KETEPATAN PENGUKURAN BIOMETRI DENGAN FORMULA SRK/T PADA BEDAH KATARAK PEDIATRI

dokumen-dokumen yang mirip
Additional Intraocular Surgery after Pediatric Cataract Surgery

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR.

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lahir (Ilyas S, 2006). Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

Katarak Pediatrik: Profil Klinik dan Faktor Determinan Hasil Terapi. Pediatric Cataract: Clinical Profile and Outcomes Determinant

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan Melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

Perbedaan Tajam Penglihatan Pra dan Pasca Bedah Katarak dengan Uveitis

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULAR PRA DAN PASCAOPERASI KATARAK PADA PASIEN GLAUKOMA AKIBAT KATARAK DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAOPERASI FAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS TANPA MIOPIA DENGAN MIOPIA DERAJAT TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEAKURATAN TAJAM PENGLIHATAN HASIL BIOMETRI DENGAN HASIL KOREKSI KACAMATA BERDASARKAN AXIAL LENGTH

HUBUNGAN ANTARA RISIKO TERJADINYA KATARAK SEKUNDER DENGAN BERBAGAI TEKNIK OPERASI KATARAK DI RSUD dr.saiful ANWAR MALANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2008

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

SKRIPSI PROFIL KATARAK SENILE PRE-OPERATIF DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE BULAN NOVEMBER 2014 SAMPAI DENGAN APRIL 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

Follow-up dilakukan 1 jam, 1 minggu, 1 bilan, 1 tahun, dan 3 tahun pos operasi.

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle

Farah Penatalaksanaan Katarak Kongenital pada Anak Perempuan Usia 4 Tahun yang Terinfeksi Rubella

BAB IV HASIL PENELITIAN

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

GAMBARAN TEKANAN INTRAOKULAR, KEDALAMAN BILIK MATA DEPAN, DAN KETEBALAN LENSA PADA PASIEN PREOPERASI KATARAK SENILIS DI RS PHC TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

UNIVERSITAS UDAYANA MADE INTAN SHANTIVANI

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

Correlation between Axial Length with Central Corneal Thickness and Degree of Myopia

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA LASER IRIDOTOMI DENGAN POWER KURANG DARI 700mW DAN LEBIH DARI 700mW

HUBUNGAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA ANAK DI SDN CEMARA DUA SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat

ABSTRAK PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK PADA RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

BAB I PENDAHULUAN. sebagai katarak sekunder atau after cataract yang disebabkan oleh lensa sel

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PASCA OPERASI IRIDEKTOMI PERIFER DAN LASER IRIDOTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP AKUT PERIODE 1 JANUARI 2004

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan

The Incident of Postoperation Complication with Phacoemulsification at PKU Muhammadiyah Yogyakarta 1

Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Katarak pada Manusia Berbasis Web

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Harri Prawira Ezeddin. Ked

Reimplantasi Lensa Setelah Komplikasi Operasi Katarak

KARYA TULIS ILMIAH PERILAKU PEMAKAIAN LENSA KONTAK PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010, 2011 DAN 2012

TESIS AKHIR. dr. Muhammad Windi Syarif Harahap NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

Excimer Laser Photorefractive Keratectomy pada Hipermetropia

Comparison of corneal endothelial cells loss after phacoemulsification between soft shell and adaptive viscoelastic ORIGINAL ARTICLE

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi. 1,2

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 MANADO TENTANG KATARAK.

ARTIKEL KARYA ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Amblyopia among Junior High School Students

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014.

