BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia resmi dimulai tanggal 1 Januari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa, dan negara. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. seperti jalan, jembatan, rumah sakit. Pemberlakuan undang-undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penggalian potensi penerimaan dalam negeri akan terus

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI RIAU

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB 1 PENDAHULUAN. telah terjadi pembaruan didalam manajemen keuangan daerah. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia resmi dimulai tanggal 1 Januari tahun 2001. Menurut pemerintah, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, sejak saat itu administrasi pemerintahan dan sistem pembangunan daerah di Indonesia mengalami perubahan dari sentralistik menjadi desentralisasi. Pelaksanaan sistem pemerintahan yang baru tersebut dikenal juga dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut harus diikuti dengan pengalokasian dana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan pembangunan di daerah (Money Follow Function). Pelaksanaan otonomi daerah dan azas desentralisasi di setiap daerah membawa konsekuensi yang besar terhadap pengelolaan keuangannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka setiap daerah diberi wewenang dan tanggung jawab yang luas untuk menggali dan mengelola sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah seoptimal mungkin sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Disamping itu jauh sebelumnya, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 juga memberikan peluang yang cukup besar untuk menggali dan mengelola penerimaan pendapatan asli daerah secara 1

optimal. Lahirnya kedua undang-undang tersebut terutama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 semakin memberikan kewenangan yang lebih jelas kepada daerah kabupaten dan kota untuk memungut dan mengelola pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan keuangan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah atau yang sering disebut dengan PAD (Mardiasmo, 2004). PAD sebagai salah satu komponen penerimaan daerah diharapkan dapat menjadi sumber yang potensial sebagai sumber pembiayaan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dalam menjalankan pelaksanaan otonomi daerah pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk merencanakan dan mengupayakan penerimaan semua potensi penerimaan daerah sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku, salah satunya adalah mengoptimalkan penerimaan pajak daerah sebagai salah satu komponen utama dalam PAD. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007). Di Indonesia, pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat besar kontribusinya dalam membiayai kebutuhan belanja negara dan pembangunan nasional, dimana hal tersebut tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang sering disebut APBN (Hasannudin dan Heince R. N. Wokas, 2013). 2

Pajak termasuk sumber penerimaan yang memiliki kontribusi terpenting bagi negara. Pajak dapat menentukan kelancaran pembangunan suatu negara maupun daerahnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya kegiatan negara maupun daerah yang bergantung dari penerimaan pajak tersebut. Berdasarkan wewenang pemungutan pajak digolongkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Tujuan dari penggolongan pajak ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekacauan dalam proses pemungutan pajak karena hierarki pemerintahan di Indonesia terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah kemudian pemerintah daerah dibagi lagi menjadi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Maka dari itu sangat jelas tujuan dari penggolongan pajak ini agar setiap pihak bertanggung jawab atas pemungutan pajaknya masing-masing dan tidak mencampuri pemungutan pajak yang menjadi kewenangan dari pihak lain (Ismail, 2012). Pajak daerah merupakan sumber penerimaan yang potensial di Provinsi Sumatera Barat. Pada data Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Barat yang didapatkan dari BAKEUDA Provinsi Sumatera Barat, terlihat besarnya total pajak daerah pada akhir tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 983.602.412.906 dengan persentase sebesar 80,04% dari total pendapatan asli daerah sebesar Rp. 1.224.414.657.998. Hal ini menunjukan pajak daerah sangat potensial memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah. Dalam komponen pajak daerah, pajak kendaraan bermotor adalah salah satu jenis pajak yang paling besar kontribusinya, terlihat dari total pajak kendaraan bermotor yaitu sebesar Rp.330.312.328.813 dengan persentase sekitar 40% dibanding jenis pajak provinsi lainnya yang hanya sekitar 21% untuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor, 3

35% untuk bea balik nama pajak kendaraan bermotor dan sisanya 4% untuk pajak air permukaan. Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu jenis pajak provinsi yang dipungut oleh daerah Provinsi Sumatera Barat yang didasari atas Peraturan Pemerintah Daerah Sumatera Barat Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah tersebut merupakan legalitas untuk mengatur pajak daerah di Provinsi Sumatera Barat sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pajak dengan harapan akan dapat meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Pajak kendaraan bermotor sebagai sumber pendapatan dalam pembiayaan pembangunan perlu dikelola dengan baik, yang dalam hal ini dibutuhkan berbagai kebijakan yang lebih komprehensif, dan efektif dalam pengelolaannya. Pemerintah daerah diharapkan mampu menerapkan kebijaksanaan mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah. Dalam struktur Pendapatan Asli Daerah pemerintah Provinsi Sumatera Barat penerimaan pajak kendaraan bermotor ini merupakan alternatif utama dan sangat potensial untuk membantu dan mengatasi keterbatasan dana pembangunan disamping sumber-sumber dana yang lainnya. Hal ini dilihat dengan adanya usaha-usaha dari pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pajak dan juga karena semakin meningkatnya jumlah penduduk yang memiliki kendaraan bermotor yang diharapkan mampu menjadi salah satu sumber PAD yang potensial (Hamzah, 2007). Provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi penerimaan daerah yang beragam seharusnya mengoptimalkan penerimaan pajak kendaraan bermotor sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Kemampuan menggali potensi 4

