BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembuluh darah dimana keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

I. PENDAHULUAN. Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB 3 METODOLOGI. Tingkat Risiko MSDs Pekerja Konstruksi. Keluhan MSDs. Gambar 3.1. Kerangka Konsep. 32 Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bambang, 2008 mengemukakan 3 (tiga) sikap kerja yaitu: duduk, duduk berdiri, dan berdiri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan tersebut. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB I PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah pada. muskuloskeletal paling umum dan saat ini menjadi masalah paling luas

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB V PEMBAHASAN. yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. dari berbagai sebab (kelainan tulang punggung/spine sejak lahir, trauma,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN.

I. PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB 1 PENDAHULUAN. ergonomi yang kurang tepat yaitu Musculoskeletal disorder (MSDs). Keluhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO)

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang dipakai. Menurut American Hospital Association, 1974 dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Lama Duduk Sebelum Istirahat Dalam Berkendara

BAB I PENDAHULUAN. Health Association) adalah beberapa kondisi atau gangguan abnormal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan


BAB I PENDAHULUAN. Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tipe masalah ergonomi yang sering dijumpai ditempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. permanen dalam bekerja. Pada tahun 2010 World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manual yang memerlukan tuntutan dan tekanan secara fisik yang berat. Aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

GAMBARAN POSISI KERJA DAN KELUHAN GANGGUAN MUSCULOSKELETAL PADA PETANI PADI DI DESA KIAWA 1 BARAT KECAMATAN KAWANGKOAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan suatu produksi. Tidak sedikit proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PERBAIKAN METODE KERJA OPERATOR MELALUI ANALISIS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan kesehatan kerja, yang merupakan perlindungan tenaga kerja terhadap

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

Low back pain ( LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan

sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Pentingnya transportasi terlihat pada

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Akibat Kerja (PAK) 1. Definisi PAK Penyakit akibat kerja (PAK) merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja dalam hubungan dengan kerja, baik faktor risiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi (2,5). Beberapa penyakit akibat kerja mempunyai penyebab yang berbeda- beda, salah satu penyebabnya dilihat dari faktor pekerjaan (26). Penetapan diagnosa suatu penyakit akibat kerja dapat dilakukan saat pemeriksaan kesehatan berkala, yang telah ditetapkan oleh tenaga kesehatan yang kompetan dibidangnya, dengan dasar pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi lingkungan kerja (4). 2. Faktor-faktor PenyebabPAK Faktor-faktor penyebab PAK dapat disebabkan dalam proses kerja, lingkungan kerja maupun cara kerja. Secara umum faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan, yaitu (4,10) : a. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik. b. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. c. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur. d. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja. e. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

3. Prevalensi PAK Hasil laporan terkait pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013 bahwa jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan sebanyak 428.844 kasus (8). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 9.482 pekerja di 12 kabupaten atau kota di Indonesia, umumnya gangguan penyakit akibat kerja yang dialami berupa penyakit musculoskeletal (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (3%) dan gangguan THT (1,5%) (8). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja di unit spinning I bagian ring frame PT.Pisma Putra tekstil Pekalongan didapatkan hasil sekitar 60.6% frekuensi kapasitas vital paru pekerjanya mengalami retriksi berat (27). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja pembuat batu bata di Kampung Gandaria Kabupaten Bekasi didapatkan hasil ada hubungan antara PAK dengan pekerja pembuat batu bata dengan faktor kimiawi dengan nilai p value = 0,003 (p<0,05) dan OR = 4,857, faktor biologi dengan nilai p value = 0,003 (p<0,05) dan OR = 4,607, dan faktor ergonomic dengan nilai p value = 0,000 (p<0,05) dan OR = 4,857(14). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja Handycraft didapatkan hasil 100% pekerja mengeluh sakit punggung (26). 4. PencegahanPAK Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja (1,9,30) : a. Pencegahan primer (Health Promotion) 1) Perilaku kesehatan 2) Faktor bahaya di tempat kerja 3) Perilaku kerja yang baik 4) Olahaga 5) Gizi seimbang b. Pencegahan sekunder (Spesific Protection) 1) Pengendalian melalui perundang-undangan 2) Pengendalian administrative, misal : rotasi kerja