SKRIPSI. Oleh: : Yordani Sumomba NRP : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

ABSTRAK GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA TONSILEKTOMI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN 2009

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari Juni Oleh : LANDONG SIHOMBING

Gambar 2.1 Anatomi Mata

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama, yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Katarak adalah suatu kekeruhan lensa yang. menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak berasal dari

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT BUDI AGUNG JUWANA PERIODE JANUARI DESEMBER 2015

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

Transkripsi:

KETEPATAN PENGUKURAN BIOMETRI DENGAN FORMULA SRK/T PADA BEDAH KATARAK PEDIATRI Tri Wahyu, Irawati Irfani Unit Pediatrik Oftalmologi & Strabismus, Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran PMN RS Mata Cicendo, Bandung ABSTRACT Background: Cataract surgery and intraocular lens implantation are considered safe and effective management in pediatric cataract to prevent deprivatif amblyopia. Formula calculation using SRK/T is reported to be the most accurate method in calculation of intraocular lens power in pediatric cataract patients. The aim of this study is to report the accuracy of biometry using SRK/T formula in pediatric cataract surgery. Methods: This a retrospective observational study with periode of January to May 2019. Results: Fifty six eyes from 38 patients were studied. Mean age of patients at surgery was 7.99±.93 years, with the most common type of the cataract was developmental (51,79%). All of the patients had SRK/T formula calculation in determining lens power, with constant of 118.0 (6.29%) and 118. (35.71%). Lens implantation in the bag was the most common (83.93%). Mean prediction error based on lens power was 1.±2.07 D, while mean of absolute prediction error was 1.305±1.2 D (p=0.780). Outcomes of absolute prediction error between in-the-bag vs ciliary sulcus IOL had no difference statistically (1.29±1.29 vs 1.36±1.01, p=0.27) Conclusion: There was no statistically difference between prediction error based on lens power calculation and actual post-surgical refractive error using SRK/T formula. Keywords: pediatric cataract, biometry, SRK/T, intraocular lens PENDAHULUAN Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada anak-anak, dari perkiraan 19 juta anak dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Katarak pediatri dapat berupa kongenital, jika terjadi pada saat lahir hingga usia satu tahun; dan developmental jika terjadi setelah usia satu tahun atau akibat trauma. Diagnosis dan tata laksana dini sangat penting pada katarak pediatri untuk mencegah terjadinya ambliopia deprivatif. Bedah ekstraksi katarak dan implantasi lensa intraokular (LIO), pada anak usia lebih dari dua tahun, telah menjadi prosedur yang dianggap aman dan efektif. 1-5 Implantasi LIO primer pada kamera okuli posterior setelah ekstraksi katarak pada anak-anak telah menjadi prosedur yang umum dilakukan. Ketepatan kalkulasi formula pada implantasi LIO merupakan faktor yang penting untuk mendapatkan hasil visual pasca-bedah yang presisi. Penggunaan kalkulasi formula pada pasien anak masih menjadi perdebatan, mengingat formula yang digunakan diambil dari formula pada pasien katarak dewasa. Kalkulasi target refraksi hiperopia pasca-bedah berdasarkan usia banyak digunakan oleh ahli bedah pada pasien anak, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran ke arah myopia seiring dengan bertambahnya panjang aksial bola mata. Selain itu, formula Sanders-Retzlaff-Kraff theoretic (SRK/T) dianggap sebagai formula yang paling akurat dalam mengukur target refraksi pada berbagai penelitian. 1,6-8 Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui ketepatan pengukuran biometri menggunakan formula SRK/T pada bedah katarak pediatri. 1

