BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE) (Hahn,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. antara variasi genetik dimana faktor ini berperanan penting dalam predisposisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.penyakit Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. penyakit Lupus. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran seperti dijelaskan dalam Astuti

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. mencapai derajat Kesehatan Masyarakat yang setinggi-tingginya. Dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. menular di seluruh dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). 1 Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat,

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi menjadi tantangan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yaitu beban ganda penyakit, suatu keadaan morbiditas dan mortalitas penyakit menular masih merupakan masalah dan pada saat yang bersamaan morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular mulai meningkat, serta sumber daya kesehatan yang masih terbatas (Kemenkes RI, 2011). Beberapa penyakit juga membutuhkan perhatian khusus karena belum ada obat yang dapat menyembuhkannya seperti flu burung, HIV/AIDS, kanker, dan lupus. Penyakit lupus telah dikenal sejak abad ke-16 telah menciptakan ketakutan pada masyarakat, terutama kaum perempuan. Kata lupus dipilih untuk menggambarkan penyakit yang dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE) (Hahn, 2006). SLE merupakan penyakit autoimun dimana sistem imun memproduksi antibodi di dalam tubuh yang memicu terjadinya peradangan dan kerusakan jaringan. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme yang asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan (Syamsi Dhuha Foundation, 2015). Prevalensi penderita SLE di Amerika menurut penelitian yang dilakukan oleh Ferucci (2014) setelah standarisasi umur adalah sebesar 177,7 per 100.000 1

2 populasi. SLE terutama menyerang perempuan berusia produktif dengan rasio kasus SLE perempuan dan laki-laki antara 9-14:1 dengan angka kematian kasar penderita SLE adalah 35% pada kelompok usia 15-44 tahun (CDC, 2015). Di Buenos Aires sebuah studi melaporkan perkembangan SLE antara 1998 sampai 1 Januari 2009, dengan rasio prevalensi antara perempuan dan laki-laki yaitu 3:1 per 100.000 per tahun. Prevalensi SLE pada perempuan adalah 59 per 100.000 populasi dan pada laki-laki 23 per 100.000 populasi (Scolnik dkk, 2014). Di Rusia prevalensi SLE adalah 9 per 100.000 populasi pada tahun 2010 (Nasonov, 2014). Di Buenos Aires, Sclonik (2014) melaporkan perkembangan SLE antara 1998 sampai 1 Januari 2009, dengan rasio prevalensi antara perempuan dan lakilaki yaitu 3:1 per 100.000 per tahun. Prevalensi SLE pada perempuan adalah 59 per 100.000 populasi dan pada laki-laki 23 per 100.000 populasi. Prevalensi SLE di Rusia adalah 9 per 100.000 populasi pada tahun 2010 (Nasonov, 2014). Di kawasan Asia-Pasifik prevalensi SLE sebesar 4-45 per 100.000 populasi (Jakes dkk, 2012). Sebuah penelitian juga pernah dilakukan Mok (2008) di Hong Kong dan melaporkan prevalensi SLE adalah 3 per 100.000 populasi dari tahun 2000-2006 dan prevalensi SLE di Kazakstan menurut Nasonov (2014) sebesar 21 per 100.000 pada tahun 2010. SLE dapat mengenai semua ras dan memiliki frekuensi bervariasi, orang kulit hitam dan Hispanik memiliki angka kasus yang lebih tinggi. Prevalensi SLE di Nogales, Arizona adalah 40 per 100.000 populasi. Prevalensi SLE pada perempuan kulit hitam empat kali lebih tinggi dari perempuan kulit putih dan