3) Pengendalian teknis dan APD 4) Pengendalian jalur kesehatan, missal : imunisasi c. Pencegahan tersier (Early Diagnosis and Prompt Treatment) 1) Pemeriksaan kesehatan pra kerja (29) 2) Pemeriksaan berkala (29) 3) Survailens 4) Pemeriksaan lingkungan secara berkala 5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja 6) Pengendalian segera di tempat kerja B. Musculoskeletal Disorders(MSDs) 1. Definisi MSDs Menyelaraskan aspek ergonomi antara mesin dengan pekerja sangat penting dilakukan untuk meminimalkan gangguan fisik dan mental yang dialami oleh pekerja (1). Posisi kerja merupakan salah satu faktor ergonomi yang dapat menimbulkan keluhan Musculoskeletal Disorders(MSDs) (1). Musculoskeletal Disorders(MSDs) merupakan salah satu gangguan ergonomi yang sering dialami oleh pekerja yang menitikberatkan pada kekuatan dan ketahanan pekerja dalam melakukan pekerjaannya (2). Posisi kerja yang tidak sesuai seperti punggung yang terlalu membungkuk, leher yang mendongak ke atas maupun bawah, dan posisi tidak ergonomis lainnya berisiko menyebabkan gangguan pada otot, tendon maupun saraf yang memicu terjadinya keluhanmsds (1,2,9). Gangguan Muskuloskeletal Disorders(MSDs) yang tidak segera ditangani dengan segara dapat menimbulkan gangguan kronis yang berakibat temporary hingga permanen (2). 2. Gejala MSDs Keluhan musculoskeletal dapat ditandai dengan rasa sakit pada anggota tubuh, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gangguan tidur dan rasa terbakar, gemetar, rasa lemas atau kehilangan

daya koordinasi tangan hingga susah untuk digerakan (30,31). Gangguan Musculoskeletal dikelompokkankedalam dua jenis yaitu (2) : a. Keluhan sementara (reversible) Keluhan sementara (reversible) adalah keluhan yang dirasakan apabila ototmenerima beban statis. Keluhan akan hilang saat beban dihilangkan. b. Keluhan menetap (persistent) Keluhan menetap (persistent) adalah keluhan yang bersifat menetap. Keluhan akan tetap dirasakan walaupun bebandihilangkan.gambaran tentang gejala MSDs dapat dilihat dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM) yaitu dengan melihat tingkat keluhan sakit dan tidak sakit pada 9 anggota tubuh. Hasil NBM dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk menentukan tingkat dan jenis keluhan otot yang dirasakan oleh para pekerja sehingga dapat dilakukan intervensi lanjutan (2,5,32). 3. Faktor risiko MSDs Faktor risiko ergonomi adalah karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan atau memperparah gejala MSDs (33). Faktor-faktor yang mempengaruhi MSDs yaitu : a. Faktor pekerjaan (Work Factors) Faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya MSDs, yaitu: 1) Postur tubuh Postur kerja adalah berbagai posisi dari anggota tubuh pekerja selama aktivitas pekerjaan berdasarkan posisi tubuh dan pergerakan (34). Postur tubuh terbagi atas : a) Postur netral (Neutral Posture) Postur netral adalah postur dimana seluruh bagian tubuh berada pada posisi yang seharusnya dan kontraksi otot tidak berlebihan sehingga bagian organ tubuh, jaringan, saraf dan tulang tidak mengalami kontraksi dan penekanan yang berlebihan (30).

b) Postur janggal (Awkward Posture) Postur janggal adalah postur dimana posisi tubuh seperti tungkai, sendi, dan punggung menyimpang dari posisi seharusnya saat melakukan aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh untuk melawan beban dalam jangka waktu yang lama (30). Postur tubuh yang janggal dapat menyebabkan kerusakan mekanik pada otot, ligament dan sendi sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka (1,2,9). Semakin lama bekerja dengan postur yang janggal maka dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin besar (30,36). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja panen kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara XIII didapatkan hasil posisi kerja yang dilakukan pekerja panen kelapa sawit di PTPN XIII merupakan posisi kerja yang terlalu membungkuk berisiko menimbulkan MSDs (18). 2) Frekuensi postur janggal Frekuensi terjadinya postur tubuh yang janggal secara terus menerus mengakibatkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, dan trauma mekanis (9,28). Semakin banyak gerakan repetitive dalam suatu aktivitas akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar apabila ditambah dengan gaya/beban dan postur janggal (1,2,9). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja pembuat tempe di Kelurahan Bandung rejo Kabupaten Demak didapatkan hasil bahwa ada hubungan gerakan repetitive dengan keluhan MSDs(25). 3) Durasi Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya (2). Klasifikasi durasi, yaitu : (a) Durasi singkat : <1 jam/hari (b) Durasi sedang : 1-2 jam/hari