METODE Penelitian ini mengambil data rekam medis (retrospektif) dari periode Januari- Mei 2019 di Divisi Oftalmologi Pediatri dan Strabismus, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung. Kriteria inklusi merupakan seluruh pasien pediatri yang menjalani bedah katarak dan implantasi LIO primer yang telah dilakukan pemeriksaan biometri menggunakan formula SRK/T. Kriteria eksklusi adalah pasien yang tidak dilakukan implantasi LIO primer, pasien dengan riwayat kelainan media refraksi dan bedah okular sebelumnya, atau data pemeriksaan yang tidak lengkap. Pasien yang tidak kooperatif dilakukan pemeriksaan keratometri (Autokeratometer KM-500, Nidek Co. Ltd., Japan) dan biometri kontak A-scan (Biometer AL- 100, Tomey) dalam kondisi anestesi umum sebelum tindakan bedah, sedangkan pasien yang cukup kooperatif dengan media yang relatif jernih diperiksa menggunakan IOL Master v5.2 (Carl Zeiss, Germany). Data demografis yang didapat termasuk usia, jenis kelamin, penyebab katarak, serta lateralitas; sedangkan data biometri meliputi panjang aksial, keratometri, konstanta, kekuatan LIO, dan lokasi LIO. Pemilihan Target Refraksi Target refraksi dipilih dengan dua metode: (1) pada anak-anak usia di bawah 7 tahun, target refraksi berdasarkan Enyedi rule (+7,00 D usia saat operasi); (2) pada anak usia di atas 7 tahun dengan katarak bilateral, plano merupakan target refraki, atau disesuaikan dengan status refraksi mata sebelah pada kasus katarak unilateral. Prediksi Status Refraksi Pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan dengan dua cara: (1) refraktometri preoperatif pada pasien yang kooperatif dengan katarak unilateral atau dengan kondisi pseudofakia pada mata sebelah; atau (2) streak retinoscopy pre-bedah pada pasien dengan katarak unilateral dengan media keruh dan streak retinoscopy pascabedah pada pasien katarak bilateral yang tidak kooperatif. Refraksi kemudian dikonversikan menjadi spherical equivalent (SE) (SE = sferis + ½ silinder). Status refraksi pasca-bedah yang dicatat adalah status refraksi pada saat pasien kontrol satu bulan dan, pada beberapa pasien, setelah pengangkatan jahitan kornea. Prediction error (PE) dikalkulasi dengan rumus: PE = prediksi refraksi dikurang refraksi aktual; sedangkan absolute prediction error (APE) = prediksi refraksi dikurang refraksi pasca-bedah aktual. Tindakan Bedah Seluruh pasien menjalani tindakan bedah aspirasi-irigasi katarak dan implantasi LIO dalam anestesi umum. Beberapa tindakan tambahan seperti kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior dilakukan pada pasien di bawah usia 5 tahun dan pada pasien yang dianggap tidak kooperatif untuk dilakukan laser kapsulotomi pascabedah; sedangkan sinekiolisis dilakukan pada pasien dengan katarak komplikata. Implantasi IOL dilakukan pada kamera okuli posterior (in the bag atau sulkus siliaris). Prosedur aspirasi-irigasi dilakukan sesuai dengan protokol standar. Massa lensa diaspirasi dan LIO ditempatkan pada kantung kapsul atau sulkus siliaris. Luka insisi dijahit dengan benang ethilon 10,0. Kapsulotomi posterior primer dan vitrektomi anterior dilakukan tergantung usia anak atau apabila dianggap perlu. Tindakan bedah dilakukan oleh lima spesialis Oftalmologi Pediatri & Strabismus yang berpengalaman (FK, MS, II, PA, SCA). Pengolahan Data Data diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel, sedangkan analisa statistik menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) version 22.0 (IBM Corporation, USA) untuk membandingkan perbedaan antara target 2