sumber penerimaan daerah tersebut harus diikuti kemampuan penetapan target yang sesuai dengan potensi sebenarnya serta kemampuan dalam menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemungutannya. Kemampuan tersebut akan meningkatkan penerimaan dan menciptakan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Badan Keuangan Daerah (BAKEUDA) Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang merupakan bagian dan pelengkap dalam membantu pelaksanaan tugas-tugas Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan otonomi daerah. BAKEUDA Provinsi Sumatera Barat mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang pemungutan, penghimpunan serta pengelolaan penerimaan pajak daerah. Berdasarkan uraian diatas diketahui Pendapatan Asli Daerah merupakan indikator penting dalam pelaksanaan otonomi daerah yang dapat mencerminkan keberhasilan dan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan daerah sesuai dengan azas desentralisasi. Salah satu sumber penerimaan daerah yang berkontribusi cukup besar dalam Pendapatan Asli Daerah adalah pajak daerah. Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi penerimaan daerah yang cukup besar sehingga diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan pajak daerah salah satunya yakni pajak kendaraan bermotor. Pajak kendaraan bermotor merupakan sumber penerimaan pajak daerah memberikan kontribusi paling besar. Namun demikian, belum diketahui bagaimana kinerja dari penerimaan pajak kendaraan bermotor tersebut. Oleh sebab itu maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul Analisis Kinerja Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Sumatera Barat. 5

1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat pertumbuhan riil pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016? 2. Bagaimana tingkat efisiensi penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016? 3. Bagaimana tingkat efektifitas penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016? 4. Bagaimana tingkat elastisitas penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016? 1.3. Tujuan Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan menganalisis tingkat pertumbuhan riil penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016. 2. Mengetahui dan menganalisis tingkat efisiensi penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016. 3. Mengetahui dan menganalisis tingkat efektifitas penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016. 4. Mengetahui dan menganalisis tingkat elastisitas penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat tahun 2012-2016. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis. 6

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, pemahaman dan wawasan yang lebih luas tentang sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari pajak serta proses penetapannya, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dalam organisasi sektor publik. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan kepada pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah dalam merumuskan kebijakan ekonomi dengan terkait dan pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. Juga bagi mahasiswa, dengan adanya penelitian ini bisa dijadikan referensi dalam penelitian sejenis yang akan dilakukan selanjutnya sebagai penelitian lanjutan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian akan dapat dilakukan secara terarah dan lebih fokus atas masalah yang diteliti, maka perlu adanya ruang lingkup penelitian, yaitu dengan penelitian menggambarkan bagaimana pertumbuhan riil penerimaan pajak kendaraan bermotor, tingkat rasio efisiensi, tingkat rasio efektivitas, dan tingkat elastisitas penerimaan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Barat, dalam hal ini dilihat dari pengaruh target pajak kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah terhadap realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor Provinsi Sumatera Barat. Karena keterbatasan data, maka waktu penelitian yang digunakan dimulai tahun 2012-2016 menggunakan data sekunder. Lokasi penelitian yaitu Kantor Badan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat. 7

1.6. Sistematika Penelitian Sistematika penelitian ini terdiri dari 6 Bab yaitu : Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi Penelitian, Bab IV Gambaran Umum Daerah Penelitian, Bab V Temuan Empiris dan Implikasi Kebijakan dan Bab VI Penutup. BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan latar belakang penelitian, dari latar belakang yang telah diuraikan maka diperoleh rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian. Berdasarkan rumusan masalah maka akan diperoleh tujuan dari penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pada akhir bab ini akan dijelaskan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Menguraikan teori-teori dan penelitian terdahulu yang dijadikan landasan dalam melakukan penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model metode penelitian dan deskripsi analisis data yang akan digunakan. BAB IV : GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Pada bab ini akan menguraikan kondisi umum daerah dan kemudian menjelaskan kondisi geografis daerah penelitian, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Barat, perkembangan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Sumatera Barat, perkembangan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, perkembangan pertumbuhan pajak daerah Sumatera Barat, dan kontribusi pajak 8

kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Provinsi Sumatera Barat selama periode 2012-2016. BAB V : TEMUAN EMPIRIS DAN IMPIKASI KEBIJAKAN Dalam bab ini memuat hasil dan pembahasan dari analisa data yang telah diteliti serta merumuskan kebijakan apa yang perlu dan bisa diambil dalam penelitian ini. BAB VI : PENUTUP Bab ini menjelaskan kesimpulan singkat dari penelitian yang telah dilakukan dan juga berisi saran untuk berbagai pihak. 9