Bab V. Simpulan dan Rekomendasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

FAJAR DWI ATMOKO F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

I. PENDAHULUAN. Budaya kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia

PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

Mahendra (2009:10) juga memaparkan bahwa secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mereka secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Menurut World Health Organization (WHO (2010) remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP.

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP.

PENYELENGGARAAN KEGIATAN MOS DI SEKOLAH. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menanggulangi masalah kenakalan remaja disekolah, maka penulis mengambil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) A. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SATUAN PENDIDIKAN (SKL-SP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

202 Bab V Simpulan dan Rekomendasi 5.1. Simpulan Permasalahan penelitian yang telah dipaparkan pada bab I telah terjawab dengan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Berdasarkan tahapan analisis data dan temuan penelitian, penarikan simpulan dilakukan dengan metode induktif. Metode ini memulai simpulan dari hal yang bersifat khusus mengarah kepada hal yang bersifat lebih umum. Pertama, komponen fisik ruang publik (terdiri atas keberadaan ruang publik, kerapatan tumbuhan dan fasilitas) memiliki hubungan dengan komponen non fisik ruang publik (terdiri atas fungsi taman, estetika, aksesibilitas dan kenyamanan). Namun yang membedakannya adalah derajat keeratan hubungannya. Untuk taman yang berlokasi di sekitar rumah (taman lingkungan dan taman kelurahan), komponen fisik ruang publiknya sangat kuat berhubungan dengan komponen non fisik ruang publik. Hal ini membuktikan kebenaran bahwa taman lingkungan umumnya memiliki lokasi yang berada pada pusat lingkungan perumahan serta mudah diakses. Sehingga komponen fisik dan non fisiknya akan berhubungan sangat kuat bila dibandingkan dengan taman kota. Kedua, komponen fisik ruang publik berupa taman (terdiri atas keberadaan ruang publik, kerapatan tumbuhan dan fasilitas) berpengaruh terhadap pengembangan modal sosial (berupa kepercayaan dan relasi mutual; norma sosial dan nilai sosial; sikap proaktif dan partisipasi sosial; serta karakteristik keanggotaan dalam jaringan sosial). Masing-masing pengaruhnya didukung dengan derajat keeratan hubungan yang kuat. Hasil penelitian ini sejalan dengan makna bahwa kebutuhan akan identitas, muncul dalam berbagai slogan dengan berbagai tema yang menunjukkan eksistensi berupa jati diri. Identitas dari sebuah eksistensi adalah suatu proses dan dapat disamakan dengan jejak yang dibentuk oleh suatu kebudayaan.

203 Ketiga, baik untuk taman dengan jenis taman lingkungan dan taman kelurahan (taman di sekitar rumah) serta taman dengan jenis taman kecamatan dan taman kota (taman di sekitar sekolah), komponen fisik ruang publiknya (terdiri atas keberadaan ruang publik, kerapatan tumbuhan dan fasilitas) memiliki pengaruh terhadap peredam patologi sosial/kenakalan remaja (terdiri atas delinkuensi situasional dan delinkuensi sistematis). Hal yang membedakannya adalah derajat hubungan antar ke-dua hal tersebut. Untuk taman dengan jenis taman kecamatan dan taman kota, komponen fisik ruang publiknya memiliki pengaruh lebih kuat terhadap peredam patologi sosial/kenakalan remaja bila dibandingkan dengan taman berjenis taman lingkungan dan taman kelurahan. Hal ini diduga karena taman kota yang bersifat lebih makro, lebih mampu mengakomodir aktivitas dari remaja. Karena sifatnya yang lebih umum, maka akan lebih mudah untuk menunjukkan eksistensi identitas dari setiap remaja. Identitas dari eksistensi dikembangkan dengan tindakan memecahkan masalah nyata sehari-hari. Identitas dapat ditelusuri dengan upaya untuk memahami diri sendiri dan lingkungan. Keempat, untuk taman dengan jenis taman lingkungan dan taman kelurahan (taman di sekitar rumah) serta taman dengan jenis taman kecamatan dan taman kota (taman di sekitar sekolah), komponen non fisik ruang publik (terdiri atas fungsi taman, estetika, aksesibilitas dan kenyamanan) berpengaruh terhadap pengembangan modal sosial (berupa kepercayaan dan relasi mutual; norma sosial dan nilai sosial; sikap proaktif dan partisipasi sosial; serta karakteristik keanggotaan dalam jaringan sosial). Hal yang membedakannya adalah derajat keeratan hubungan. Untuk taman berjenis taman kota dan taman kecamatan, komponen non fisik ruang publik berpengaruh sangat kuat terhadap pengembangan modal sosial. Taman kota atau taman kecamatan berfungsi melayani seluruh masyarakat kota, sehingga kemungkinan untuk berinteraksi antar sesama bagian masyarakat lebih terbuka lebar bila dibandingkan dengan taman skala lingkungan dan taman kelurahan. Faktor dominan yang berpengaruh adalah adanya ilmu perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan yang memfokuskan interelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan sosial.