(c) Durasi lama : >2 jam Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja pengemudi travel didapatkan hasil bahwa pengemudi travel yang bekerja lebih dari 2 jam/hari merasakan pegal dan sakit pada bagian punggung dan leher (36). 4) Beban angkat Gaya adalah usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan. Pekerjaan dengan menggunakan tenaga yang besar akan memberikan beban yang besar juga pada otot, ligament, sendi dan tendon. Beban maksimum yang diperbolehkan seseorang untuk diangkat adala 23-25kg (1). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja pembuat wajan di Kelurahan Cepogo Boyolali didapatkan hasil bahwa terdapat keluhan di tangan kiri karena menahan wajan yang sedang ditempa(12). 5) Getaran Getaran adalah gerakan bolak-balik yan ada di sekitar titik keseimbangan yang mana sangat dipengaruhi oleh energy yang diberikan (37). Getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, dan trauma mekanis (9,28). Getaran berpotensi menimbulkan keluhan LBP ketika seseorang menghabiskan waktu lebih banyak di kendaraan (38).Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja supir bus trayek Bitung- Manado didapatkan hasil ada hubungan antara getaran dengan keluhan musculoskeletal(p value=0,003) (39). 6) Tekanan panas Temperatur yang rendah maupun tinggi dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, dan trauma mekanis yang dapat mengakibatkan ataupun memperparah terjadinya keluhan MSDs (9,28). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan pada pekerjapengupas kelapa di Kecamatan Kauditan didapatkan hasil bahwa suhu lingkungan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p value = 0,193) (40). b. Faktor individu (Personal Factors) Faktor individu adalah karakteristik individu yang dapat mengakibatkan keluhan MSDs. Faktor individu yang bisa menyebabkan terjadinya MSDs, yaitu : 1) Umur Pertambahan umur menyebabkan penurunan fungsi tendon, otot, ligament, dan sendi yang akan meningkatkan stress mekanik sehingga mengakibatkan terjadinya keluhan MSDs (4). Meningkatnya usia, tulang akan mengalami degenerasi saat seseorang berusia 30 tahun (34). Umumnya keluhan otot mulai dirasakan pada usia 25-65 tahun. Keluhan pertama akan dirasakan sekitar usia 35 tahun dan akan terus meningkat dengan bertambahnya umur (9,10). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja mekanik bengkel sepeda motor X di Semarang didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara umur dengan keluhan MSDs(15). Meningkatnya umur akan terjadi degenerasi pada tulang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (34). 2) Jenis kelamin Jenis kelamin sangat mempengaruhi risiko keluhan MSDs. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria (41). Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa wanita memiliki potensi berisiko 2 kali mengalami LBP (42). Hal ini terjadi

karena secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. 3) Masa kerja Masa kerja adalah sesuatu yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan dihitung mulai dari pertama masuk hingga sekarang masih bekerja pada tempat yang sama (43). Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi risiko terjadinya keluhan MSDs. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerjadi Bagian Finishing Unit Coating PT. Pura Barutama Kudus didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara kejadian MSDs dengan masa kerja (pvalue = 0,015) (44). 4) Indeks Masa Tubuh (IMT) Kesesuaian antropometri pekerja terhadap alat akan mempengaruhi sikap kerja, tingkat kelelahan, kemampuan kerja dan produktivitas kerja (43). Nilai IMT didapatkan dari hasil berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter(m 2 ) (45). Tabel 2.1 Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT) (46) Kurus Normal Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat berat IMT <17.0 17.0-18.5 >18.5-25.0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat >25.0-27.0 >27.0

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja pengemudi travel didapatkan hasil bahwa 90.4% orang pengemudi travel memiliki indeks masa tubuh >25 dan merasakan keluhan MSDs (36). 5) Kebiasaan Olahraga Kebiasaan olahraga dapat melatih kerja fungsi-fungsi otot (2). Pada saat berolahraga ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu frekuensi, intensitas dan durasi (5,28,34,41,43). Frekuensi adalah berapa kali dalam seminggu olahraga yang dilakukan agar memberi efek (5,30). Frekuensi olahraga yang baik jika dalam seminggu dilakukan sebanyak tiga kali (5,42). Intensitas adalah keras atau ringannya sebuah olahraga. Intensitas dapat dihitung melalui denyut nadi dalam semenit ketika melakukan olahraga (35). Durasi yang baik dalam berolahraga adalah 45-60 menit (40,42). Semakin rutin seseorang berolahraga maka semakin banyak darah yang dialirkan sehingga semakin banyak pula oksigen yang dapat didistribusikan ke seluruh tubuh (9). 6) Kebiasaan merokok Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.risiko meningkat 20% ketika seseorang menghabiskan 10 batang per harinya. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas vital paru yang mana dapat menyebabkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, dan trauma mekanis yang dapat mengakibatkan ataupun memperparah terjadinya keluhan MSDs (9,28). Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa ada hubungan positif antara kebiasaan merokok dengan terjadinya spondylogenic low back pain (20).

