PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok utama di Indonesia. Seperti yang terjadi di negara lain, persoalan pangan di Indonesia akan terus menjadi kendala utama usaha pembangunan. Faktor-faktor seperti alihfungsi lahan, pertambahan penduduk, pendidikan, dan sosial budaya memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi pembangunan. Produksi pangan khususnya beras harus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dalam mengatasi hal tersebut perlu ditingkatkan produktifitas lahan kering untuk budidaya padi gogo. Kendala utama produksi padi gogo adalah rendahnya kesuburan tanah dan juga kandungan bahan organik dalam tanah. Alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pemupukan Nitrogen (N) yang efektif dan juga penambahan bahan organik pada lahan (Widodo, 2004). Beberapa negara yang menjadi produsen padi terkemuka adalah Republik Rakyat China (31% dari total produksi dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Namun hanya sebagian kecil produksi padi dunia yang diperdagangkan antar negara (5%-6% dari produksi dunia). Thailand merupakan pengekspor padi utama (26% dari total padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika Serikat (11%). Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%) (Wikipedia, 2009). Berdasarkan data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, ketersediaan beras dalam negeri berasal dari produksi bersih dalam
negeri, net impor, dan perubahan stok nasional. Jika ketersediaan stok beras nasional diasumsikan tetap, maka ketersediaan beras untuk konsumsi ditentukan oleh produksi dalam negeri dan net impor (impor-ekspor). Net produksi beras pada tahun 2006 adalah 30,88 juta ton, konsumsi beras sebanyak 31,31 juta ton untuk 228,50 juta orang, sedangkan konsumsi per kapitanya adalah 137,03 kg/tahun (Pusat Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 2009). Badan Pusat Statistik (BPS) nasional memperkirakan produksi padi selama 2008 meningkat sebanyak 2,72 ton atau naik 4,76 persen dibanding produksi 2007 yang tercatat sebesar 57,16 juta ton. Kenaikan produksi padi tahun 2008 diperkirakan terjadi di beberapa provinsi terutama di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah (Badan Pusat Statistik, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara beras produksi Sumut masih tergolong cukup baik kualitas dibandingkan daerah lain di Indonesia bahkan mancanegara, sehingga permintaan di luar negeri cukup tinggi. Sejauh ini tercatat ada enam daerah yang menjadi lumbung padi bagi Sumut. Ke enam daerah itu adalah Serdang Bedagai (Sergei), Deli Serdang, Simalungun, Asahan, Tapsel dan Langkat, sementara daerah lainnya hanya pendukung. Dirincikan data terakhir yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Angka Ramalan II (ARAM II) Juli 2008 produksi padi Sumut tercatat 3.274.061 ton GKG (Gabah Kering Giling). Hal ini berarti masih di bawah target produksi padi tahun 2008 sebesar 3.391.291 ton GKG, namun sudah melebihi Angka Tetap (ATAP) produksi padi 2007 yang hanya 3.265.834 ton GKG (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2008).
