah jatuh tempo dan belum terbayar oleh PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dapat dikategorikan sebagai utang dan dapat menjadi dasar 7

pemenuhan syarat permohonan pernyataan pailit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis permohonan pernyataan pailit PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya yang dimohonkan oleh OJK terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perasuransian maupun Undang-Undang Kepailitan dan PKPU b. Untuk mengetahui dan menganalisis dapat atau tidaknya klaim asuransi jiwa tertanggung yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dikategorikan sebagai utang yang menjadi dasar pemenuhan syarat permohonan pailit. 2. Tujuan Subyektif Memperoleh data serta informasi yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat, baik secara akademis maupun secara praktis. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan hukum di dalam bidang Hukum Dagang, khususnya 8

bagi mahasiswa agar kritis terhadap masalah hukum sekaligus dapat menemukan solusi hukum terkait dengan permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi jiwa oleh Otoritas Jasa Keuangan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Manfaat bagi Perusahaan Asuransi Jiwa Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan/atau pedoman bagi kalangan perusahaan di bidang jasa usaha asuransi jiwa untuk dapat mencegah terjadinya kepailitan perusahaan yang mengakibatkan kerugian di kemudian hari. b. Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi rekan mahasiswa mengenai permohonan pernyataan pailit Perusahaan Asuransi Jiwa oleh Otoritas Jasa Keuangan serta syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan pailit perusahaan asuransi jiwa. c. Manfaat bagi Penulis Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan pengetahuan dalam memahami kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi jiwa dan 9

ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal tersebut. E. Keaslian Penelitian Penulisan hukum ini adalah karya asli dari penulis dan sepengetahuan penulis, penulisan hukum tentang Kajian Hukum atas Permohonan Pernyataan Pailit PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya oleh Otoritas Jasa Keuangan belum ada yang membahas sebelumnya. Namun terdapat penulisan hukum yang berkaitan dengan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, yaitu : 1. Arthur Samosir, 2009, Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, Universitas Sumatera Utara Medan. Pada penulisan tersebut, penulis menitikberatkan pada kegunaan dan peranan polis asuransi terhadap pelaksanaan perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung sebagai objek penelitian. Selain itu, terdapat beberapa penulisan hukum yang berkaitan dengan kepailitan perusahaan asuransi jiwa, yaitu: 1. Isnandar Syahputra Nasution, 2009, Kewenangan Pengajuan Permohonan Pailit Terhadap Perusahaan Asuransi, Universitas Diponegoro Semarang. Pada penulisan tersebut, penulis menitikberatkan pada kewenangan Menteri Keuangan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi. 10

Pada Penulisan Hukum tersebut penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut: 1) Mengapa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa perusahaan asuransi itu hanya Menteri Keuangan saja yang berwenang mengajukannya? 2) Bagaimana pelaksanaan Pasal 2 Ayat 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bahwa permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan? 3) Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah asuransi jika perusahaan asuransi tersebut dipailitkan? apakah nasabah asuransi termasuk kelompok kreditor perusahaan asuransi dalam pailit dan termasuk kreditor apa nasabah perusahaan asuransi tersebut (apa kreditior separatis, atau kreditor preferen, ataukah kreditor konkuren)? Hasil penelitian yang didapat penulis dalam penulisan hukum tersebut sebagai berikut: 1) Perusahaan Asuransi sesuai dengan fungsinya yang menghimpun dan mengelola dana dari masyarakat dalam 11

jumlah besar melalui pengambilalihan resiko yang belum dapat dipastikan maka perusahaan asuransi memegang peranan penting dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian Negara. Sehingga kepailitan pada sebuah perusahaan asuransi akan menimbulkan banyak dampak negatif dari segi perekonomian mengingat banyak kepentingan yang terkait dengan jenis usaha yang satu ini, tidak hanya para kreditornya tetapi juga masyarakat luas dan pihak investor terutama investor asing yang tentunya akan enggan menanamkan modalnya jika terdapat ketidak pastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan perasuransian. Dengan demikian adanya kewenangan Menteri Keuangan tidak boleh diartikan memiliki kewenangan memutuskan pailit atau tidaknya suatu perusahaan asuransi melainkan hanya melakukan fungsi Pengawasan dan Pembinaan agar kepentingan pemegang polis tidak menjadi korban pihak lain yang akan mengajukan pailit; 2) Pelaksanaan Pasal 2 Ayat (5) sejak diundangkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang artinya sejak tahun 2004 hingga sekarang belum pernah ada kendala apa pun, hal ini karena sampai saat ini belum ada kreditor perusahaan asuransi yang mengajukan permohonan pailit kepada 12

