1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) dapat menyebabkan gangguan pendengaran sehingga menimbulkan dampak yang serius terutama bagi anakanak, karena dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang pada komunikasi anak, perkembangan bahasa, proses pendengaran, psikososial dan perkembangan kognitif serta kemajuan pendidikan (Djaafar, 2007) OMSK adalah suatu infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti perforasi pada membran timpani dengan riwayat keluarnya cairan bening atau keruh dari telinga (ottorhea) selama lebih dari 2 bulan, baik menetap atau hilang timbul (Djaafar, 2007). Penyakit OMSK sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 2, OMSK tipe mukosa (jinak) dan OMSK tipe tulang (ganas). Pada OMSK tipe mukosa jarang terjadi komplikasi yang berbahaya sebaliknya pada OMSK tipe tulang lebih berpotensi untuk menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Soepardi, 2007) Gejala Otitis Media Supuratif Kronik antara lain telinga berair yang bersifat purulen atau mukoid, gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo (Djaafar, 2007). Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatoma seperti abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis, meningitis abses otak dan hidrosefalus otitis (Helmi, 2005) Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe / jenis OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik (Soepardi EA., 2007). OMSK merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di Negara maju seperti inggris sekitar 0,9% pada anak-anak dan 0,5% pada orang dewasa, di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan
2 Negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggris kurang dari 1% (Lasminingrum, 2000) Beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair (WHO, 2004). Kejadian OMSK, dengan atau tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga umum di negara-negara berkembang. Di India, dilaporkan terdapat 17,4% penderita dengan otitis media kronis dari seluruh penderita yang berobat ke salah satu klinik THT, 15% diantaranya dijumpai kolesteatoma, dan 5% mengalami komplikasi (Vikram, 2008). ` Otitis medis menunjukkan prevalensi sebesar 13,2% (Maharjan, 2006), merupakan penyakit infeksi yang paling sering menyebabkan gangguan dengar konduktif sementara pada anak usia sekolah. Angka kejadian gangguan dengar pada anak sekolah dengan otitis media adalah 57% (Williams, 2009) di Australia dan 75,38% dari tersangka otitis media di Indonesia menurut Ratunanda (2003) dalam Hartanto (2013). Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK (Boesoirie, 2007) Dari survey pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden otitis media supuratif kronik (atau yang oleh orang awam dikenal sebagai congek ) sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Yang berarti bahwa dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK menurut Abis (2001) dalam Kurniadi. Data Poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2002 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Amaleen (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh penderita OMSK sebanyak 59 orang. Penelitian yang dilakukan oleh Tala pada Mei 2009-Agustus 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh penderita OMSK sebanyak 47 orang.
3 Pada penelitian deskriptif terhadap 119 penderita dari tahun 2006-2010. Sekitar 28,57% penderita dijumpai pada tahun 2010, sekitar 31,93% terjadi pada usia 11-20 tahun, sekitar 53,78% laki-laki, dan sekitar 38,66% pada telinga kanan. Sebanyak 68,91% terjadi akibat riwayat otitis media berulang dan 61,34% dengan keluhan utama telinga berair. Gejala dan tanda klinis yang sering terjadi adalah telinga berair (76,47%) dan perforasi membran timpani (74,79%), baik perforasi atik (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), dan total (48,74%). Gangguan pendengaran terbanyak adalah tuli konduktif (58,82%) (Asroel, 2013). Bentuk modifikasi dari attico-antrostomy yang dapat disubstitusikan untuk prosedur kanal dinding bawah adalah canal wall window (CWW) timpanomastoidektomi (Hossain et al., 2010). Menurut Vrabec (1999) Delayed facial palsy (DFP) didefinisikan sebagai disfungsi yang terjadi lebih dari 72 jam pasca operasi. JT Wrabec melaporkan 7 kasus DFP setelah operasi timpanomastoidektomi, yang mewakili 1,4% dari semua kasus (n, 486) dan 1,9% dalam kasus revisi (n, 155). Pasien yang menjalani timpanomastoidektomi kanal dinding atas memiliki tingkat lebih tinggi dari operasi revisi, terutama mereka dengan kolesteatoma (Azevedo et al., 2013). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan suatu penelitian tentang bagaimana karakteristik penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) yang dilakukan tindakan operasi timpanomastoidektomi di RSUP H. Adam Malik?
4 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) yang dilakukan tindakan operasi timpanomastoidektomi di RSUP H. Adam Malik. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan usia dan jenis kelamin b. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan pekerjaan c. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis OMSK d. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan gejala klinis e. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis gangguan pendengaran f. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan gambaran foto polos mastoid g. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis perforasi h. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan pola kuman i. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK berdasarkan komplikasi 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk: 1.4.1. Bagi Instansi Kesehatan Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi guna membantu tenaga kesehatan untuk mengetahui gambaran penyakit otitis media supuratif kronik.
5 1.4.2. Bagi Pendidikan Diharapkan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 1.4.3. Bagi Masyarakat Diharapkan agar penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gambaran penyakit otitis media supuratif kronik. 1.4.4. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman yang berharga dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah serta mengingkatkan pengetahuan peneliti akan gambaran penyakit otitis media supuratif kronik.