INFO TEKNIS EBONI ISSN : Vol.10 No.2, Desember 2013 BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

Oleh: Merryana Kiding Allo

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Nurhaedah M. ABSTRAK. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

ANCAMAN TERHADAP POPULASI KIMA (Tridacnidacna sp.) DAN UPAYA KONSERVASINYA DI TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE. Heru Setiawan

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

PENDAHULUAN Latar Belakang

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EBONI DALAM SISTEM DAERAH PENYANGGA. M. Bismarck

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

PEMBUDIDAYAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

HUTAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN GEOGRAFI LINGKUNGAN BAGI DUNIA PENDIDIKAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

2015 KESESUAIAN LAHAN D I TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KIARA PAYUNG UNTUK TANAMAN END EMIK JAWA BARAT

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

KAJIAN KONSERVASI EBONI {Diospyros celebica Bakh.) Samedi dan Ilmi Kurniawati

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn.,

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI

Transkripsi:

ISSN : 0853-9200 INFO TEKNIS EBONI Vol.10 No.2, Desember 2013 BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN Info Teknis Eboni Vol. 10 No.2 Hal. 69-147 Makassar Desember 2013 ISSN 0853-9200

INFO TEKNIS EBONI ISSN : 0853-9200 Info Teknis Eboni adalah publikasi ilmiah semi populer dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang menerima dan mempublikasikan tulisan hasil penelitian dan tinjauan atau pemikiran ilmiah dari berbagai aspek kehutanan seperti silvikultur, konservasi, sosial ekonomi, pemanfaatan hasil hutan atau makalah kehutanan lainnya yang relevan dengan frekuensi terbit 2 kali setahun Penanggungjawab : Kepala Balai Penelitian Kehutanan Makassar Dewan Redaksi (Editorial Board) Ketua Merangkap Anggota Nurhaedah, SP, M.Si Anggota : Ir. Achmad Rizal HB, MT Ir. Mody Lempang, M.Si Ir. Merryana Kiding Allo Retno Prayudyaningsih, S.Si, M.Sc Sekretariat Redaksi : Ketua : Kepala Seksi Data, Informasi dan Kerjasama Anggota : Ir. Sahara Nompo Masrum Kasmawati, S.Kom. Diterbitkan oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan Alamat : Jalan Perintis kemerdekaan Km. 16 Makassar,90243, Sulawesi Selatan, Indonesia Telepon: 62-411-554049 Fax: 62-411-554058 Email:info@balithutmakassar.org; datinfo.bpkmks@gmail.com Website: http://www.balithutmakassar.org

ISSN : 0853-9200 INFO TEKNIS EBONI Vol. 10 No.2, Desember 2013 DAFTAR ISI POTENSI PENGEMBANGAN CEMPEDAK (Artocarpus integer Merr.) PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT DITINJAU DARI SIFAT KAYU DAN KEGUNAANNYA Mody Lempang dan Suhartati... 69-83 PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DAN KEBERADAANNYA DI KABUPATEN TANA TORAJA, SULAWESI SELATAN M. Kudeng Sallata... 85-98 STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN Edi Kurniawan... 99-106 OPTIMALISASI LAHAN MASYARAKAT DENGAN PENERAPAN POLA USAHATANI TERPADU (Studi Kasus Bapak Sukri di Desa Mata Allo, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan) Nurhaedah M.... 107-116 EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan... 117-126 UPAYA PENGAMANAN TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG MELALUI PEMBANGUNAN DESA WISATA Nur Hayati... 127 135 ANCAMAN TERHADAP POPULASI KIMA (Tridacnidacna sp. ) DAN UPAYA KONSERVASINYA DI TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE Heru Setiawan... 137 147