Tabel 1. Data demografis pasien katarak pediatri pada 38 pasien (56 mata) Usia (tahun) Rata-rata (±SD) Rentang Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jenis katarak Kongenital Developmental Traumatika Komplikata Lateralitas Unilateral Bilateral 21 17 19 29 21 17 7.99±.93 1 17 55,26%,7% 33,93% 51,79% 7,1% 7,1% 55,26% 8,39% refraksi LIO dan refraksi aktual pascabedah dengan uji t berpasangan, dengan nilai p<0,05 dianggap berbeda secara statistik. HASIL Selama Januari-Mei 2019, didapatkan 38 pasien (56 mata) yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini (Tabel 1). Usia rata-rata pada saat dilakukan operasi adalah 7.99±.93 tahun, dengan rentang 1-17 tahun, dan median di usia 7 tahun. Jenis kelamin laki-laki ditemukan lebih banyak dibanding perempuan, yaitu sebesar 55,26%. Katarak developmental merupakan diagnosis yang paling banyak ditemukan, sebesar 51,79%. Sebanyak 55,26% pasien memiliki katarak unilateral. Biometri (Tabel 2) pada sebagian besar pasien (9,7%) dilakukan dengan biometri A-scan. Panjang aksial rata-rata 22,53±1,80 mm, keratometri rata-rata 3,86±2,27 D, kekuatan LIO 20,1±,27 D, dan target refraksi 1,0±2,07 D. Konstanta LIO yang paling banyak digunakan adalah 118,0 (single-piece intraocular lens), yaitu pada 6,29% mata. Seluruh pasien dilakukan tindakan bedah aspirasi-irigasi katarak dan implantasi LIO Tabel 2. Data biometri dan prediction error pada 56 mata Biometri A-scan IOL Master Aksial bola mata (mm) Keratometri (D) Kekuatan LIO (D) Target refraksi (D) Konstanta 118,0 118, *D: dioptri; IOL: intraocular lens 5 (96,3%) 2 (3,57%) 22,53±1,80 (18,7 26.2) 3,86±2,27 (39,77 50,75) 20,1±,27 (13,00 28,50) 1,0±2,07 (-0,16 +6,1) 36 (6,29%) 20 (35,71%) Tabel 3. Prosedur tindakan bedah dalam aspirasiirigasi dan posisi implantasi LIO Tindakan bedah PPC dan VA Membranektomi Sinekiolisis Posisi LIO In the bag Sulkus siliaris 21 (37,5%) 3 (5,36%) 1 (1,79%) 7 (83,93%) 9 (16,07%) *LIO: lensa intraokuler; PPC: primary posterior capsulotomy; VA: vitrektomi anterior primer. Tindakan kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior dilakukan pada 37,5% mata, membranektomi pada 6,52% mata, dan sinekiolisis pada 1,79% mata (Tabel 3). Implantasi LIO sebagian besar di dalam kapsul lensa (in the bag), yaitu pada 83,93% mata. Target refraksi IOL total didapatkan sebesar 1,0±2,07 D dengan APE total 1,1±1,39 D; sedangkan APE pada LIO in the bag sebesar 1,29±1,29 D dan sulkus siliaris sebesar 1,36±1,01 (Tabel ). Nilai p pada jumlah keseluruhan adalah 0,780. Jika dibandingkan, rata-rata APE pada in the bag dan sulkus siliaris tidak berbeda signifikan, dengan nilai p=0,27. DISKUSI Tujuan utama dari bedah katarak adalah meminimalisir PE refraktif. Pengukuran Tabel 5. Target refraksi, prediction error, dan absolute prediction error. Target Refraksi (D) PE (D) APE (D) p* Total (n=56) 1.0±2.07 1.23±1.3 1.1±1.39 0,780 In the bag (n=7) 1.9±2.29 1.22±1.7 1.29±1.29 0,698 Sulkus siliaris (n=9) 2.62±2.76 1.35±1.03 1.36±1.01 0,879 *Nilai p berdasarkan uji t berpasangan antara target refraksi dengan APE. 3

