1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi menjadi tantangan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yaitu beban ganda penyakit, suatu keadaan morbiditas dan mortalitas penyakit menular masih merupakan masalah dan pada saat yang bersamaan morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular mulai meningkat, serta sumber daya kesehatan yang masih terbatas (Kemenkes RI, 2011). Beberapa penyakit juga membutuhkan perhatian khusus karena belum ada obat yang dapat menyembuhkannya seperti flu burung, HIV/AIDS, kanker, dan lupus. Penyakit lupus telah dikenal sejak abad ke-16 telah menciptakan ketakutan pada masyarakat, terutama kaum perempuan. Kata lupus dipilih untuk menggambarkan penyakit yang dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE) (Hahn, 2006). SLE merupakan penyakit autoimun dimana sistem imun memproduksi antibodi di dalam tubuh yang memicu terjadinya peradangan dan kerusakan jaringan. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme yang asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan (Syamsi Dhuha Foundation, 2015). Prevalensi penderita SLE di Amerika menurut penelitian yang dilakukan oleh Ferucci (2014) setelah standarisasi umur adalah sebesar 177,7 per 100.000 1
2 populasi. SLE terutama menyerang perempuan berusia produktif dengan rasio kasus SLE perempuan dan laki-laki antara 9-14:1 dengan angka kematian kasar penderita SLE adalah 35% pada kelompok usia 15-44 tahun (CDC, 2015). Di Buenos Aires sebuah studi melaporkan perkembangan SLE antara 1998 sampai 1 Januari 2009, dengan rasio prevalensi antara perempuan dan laki-laki yaitu 3:1 per 100.000 per tahun. Prevalensi SLE pada perempuan adalah 59 per 100.000 populasi dan pada laki-laki 23 per 100.000 populasi (Scolnik dkk, 2014). Di Rusia prevalensi SLE adalah 9 per 100.000 populasi pada tahun 2010 (Nasonov, 2014). Di Buenos Aires, Sclonik (2014) melaporkan perkembangan SLE antara 1998 sampai 1 Januari 2009, dengan rasio prevalensi antara perempuan dan lakilaki yaitu 3:1 per 100.000 per tahun. Prevalensi SLE pada perempuan adalah 59 per 100.000 populasi dan pada laki-laki 23 per 100.000 populasi. Prevalensi SLE di Rusia adalah 9 per 100.000 populasi pada tahun 2010 (Nasonov, 2014). Di kawasan Asia-Pasifik prevalensi SLE sebesar 4-45 per 100.000 populasi (Jakes dkk, 2012). Sebuah penelitian juga pernah dilakukan Mok (2008) di Hong Kong dan melaporkan prevalensi SLE adalah 3 per 100.000 populasi dari tahun 2000-2006 dan prevalensi SLE di Kazakstan menurut Nasonov (2014) sebesar 21 per 100.000 pada tahun 2010. SLE dapat mengenai semua ras dan memiliki frekuensi bervariasi, orang kulit hitam dan Hispanik memiliki angka kasus yang lebih tinggi. Prevalensi SLE di Nogales, Arizona adalah 40 per 100.000 populasi. Prevalensi SLE pada perempuan kulit hitam empat kali lebih tinggi dari perempuan kulit putih dan
3 lebih sering terjadi pada perempuan Asia dibandingkan dengan perempuan kulit putih (Bertales dkk, 2015). SLE menimbulkan berbagai macam gangguan organ dalam tubuh sebagai akibat inflamasi dari deposisi kompleks imun. Dari 435 orang penderita SLE di Perancis, menunjukkan gejala yang paling sering muncul adalah artritis sebanyak 86%, malar rash (ruam kupu-kupu) sebanyak 50%, nefritis sebanyak 41%, sindrom Raynaud sebanyak 30%, gangguan saraf pusat sebanyak 25%, perikarditis sebanyak 24%, gangguan paru 22%, antiphospolipid syndrome sebanyak 20%, dan yang paling sedikit adalah miokarditis yaitu 4% (Kadouch, 2014). Penyebab kematian penderita SLE adalah kerusakan organ tubuh yang berbeda pada setiap penderita SLE. Kadouch melakukan penelitian pada tahun 2014 di Paris menunjukkan bahwa infeksi merupakan penyebab kematian penderita SLE tertinggi selama 2006-2012 yaitu lebih dari 50%, kemudian enchephalopathies yaitu lebih dari 30%, gangguan kardiovaskuler yaitu sekitar 10%, dan gangguan ginjal kurang dari 10%. Data Yayasan Lupus Indonesia (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita SLE di Indonesia meningkat dari 12.700 orang pada tahun 2012 menjadi 13.300 orang per April 2013 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia atau prevalensi sekitar 4 per 100.000 populasi. Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Di RSUD Dr. Pringadi diketahui proporsi SLE sebesar 1 per 10.000 perawatan selama 3 tahun. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan proporsi SLE sebesar 1
4 per 1.000 kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 penderita SLE atau 11 per 1.000 pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010 (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Di Sumatera Utara sebuah yayasan dibentuk pada tahun 2011 sebagai wadah untuk memperoleh informasi dan saling berbagi antara penderita SLE khusunya di Kota Medan. Beberapa penelitian pernah dilakukan di sana dan diketahui pada tahun 2014 ada 45 penderita SLE yang bergabung. Namun besarnya prevalensi dan karakteristik penderita SLE belum diketahui (Putri, 2014). Setelah melakukan survei pendahuluan di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui bahwa, di tahun 2011 terdapat 12 orang penderita SLE orang yang dirawat inap. Tahun 2012 terdapat 31 orang penderita yang dirawat inap. Tahun 2013 terdapat 22 orang penderita SLE yang dirawat inap. Tahun 2014 terdapat 22 orang penderita SLE yang dirawat inap. Tahun 2015 terdapat 30 orang penderita SLE yang dirawat inap. Maka total kunjungan penderita SLE yang dirawat inap adalah 117 orang. Terjadi peningkatan jumlah penderita SLE setiap tahun selama lima tahun terakhir. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita SLE yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2015.
5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana karakteristik penderita SLE yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakateristik penderita SLE yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2015. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, status perkawinan, daerah asal). b. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan manifestasi klinis. c. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan derajat manifestasi klinis. d. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan riwayat penggunaan obat-obatan. e. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan penatalaksanaan medis. f. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan rata-rata lama rawatan.
6 g. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan keadaan sewaktu pulang. h. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan sumber biaya. i. Mengetahui distribusi proprosi umur penderita SLE berdasarkan derajat manifestasi klinis. j. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita SLE berdasarkan derajat manifestasi klinis. k. Mengetahui rata-rata lama rawatan berdasarkan derajat manifestasi klinis. l. Mengetahui distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang berdasarkan derajat manifestasi klinis. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : a. Sarana informatif yang menggambarkan berbagai karateristik penderita SLE sehingga meningkatkan wawasan pembaca tentang penderita SLE. b. Informasi bagi Dinas Kesehatan dalam memberikan penanganan bagi penderita SLE sesuai dengan karakteristiknya. c. Informasi bagi pihak RSUP H. Adam Malik dalam memberikan penanganan bagi penderita SLE sesuai dengan karakteristiknya. d. Wadah pengaplikasian ilmu dalam pengembangan penelitian dan diharapkan dapat menambah perbendaharaan pustaka dalam bidang epidemiologi penyakit SLE bagi peneliti lain.