INFO TEKNIS EBONI ISSN 0853-9200 Vol.10 No.2, Desember 2013 Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh diperbanyak tanpa ijin dan biaya Mody Lempang dan Suhartati (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Potensi Pengembangan Cempedak (Artocarpus integer Merr.) pada Hutan Tanaman Rakyat ditinjau dari Sifat Kayu dan Kegunaannya Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 69-83 Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) merupakan salah satu kebijakan Kementerian Kehutanan untuk mengelola hutan agar memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Oleh karena itu, beberapa jenis tanaman yang bersifat serbaguna perlu dipertimbangkan untuk pengembangan HTR. Salah satu jenis pohon serba guna (JPSG) yang berpotensi adalah cempedak (Artocarpus integer Merr.). Di alam liar, cempedak ditemukan tumbuh pada hutan primer dan sekunder, pada tanah darat atau tanah rawa. Tumbuh pada ketinggian 1-700 m dpl, di daerah bercurah hujan tinggi (2.500-3.000 mm/tahun) atau tipe iklim A-B. Regenerasi cempedak dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif, akan tetapi pada umumnya masih dilakukan secara generatif (menggunakan biji) karena perbanyakan secara vegetatif (dengan cara sambungan, cangkok dan okulasi) persentase tumbuhnya rendah. Kayu cempedak berwarna kuning, tekstur agak halus, berat jenis tinggi, penyusutan sedang, tergolong kayu kelas kuat II dan kelas awet II, sifat pengerjaan agak mudah sampai sulit, dan hasil pengerjaan pada umumnya baik. Kayu cempedak dapat digunakan sebagai bahan bangunan rumah, perahu dan bangunan di laut, mebel, kerajinan, dan bahan baku industri. Buah cempedak bermanfaat sebagai bahan pangan. Buah muda untuk sayur, sedangkan buah matang dapat dimakan segar atau diolah. Pemasaran buah masih bersifat lokal dan volume pemasaran kayu masih rendah. Kata kunci : HTR, cempedak, budidaya, sifat kayu, kegunaan. M. Kudeng Sallata (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Pinus merkusii Jungh et de vriese dan Keberadaannya di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 85-98

Pinus merkusii Jungh et de vriese adalah satu-satunya jenis pinus tumbuh secara alam di Indonesia yang selama ini dikenal pada tiga tempat yaitu : di Aceh, Tapanuli dan Kerinci, semuanya berlokasi di Pulau Sumatera ; namun saat ini jenis pinus tersebut dapat juga berkembang secara alami di wilayah Kabupaten Tana Toraja dengan baik. Keberadaan pinus di Toraja sangat berkaitan faktor lingkungan tempat tumbuh yang memengaruhi fungsi fisiologis dan morfologisnya. Dukungan faktor lingkungan sangat optimum misalnya : temperatur udara, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara yang cukup untuk berlangsungnya proses fotosintesis secara optimum. Proses fotosintesis tersebut memproduksi karbohidrat yang cukup bagi perkembangan tanaman pinus. Secara geografis, Kabupaten Tana Toraja terletak pada 2 o -3 o LS dan 119 o -120 o BT, pada dataran tinggi bagian utara semenanjung Sulawesi Selatan. Terletak pada ketinggian dari 500-2.500 m dpl menyebabkan temperatur/ suhu udara secara reguler setiap hari berkisar antara 15 o -32 o C. Kelembaban udara berkisar 82-86% dan rata-rata curah hujan antara 1.500-3.500 mm setiap tahun. Keberadaan tegakan pinus pada lahan milik di beberapa tempat, telah membawa banyak keuntungan bagi para pemiliknya terutama untuk perbaikan kondisi ekonomi keluarga. Sangat diharapkan terbentuknya kelembagaan yang memadai antara masyarakat dan pemerintah untuk mengatur pemanfaatan tegakan pinus secara holistik (bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat namun tidak merusak lingkungan). Kata kunci : Menyebar secara alami, faktor lingkungan, letak geografis, meningkatkan ekonomi petani Edi Kurniawan (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Strategi Penyelamatan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) dari Ancaman Kepunahan Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 99-106 Diospyros celebica Bakh. adalah jenis eboni yang hanya dapat dijumpai tumbuh secara alami di Sulawesi, merupakan kayu mewah yang bernilai ekonomi tinggi sehingga tanaman ini banyak dicari. Eksploitasi secara berlebihan tanpa diimbangi dengan usaha rehabilitasi mengakibatkan potensi dan populasinya di hutan alam terus menurun dalam waktu relatif singkat, sehingga menjadikan statusnya dikategorikan sebagai jenis tumbuhan yang mulai langka dan terancam punah. Penyelamatan eboni dari ancaman kepunahan dapat dilakukan melalui tindakan silvikultur dalam bentuk permudaan dan penanaman eboni secara terkendali melalui pengendalian struktur, komposisi, kerapatan tegakan dan pertumbuhan. Kata Kunci : Eboni, Populasi, tindakan silvikultur