204 Kelima, bagi taman dengan jenis taman lingkungan dan taman kelurahan (taman di sekitar rumah) serta taman dengan jenis taman kecamatan dan taman kota (taman di sekitar sekolah), komponen non fisik ruang publik (terdiri atas fungsi taman, estetika, aksesibilitas dan kenyamanan) memiliki pengaruh terhadap peredam patologi sosial/kenakalan remaja (terdiri atas delinkuensi situasional dan delinkuensi sistematis). Pembedanya hanya terletak pada derajat keeratan hubungan. Untuk taman dengan jenis taman kecamatan dan taman kota, komponen non fisik ruang publik berpengaruh lebih kuat terhadap peredam patologi sosial bila dibandingkan dengan taman dengan jenis taman lingkungan dan taman kelurahan. Pada dasarnya pemerintah Kota Bandung lebih memperhatikan masalah taman kota dengan pemenuhan semua fasilitas pendukung yang akan berakibat terhadap peningkatan kondisi non fisiknya. Berbeda dengan taman di lingkungan yang menjadi tanggungjawab developer atau bahkan swadaya masyarakat. Sebuah taman yang telah memenuhi persyaratan non fisiknya, akan lebih berfungsi sebagai peredam patologi sosial dalam hal ini kenakalan remaja. Keenam, pengembangan modal sosial (berupa kepercayaan dan relasi mutual; norma sosial dan nilai sosial; sikap proaktif dan partisipasi sosial; serta karakteristik keanggotaan dalam jaringan sosial) berpengaruh sangat kuat terhadap peredam patologi sosial/kenakalan remaja (terdiri atas delinkuensi situasional dan delinkuensi sistematis). Hal ini sejalan dengan makna dari kemampuan bekerjasama siswa dalam menghadapi sekalian permasalahan hanya akan tumbuh jika terdapat saling percaya di antara unsur-unsur, kelompok, golongan yang ada. Pengembangan modal sosial akan berarti peningkatan dari hubungan baik di antara manusia dan dimungkinkan sebagai alat peredam patologi sosial. Ketujuh, secara simultan komponen fisik ruang publik dan komponen non fisik ruang publik memiliki pengaruh terhadap pengembangan modal sosial. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa pembangunan dan pengembangan ruang publik berupa taman harus diarahkan untuk dapat menghasilkan keluaran yang merupakan harmoni antara modal material fisik dengan modal sosial. Agar tidak

205 menghancurkan modal sosial; dan tidak terjadinya ketiadaan modal sosial yang terbukti dapat menghancurkan modal material fisik yang sudah dibangun. Kedelapan, secara simultan komponen fisik ruang publik dan komponen non fisik ruang publik memiliki pengaruh terhadap peredam patologi sosial. Ruang publik merupakan tanda fisik dari sebuah lingkungan masyarakat yang bermakna menunjukkan bukti eksistensi dari masyarakat tersebut. Eksistensi tersebut dapat meminimalisir bahkan memaksimalkan faktor situasional seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakter seting. Karena dinilai memiliki pengaruh, maka apabila ruang publik tidak mampu secara maksimal berperan secara fungsinya, maka akan berakibat pula pada patologi sosial yang semakin buruk karena akan meningkatkan gejala ketidaknyamanan. Pengaruhnya dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, stres, cemas, suasana hati yang kurang baik, prestasi belajar yang menurun, agresivitas meningkat, atau bahkan gangguan mental. Kesembilan, jika dilihat berdasarkan hubungan antara ruang publik, modal sosial, patologi sosial, dan pendidikan IPS, dengan adanya ruang publik berupa taman yang memadai baik dari segi fisik dan non fisik, dapat mencapai kompetensi keterampilan sosial sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS. Keterampilan sosial bermakna dapat memelihara hubungan sosial secara positif dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat dan pergaulan lingkungan yang lebih luas; dengan kata lain peningkatan modal sosial. Munculnya masalah-masalah sosial, dengan kata lain patologi sosial berupa kenakalan remaja; seperti tawuran antarpelajar, perkelahian, narkoba dan minum minuman keras adalah bentuk melemahnya keterampilan sosial dalam lingkup individu, keluarga, masyarakat bahkan negara. Hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara keberadaan ruang publik berupa taman, modal sosial, patologi sosial berupa kenakalan remaja, serta pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial/IPS. 5.2. Implikasi Simpulan penelitian telah membuktikan bahwa komponen fisik dan komponen non fisik ruang publik berupa taman berhubungan dan berpengaruh positif

206 terhadap pengembangan modal sosial dan peredam patologi sosial berupa kenakalan remaja. Jika dirumuskan dalam kalimat lain, semakin baik penyediaan dan pengembangan komponen fisik dan komponen non fisik taman, maka akan semakin mampu mengembangkan modal sosial siswa usia remaja dan semakin mampu meredam kenakalan remaja. Hasil penelitian tersebut memberikan implikasi berupa: Pertama, sebagai faktor penentu terhadap pengembangan modal sosial, faktor komponen fisik dan non fisik ruang publik berupa taman harus memperoleh perhatian penting. Komponen fisik ruang publik yang mencakup keberadaan ruang publik, kerapatan tumbuhan, dan fasilitas, serta komponen non fisik ruang publik yang mencakup fungsi, estetika, aksesibilitas, dan kenyamanan memberi implikasi bagi pencapaian sosial-moral remaja (siswa SMA Kota Bandung). Bentuk pencapaian sosial-moral tersebut berupa kemampuan mengorganisasi diri atau modal sosial struktural dan semangat kebersamaan sosial berupa kepercayaan dan relasi mutual, norma dan nilai sosial, serta sikap proaktif dan partisipasi sosial atau modal sosial kognitif. Jika keberadaan ruang publik, kerapatan tumbuhan, dan fasilitas dalam ruang publik sudah didesain dengan baik, maka fungsi, estetika, aksesibilitas, dan kenyamanan dari ruang publik berupa taman juga akan semakin kuat. Karena hal ini berkaitan dengan makna dan perasaan pengguna tentang tempat, yaitu ketika seseorang mengenal dan memahami ruang di sekitarnya. Konsep perasaan pengguna tentang tempat, dalam arti semakin seseorang memahami dan memiliki perasaan keterikatan yang kuat terhadap lingkungannya, maka akan semakin tinggi perasaan keterikatan dalam komunitasnya, sehingga terbentuk modal sosial yang tinggi. Kedua, komponen fisik dan non fisik ruang publik jelas merupakan faktor yang dapat secara positif mendukung peredam patologi sosial. Komponen fisik ruang publik yang mencakup keberadaan ruang publik, kerapatan tumbuhan, dan fasilitas, serta komponen non fisik ruang publik yang mencakup fungsi, estetika, aksesibilitas, dan kenyamanan memberi implikasi bagi menurunnya tingkat patologi sosial berupa kenakalan remaja, baik secara langsung maupun melalui

207 peningkatan modal sosial. Lingkungan sosial yang kondusif, di mana remaja dapat saling bersosialisasi dan merasa sebagai bagian dari komunitas dan merasa memiliki lingkungannya yang didetailkan ke dalam ruang tempat bersosialisasi karena apabila ruang publik berupa taman yang tersedia sudah berupa karya desain yang baik sebagai tempat yang estetis secara fisik, akan berimplikasi pada kesan yang mendalam sebagai tempat budaya dan karya seni yang bermutu sehingga pada akhirnya berimplikasi pada rasa percaya diri yang kuat, status dan martabat yang tinggi, berkreasi serta kemampuan mengekspresikan diri secara positif. Ketiga, modal sosial merupakan faktor yang dapat secara positif mendukung peredam patologi sosial. Pengembangan modal sosial berupa kepercayaan dan relasi mutual, norma dan nilai sosial, sikap proaktif dan partisipasi sosial, serta karakteristik keanggotaan dalam jaringan sosial memberi implikasi bagi keteraturan. Keteraturan sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Keteraturan tersebut dapat ditegakkan melalui kedisiplinan setiap anggota masyarakat khususnya remaja dalam memegang teguh sistem nilai dan sistem norma yang telah disepakati. Hal tersebut akan berimplikasi pada pengendalian sosial yang lebih lanjut akan berimplikasi pada penurunan patologi sosial (kenakalan remaja). Keempat, simpulan hipotetikal bahwa pendidikan IPS merupakan faktor penentu bagi pengembangan modal sosial dan peredam patologi sosial, serta ruang publik merupakan sumber belajar bagi pendidikan IPS, akan terbukti jika tujuan dari pendidikan IPS diimplementasikan dengan baik. Secara umum, tujuan dari pendidikan IPS adalah mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mendidik merupakan usaha sadar manusia mengorganisir lingkungan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses pembelajaran. Mengorganisir lingkungan adalah upaya sadar dengan melihat potensi lingkungan kemudian merespon peserta didik sehingga terjadi transformasi menuju pada terbentuknya proses pembelajaran.

208 Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Pola pembelajaran yang tidak hanya dibatasi sebagai sekolah saja agar tidak menjadikan pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat tidak bertanggung jawab dalam hal pendidikan. Oleh sebab itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting di dalam pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global. Selain itu, program pembelajaran yang mampu mengembangkan intelegensi akademik peserta didik perlu ditingkatkan, di mana program tersebut mampu mengembangkan seluruh spektrum intelegensi manusia baik jasmani dan rohani serta menjadikan manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya. Pembelajaran IPS akan bermakna bila dikaitkan dengan kehidupan nyata peserta didik dan dapat mengembangkan keterampilan hidup termasuk di dalamnya keterampilan sosial. Sesuai dengan dimensi IPS dalam kehidupan manusia, ruang merupakan salah satu dimensi yang utama. Melalui keberadaan ruang, adaptasi spasial dan eksploratif dapat tercapai sebagai contoh kompetensi dasar yang dikembangkan. Selain itu, alam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber daya dapat memenuhi dimensi dalam kehidupan manusia dari segi area dan substansi pembelajaran. Ruang publik berupa taman merupakan ruang yang dapat mewadahi kepentingan publik atau masyarakat umum. Perannya adalah sebagai salah satu elemen kota yang dapat memberikan karakter tersendiri, memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya, dapat meningkatkan kualitas ruang kota, sekaligus menjadi salah satu media pembelajaran pada peserta didik. Akhirnya secara umum, implikasi dari hasil penelitian ini adalah ruang publik berupa taman, kualitas ruang kota, modal sosial, dan patologi sosial berupa kenakalan remaja, serta pendidikan, merupakan benang merah yang tidak dapat terputus. Tingkatan sosial masyarakat yang baik (meningkatnya modal sosial dan

209 menurunnya patologi sosial), akan tercapai hanya bila terpenuhinya semua kebutuhan fisik serta keselamatan, keamanan, perlindungan, unsur visual, fungsi, susunan dan berlakunya kontrol terhadap lingkungan. Ruang publik berupa taman (baik secara fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Ruang publik dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Pemanfaatannya dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram. 5.3. Rekomendasi Merunut pada analisis dan hasil penelitian, rekomendasi ini dirumuskan kepada pihak yang dianggap memiliki kepentingan dengan hasil penelitian ini. Pihak tersebut adalah pemerintah, siswa didik usia remaja, pengembang kurikulum dan pengelola pendidikan IPS, serta para peneliti tingkat lanjut. Pertama, untuk pemerintah kota, di samping mempertimbangkan aspek fungsi secara fisik dari sebuah ruang publik berupa taman, patut dipertimbangkan pula aspek sosial dari keberadaan sebuah ruang publik. Ruang publik mempunyai pengaruh terhadap pengembangan sosial dan peredam patologi sosial (dalam hal ini adalah kenakalan remaja). Hal ini dapat dikatakan bahwa lingkungan fisik (ruang publik) mempengaruhi langsung terhadap perubahan perilaku manusia. Begitu pula ruang publik selain secara fisik mempengaruhi perilaku manusia, juga secara non fisik mempengaruhi perilaku manusia. Kedua, untuk siswa didik usia remaja, perilaku melanggar status, membahayakan diri sendiri, menimbulkan korban materi pada orang lain, dan perilaku menimbulkan korban fisik pada orang lain merupakan bentuk kenakalan remaja. Perilaku melanggar status merupakan perilaku dimana remaja suka melawan orang tua, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit. Perilaku membahayakan diri sendiri, antara lain mengendari kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, menggunakan narkotika, menggunakan senjata, keluyuran malam, dan pelacuran. Perilaku menimbulkan korban materi, yaitu perilaku yang