4. Mengukur keluhan MSDs Evaluasi ergonomi yang dapat digunakan untuk mengetahui risiko keluhan MSDsyaitu : a. Lembar Periksa Lembar periksa adalah alat ukur ergonomic yang digunakan untuk mengetahui sumber keluhan otot melalui daftar pertanyaan (2). Daftar pertanyaan dibagi atas dua yaitu pertanyaan yang bersifat umum dan khusus.pertanyaan umum seperti tingkat beban kerja, kondisi lingkungan, waktu dan sikap kerja.sedangkan pertanyaan khusus seperti berat badan, jenis pekerjaan dan frekuensi kerja. Lembar periksa lebih dianjurkan untuk studi pendahuluan (28). b. Nordic Body Map(NBM) NBM dapat digunakan untuk melihat bagian-bagian tubuh yang mengalami keluhan dan mengetahui tingkat keluhan yang dirasakan penderita. Kelemahan dari NBM adalah dapat menyebabkan bias karena kurang teliti. Sebaiknya dalam pengukuran menggunakan NBM pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah aktivitas (2,43). c. Model Fisik Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan keluhan MSDs. Tingkat beban kerja dapat dilihat berdasarkan denyut nadi, kapasitas vital paru dan konsumsi O 2. Apabila beban kerja lebih besar daripada kapasitas kerja maka akan menyebabkan keluhan MSDs semakin meningkat (2). d. Pengamatan Monitor Monitor yang digunakan terdiri tas sensor mekanik yang dipasang di bagian tubuh yang akan diamati. Alat ini mnegukur aktifitas fisik meliputi kecepatan, percepatan dan posisi kerja. Kelebihan dari alat ini adalah dapat dengan cepat memperkirakan keluhan risiko MSDs dan solusi ergonomi yang tepat (2).

C. Metode Penilaian Risiko Ergonomi 1. Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Survey The Brief Survey merupakan salah satu metode penilaian ergonomi yang menitikberatkan pada frekuensi, durasi, beban dan postur tubuh untuk mengidentifikasi bahaya ergonomi yang diterima oleh pekerja sehari-hari dengan menggunakan sistem rating (1,2). Metode The Brief Survey menggunakan tiga langkah dalam penilaiannya yaitu penilaian faktor risiko ergonomi di lingkungan kerja, survey gejala dan hasil pemeriksaan medis (2,35). The Brief Survey digunakan untuk menganalisis sembilan bagian tubuh seperti tangan dan pergelangan tangan kiri,bahu kiri, siku kiri, leher, punggung, tangan dan pergelangan tangan kanan,bahu kanan, siku kanan, dan kaki terhadap risiko MSDs (1,2). Tabel 2.2 Form The Brief Survey (1)

2. Kelebihan dan kekurangan BRIEF Survey Kelebihan BRIEF Survey, yaitu (2,35) : a. Dapat mengkaji sembilan anggota tubuh. b. Dapat menentukan risiko terhadap MSDs. c. Dapat menentukan bagian tubuh yang memiliki beban paling besar. d. Sebagai skrening awal keluhan MSDs. e. Tidak memerlukan ahli ergonomi dalam melakukan penilaian. f. Hasil yang diperoleh lebih akurat karena berdasarkan survey gejala dan hasil pemeriksaan kesehatan. Kekurangan BRIEF Survey, yaitu (2,35) : a. Hanya dapat mengetahui skor berdasarkan bagian tubuh yang dinilai. b. Banyak faktor yang harus dikaji. c. Tidak dapat digunakan untuk manual handling. d. Membutuhkan waktu pengamatan yang cukup lama. e. Membutuhkan data yang banyak sehingga tidak mudah untuk digunakan pada semua sektor indstri seperti sektor informal.

D. Kerangka Teori Sikap Kerja Frekuensi Postur Janggal Postur Tubuh Suplai darah ke otot terganggu Durasi O 2 uptake Penumpukan asam laktat Beban angkat Getaran Tekanan panas Umur Stress mekanik pada otot,ligamen, tendon dan sendi Kontraksi otot Suplay O 2 Fungsi pada otot,ligamen, tendon dan sendi Risiko MSDs Jenis kelamin Massa kerja IMT 20 Kebiasaan olahraga Kebiasaan merokok Gambar 2.1 Kerangka Teori Keluhan MSDs (1,2,5,9,24,30,32,35-37,40,42).

E. Kerangka Konsep Variabel Bebas Umur Jenis kelamin Massa kerja IMT Variabel Terikat Risiko MSDs Kebiasaan olahraga Postur tubuh Kebiasaan merokok* Tekanan panas* Frekuensi postur janggal* Beban angkat* Durasi* Variabel Perancu Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan : * : diidentifikasi

F. Hipotesis 1. Ada hubungan umur dengan risiko MSDs 2. Ada hubungan jenis kelamin dengan risiko MSDs 3. Ada hubungan masa kerja dengan risiko MSDs 4. Ada hubungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan risiko MSDs 5. Ada hubungan kebiasaan olahraga dengan risiko MSDs 6. Ada hubungan postur tubuh dengan risiko MSDs