Nurhaedah M. (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan Pola Usahatani Terpadu (Studi Kasus Bapak Sukri di Desa Mata Allo, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan) Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 107-116 Produkvitas lahan sangat ditentukan oleh pemilik lahan. Umumnya lahan di Kabupaten Enrekang subur dengan kondisi iklim yang mendukung. Namun, belum semua lahan dimanfaatkan secara optimal. Sukri adalah salah seorang petani yang berusaha memanfaatkan lahan secara optimal dengan pola usahatani terpadu. Pertimbangannya adalah mengusahakan komoditi yang dapat tumbuh secara optimal, bernilai ekonomi, dan komoditinya dapat dipadukan dengan komoditi lain. Informasi ini diharapkan bermanfaat baik bagi petani di lokasi tersebut maupun di tempat lain, sehingga timbul motivasi untuk memanfaatkan lahan lahan tertinggal dengan komoditi yang memberikan hasiloptimal, berkesinambungan, dan lestari. Pola usaha tani terpadu dapat menambah pendapatan dengan memaksimalkan penggunaan sumberdaya. Selain itu, juga memiliki banyak pengalaman dalam memanfaatkan waktu, menangani komoditi yang berbeda, serta menjalin ikatan sosial dengan lingkungan. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Tiga Kabupaten di Sulawesi Selatan Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 117-126 Eboni (Diospyros celebica Bakh.) merupakan salah satu pohon endemik Sulawesi, yang mempunyai nilai jual tinggi, saat ini keberadaannya sudah semakin sulit ditemui di hutan alam. Eksploitasi yang tidak terkontrol dengan tanpa diimbangi pengembangan yang serius membuat tanaman ini semakin berada diambang kepunahan. Pembangunan sumber benih merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk menghindarkan jenis-jenis endemik dari kepunahan. Benih eboni yang semakin langka, menjadikan anakan alam sebagai salah satu alternatif sebagai materi pembangunan sumber benih Areal Produksi Benih (APB). Untuk itu dilakukan eksplorasi terhadap anakan alam eboni di 3 kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros. Dengan dibangunnya APB untuk jenis eboni,

diharapkan masyarakat dan para stakeholder lebih mudah dalam mendapatkan benih bermutu dari jenis tersebut, sehingga diharapkan akan dapat menyelamatkan eboni dari kepunahan. Kata kunci : Sulawesi Selatan, anakan alam, sumber benih, eboni (Diospyros celebica) Nur Hayati (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Upaya Pengamanan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung melalui Pembangunan Desa Wisata Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 127-135 Pembangunan daerah penyangga merupakan upaya pengurangan tekanan masyarakat terhadap kawasan taman nasional, sekaligus pemecahan masalah pengentasan kemiskinan, khususnya bagi masyarakat desa hutan. Upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam melestarikan hutan baik jenis maupun manfaatnya melalui pengembangan wisata alam, penyangga kawasan konservasi, kawasan budidaya dan industri tanaman hutan yang bernilai ekonomis tinggi guna mewujudkan ketahanan pangan. Penetapan dan pengelolaan daerah penyangga menjadi sangat penting mengingat tekanan yang mengintervensi masyarakat yang kurang memahami kebijakan, kepentingan ekonomi, keterbelakangan teknologi konservasi dan permasalahan lahan yang berkembang di masyarakat sekitar kawasan. Salah satu alternatif pembangunan daerah penyangga adalah melalui pemberdayaan masyarakat dengan membentuk desa wisata di sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kata Kunci : Daerah penyangga, desa wisata, Taman Nasional, Bantimurung Bulusaraung Heru Setiawan (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Ancaman terhadap Populasi Kima (Tridacnidacna sp.) dan Upaya Konservasinya di Taman Nasional Taka Bonerate Info Teknis Eboni Vol. 10 No. 2, hal. 137-147 Kima (Tridacnidacna sp.) merupakan salah satu biota laut yang masuk dalam kelompok kerang raksasa. Pemerintah telah menetapkan kima dalam kelompok satwa yang dilindungi. Sejak tahun 1983, konvensi internasional untuk perdagangan satwa yang terancam punah (CITES) menggolongkan kelompok satwa ini dalam Appendix II yang berarti kelompok spesies yang diduga terancam punah akibat perdagangan yang

tidak terkendali. Taman Nasional Taka Bonerate merupakan salah satu habitat kima. Keberadaan populasi kima di alam menurun sangat drastis akibat dari berbagai faktor, terutama dari aktivitas manusia, seperti perburuan, kerusakan habitat, penggunaan potasium dan bom ikan, serta penangkapan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Selain itu, prospek ekonomi hewan ini juga sangat besar, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, untuk hewan hias di akuarium dan cenderamata (souvenir). Untuk menjaga populasi dan kelestarian kima di alam diperlukan upaya-upaya konservasi melalui kegiatan sosialisasi dan penyuluhan, kegiatan perlindungan habitat dan pengawasan, penambahan populasi di alam dan menjaga kearifan tradisional masyarakat setempat. Budidaya terhadap hewan ini belum banyak dikembangkan. Untuk mengurangi tekanan terhadap populasi kima di alam, usaha budidaya berbasis konservasi perlu menjadi alternatif dalam menjaga kelestarian kima. Kata Kunci : Kima, ancaman, upaya konservasi, Taman Nasional Taka Bonerate