210 mengakibatkan kerugian pada orang lain, misalnya: mencuri dan mencopet, merampas Perilaku menimbulkan korban fisik pada orang lain adalah perkelahian, menempeleng, menampar, melempar benda keras, mendorong sampai jatuh, menyepak, dan memukul dengan benda. Agar tidak menyesal dikemudian hari, hal-hal yang dapat dilakukan sejak dini adalah berupa mengintegrasikan aspek: 1) Aspek konsep diri kritik, jika ingin memiliki rasa mampu yang realistis, individu harus terbuka terhadap kelemahan diri, harus bersedia menerima umpan balik dari orang lain sebagai suatu kritik yang membangun, bukan sebagai kritik yang bertujuan untuk menjatuhkan; 2) Aspek harga diri adalah komponen penting dan domain dalam konsep diri individu. Harga diri berperan sebagai penilai bagianbagian diri yang menghasilkan rasa suka, tidak suka, puas, tidak puas, dan lainlain. Keterbukaan diri dan keyakinan diri dibutuhkan untuk menghasilkan penilaian yang tepat dan membuat pemahaman diri berkembang. Perkembangan pemahaman diri akan menumbuhkan perasaan berhasil dan perasaan mampu yang berperan sebagai kendali internal untuk mengarahkan perilaku; 3) Aspek integrasi diri, menunjuk pada kemampuan individu dalam membuat kesesuaian antara penilaian dan kenyataan yang ada. Individu akan memiliki integrasi diri yang baik jika dapat memenuhi kesesuaian penilaian dan kenyataan, karena mencoba realistis dalam membuat penilaian diri; 4) Aspek keyakinan diri, menggambarkan sejauhmana keyakinan individu dalam menilai diri sendiri. Individu yang tidak yakin akan dirinya, siapa, dan bagaimana keadaannya, akan mempunyai gambaran diri yang tidak tepat. Penilaian yang tepat dan sesuai dengan kenyataan membutuhkan keyakinan diri yang kuat. Keyakinan yang kuat bahwa penilaian sudah dilengkapi dengan keterbukaan akan kelemahan diri, agar gambaran diri (konsep diri) yang terbentuk menjadi tepat (realisitis). Ruang publik adalah sarana bagi mengaktualisasikan diri kepada hal positif. Melalui ruang publik pun keempat aspek tersebut dapat tercapai. Ketiga, untuk pengembang kurikulum dan pengelola pendidikan IPS, materi dan metode pembelajaran IPS dapat disajikan secara menarik dan bervariatif yang relevan dengan aspek sosial budaya dan lingkungan masyarakat lokal. Kajian dan ruang lingkup IPS dapat berupa pengenalan dan penelahaan pada lingkungan di sekitar siswa melalui ruang publik sebagai salah satu sumber belajar. Diharapkan

211 dapat mengembangkan modal sosial siswa dan mampu meredam patologi sosial (kenakalan remaja). Keempat, penelitian ini dilakukan melalui metode kuantitatif dan bersifat pembuktian terhadap adanya hubungan dan pengaruh antar keberadaan ruang publik, pengembangan modal sosial, dan peredam patologi sosial. Hal ini berakibat tidak secara utuh mampu mengekplorasi persepsi maupun kondisi psikologi dari siswa usia remaja. Hal lainnya adalah tidak terakomodirnya bentuk ruang publik yang sangat berperan dalam pengembangan modal sosial dan peredam patologi sosial. Dalam hal analisis, taman dan SMA tidak dihitung berdasarkan radius, karena Kota Bandung dianggap belum memiliki taman yang sesuai dengan kriteria terpilih dan kuesioner yang disebarkan pada responden tidak secara detail membahas pelaku pendidikan lainnya (contoh: guru). Oleh karena itu untuk peneliti tingkat lanjut, dapat melanjutkan penelitian ini dari sisi yang tidak terungkap secara kuantitatif dalam penelitian ini dan menghasilkan bentuk sebuah ruang publik yang efektif bagi pengembangan modal sosial dan peredam patologi sosial.