Di beberapa daerah tadah hujan orang mengembangkan padi gogo, suatu tipe padi lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah. Budidaya padi lahan kering, dikenal manusia lebih dahulu daripada budidaya padi sawah. Setiap sistem budidaya memerlukan kultivar yang adaptif untuk masingmasing sistem. Kelompok kultivar padi yang cocok untuk lahan kering dikenal dengan nama padi gogo (wikipedia, 2009). Bokashi adalah pupuk organik yang berasal dari jerami, sisa dapur, atau pupuk kandang yang dicampur dengan sekam padi dan difermentasikan dengan bahan EM-4. Menurut Rosmarkam dan Yuwono, 2002 bahwa pemupukan pada padi tergantung pada pengelolaannya. Jerami yang tidak diangkut akan membusuk dan mengembalikan sebagian hara ke dalam tanah. Jerami merupakan sumber K. Penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian secara terus menerus dapat merusak tanah, oleh karena itu penggunaan pupuk bokashi yang merupakan pupuk organik sangat baik bagi lahan pertanian untuk tetap menjaga kesuburan tanah dan menambah unsur hara terutama unsur Kalium (K), juga bermanfaat untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Memproduksi pupuk bokashi mempunyai harapan dan peluang yang baik untuk masa sekarang maupun yang akan datang. Upaya tersebut dapat mengatasi ketergantungan terhadap pupuk buatan dari bahan kimia yang mulai terbatas dikarenakan tingginya harga bahan kimia. Dengan demikian keberadaan pupuk bokashi merupakan alternatif yang cukup baik seiring dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang pertanian dan agribisnis (Abdi, 2009). Ada berbagai jenis sumber benih yang sering ditanam oleh petani yaitu varietas lokal dan sebagian besar varietas unggul. Namun, keberadaan varietas
lokal saat ini kurang diperhitungkan karena memiliki penampilan populasi yang beragam seperti bentuk dan warna gabah yang kurang baik, umur panen yang relatif lama (110-150 hari), dan tinggi tanaman (120-150 cm), dan pada umumnya karena morfologinya yang tergolong tinggi menyebabkan padi lokal seringkali bermasalah dengan kerebahan yang tinggi pula. Padahal, varietas lokal memiliki adaptasi kesesuaian yang tinggi terhadap daerah tertentu. Varietas lokal perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekayaan plasma nutfah daerah, sekaligus sumber keragaman genetik. Menurut Siregar (1981) bentuk bangun (morfologi) padi varietas lokal berproduksi rendah, berhubung dengan pertumbuhan daun kelopaknya yang mendatar sampai melengkung itu sangat membatasi dan menghalang-halangi tembusnya sinar matahari dari kanopi (tajuk) ke bagian bawah pertanaman di atas permukaan tanah, yang menyebabkan padi varietas lokal tersebut rawan terhadap kerebahan sehingga berakibat kepada produksinya yang tergolong rendah bahkan resiko terbesarnya adalah kegagalan panen dapat terjadi. Oleh karena itu untuk mengurangi resiko kegagalan panen akibat masalah kerebahan yang selalu terjadi pada padi varietas lokal yang memiliki morfologi tinggi diperlukan tindakan pemangkasan yang dapat mengurangi resiko tersebut. Penelitian juga ditujukan untuk mengetahui waktu yang paling tepat untuk melakukan pemangkasan tersebut. Karena selain memperindah dan menyeimbangkan bentuk tanaman, pada dasarnya pemangkasan merupakan upaya perawatan yang mengacu pada manfaat atau tujuan tertentu, sebagai berikut: (1) mengatur dan mengarahkan pertumbuhan, (2) merangsang pertumbuhan bunga
dan buah, (3) menyuburkan dan menyehatkan, (4) memperpanjang usia sekaligus meremajakan (Cherry dan Don, 2009). Menurut Abdi (2009) bokashi dapat diberikan pada tanaman musiman sebelum tanam dengan cara menyebarkannya ke tanah dengan dosis 2-2,5 ton/ha sekitar 2-3 minggu sebelum tanam. Dosis bokashi yang digunakan pada percobaan penelitian ini adalah 20 ton/ha yaitu dosis anjuran untuk pupuk organik pada umumnya. Hal tersebut karena mengacu pada analisis tanah yang dilakukan dimana ph yang dimiliki oleh jenis tanah tempat penelitian tergolong rendah yaitu 4,53 dan tergolong tanah yang miskin unsur hara sehingga dengan meningkatkan dosis bokashi yang diberikan ke tanah dapat memperbaiki ph dan meningkatkan unsur hara dalam tanah. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh proporsi pemangkasan daun dan pemberian bokashi terhadap pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bokashi dan umur pemangkasan daun terhadap pertumbuhan dan produksi padi lokal si Kembiri (Oryza sativa L.). Hipotesa Penelitian Ada perbedaan pengaruh yang nyata oleh pemberian bokashi dan umur pemangkasan daun serta ada interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi padi lokal Si Kembiri (Oryza sativa L.).
Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,, Medan. dan diharapkan dapat pula berguna sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.