BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan salah satu sarana hiburan bagi masyarakat. Selain itu, film sebagai alat komunikasi massa juga merupakan alternatif hiburan yang paling nyaman diantara sarana hiburan lainya, karena selain menyajikan gambar bergerak (visual) juga dilengkapi dengan suara (audio). Film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian ilmu komunikasi. Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai massa pertumbuhan pada akhir abad ke-19 setelah perkembangan surat kabar mengalami kemunduran. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dapat menyajikan informasi yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat secara luas. Perkembangan film mencapai puncaknya diantara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, namun kemudian merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan munculnya medium televisi. Menariknya, seperti dipaparkan Garin Nugroho (Kompas, 19 Mei 2002), yang dikutip oleh (Sobur, 2013:126) menjelaskan bahwa sinema Amerika pasca 1970-an mampu mengalami kebangkitan kembali, justru dibangkitkan oleh generasi pertelevisian, yakni generasi Spielberg dan George Lucas. Mereka sebagai generasi televisi, memahami betul masyarakat televisi dan seluruh bias kekuatan serta kelemahan televisi. Mereka menciptakan ritual sinema yang mempunyai sensasi baru dibanding ritual televisi, sekaligus mengadopsi kekuatan televisi ke sinema.seiring dengan kebangkita dunia perfilman, muncul pula film-film yang mengumbar adegan seks, kriminal dan 1
kekerasan. Inilah yang melahirkan berbagai studi komunikasi massa. Perhatian ini dikemukakan oleh karena penggambaranya bertentangan dengan standart yang ditetapkan. Dalam banyak penelitian, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier.artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya.kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikanya ke atas layar (Irawanto, 1999:13) Graeme Turner (Irawanto, 1999:14) menolak perspektif yang melihat film sebagai refleksi masyarakat. Makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat, bagi Turner, berbeda dengan film sekedar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai refleksi dari realitas, film sekedar memindah realitas ke layar tanpa mengubah realitas itu. Sementara itu, sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaan. Saat ini banyak bermunculan film yang mengangkat tema dengan persoalan perempuan atau disebut juga film feminism.feminisme atau feminism adalah sebuah gerakan yang pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta tindakan untuk mengakhiri penindasan dan ekploitasi tersebut. Meskipun terjadi perbedaan antar feminis mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu 2
terjadi, namun mereka sepaham bahwa hakikatnya perjuangan feminis adalah demi kesamaan martabat dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan kaum perempuan. Amerika merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah imigran.hal ini pula yang menjadi dasar bahwa Amerika tidak mempunyai budaya paten. Kebudayaan yang berkembang di Amerika lebih cenderung pada budaya kontemporer, yaitu sebuah budaya yang sudah tercampur dengan modernisasi. Meski Amerika adalah negara demokrasi liberal terbesar di dunia saat ini. Dahulunya Amerika merupakan negara berideologi patriarki, dimana pada masa itu perempuan dianggap sebagai kaum kelas nomor dua dibawah laki laki, sehingga penindasan terhadap perempuan sering terjadi.pada masa itu pula, negara ini mencetuskan gerakan feminisme tepatnya pada tahun 1960-an unrtuk melawan kesemena menaan kaum laki laki terhadap kaum perempuan. Bahkan, Amerika menjadi negara pertama yang memperkenalkan gerakan feminisme dan di ikuti oleh negara-negara lain di dunia. Sam Taylor Johnson adalah seorang produser dan sutradara film terkenal dari karyanya yang banyak menuai sensasi. Film karya Sam Taylor Johnson yang banyak menuai kontrofersi dari berbagai pihak adalah sebuah film yang mengangkat tema feminisme berjudul Fifty Shades of Grey yang saat ini sudah tayang hingga dua series. Film ini di adaptasi dari novel fenomenal karya El James dengan judul yang sama. Namun demikian, film ini banyak diminati masyarakat hingga tahun 2018 mendatang akan dirilis series ke tiga dari Fifty Shades of Grey. Dalam kisahnya Cristian Grey (Jamie Dornan) seorang konglomerat muda 3