target refraksi yang akurat pasca-bedah tentunya menjadi faktor yang penting dalam memberikan tajam visual yang lebih baik dan mencegah ambliopia. Perhitungan kekuatan LIO pada umumnya didisain untuk pasien dewasa dan mungkin tidak dapat memberikan hasil yang akurat untuk pasien anak-anak yang ukurannya lebih kecil, dengan kornea yang lebih steep, aksial yang lebih pendek, serta kedalaman bilik mata depan yang lebih dangkal. Hampir seluruh pasien pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan menggunakan ultrasonografi A-scan. 6,9,10 Prediction error mencerminkan ketepatan dalam perhitungan target refraksi pascabedah, dan merupakan indikator yang cukup baik dalam menilai outcome. Ratarata APE (mean absolute value of the prediction error, MAE) pada penelitian ini sebesar 1,1±1,39 D, mengindikasikan bahwa pasien memiliki perbedaan sekitar 1,00 antara prediksi pasca-bedah dengan refraksi yang sebenarnya. Temuan ini serupa dengan penelitian oleh Moore et al dan O Gallagher et al (1,08±0,93 D dan 1,±1,3 D). Berbagai studi mengemukakan bahwa formula dianggap akurat pada dewasa jika perbedaan refraksi aktual dengan target LIO sebesar 0,5 D, sedangkan pada anak-anak berkisar antara 1,08 hingga 1,1 D. 7,9,11-13 Pengukuran biometri yang akurat pada anak dapat menjadi tantangan. Kesalahan pengukuran panjang aksial merupakan hal yang signifikan dalam kalkulasi kekuatan LIO. Umumnya, pengukuran aksial menggunakan ultrasound dilakukan dengan dua tekhnik, kontak dan imersi. Pada tekhnik kontak, probe dapat menekan kornea sehingga pengukuran aksial dapat menjadi lebih pendek; namun tekhnik ini merupakan yang paling sering digunakan terutama pada saat pengukuran sebelum tindakan bedah dalam anestesi umum. Hampir seluruh pasien (96,3%) pada penelitian ini di-lakukan pemeriksaan dengan tekhnik kontak. Trivedi et al dan Ben-Zion et al melaporkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada APE dengan tekhnik kontak dan imersi. Temuan MAE pada penelitian ini adalah 1,1±1,39 D. Hal ini serupa dengan studi yang dilakukan Ben-Zion yang melaporkan bahwa MAE pada grup biometri kontak sebesar 1,11±0,90. 9.6,1 Formula SRK/T digunakan pada seluruh pasien dalam penelitian ini. O Gallagher et al dan Thanapaisal et al melaporkan bahwa formula SRK/T lebih akurat dibanding SRK-II pada populasi pediatri, sedangkan Joshi et al melaporkan bahwa Hoffer Q merupakan formula yang lebih sensitif. Vasavada et al mengemukakan bahwa SRK/T dan Holladay 2 memiliki PE yang lebih kecil. Studi oleh Nihalani et al melaporkan bahwa formula SRK/T, Holladay 1, dan Hoffer Q memberikan hasil yang sama dalam prediksi refraksi pasca-bedah. 1,7-9,15 Implantasi LIO ke dalam kantung lensa (in the bag) merupakan hal yang paling disarankan dalam bedah katarak. Namun, pada beberapa keadaan, LIO ditempatkan di sulkus siliaris, seperti pada ruptur kapsul posterior, ruptur zonula Zinni, atau pada kasus implantasi LIO sekunder. Lensa yang ditempatkan di sulkus siliaris perlu penyesuaian kekuatan, yaitu pengurangan sebesar 0,5 D untuk rentang LIO 9<LIO 17 D, 1,00 D untuk 17<LIO 28, dan 1,50 D untuk kekuatan >28 D. Tujuan penyesuaian ukuran ini adalah untuk mencapai hasil PE yang sama dengan in the bag. Penelitian ini menemukan bahwa PE maupun APE antara in the bag dan sulkus siliaris tidak berbeda signifikan. Temuan ini serupa dengan studi oleh Zhao et al, bahwa tidak ditemukan perbedaan status refraksi pasca-bedah yang signifikan antara LIO fiksasi sulkus siliaris dan dalam kantung lensa (-1,87±2,13 D dan -2.19±2.25 D, secara berurutan, dengan nilai p=-0,18); sedangkan Thanapaisal et al menemukan bahwa PE pada sulkus siliaris lebih besar dibanding in the bag (-2,02±2,13 vs -0,87±1,66 D). 1,16,17 Keterbatasan penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat retrospektif, jangka waktu yang singkat, serta jumlah