3 lebih sering terjadi pada perempuan Asia dibandingkan dengan perempuan kulit putih (Bertales dkk, 2015). SLE menimbulkan berbagai macam gangguan organ dalam tubuh sebagai akibat inflamasi dari deposisi kompleks imun. Dari 435 orang penderita SLE di Perancis, menunjukkan gejala yang paling sering muncul adalah artritis sebanyak 86%, malar rash (ruam kupu-kupu) sebanyak 50%, nefritis sebanyak 41%, sindrom Raynaud sebanyak 30%, gangguan saraf pusat sebanyak 25%, perikarditis sebanyak 24%, gangguan paru 22%, antiphospolipid syndrome sebanyak 20%, dan yang paling sedikit adalah miokarditis yaitu 4% (Kadouch, 2014). Penyebab kematian penderita SLE adalah kerusakan organ tubuh yang berbeda pada setiap penderita SLE. Kadouch melakukan penelitian pada tahun 2014 di Paris menunjukkan bahwa infeksi merupakan penyebab kematian penderita SLE tertinggi selama 2006-2012 yaitu lebih dari 50%, kemudian enchephalopathies yaitu lebih dari 30%, gangguan kardiovaskuler yaitu sekitar 10%, dan gangguan ginjal kurang dari 10%. Data Yayasan Lupus Indonesia (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita SLE di Indonesia meningkat dari 12.700 orang pada tahun 2012 menjadi 13.300 orang per April 2013 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia atau prevalensi sekitar 4 per 100.000 populasi. Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Di RSUD Dr. Pringadi diketahui proporsi SLE sebesar 1 per 10.000 perawatan selama 3 tahun. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan proporsi SLE sebesar 1

4 per 1.000 kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 penderita SLE atau 11 per 1.000 pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010 (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Di Sumatera Utara sebuah yayasan dibentuk pada tahun 2011 sebagai wadah untuk memperoleh informasi dan saling berbagi antara penderita SLE khusunya di Kota Medan. Beberapa penelitian pernah dilakukan di sana dan diketahui pada tahun 2014 ada 45 penderita SLE yang bergabung. Namun besarnya prevalensi dan karakteristik penderita SLE belum diketahui (Putri, 2014). Setelah melakukan survei pendahuluan di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui bahwa, di tahun 2011 terdapat 12 orang penderita SLE orang yang dirawat inap. Tahun 2012 terdapat 31 orang penderita yang dirawat inap. Tahun 2013 terdapat 22 orang penderita SLE yang dirawat inap. Tahun 2014 terdapat 22 orang penderita SLE yang dirawat inap. Tahun 2015 terdapat 30 orang penderita SLE yang dirawat inap. Maka total kunjungan penderita SLE yang dirawat inap adalah 117 orang. Terjadi peningkatan jumlah penderita SLE setiap tahun selama lima tahun terakhir. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita SLE yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2015.

5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana karakteristik penderita SLE yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakateristik penderita SLE yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2015. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, status perkawinan, daerah asal). b. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan manifestasi klinis. c. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan derajat manifestasi klinis. d. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan riwayat penggunaan obat-obatan. e. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan penatalaksanaan medis. f. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan rata-rata lama rawatan.

6 g. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan keadaan sewaktu pulang. h. Mengetahui distribusi proporsi penderita SLE berdasarkan sumber biaya. i. Mengetahui distribusi proprosi umur penderita SLE berdasarkan derajat manifestasi klinis. j. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita SLE berdasarkan derajat manifestasi klinis. k. Mengetahui rata-rata lama rawatan berdasarkan derajat manifestasi klinis. l. Mengetahui distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang berdasarkan derajat manifestasi klinis. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : a. Sarana informatif yang menggambarkan berbagai karateristik penderita SLE sehingga meningkatkan wawasan pembaca tentang penderita SLE. b. Informasi bagi Dinas Kesehatan dalam memberikan penanganan bagi penderita SLE sesuai dengan karakteristiknya. c. Informasi bagi pihak RSUP H. Adam Malik dalam memberikan penanganan bagi penderita SLE sesuai dengan karakteristiknya. d. Wadah pengaplikasian ilmu dalam pengembangan penelitian dan diharapkan dapat menambah perbendaharaan pustaka dalam bidang epidemiologi penyakit SLE bagi peneliti lain.