dan Anastasya Steele (Dakota Johnson) seorang mahasiswi dan pekerja part-time, bertemu melakukan wawancara untuk dimuat di majalah kampus. Setelah pertemuan tersebut hubungan mereka berlanjut pada rasa ketertarikan yang tidak terungkap. Hingga pada suatu ketika mereka dipertemukan kembali dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain. Namun ketertarikan tersebut terjadi dalam dua konteks yang berbeda diantara keduanya. Ana menyukai Grey karena kesan pertama sikap Grey yang dinilai baik olehnya, dan Grey menyukai Ana karena ia memiliki fisik yang sempurna menurut laki laki. Singkat cerita Grey berniat menjadikan Ana sebagai seorang submissive (budak seks). Ia mengajukan sebuah kontrak hubungan kepada Ana. Dalam kontrak tersebut, Ana diposisikan sebagai seorang wanita yang diikat dalam kontrak tertulis untuk menjadi relasi seksual Grey. Namun Ana tidak begitu saja menyetujui kontrak tersebut, karena ia sudah menaruh hati pada laki laki itu. Akhirnya ia berupaya melakukan pendekatan pada Grey, mencari tahu tentang Grey dan mengubahnya menjadi laki laki yang lebih menghargai perempuan. Representasi feminisme dalam film ini dapat dimaknai dengan tanda-tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek atau gambaran cerita yang diharapkan. Utamanya adalah melalui gambar (visual) dan suara (audio). Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana Sam Taylor Johnson menyampaikan representasi feminisme pada masyarakat melalui simbol simbol yang terkandung dalam film-nya yaitu Fifty Shades Of Grey series I dan II.Analisis semiotika yang digunakan untuk menganalisis simbol yang tersirat dalam film tersebut seperti alur cerita dan kata-kata yang digunakan. Representasi feminisme yang diperlihatkan pada masyarakat dihasilkan dari 4
serangkaian alur cerita yang ada dalam film. Representasi tersebut menghasilkan pemaknaan ganda, yaitu berupa makna denotasi dan makna konotasi serta mitos. Fifty Shades of Grey series sendiri sempat menjadi perbincangan masyarakat internasional karena setelah ditayangkan, film tersebut diasumsikan sebagai film anti feminis. Dimunculkanya adegan diskriminasi dan eksploitasi tubuh dianggap sebagai bentuk dari adanya perilaku seksis dan patriarkal serta bentuk ketidak berpihakan pembuat film terhadap gerakan feminisme. Terlebih film ini diproduksi di negara penggagas feminisme pertama kali dan menjadi contoh bagi negara negara lain untuk membentuk gerakan yang sama. Hal tersebut terjadi akibat perspektif masyarakat yang melihat bahwa film hanyalah sebuah refleksi dari realitas, pemahaman masyarakat terhadap pandangan bahwa film sebagai media representasi atas realitas masih sangat kurang sehingga asumsi mengenai makna pesan dalam sebuah film seringkali tidak dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, dan menimbulkan misintepretasi. 1.2 Rumusan Masalah Dari serangkaian penjelasan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana representasi simbol feminisme dalam film berjudul Fifty Shades of Grey series I dan II? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 5
Mengetahui representasi simbol feminisme dalam film berrjudul Fifty Shades of Grey series I dan II. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai peneliti, adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Akademis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran maupun pemahaman, khususnya dalam bidang Ilmu Komunikasi terhadap pemaknaan simbol-simbol dalam kajian teks media. b. Menjadi bahan referensi untuk melengkapi penelitian-penelitian serupa selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca dalam memahami pesan-pesan yang disampaikan melalui sebuah film. b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi dalam membaca makna yang terkandung dalam sebuah film melalui semiotika. 6