Menteri Keuangan, sehingga memang masing aman-aman saja; 3) Kreditor (nasabah asuransi) dari suatu perusahaan asuransi yang telah dinyatakan pailit masuk dalam kategori kreditor preferen. Dengan demikian jika suatu perusahaan asuransi telah dinyatakan pailit maka nasabah pemegang polis asuransi dari perusahaan asuransi tersebut berhak mengajukan tuntutan pemenuhan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan melalui Pengadilan Negeri baik secara perdata maupun pidana. 2. Sungkowo Budi, 2013, Perlindungan Konsumen Jasa Asuransi terhadap Perusahaan Asuransi yang Dinyatakan Pailit Didasarkan Pada Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Universitas Jember. Pada penulisan tersebut, penulis menitikberatkan pada perlindungan terhadap konsumen jasa asuransi yang telah dinyatakan pailit. Pada Penulisan Hukum tersebut penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengawasan dan pembinaan Pemerintah dalam menumbuhkembangkan perasuransian di Indonesia? 13

2) Bagaimana tanggung jawab perusahaan asuransi terhadap konsumen jasa asuransi apabila dinyatakan pailit? 3) Apa konsekuensi hukum apabila perusahaan asuransi tidak mampu membayar klaim pihak konsumen jasa asuransi? Hasil penelitian yang didapat penulis dalam penulisan hukum tersebut sebagai berikut: 1) Pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam menumbuhkembangkan perasuransian diindonesia, menteri keuangan diberikan kewenangan dan perangkat lainnya termasuk didalamnya kewenangan untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap perusahaan asuransi. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam industri perasuransian dan lebih meningkatkan upaya perlindungan terhadap pemegang polis. Setelah dikeluarkannya undang undang nomor 21 tahun 2011 pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan asuransi di Indonesia beralih pada otoritas jasa keuangan bukan lagi ditangan badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan. Otoritas jasa keuangan juga melindungi konsumen jasa keuangan dengan cara pencegahan dan 14

penerimaan laporan terhadap tidak tanduk pelaku usaha yang merugikan konsumen jasa keuangan. 2) Tanggung jawab perusahaan asuransi jiwa ACELIFE terhadap konsumen jasa asuransi yang perusahaannya telah dinyatakan pailit yaitu untuk memberi ganti rugi atas apa yang telah diberikan oleh konsumen jasa asuransi terhadap perusahaan asuransi yang berupa premi. Tanggung jawab tersebut dilakukan oleh perusahaan reasuransi yang telah diikuti oleh perusahaan asuransi jiwa ACELIFE guna untuk menutup semua ganti rugi atau klaim yang dialami atau diajukan oleh para nasabah perusahaan asuransi jiwa ACELIFE. Ganti rugi tersebut dibayarkan sesuai dengan isi polis yang telah disetujui oleh para pihak yaitu antara perusahaan asuransi jiwa ACELIFE dengan para nasabahnya. 3) Konsekuensi hukum bila perusahaan asuransi tersebut terkena pailit dan tidak mampu membayar klaim konsumen jasa asuransi adalah perusahaan asuransi tersebut akan kehilangan hak untuk menguasai harta bendanya, pembatalan segala perbuatan hukum debitur atau tertanggung atau konsumen jasa asuransi, dan konsekuensi hukum yang terakhir adalah pemberian hak retensi pada konsumen jasa asuransi yaitu berupa hak 15

untuk menyita aset-aset yang dimiliki perusahaan asuransi tersebut sampai perusahaan asuransi tersebut melalui kuratornya dapat menubusnya kembali. 3. Anak Agung Intan Permata Sari, 2015, Kepailitan PT Asuransi Jiwa Buana Putra yang Izin Usahanya Telah Dicabut : Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 229 K/PDT.SUS-PAILIT/2013, Universitas Udayana Denpasar. Pada penulisan tersebut, penulis menitikberatkan pada keterkaitan pengajuan permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi terhadap izin usaha yang telah dicabut. Pada Penulisan Hukum tersebut penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut: 1) Apakah perusahaan asuransi yang izin usahanya telah dicabut dapat dipailitkan? 2) Siapakah yang dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya? Hasil penelitian yang didapat penulis dalam penulisan hukum tersebut sebagai berikut: 1) Perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya dapat dimohonkan palit dan apabila dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga maka harus diikuti dengan proses likuidasi yang berujung pada pembubaran perusahaan 16

mengingat perusahaan yang telah dicabut izin usahanya tidak dapat menjalankan usaha di bidang lain. 2) Tanpa mengurangi ketentuan Undang-Undang Kepailitan, ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa perusahaan asuransi yang izin usahanya telah dicabut dapat dimohonkan pailit oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan penelusuran dari skripsi dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Kajian Hukum atas Permohonan Pernyataan Pailit PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya oleh Otoritas Jasa Keuangan (Studi Kasus Putusan Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor belum ada yang membahasnya. Jika terdapat referensi yang terdapat dalam karya orang lain atau pihak lain, maka penulis akan menyebutkan sumbernya dengan jelas. 17