sampel yang kecil. Ahli bedah yang berbeda, variasi tekhnik bedah, bahan dan tipe LIO (3-pieces vs single-piece), serta jumlah optometris/refraksionis yang melakukan pemeriksaan refraksi pasca-bedah terhadap hasil tidak dipertimbangkan. KESIMPULAN Perhitungan kekuatan LIO pada pasien katarak pediatri merupakan hal yang cukup menantang. Pengukuran biometri menggunakan A-scan kontak masih sering dilakukan dalam anestesi umum. Formula SRK/T memberikan hasil prediksi refraksi yang cukup akurat. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar diperlukan. Penelitian untuk membandingkan formula SRK/T dengan formula lainnya maupun terhadap variasi panjang aksial bola mata dapat dipertimbangkan. References 1. Thanapaisal S, Wongwai P, Phanphruk W, Suwannaraj S. Accuracy of Intraocular Lens Calculation by SRK/T Formula in Pediatric Cataracts. J Med Assoc Thai 2015;98(Suppl 7): S198-S203 2. Lenhart DP, Courtright P, Wilson ME, Lewallen S, Taylor DS, Ventura MC, et al. Global challenges in the management of congenital cataract: proceedings of the th International Congenital Cataract Symposium held on March 7, 201, New York, New York. Journal of AAPOS 2015;19(2):1-8 3. Medsinge A, Nischal KK. Pediatric cataract: challenges and future directions. Clinical Ophthalmology 2015;9:77-90. Nischal KK. Practice patterns in pediatric cataract management: time for real world data. Indian J Ophthalmol 2017;65(9):779-81 5. Valera DA, Cornejo, Boza AF. Relationship between preoperative axial length and myopic shift over 3 years after congenital cataract surgery with primary intraocular lens implantation at the National Institute of Ophthalmology of Peru, 2007-2011. Clinical Ophthalmology 2018;12:395-9 6. Ben-Zion I, Neely DE, Plager DA, Ofner S, Sprunger DT, Roberts GJ. Accuracy of IOL calculations in children: a comparison of immersion versus contact A-scan biometery. Jornal of AAPOS 2008;12(5):0-7. Vasavada V, Shah SK, Vasavada VA, Vasavada AR, Trivedi RH, Srivastava S, et al. Comparison of IOL power calculation formulae for pediatric eyes. Eye 2016;30:122-50 8. O Gallagher MK, Lagan MA, Mulholland CP, Parker M, McGinnity G, McLoone EM. Pediatric intraocular lens implanys: accuracy of lens power calculations. Eye 2016;30: 1215-20 9. Joshi P, Mehta R, Ganesh S. Accuracy of intraocular lens power calculation in pediatric cataracts with less than a 20 mm axial length of the eye. Nepal J Ophthalmol 201;6(11): 56-6 10. Al Shamrani M, Turkmani S. Update of intraocular lens implantation in children. Saudi Journal of Ophthalmology 2012;26:271-5 11. Moore DB, Zion IB, Neely DE, Plager DA, Ofner S, Sprunger DT, et al. Accuracy of biometry in pediatric cataract extraction with primary intraocular lens implantation. J Cataract Refract Surg 2008;3:190-7 12. Nihalani BR, VanderVeen DK. Benchmarks for outcome indicators in pediatric cataract surgery. Eye 2017;31:17-21 13. McClatchey SK. Choosing IOL power in pediatric cataract surgery. International Ophthalmology Clinics 2010;50():115-23 1. Trivedi RH, Wilson ME. Prediction error after pediatric cataract surgery with intraocular lens implantation: contact versus immersion A-scan biometry. J Cataract Refract Surg 2011; 37:501-5 15. Nihalani BR, VanderVeen DK. Comparison of intraocular lens power calculation formulae in pediatric eyes. Ophthalmology 2010;117(8): 193-9 16. Nakhli FR, Emarah K, Jeddawi L. Accuracy of formulae for secondary intraocular lens power calculations in pediatric aphakia. Journal of Current Ophthalmology 2017;29: 199-203 17. Zhao Y, Gong X, Zhu X, Li H. Tu M, Coursey TG, et al. Long-term outcomes of ciliary sulcus versus capsular bag fixation of intraocular lenses in children: an ultrasound biomicroscopy study. PLoS ONE 2017;12(3): 1-13 5