BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa nifas atau disebut juga dengan puerperium merupakan masa yang dilalui oleh setiap wanita setelah melahirkan. Masa nifas dimulai sejak bayi dilahirkan dan setelah plasenta lepas dari rahim, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan reproduksi dan berlangsung selama enam minggu (Suherni dkk, 2009). Pada masa tersebut dapat terjadi komplikasi persalinan baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan kematian pada ibu (Saifuddin, 2006). Kematian ibu saat proses kehamilan dan persalinan memberikan dampak pada peningkatan AKI di Indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) yang diperoleh berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa di seluruh dunia diperkirakan terjadi 289.000 kematian ibu dan sekitar 98% kematian tersebut terjadi di negara berkembang temasuk Indonesia (WHO, 2014). Berdasarkan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa AKI di Indonesia sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih belum mencapai target Millenium Development Goals (MDG s) yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Penyebab kematian utama maternal menurut Wiludjeng (2005) didominasi (91,7%) oleh kematian obstetri langsung akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas yang meliputi perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sekitar 60% kematian 1 xiv
2 ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian ibu saat masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Saifudin, 2006). Oleh karena itu perawatan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap ibu yang baru melahirkan sampai alat-alat kandungan kembali normal. Perawatan diri pada masa nifas diperlukan karena pada masa nifas wanita akan banyak mengalami perubahan pada dirinya, baik fisik maupun psikologis. Hal ini penting dilakukan karena dapat memulihkan kesehatan umum ibu nifas dengan cara: penyediaan makanan bergizi, pencegahan terhadap infeksi, pergerakan otot agar tonus otot menjadi lebih baik dan melancarkan peredaran darah (Wulandari, 2011). Perawatan nifas bukan hanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kesehatan saja, tetapi ada juga ditemukan sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya dalam perawatan masa nifas. Setiap budaya memiliki cara-cara yang berbeda dalam melakukan perawatan setelah melahirkan. Kepercayaan dan praktik budaya menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku ibu ketika melakukan perawatan diri (Swasono, 1998). Penelitian oleh Sari (2011), menyatakan bahwa budaya melayu memiliki aturan selama perawatan masa nifas yaitu berupa pantangan keluar rumah selama 40 hari. Dengan alasan kondisi ibu yang belum pulih total akan mudah terserang penyakit dan ada juga yang mengatakan kalau ibu yang baru selesai melahirkan diganggu oleh roh jahat.
3 Salah satu perawatan masa nifas yang dilakukan oleh ibu pascasalin di Indonesia ialah masase atau pijat badan. Masase dilakukan untuk mengembalikan kebugaran tubuh ibu setelah menjalani proses persalinan. Hasil penelitian oleh Suryawati (2007), selain minum jamu masase untuk mengembalikan kebugaran tubuh setelah melahirkan dilakukan oleh 83.3% responden di Jepara. Sebagaimana yang ditulis Mark, Rapaport, Schettler, et al., (2012) dalam The Journal Of Alternative And Complementary Medicine, bahwa dari data penelitian menunjukkan terapi pijat memiliki efek secara biologis. Setelah dilakukan pemijatan dengan sentuhan ringan selama 2 kali dalam 1 minggu dapat menghasilkan efek perubahan pada neuroendokrin yang dapat memicu pelepasan oksitosin dan dapat menjaga kestabilan oksitosin. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Safriyanti (2015), menyebutkan bahwa pada umumnya orang menjadi cepat marah, kesal, dan merasa tidak dapat menghadapi hidup ketika mereka kelelahan. Kebanyakan wanita yang baru melahirkan akan merasa kelelahan selama minggu-minggu dan bulan-bulan pertama dari kehidupan bayinya. Oleh karena itu banyak masyarakat untuk mengatasi kelelahan melakukan macam-macam perilaku yang salah satunya seperti tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh ibu nifas yaitu melakukan masase. Salah satu manfaat dari masase setelah persalinan yaitu mengembalikan kebugaran tubuh. Masase juga dapat meningkatkan serotonin dan dopamin, dan menurunkan kortisol serta norepinefrin. Efek peningkatan level serotonin dapat mengurangi nyeri punggung dan kaki. Sebuah penelitian menemukan bahwa masase nifas pada ibu pasca salin dapat mencegah terjadinya
4 depresi, dan memiliki efek potensial dalam mengurangi kecemasan dan tingkat stress, meningkatkan kualitas tidur dan status mental ibu setelah melahirkan (MaHTAS, 2015). Penelitian oleh Dahlianti dkk (2005), di Desa Sukajadi Kecamatan Tamansari, Bogor ditemukan bahwa masase dilakukan sebanyak 4 kali selama nifas, yaitu pada hari ke-3, ke-7, ke-15 dan hari ke-40. Masase dilakukan oleh peraji atau dukun anak. Sedangkan hasil penelitian oleh Sugita (2016), di Desa Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten, dikatakan bahwa sebanyak 6 responden memulai masase pada hari pertama setelah bersalin, 1 responden pada hari ke- 2, 1 responden pada hari ke-3 dan 1 responden lainnya mulai masase pada hari ketujuh setelah bersalin. Sebanyak 3 responden melakukan masase nifas sebanyak 5 kali, 5 responden melakukan masase nifas sebanyak 3 kali dan 1 responden melakukan masase nifas sebanyak 2 kali. Bagian yang di masase adalah seluruh tubuh kecuali perut. Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan masase nifas berbeda-beda, dan tidak disebutkan bagian tubuh yang paling lama di masase dan dimana praktek masase nifas tersebut dilakukan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan masase nifas pada ibu pasca salin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal, meliputi waktu pelaksanaan, bagian tubuh yang di masase, bagian tubuh yang paling lama di masase, frekuensi tindakan masase nifas, tempat praktek masase nifas tersebut dilakukan, serta personil yang melakukan masase nifas.
5 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas adalah bagaimana pelaksanaan masase nifas pada ibu pascasalin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal? 1.3. Pertanyaan Penelitian 1.3.1. Kapan waktu dilakukan masase nifas? 1.3.2. Frekuensi dilakukan masase selama masa nifas? 1.3.3. Pada bagian tubuh yang mana sajakah dilakukan masase nifas? 1.3.4. Bagian tubuh mana yang paling lama dilakukan masase nifas? 1.3.5. Dimana tempat dilakukan masase nifas? 1.3.6. Siapa yang melakukan masase nifas? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi pelaksanaan masase nifas pada ibu pascasalin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal. 1.4.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah agar teridentifikasi: a. Waktu dilakukannya masase nifas. b. Frekuensi tindakan dilakukan masase selama masa nifas. c. Bagian-bagian tubuh yang dilakukan masase nifas. d. Bagian tubuh yang paling lama dilakukan tindakan masase nifas.
6 e. Tempat dilakukan (praktek) masase nifas. f. Personil yang melakukan pemijatan atau masase nifas. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Pendidikan Keperawatan Memberikan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif khususnya keperawatan maternitas dalam menambah wawasan tentang bagaimana pelaksanaan masase nifas pada Ibu pascasalin. 1.5.2. Pelayanan Keperawatan Sebagai bahan masukan atau referensi terkait dengan pelaksanaan masase nifas pada ibu pasca salin. 1.5.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pelaksanaan masase nifas dan menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman berharga bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian.